Kasih sayang adalah materi yang membangun bayi menjadi seorang anak dan dari seorang anak menjadi seorang dewasa. Kasih sayang adalah materi atau gizi atau kekuatan atau energi yang anak-anak sangat perlukan agar mereka bisa bertumbuh menjadi seorang manusia yang utuh.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kurang Kasih Sayang", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pertama-tama kita perlu jelas dengan apa itu makna kasih sayang dan mungkin kita bisa melihat juga dampaknya nanti pada pertumbuhan anak-anak. Kasih sayang adalah materi yang membangun ayi menjadi seorang anak dan dari seorang anak menjadi seorang dewasa.
Saya mengidentikkan kasih sayang seperti pasir dan semen yang kita gunakan untuk membangun rumah kita. Kalau materi yang kita gunakan itu buruk, maka rumah itu tidak akan menjadi rumah yang kokoh. Jadi kasih sayang adalah materi, gizi, kekuatan, energi yang anak-anak perlukan agar mereka bisa bertumbuh menjadi seorang manusia yang utuh. Nah itu makna pertamanya. Yang kedua adalah kasih sayang merupakan penyambutan orang tua yang penuh sukacita kepada anak atas kehadirannya dalam dunia ini terutama dalam kehidupan orang tua. Dengan kata lain, benar-benar orang tua itu mengekspresikan sukacitanya terhadap si anak dan terhadap kehadirannya. Bahwa bukan saja si anak menjadi tambahan anggota keluarga, menjadi nama tambahan, bukan, tapi benar-benar keunikannya, siapa dirinya itu ditepuki tangan, disambut sungguh-sungguh. Nah ini juga adalah kasih sayang. Kasih sayang juga adalah penerimaan orang tua kepada anak, artinya menerima anak tanpa syarat, tidak kritis, itu juga kasih sayang. Anak-anak yang dikritik-kritik, diwajibkan begini, begini, begini, wah.....susah melihat bahwa mereka itu disayangi. Dan kasih sayang juga adalah upaya mengutamakan kepentingan anak demi kebaikannya. Jadi anak melihat jelas orang tua itu berusaha mementingkan, mendahulukan kepentingan anak, nah itu juga kasih sayang. Contoh kecil, si mama mau makan tapi anaknya mau lagi, mamanya berkata kamu makan habisi, papa sebetulnya ingin pergi dengan teman tapi anak-anaknya sepertinya butuh dia di rumah, papanya berkata tidak pergilah dengan teman, saya di rumah saja. Anak-anak perlu beli apa, papanya malam-malam mengantar misalnya beli buku atau apa untuk pelajaran sekolahnya. Nah itu mengutamakan kepentingan anak dan itulah tindakan yang diidentikkan oleh si anak dengan kasih sayang. Dan yang terakhir yang bisa saya katakan tentang kasih sayang adalah perlakuan orang tua yang lemah lembut kepada anak. Kalau orang tua kasar, suaranya kalau ngomong dengan anak keras, berteriak memanggil anak, kalau menyuruh anak membentak, meskipun si orang tua lidahnya sampai terjulur berkata saya mengasihi kamu, saya mengasihi kamu, susah diterima oleh anak sebagai kasih sayang karena kelemahlembutanlah yang lebih diidentikkan dengan kasih sayang.PG : Memang anak-anak tanpa kasih sayang bisa hidup Bu Wulan, bisa berfungsi, mungkin bisa bekerja dan sebagainya. Namun anak-anak ini akan bertumbuh besar keropos. Sama seperti bangunan, kaau pasirnya atau batunya tidak baik, rumah itu akan keropos, tiang-tiangnya tidak akan kuat menyangga rumah.
Artinya anak-anak ini memang secara sosok fisik bertumbuh sesuai usianya, namun muatan atau isi batiniahnya itu tidak sematang usianya. Berarti kalau misalnya dia mendapatkan tekanan, mudah ambruk. Ambruknya seperti apa? Menyalahkan diri, saya memang orang yang tidak berguna, saya orang yang tidak diinginkan, orang-orang akan bingung kenapa reaksinya seekstrim itu. Kami 'kan hanya memberitahukan, menegur, dan tegurannya spesifik terhadap perbuatannya bukannya semua hal tentang dirinya jelek, kok dia langsung menjelekkan dirinya, menghina-hina dirinya. Nah itu adalah salah satu ciri anak ini atau orang ini keropos, kenapa keropos? Karena kekurangan kasih sayang. Jadi betul kata Ibu Wulan, bisa atau tidak anak-anak itu bertumbuh? Bisa, bisa atau tidak hidup? Bisa, tapi tidak efektif, tidak optimal. Misalnya ditolak, misalnya dia mencintai seorang gadis kemudian gadis itu menolaknya, waduh.....bisa benar-benar efeknya itu drastis sekali. Tidak mau kuliah, hanya mau di rumah saja dan sebagainya. Kenapa? Karena memang dalam dirinya sudah ada pemikiran, anggapan, saya tidak berharga, saya itu orang yang ditolak. Jadi tanpa gizi kasih sayang ini anak-anak bertumbuh besar keropos, tidak memiliki ketangguhan.PG : Memang ini tidak bisa dibuktikan karena kita tidak bisa bercakap-cakap dengan si anak dalam kandungan itu. Tapi secara logikanya sangat masuk akal kalau kita menyimpulkan seperti yang tdi Pak Gunawan katakan.
Kenapa? Sebab anak itu dalam kandungan menjadi bagian langsung dari si ibu, jantungnya, apa yang dirasakan si ibu dirasakan oleh si anak juga. Ibu berdegub kencang, si anak juga akan berdegub kencang, ketakutan si ibu akan dirasakan oleh si anak sebagai ketakutannya juga. Kenapa? Sebab si anak itu adalah bagian bukan sesuatu atau sosok yang terpisah tapi bagian dari tubuh si ibu. Artinya kalau si ibu tidak menyayanginya, bersikap kasar dengan kandungannya, dia rasakan meskipun dia tidak bisa menyuarakannya. Jadi memang penting sekali pada waktu anak-anak masih dalam kandungan, ibu atau bapak menyayangi, membelai perut si ibu, menyanyikan senandung buat si anak, hal-hal seperti itu menyejukkan jiwa si anak bahkan dalam kandungan. Dan dari kecil, dari masa kandungan itu dia sudah tahu bahwa dia itu disayang oleh orang tuanya.PG : Nah, itu sudah tentu sesuatu yang baik, namun jangan sampai kita itu dikuasai oleh pemikiran seperti ini. Banyak orang-orang yang memang mengaitkan kelahiran anak dengan keberuntungan. alau anak ini lahir terus keberuntungannya bertambah, wah....anak
ini membawa keberuntungan, o......tidak, yang membawa keberuntungan adalah Tuhan. Yang memberikan berkat adalah Tuhan dan anak ini sendiri adalah berkat Tuhan untuk kita, maka sikap orang tua adalah menyambutnya. Nah ini menunjukkan kasih sayang, sukacita dengan kehadiran si anak. Apa yang dirasakan si anak? Dia merasa diinginkan. Sebaliknya kalau orang tua tidak menyambut si anak, kadang-kadang malah mengutuki si anak, kenapa kamu lahir, gara-gara kamu lahir maka usaha kita berantakan, gara-gara kamu lahir ayahmu meninggalkan mama dan sebagainya. Nah komentar-komentar seperti ini mengkomunikasikan penolakan atas kelahiran si anak. Dan apa dampaknya pada si anak? Dia tidak merasa diinginkan, kehadirannya lebih merupakan beban daripada berkat. Semuanya ini akan berdampak panjang dalam kehidupan si anak.PG : Sebagian anak-anak yang diadopsi, kemudian mereka tahu bahwa mereka diadopsi memang pada awal mengetahui itu akan mengalami gejolak. Gejolak karena apa, bagaimanapun mereka terkejut, tekejut karena kok orang tua itu tega memberikan saya kepada orang lain.
Bukankah orang tua seharusnya mengasihi saya, nah mestinya memang ada gejolak seperti itu. Tapi kalau di rumah yang baru ini dia diterima, disambut, disayangi maka gejolak itu tidak sampai menimbulkan goncangan dalam hidup si anak. Namun kalau kebalikannya, di rumah yang baru ini diapun tidak merasa disayangi, maka dia tambah tergoncang. Itu sebabnya setahu saya hukum di Amerika Serikat mewajibkan anak yang diadopsi untuk diberitahukan statusnya dan biasanya diwajibkan orang tua itu untuk memberikan informasi ini kepada anak adopsinya sebelum dia menginjak usia remaja. Kenapa? Sebab kalau usia remaja, baru diberitahu atau baru dia tahu gejolaknya bisa lebih besar, karena memang masa remaja adalah masa pemberontakan, jadi lebih dianjurkan pada masa yang lebih kecil misalkan di bawah 10 tahun anak itu diberitahukan. Bahwa memang Tuhan memberikan kamu kepada kami dengan cara yang lain, tapi kamu adalah anak kami dan kami tetap mengasihi kamu dan sebagainya.PG : Betul, dan itu memang yang sering kali membuat anak merasa terbuang meskipun orang tua memiliki alasannya tapi tetap bagi si anak itu adalah saya dibuang, saya disingkirkan. Apalagi kalu si anak tahu bahwa dia mempunyai kakak dan adik, dan dia akan bertanya kenapa kok saya yang dipilih untuk diserahkan kepada keluarga lain.
Nah tidak bisa tidak dalam dirinya itu terbersitlah suatu perasaan saya tidak diinginkan, makanya saya diserahkan kepada orang lain. Nah dengan kata lain si anak sudah langsung melabelkan dia tidak dikasihi, tidak disayang. Nah ini bisa dibawa terus sampai dia besar, dia menjadi orang yang senantiasa meminta-minta kasih sayang dari orang dan seakan-akan tidak pernah cukup dia dikasihi, dia terus menuntut kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.PG : Salah satu adalah ini Pak Gunawan, anak-anak yang memang dituntut terus-menerus oleh orang tuanya seakan-akan apapun yang dilakukannya tidak pernah cukup baik. Jadi dengan kata lain, kaih sayang orang tua itu terlalu bersyarat, kalau tidak memenuhi standar tertentu dari orang tuanya, wah.....orang
tuanya marah sekali. Waktu anaknya itu berhasil mencapai, orang tuanya biasa-biasa tapi kalau tidak mencapai standar dimarahi. Anak-anak ini lama-lama mengembangkan suatu anggapan bahwa saya ini hanya berguna dan disayangi orang tua kalau saya ini berhasil memuaskan hati mereka. Dengan kata lain akhirnya mereka mengaitkan bahwa kasih orang tua kepadanya itu tidak penuh, tidak tulus, tidak menerima dia apa adanya. Nah dari pemikiran seperti inilah bisa muncul suatu anggapan bahwa mungkin saya ini bukan anak kandung. Kenapa? Sebab kalau anak kandung kenapa diperlakukan seperti ini, seharusnya orang tua tidak menuntut saya seperti ini. Jadi memang orang tua itu perlu berhati-hati. Boleh atau tidak menuntut anak? Boleh. Boleh atau tidak mengkomunikasikan standar? Boleh. Namun kalau tidak mencapai standar ya juga tidak apa-apa. Dan tentukan standar yang realistik, soalnya saya tahu ada anak-anak yang dituntut ulangan raportnya tidak boleh di bawah 9, sungguh-sungguh tidak boleh di bawah 9. Masih lebih baik kalau anak itu mempunyai kesanggupan akademik yang seperti itu. Bayangkan kalau anak itu tidak mempunyai kesanggupan akademik yang tinggi, betapa sengsaranya anak-anak ini, dituntut harus 9. Tidak bisa tidak akhirnya anak-anak ini langsung menyimpulkan, memang tidak dikasihi. Apa dampaknya? Setelah dewasa dia selalu harus sempurna dan dia selalu meragukan orang bahwa orang itu sungguh-sungguh mengasihi dan menerimanya. Dia sungguh-sungguh tidak percaya orang bisa tanpa pamrih mengasihinya, dia tidak percaya itu. Dia selalu akan mencurigai, kamu pasti ada yang diharapkan dari saya, ada udang di balik batu, ada yang kamu minta dari saya, saya harus berbuat ini dan berbuat itu, barulah saya layak menerima kasih sayang darimu. Dan kalau tidak hari-hati dia bawa sikap ini juga kepada Tuhan, Tuhan tidak mungkin mengasihi saya, saya harus berbuat ini, itu, ini itu, buat Tuhan baru Tuhan mengasihi saya. Dia akhirnya tidak mengenal konsep anugerah, Tuhan mengasihi kita apa adanya.PG : Betul sekali, dari jenis kelamin, dari warna kulit, anak yang warnanya berlainan dengan kulit kakaknya atau adiknya itu bisa sudah langsung menerima fonis dari orang tuanya bahwa kamu iu anak kelas dua dalam rumah tangga kami.
Atau tinggi badan, besar kecilnya mata, mancung tidaknya hidung, pandai atau kurang cerdasnya si anak, orang tua kadang-kadang menetapkan begitu banyak kriteria. Dan kalau anak tidak memenuhi syarat seolah-olah menjadi warga kelas dua dalam rumah tangganya sendiri.PG : Sangat-sangat penting Bu Wulan, sebab kasih sayang memang perlu dikomunikasikan, dilihat, dirasakan oleh si anak. Apalah artinya orang tua berkata saya mengasihi kamu, tapi kasihnya dismpan dalam hati tidak pernah dibagikan kepada si anak.
'Kan yang penting diterima bukannya orang tua mengklaim diri mengasihi anak, yang penting diterima atau tidak oleh si anak, kalau tidak diterima ya apalah gunanya, tidak ada gunanya sama sekali. Contoh yang lebih sederhana Bu Wulan, bukankah anjing sendiri sewaktu melahirkan anak untuk waktu-waktu mungkin sekitar dua bulanan, si induk akan terus-menerus menjilati anak anjing itu. Terus dijilati, tidak ada anak anjing itu digigit-gigit oleh orang tuanya, selalu dijilati dengan lemah lembut. Kenapa bukan dicakar-cakar, tidak, karena cakaran kasar, maka lidahlah yang digunakan oleh si anjing untuk memberikan kehangatan kepada anak-anak anjing itu. Demikian juga kita orang tua, kalau mau mengkomunikasikan kasih sayang harus dengan kelembutan, kekasaran hanyalah akan menanamkan bibit kebencian anak terhadap dirinya dan juga orang lain. Belum lagi menyuburkan perilaku kasar itu sendiri, artinya anak-anak yang dikasari bukan saja membenci kita yang mengasarinya, lama-lama dia juga benci dengan diri sendiri karena kebencian orang tua kepadanya itu membuat dia berpikir atau beranggapan saya memang sejelek itu, saya memang tidak layak dikasihi. Jadi dia menanamkan bibit kebencian terhadap dirinya, akhirnya dia mudah kasar kepada anak-anak lain bahkan kalau nanti sudah berkeluarga kepada pasangan dan anak-anaknya sendiri.PG : Saya kira kuncinya di sini adalah memberikan perhatian dan mendahulukan kepentingan anak. Kenapa anak-anak adiknya lahir suka merasa begitu, sebab memang anak ini melihat kepentingannyatidak didahulukan, yang didahulukan kepentingan adiknya.
Begitu adiknya menangis mamanya langsung datang, kemudian menggendongnya, tapi kalau dia harus memanggil 6, 7 kali baru mamanya datang. Nah hal-hal seperti inilah yang membuat anak karena ketidakmengertiannya beranggapan bahwa mama mendahulukan kepentingan adikku, mama tidak mendahulukan kepentinganku, itu berarti mama tidak mengasihiku. Maka kalau ada anak kecil, ada anak bayi, orang tua perlu ya memberikan perhatian yang juga kuat kepada kakaknya bahwa kamu tetap penting bagi saya dan saya mau mendahulukan juga kepentingan kamu.PG : Betul sekali.
PG : Saya akan bacakan dari
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, Bu Wulan banyak terima kasih. Dan para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kurang Kasih Sayang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Kami juga menantikan kehadiran Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda akan meningkatkan mutu dari rekaman kami. Dan dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Kita sering mendengar ungkapan "kurang kasih sayang." Sebenarnya apa makna dan dampaknya pada pertumbuhan anak?
Makna Kasih Sayang:
Kasih sayang adalah materi yang membangun bayi menjadi seorang anak dan dari seorang anak menjadi seorang dewasa.
Kasih sayang adalah penyambutan orang tua yang penuh sukacita kepada anak atas kehadirannya di dalam dunia ini, terutama dalam kehidupan orang tua.
Kasih sayang adalah penerimaan orang tua kepada anak-penerimaan tanpa syarat akan keberadaan dirinya secara utuh.
Kasih sayang adalah upaya mengutamakan kepentingan anak demi kebaikannya.
Kasih sayang adalah perlakuan orang tua yang lemah lembut kepada anak.
Kurang kasih sayang ditandai dengan penyambutan yang tidak hangat atas kehadirannya, penerimaan yang bersyarat, kepentingan orang tua di atas segalanya, dan perlakuan kasar kepada anak.
Dampak Kurang Kasih Sayang:
Tanpa kasih sayang, anak akan bertumbuh besar keropos. Ia memiliki sosok fisik sesuai usia namun tidak memiliki isi batiniah yang sematang usianya.
Karena tidak disambut dengan sukacita, ia merasa tidak diinginkan dan bahwa kehadirannya lebih merupakan beban daripada berkat.
Akibat penerimaan bersyarat, anak merasa diri tidak cukup berharga dan bahwa selalu ada yang kurang cukup baik pada dirinya.
Orang tua yang senantiasa mendahulukan kepentingannya di atas kepentingan anak, akan membuat anak tertekan dan kehilangan kesempatan mengaktualisasikan dirinya sesuai karunia yang Tuhan berikan kepadanya.
Perlakuan kasar kepada anak akan menanamkan bibit kebencian anak terhadap dirinya dan orang lain, juga menyuburkan perilaku kasar itu sendiri.
Firman Tuhan, "Celakalah dia yang membangun istananya berdasarkan ketidakadilan dan anjungnya berdasarkan kelaliman, yang memperkerjakan sesamanya dengan cuma-cuma dan tidak memberikan upahnya kepadanya."