Oleh: Ev. Lidanial, M.K., M.Pd. *)
Beberapa waktu lalu saya melihat gambar di samping dikirimkan dalam salah satu Whatsapp Group (WAG). Bagi saya gambar ini sangat menarik. Konfigurasi yang dibuat oleh anak-anak tersebut sekilas terlihat seperti wajah Tuhan Yesus. Kalau memerhatikan gambar ini dengan sungguh-sungguh dan cermat, bukan hanya sekilas, tampak bahwa gambar ini sebenarnya sudah melalui proses pengeditan, bukan gambar yang sesungguhnya.
Bukan hanya hal-hal biasa yang bisa dipoles, direkayasa, atau diedit sedemikian rupa sehingga sesuatu yang biasa dapat menjadi luar biasa; sesuatu yang tidak baik bisa terlihat begitu baik; sesuatu yang salah bisa terlihat benar. Bahkan, sesuatu yang bersifat ‘rohani’ pun bisa direkayasa sedemikian rupa sehingga tanpa disadari dapat dengan begitu mudahnya dipercaya dan diyakini benar. Inilah realitas dunia di mana kita hidup, yang anak-anak kita sedang hadapi dan kemungkinan besar akan semakin ‘parah’ ke depannya.
Setiap hari ada begitu banyak informasi yang didengar dan dilihat oleh anak-anak kita melalui media sosial, yang harus diakui bahwa bagi sebagian anak diberikan kebebasan yang tanpa batasan oleh orang tua mereka dalam penggunaannya dengan alasan membuat anak tenang, tidak ketinggalan zaman, dan ‘bahagia’. Sebagian dari informasi dan tontonan tersebut, baik secara eksplisit maupun implisit menanamkan berbagai nilai dan prinsip hidup yang tidak sejalan dengan nilai dan prinsip firman, yang perlahan akan membentuk jiwa anak-anak kita. Sekilas tampaknya sebuah tontonan tidak bermasalah, tetapi ketika didalami, nilai hidup konsumerisme menjadi propaganda dari tontonan tersebut. Sekilas sebuah game online yang sering dimainkan anak-anak kita tidak bermasalah, tetapi ketika ditelusuri, individualistis dan egoistis yang dibarengi dengan impulsivitas dan kekerasan menjadi prinsip hidup yang dipertontonkan dengan begitu gamblang, dan yang sangat memprihatinkan, bagi banyak orang tua, semua itu ‘okay-okay’ saja.
Bagaimana sebagai orang tua kita merespons realitas yang seperti ini? Apakah kita pernah memikirkan apa jadinya anak-anak kita ketika berbagai nilai dan prinsip hidup, cara pandang dunia ini diserap begitu saja oleh anak-anak kita, tanpa ada filter sama sekali, sehingga menjadi nilai, prinsip dan cara pandang mereka ketika dewasa nanti?
Paul David Tripp dalam bukunya, -Parenting: The 14 Gospel Principles That Can Radically Change Your Family -- menjelaskan bahwa menjadi orang tua adalah sebuah panggilan (calling). Prinsip ini ditempatkan Tripp sebagai prinsip yang pertama. Menurut Tripp, orang tua dipanggil untuk menjadi alat Tuhan dalam membentuk jiwa anak-anak yang dipercayakan-Nya hadir dalam kehidupan mereka. Orang tua adalah alat di tangan Tuhan, orang yang dipakai Tuhan. Artinya kemampuan, kekuatan, hikmat dan segala hal yang dibutuhkan untuk melakukan panggilan ini berasal dari Tuhan. Tuhan yang memanggil, karena itu Dialah yang akan mengatur, mengarahkan dan menentukan segala sesuatunya.
Bagaimana cara kita membentuk jiwa anak-anak kita? Melalui apa para orang tua membentuk jiwa anak-anak mereka? Berikut beberapa prinsip penting yang kita bisa pelajari dari Ulangan 6:4-9, 20-25 [1].
1. KETELADAN Bukan Sekadar NASIHAT
Para orang dewasa, tentunya termasuk orang tua, diperintahkan untuk mengasihi Tuhan dengan seluruh keberadaan diri mereka dan menaati perintah-Nya. Setelah itu mengajarkan apa yang sudah mereka lakukan itu kepada anak-anak mereka (ay. 5-6). Apa yang mereka ajarkan tersebut seharusnya sudah mereka lakukan.
Perbuatan berbicara jauh lebih keras daripada perkataan. Anak-anak akan lebih mudah untuk diajar dan dibimbing melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tuanya. Ketika anak-anak kita melakukan sebuah kesalahan dan kita menegurnya, mungkin kita pernah mendengar mereka berkata, "Papa ‘kan juga begitu"; "Kalau Mama/Papa boleh, kenapa saya tidak boleh?"; "Kalau tidak boleh, kenapa Papa/Mama waktu itu melakukannya juga?"
Kita mendorong anak-anak kita rajin ke Sekolah Minggu, sementara kita jarang beribadah. Kita mendorong anak-anak kita untuk suka berdoa, sementara mereka tidak pernah atau jarang sekali melihat kita berdoa di rumah. Ketika anak-anak kita sudah agak besar, kita dorong mereka untuk rajin membaca Alkitab atau bersaat teduh, sementara mereka tidak pernah melihat kita membaca Alkitab di rumah. Kita marah ketika anak-anak kita berbicara kasar kepada kita dan dengan keras mengatakan bahwa perilaku seperti itu tidak sopan. Tetapi, kita sendiri sering berbicara kasar dengan mereka ketika marah dan berulang kali mereka mendengar caci maki dan umpatan keluar dengan begitu mudahnya dari mulut kita ketika kita kesal atau marah kepada seseorang, termasuk kepada nenek atau kakek mereka.
Kalau kita rindu anak-anak kita menjadi orang-orang yang mengasihi Tuhan, tunjukkanlah keteladanan sebagai seorang dewasa yang mengasihi Tuhan. Keteladanan sangat dibutuhkan anak-anak kita, bukan sekadar nasihat dan ajaran.
2. KESEHARIAN Bukan Hanya SESEKALI
"… haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang … dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, … dalam perjalanan … engkau berbaring … engkau bangun." (Ul. 6:7 [2]). Pembelajaran yang efektif itu dilakukan secara berulang, belajar apa pun. Kita tidak akan pernah dapat menguasai sesuatu kalau hanya melakukannya sesekali. Keterampilan itu terbentuk melalui proses pengulangan. Untuk membentuk sesuatu dibutuhkan usaha yang berulang-ulang.
Sebuah bejana tanah liat tidak akan terbentuk hanya dengan satu dua sentuhan. Mungkin dibutuhkan ratusan hingga ribuan sentuhan hingga bejana tersebut terbentuk dengan indah. Membentuk jiwa anak-anak kita adalah upaya yang terus-menerus dilakukan, bukan hanya sesekali, tetapi harus menjadi keseharian kita. Keteladanan yang kita tunjukkan adalah keteladanan yang tampak dalam keseharian hidup kita. Arahan atau ajaran yang kita berikan kepada anak bukan hanya sesekali, tetapi dalam keseharian kebersamaan kita dengan mereka dan melalui berbagai hal.
Dalam Ulangan 6 [3] ay. 20-25 diberikan sebuah contoh konkret bagaimana kita dapat mengajar anak-anak kita tentang Tuhan dan karya-Nya, yaitu dengan menceritakan karya Tuhan yang kita alami di masa lalu yang menjadi pengalaman kita secara pribadi. Mungkin kita pernah mendengar dalam satu masa, anak-anak kita sering bertanya tentang pengalaman papa mamanya pada waktu kecil. Kita dapat menggunakan kesempatan-kesempatan atau momen-momen itu untuk menceritakan tentang karya Tuhan yang kita pernah alami. Bukankah ketika mengingat dan menceritakan itu kita juga merasa dikuatkan?
3. KEHADIRAN Bukan Sekadar BARANG
Secara tersirat pada Ulangan 6 [3] ay.7-9, 20-25 berbicara tentang kehadiran orang tua dalam kehidupan anak-anaknya. Kehadiran dibutuhkan agar tercipta kebersamaan dan kebersamaan itu akan mengubahkan dan membentuk. Saya kira hal ini sangat penting dalam konteks zaman sekarang, di mana banyak orang tua yang tidak hadir atau absen dalam kehidupan anaknya.
Ketidakhadiran ini dapat terjadi karena berbagai hal. Karena faktor ekonomi, salah satu orang tua ‘terpaksa’ harus bekerja di luar kota atau luar negeri dalam jangka waktu yang lama, atau kedua orang tua bekerja di kota lain dan anak dititipkan kepada keluarga. Dalam kondisi ‘terpaksa’ seperti ini tentu orang tua harus tetap menjaga relasi dengan anak-anaknya walaupun tetap tidak bisa seefektif ketika tinggal bersama. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa ketidakhadiran orang tua yang sering terjadi bukan karena orang tua tidak tinggal bersama. Karena kesibukan, orang tua tidak punya waktu untuk bersama anak, bermain dengan anak, atau sekadar ngobrol dengan anak. Segala keinginan anak berusaha dipenuhi/disediakan, tetapi kebutuhan anak yang jauh lebih penting dan berdampak buruk ketika tidak didapatkan yaitu kehadiran orang tua, terabaikan.
Hal ini mengingatkan saya dengan cukup banyak cerita sedih anak-anak atau orang dewasa yang pernah saya layani yang menceritakan masa kecil mereka. Orang tua mereka ada di rumah, orang tua mereka memiliki waktu untuk keluar bersama teman-teman mereka atau melakukan hobi mereka sampai seharian. Tetapi ‘anehnya’ tidak ada waktu untuk sekadar bermain bersama mereka. Orang tua mereka ada di rumah, ada waktu untuk duduk lama bahkan berjam-jam di depan TV atau bermain video game atau membuka sosmed di HP mereka. Tetapi begitu marahnya ketika sesekali mereka ‘mengisengi’ papa/mama mereka, yang sebenarnya adalah upaya mereka untuk mengajak papa/mama mereka bermain. Tak jarang kekerasan dialami oleh anak-anak ketika orang tua tidak dapat mengendalikan emosi mereka pada momen-momen di mana anak sebenarnya hanya ingin mengajak orang tua mereka bermain bersama.
Kehadiran orang tua, baik papa atau mama, tidak akan pernah dapat tergantikan oleh sebanyak apapun barang, mainan, makanan, fasilitas, kemewahan yang dapat disediakan orang tua mereka. Jangankan salah satu orang tua pergi meninggalkannya, melihat pertengkaran papa mama mereka pun sudah merupakan sesuatu yang membuat mereka sangat sedih. Apalagi sampai terjadi perpisahan. Konflik yang berkepanjangan, bahkan yang berakhir dengan perpisahan atau perceraian orang tua adalah salah satu pukulan terberat dalam kehidupan seorang anak.
Kehidupan berkeluarga bisa jatuh dan bangun. Sebagai orang tua, sangat mungkin kita bisa salah langkah dan merasa gagal. Kita merasa malu dengan diri kita sendiri karena tidak dapat menjadi papa atau mama yang baik untuk anak-anak kita. Mari ingatlah bahwa kalau sekarang kita berada dalam kondisi sudah berkeluarga, memunyai anak-anak yang dianugerahkan-Nya kepada kita, mau tidak mau kita tetap harus berjuang. Karena kalau kita salah bertindak, maka keluarga kita akan menjadi korban. Kita adalah alat Tuhan. Kita bukanlah pemilik keluarga kita. Kita bukanlah pemilik anak-anak kita. Tuhanlah Sang Pemilik diri kita dan keluarga kita. Dialah yang telah memanggil kita untuk menjadi orang tua bagi anak-anak kita. Jangan malu untuk datang pada-Nya. Libatkanlah Dia, serahkanlah sepenuhnya kepada-Nya, mintalah hikmat dan kekuatan dari-Nya, dan lakukanlah yang terbaik yang dapat dilakukan. Carilah bantuan para profesional untuk membantu kita melihat permasalahan kita dengan lebih jernih sehingga kita dapat memikirkan jalan terbaik yang dapat diupayakan dalam kondisi yang memang sangat tidak mudah untuk dihadapi. Kiranya Tuhan menolong kita semua.
*) Salah seorang konselor PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Kel. Pasiran, Kec.Singkawang Barat, Singkawang
"SEWAKTU DOA
TAK TERJAWAB (I+II)"
Doa adalah percakapan antara manusia dan Tuhan. Lewat doa kita memohonkan permintaan dengan harapan Tuhan menjawabnya. Namun tidak selalu kita menerima apa yang kita harapkan kendati sering kita mendoakannya. Apakah yang sebenarnya terjadi?
Apa pun jawaban Tuhan kita mesti meyakini dua hal: (a) Tuhan mengasihi kita dan (b) Tuhan mendengar doa kita. Dengarlah Firman Tuhan, "Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat? Kepada siapa TUHAN meminta nasihat untuk mendapat pengertian dan siapa yang mengajar TUHAN untuk menjalankan keadilan atau siapa yang mengajar Dia pengetahuan dan memberi Dia petunjuk supaya Ia bertindak dengan pengertian? Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya" (Yesaya 40:13-15).
Ringkasan T243 (A+B)
Oleh: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya tentang "Pendidikan" di www.telaga.org [4]
Shalom,
Saya, Ibu D tinggal di Taiwan dan melalui kesempatan ini saya ingin menanyakan tentang anak saya yang berumur 15 tahun, dia mencuri sepeda berkali-kali. Pertama kali saya bertanya, jawabnya karena dia ingin memiliki sepeda, tapi setelah dibelikan dia tetap mencuri kemudian dijual. Bagaimana cara mengajar anak yang seperti ini? Terima kasih atas tanggapan yang diberikan.
Salam : Ibu D.
Ibu D,
Ada dua cara untuk menghentikan perilaku mencuri yang dilakukan anak Ibu. Pertama, Ibu minta kesediaan seorang polisi datang ke rumah Ibu dan menginterogasinya serta memberinya ancaman bahwa sekali lagi ia mencuri, ia akan ditangkap. Menurut saya, tindakan ini diperlukan sebab tampaknya ia sudah mulai mengembangkan perilaku kriminal dan kita tidak ingin ia berbuah lebih jauh.
Cara kedua – ini lebih lama dan panjang – adalah menegakkan disiplin dalam keluarga Ibu. Sebelumnya saya mohon maaf apabila saya keliru memahami situasi dalam keluarga Ibu. Begini Ibu D, tampaknya anak Ibu tidak takut kepada Ibu dan tampaknya Ibu pun tidak begitu berdaya menghadapinya. Apabila pengamatan saya benar, itu berarti ada sesuatu yang terhilang dalam keluarga Ibu, yang membuatnya berani berbuat nakal seperti itu. Nah, ini yang perlu diperhatikan dan diperbaiki. Mudah-mudahan tanggapan ini menolong Ibu untuk menindaklanjutinya.
Salam : Paul Gunadi
Rekaman Telaga
BEBERAPA JUDUL REKAMAN
KATEGORI "ORANG TUA – ANAK"
Dalam rangka memeringati Hari Lansia Nasional (29 Mei 2024)
7 NASIHAT DARI DOKTER AHLI SARAF
BERUMUR 81 TAHUNSUPAYA INGATAN
KITA TETAP TAJAM
Oleh Richard Restak, M.D.
Diringkas & diterjemahkan oleh: Pdt. Dr. Vivian A. Soesilo
Seperti halnya berbagai bagian tubuh kita, otak kita perlu latihan setiap hari. Dengan mengabaikan kesehatan otak dapat membuat orang lebih rentan terkena penyakit otak degeneratif seperti halnya Alzheimer dan demensia lainnya. Sebagai seorang ahli saraf, saya telah menghabiskan waktu puluhan tahun membimbing pasien dengan masalah ingatan melalui latihan-latihan yang dapat meningkatkan kemampuan otak—banyak di antaranya saya lakukan juga.
Di bawah ini ada 7 peraturan yang saya ikuti supaya otak saya tetap tajam di usia 81 tahun:
Dr. Richard Restak adalah seorang ahli saraf dan penulis 20 buku tentang otak manusia, termasuk "Panduan lengkap untuk memori: Ilmu memperkuat pikiran Anda" dan "Berpikir cerdas: Resep ahli saraf untuk meningkatkan kinerja otak Anda." Saat ini beliau adalah profesor klinis neurologi di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan
Rumah Sakit George Washington.
Pada tahun 1992 Dr. Restak adalah penerima "Penghargaan Dekade Otak"
dari Pusat Bedah Saraf Chicago.
Kata-Kata Mutiara
"Aku hanya ingin orang lain mengambil langkah mundur, mengambil napas yang dalam, dan benar-benar mengamati sesuatu dengan cara yang berbeda. Namun, mayoritas orang tidak akan pernah melakukannya "– Brian Mc.Knight.
"Aku telah belajar jika ada lebih banyak kekuatan di dalam sebuah pelukan yang kuat dibandingkan dengan seribu kata-kata " – Ann Hood.
"Hidup bukanlah untuk menunggu badai berlalu, tetapi belajar menari di tengah hujan" – Henry Ford.
"Jadilah orang yang kuat, tetapi tidak kasar. Bersikaplah baik, tetapi jangan lemah. Bersikaplah rendah hati, tetapi tidak menjadi pemalu. Percaya dirilah, tetapi tidak sombong" – Thomas Robert Malthus.
Links
[1] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Ula+6:4-9,20-25
[2] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Ula+6:7
[3] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Ula+6
[4] http://www.telaga.org
[5] https://telaga.org/audio/membangun_respek_anak_terhadap_orangtua
[6] https://telaga.org/audio/kepercayaan_diri
[7] https://telaga.org/audio/dampak_pertengkaran_orangtua_terhadap_anak
[8] https://telaga.org/audio/korban_melahirkan_korban
[9] https://telaga.org/audio/mengapa_anak_saya_tidak_percaya_diri
[10] https://telaga.org/audio/menanamkan_percaya_diri_pada_anak
[11] https://telaga.org/audio/yang_menyakitkan_anak
[12] https://telaga.org/audio/mengidolakan_anak
[13] https://telaga.org/audio/mengapa_anak_saya_bermasalah
[14] https://telaga.org/audio/tatkala_nasi_sudah_menjadi_bubur
[15] https://telaga.org/audio/mengapa_anak_tidak_menurut
[16] https://telaga.org/audio/kurang_kasih_sayang
[17] https://telaga.org/audio/tuntutan_tinggi_kasih_rendah
[18] https://telaga.org/audio/kekerasan_dan_tuntutan
[19] https://telaga.org/audio/tuhan_di_tengah_keluarga
[20] https://telaga.org/audio/mengasihi_anak_lebih_dari_tuhan
[21] https://telaga.org/audio/trauma_masa_kecil
[22] https://telaga.org/audio/mengatasi_trauma
[23] https://telaga.org/audio/sikap_bijaksana_membesarkan_anak
[24] https://telaga.org/audio/mengapa_anak_saya_berbeda
[25] https://telaga.org/audio/prinsip_taburtuai_dalam_membesarkan_anak
[26] https://telaga.org/audio/pengaruh_perlakuan_orang_tua_pada_pernikahan_anak
[27] https://telaga.org/audio/mengapa_anakku_mudah_iri
[28] https://telaga.org/audio/mengembangkan_belas_kasihan_pada_anak
[29] https://telaga.org/jenis_bahan/berita_telaga