Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Dan kali ini kami akan mengajak saudara sekalian untuk berbincang-bincang tentang sebuah topik yaitu "Kepercayaan Diri". Kita percaya bahwa acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul berbicara tentang kepercayaan diri, suatu bagian yang penting di dalam kehidupan kita ini. Tetapi pada dasarnya aspek-aspek apa saja yang ada dalam kepercayaan diri itu?
PG : OK! Sebetulnya ada 2 aspek besar Pak Gunawan, yang pertama adalah aspek diri itu sendiri dan yang kedua adalah aspek mempercayai diri.
GS : Yang Pak Paul maksudkan dengan aspek diri itu apa Pak Paul?
PG : Sebelum kita bisa mempunyai kepercayaan diri alias sebelum kita bisa mempercayai diri kita, mempercayai diri maksudnya mempercayai pertimbangan kita, mempercayai kemampuan kita. Kita meti mempunyai diri terlebih dahulu, nah mungkin konsep ini sedikit membingungkan sebab mungkin ada yang berkata kami semua mempunyai diri jadi apa maksudnya dengan memiliki diri terlebih dahulu.
GS : Tapi yang dimaksud 'kan bukan tubuh jasmani?
PG : Bukan, jadi tepat sekali yang dimaksud dengan diri bukan hanya tubuh jasmani namun yang lebih penting lagi adalah substansi dari diri kita ini. Yaitu siapa kita menurut pandangan kita dn juga yang terpenting adalah mempunyai suatu kekuatan dalam diri kita sehingga waktu kita mengarungi hidup kita tidak merasa sebagai orang yang tersesat, terkatung-katung tanpa arah, sebab kita mempunyai suatu substansi atau suatu isi dalam diri kita itu.
Nah mungkin yang langsung timbul dalam benak kita semua adalah dari mana asalnya diri itu, apakah semua orang otomatis lahir dengan diri yang seperti yang saya gambarkan, ternyata tidak Pak Gunawan. Itulah sebabnya dalam dunia ini kita bisa menyaksikan berbagai problem yang berkaitan dengan diri manusia, kita bisa melihat misalnya ada orang-orang yang mantap, ada orang-orang yang tidak mantap. Nah mungkin di antara para pendengar juga ada yang mengalami masalah seperti ini yaitu merasa diri kosong, hampa tidak tahu arah hidup dan sebagainya. Nah diri itu sebetulnya berasal dari bahan kalau boleh saya gunakan istilah bahan, bahan yang kita serap dari lingkungan kita dan terutama adalah dari keluarga kita Pak Gunawan. Jadi yang dimaksud dengan bahan adalah interaksi, pergaulan antara kita dengan orang tua kita. Yang saya maksud dengan interaksi atau pergaulan adalah hidup bersama-sama dengan orang tua, melihat perilaku mereka, dididik oleh mereka, dinasihati oleh mereka, tertawa dengan mereka jadi semua itu adalah masukan-masukan yang akhirnya mengisi kita, mengisi diri kita sehingga diri kita itu tidak kosong, kira-kira begitu.
IR : Nah Pak Paul, mungkin Pak Paul bisa memberikan contoh yang konkret apa tadi yang dikatakan bahan?
PG : OK! Misalkan kita terlambat pulang, kita sudah berjanji kepada orang tua akan ada di rumah jam 09.00 malam ternyata kita lambat pulang jam 11.00 malam, orang tua marah. Nah waktu orang ua marah kemudian mengatakan satu kalimat, "Engkau harus belajar menepati janjimu, sebab orang hanya akan percaya kepada engkau kalau engkau bertanggung jawab dengan janjimu," nah itu adalah bahan Bu Ida.
Bahan yang akhirnya membentuk dirinya, sebab si anak tiba-tiba saat itu disadarkan akan satu hal yang mungkin dulunya dia sepelekan yaitu bahwa perkataannya atau janjinya itu adalah sesuatu yang akan dipegang oleh orang dan menjadi bahan penilaian orang terhadap dirinya. Kalau orang tuanya tidak pernah berkata apa-apa misalkan dia hidup dalam rumah tangga yang kacau, orang tua tidak peduli dengan dia pulang jam 11.00, pulang jam 12.00 tidak ada yang menegur dia sama sekali dia akan kehilangan pelajaran berharga tersebut, nah ini yang saya maksud dengan bahan. Nah anak yang kurang sekali bahan-bahan seperti ini juga akan memiliki kekosongan, tapi anak yang banyak menerima bahan-bahan seperti ini dia akan menerima banyak bekal, isian untuk dirinya itu.
GS : Setelah bahan-bahan itu dimiliki oleh seorang anak pemuda atau remaja itu, bagaimana dia itu mengolah bahan-bahan itu Pak Paul supaya bisa menambah kepercayaan dirinya. Tentunya itu yang diharapkan.
PG : Nah bahan-bahan itu sebetulnya tidak perlu diolah secara sadar karena bahan-bahan itu juga ditanamkan secara tak sadar maksudnya tak sadar itu tak terencana Pak Gunawan (GS : tidak ada istem tertentu untuk itu ya) betul tidak diberikan secara formal.
Nah pengolahan itu akan berlangsung juga secara alamiah yakni sewaktu anak itu bergaul di luar, sewaktu dia itu hidup dengan teman-temannya di sekolah atau terlibat dalam pelayanan di gereja, melalui pergaulan, interaksi, persahabatan mungkin juga konflik dengan teman dan sebagainya bahan-bahan yang dia terima itu akan mengalami pengolahan. Nah otomatis nanti bahan yang kuat akan menolong dia untuk bisa terjun ke masyarakat dengan lebih kuat. Saya berikan contoh yang lain mengenai bahan, yakni bahan cinta, bahan kasih, mungkin banyak orang yang tidak menyadari bahwa kita ini mengasihi diri kita karena kita terlebih dahulu dikasihi, nah ini memang firman Tuhan, Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita. Nah sebetulnya kita menyukai diri kita atau tidak pada awalnya sangat bergantung dari perlakuan orang tua. Anak itu lahir ke dunia benar-benar tidak memiliki konsep apapun tentang dirinya, tidak tahu dirinya itu positif atau negatif, dia tidak bisa berkata dia suka atau tidak suka tentang dirinya, tidak tahu. Nah bagaimanakah anak itu sampai bisa menyukai atau tidak menyukai dirinya, sebetulnya ada 2 faktor besar faktor yang umum yang sering kita pikirkan atau sering kita lihat terutama di kalangan anak remaja adalah anak itu menyukai dirinya. Kalau dia mencapai standar yang ditetapkan oleh lingkungannya terutama lingkungan remaja. Misalkan remaja sekarang menekankan tubuh yang langsing, nah otomatis kalau tubuhnya tidak langsing dia akan merasa tidak begitu sreg, tidak begitu menyukai dirinya atau penampilannya. Tapi itu adalah salah satu bagian saja, salah satu bagian yang memang berpengaruh dalam pertumbuhan diri si anak. Bagian yang lebih penting yang lebih awal juga adalah pandangan atau tanggapan orang tua terhadap dirinya itu. Kalau sejak kecil dia dicintai, dikasihi, dia disukai, dia dinikmati oleh orang tuanya dia akan belajar menyukai dan menikmati dirinya. Jadi anak belajar mengasihi diri dari kasih orang tua terhadap dirinya, kalau yang dia terima justru sering kali kemarahan, kebencian, orang tua rasanya sebel melihat dia dan sebagainya, orang tua tidak meluangkan waktu baginya, nah hal-hal itu menjadi isyarat bahwa dia itu tidak dikasihi, bahwa dia itu tidak penting dalam kehidupan orang tuanya, bahwa kehadirannya di dunia ini bukanlah sesuatu yang sangat berharga bagi orang tuanya. Nah akibatnya dia itu mulai merasa tidak begitu nyaman dengan dirinya, tidak mempunyai pandangan yang baik terhadap dirinya, nah ini adalah salah satu bahan. Jadi kalau anak itu dicintai dia menerima bahan yang banyak, bahan yang kuat, dia terjun ke sekolah ke masyarakat yang lebih luas, di sekolah temannya meledek dia misalnya e...kamu anak baru tidak bisa apa-apa, anak-anak 'kan biasa suka iseng. Kalau bahannya kuat, bahan yang dia terima sudah cukup banyak dan positif dari rumah, ejekan seperti itu sudah pasti mengganggu dia. Tapi tidak menghancurkan, tidak membuat dia menjadi anak yang bingung, tidak mau sekolah dan sebagainya, karena dia tahu diri dia, dia mempunyai suatu kekuatan untuk melawan tekanan dari luar. Nah anak yang kosong, yang hampa bahan waktu mendapatkan tantangan atau tekanan di luar akan mengalami kesukaran untuk melawan karena kekuatannya itu tidak ada.
IR : Jadi bahan itu bisa mengakibatkan hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif Pak Paul?
PG : Betul Bu Ida, jadi bahan yang positif menambah kekuatannya, bahan yang negatif justru akan menghancurkan dirinya. Jadi memang ada 2 aspek di situ, aspek yang pertama adalah kekurangan bhan yang positif.
Nah ada rumah tangga yang hampa sekali bahan positif karena misalnya orang tua jarang bergaul dengan anak, dua-dua sibuk pulang malam, jarang memarahi anak, jarang mengungkapkan cinta, menghabiskan waktu dengan anak, ngobrol, ketawa dengan anak, berdiskusi dengan anak, nah jarang sekali kesempatan itu ada karena orang tua sibuk. Yang negatif juga tidak ada namun itu juga menjadikan defisit, kekurangan dalam diri anak. Ada tipe yang kedua yaitu banyak negatifnya artinya apa, anak dikritik, anak dituntut secara berlebihan, dimarahi semau-maunya dan sebagainya, nah itu adalah interaksi atau bahan-bahan negatif yang diserap oleh si anak. Sehingga si anak akhirnya memiliki diri yang penuh dengan perasaan-perasaan negatif.
GS : Jadi dalam diri anak itu tadi yang sudah mendapatkan bahan yang baik tentunya dari rumah dia lebih tahan menghadapi tantangan-tantangan di luar begitu maksudnya Pak Paul. Dan itu menjadi bekal dia untuk melanjutkan kehidupannya. Nah ada orang yang mengatakan bahwa pengalaman hidup itu menjadi suatu yang penting bagi kehidupan seseorang, tetapi bagaimana kalau orang tadi tidak terlalu menghiraukan pengaruh-pengaruh dari luar itu Pak Paul, 'kan ada orang yang agak acuh, tidak peduli dikata-katai apa ya dia acuh saja, jalan terus, itu 'kan dampaknya tidak terlalu terasa?
PG : Memang akan ada orang yang seperti itu Pak Gunawan, jadi mereka mempunyai ketahanan yang kuat, tahan untuk menderita, tahan untuk tidak diperhatikan dan sebagainya. Dan secara sekilas aau penampilan luar, kita akan melihat orang ini OK! Bisa berfungsi di masyarakat dengan relatif baik.
Namun sesungguhnya kalau kita amati dan hidup serumah dengan dia kita akan melihat titik-titik rawan Pak Gunawan. Titik rawan seperti apa misalnya, misalkan ada orang yang kosong, anak yang dibesarkan dalam rumah di mana tidak dapat bahan-bahan dari orang tua. Tapi karena ketabahannya dia bisa bekerja dengan mati-matian dan misalnya berhasil dalam hidup, akhirnya dia mengalami musibah dalam masa krisis moneter ini misalkan dia bangkrut nah karena dalam dirinya itu sebetulnya ada kehampaan yang akhirnya ditutupi dan diisi oleh keberhasilannya di luar seolah-olah memang selama dia berhasil semuanya baik-baik saja tapi waktu usahanya jatuh dia benar-benar collapse, dia benar-benar hancur. Sebab bagi dia pekerjaan menjadi begitu penting, sedangkan bagi orang lain yang mendapatkan banyak dari lingkungan dari keluarganya dan dia tahu siapa dirinya bahwa dia berharga bukan karena pekerjaan atau uangnya tetapi karena siapa dia dalam Tuhan Yesus dan dia tahu banyak saudara-saudara seiman yang dekat dengan dia, orang tua yang mendukung dia, saudara yang mengasihi dia. Nah dia memang akan pasti goncang juga kehilangan pekerjaan tapi kita akan melihat ketabahannya itu bisa berbeda, dia tidak akan terlalu bereaksi, dia itu lebih bisa menerima dirinya bahwa diri dia OK, meskipun tidak ada pekerjaan.
GS : Jadi tetap rawan ya Pak Paul, jadi kepercayaan dirinya juga semu, sehingga kalau dia mengalami kegoncangan yang hebat dia hancur.
PG : Betul, dan ini sering kali nampak Pak Gunawan dalam hubungan suami-istri, misalkan dia mendapatkan kritikan dari istrinya wah dia tidak tahan, dia bisa marah sekali.
GS : Tadi Pak Paul katakan bahwa untuk membangun kepercayaan diri ada 2 aspek besar Pak Paul, yang satu adalah aspek diri yang baru saja kita bicarakan, lalu aspek yang kedua tadi apa Pak Paul?
PG : Itu aspek mempercayai diri, jadi mempercayai kemampuan, kebisaan, nah ini bersumber dari satu hal yaitu kita mesti miliki yaitu penilaian tentang diri yang lumayan positif. Nah sekarangadalah penilaian kitanya, apakah kita sekarang bisa mempercayai keputusan yang diambil oleh diri kita ini.
Nah ada orang yang senantiasa ragu-ragu untuk mengambil keputusan A susah sekali beripikir berhari-hari, nah setelah mengambil keputusan berpikir lagi berhari-hari. Saya ini benar atau tidak, tepat atau tidak tepat dan sering kali ditandai oleh pemikiran tentang pandangan orang lain, nanti orang menilai saya bagaimana, nanti akibatnya bagaimana dan sebagainya. Jadi kerapuhan penilaian diri ini sangat tampak pada keputusan yang telah diambil yaitu sering kali keputusan itu diambil bukan berdasarkan apa yang kita pikir, apa yang telah kita timbang dengan baik-baik namun kita sangat dipengaruhi oleh faktor akibat. Nah saya bukan berkata dalam mengambil keputusan kita tidak mempertimbangkan akibat, kita harus mempertimbangkan segala faktor. Nah tapi kepercayaan diri yang lemah sering kali muncul atau terlihat dalam kasus seperti ini jadinya, terlalu memikirkan pandangan orang, penilaian orang, nanti akibatnya bagaimana, nanti orang melihat saya bagaimana, nanti ini bagaimana sehingga akhirnya keinginan diri, ide dari diri sendiri tertindih dan tidak muncul begitu.
(2) IR : Pak Paul tentunya ada saran bagaimana mengatasi orang yang mempunyai tipe seperti ini?
PG : OK! Jadi kalau memungkinkan memang kita ini mesti mengisi diri kita dulu. Nah sebelumnya kita bisa mengisi diri kita, memang kita harus pertama-tama jelas dulu siapa diri kita di hadapa Tuhan.
Sebab sebelum kita tahu siapa kita di hadapan Tuhan saya kira kita akan mengalami kesulitan untuk membangun diri kita yang sudah terlanjur kosong itu, jadi nomor 1 kita mesti bereskan dulu relasi kita dengan Tuhan. Nah Alkitab penuh dengan firman Tuhan yang menyatakan bahwa kita adalah anak Tuhan, kita ini disebut sebagai teman Tuhan, kita ini juga disebut sebagai pewaris kerajaan Tuhan. Kita ini benar-benar dilihat Tuhan secara khusus dan spesial. Nah dengan kata lain bahwa kita mesti melihat bahwa kita ini diciptakan Tuhan bukan karena kebetulan, memang kita muncul dari orang tua, memang kita dilahirkan oleh mereka tapi kehadiran kita di dunia ini ditetapkan oleh Tuhan, bahwa Tuhan memang menghendaki kita ada. Dan kalau Tuhan menghendaki kita ada berarti Tuhan mempunyai rencana dengan kehadiran kita ini dan kita sebaiknyalah hidup sesuai dengan rencana Tuhan itu, nah itu memang adalah dasarnya Bu Ida. Dan yang kedua adalah kita mulai mengisi diri kita dengan pergaulan yang positif, kita mencari teman yang positif yang membangun, kita mencari lingkungan yang positif, dan mulai membangun relasi dengan baik dan dalam. Sehingga kita akan mengisi kembali diri kita yang sudah terlanjur kurang itu atau kosong itu, nah itu langkah pertamanya Bu Ida.
GS : Kalau disebut itu langkah pertama yang berikutnya apa Pak Paul?
PG : Yang berikutnya adalah menyangkut aspek tadi, yaitu mempercayai diri. Nah untuk bisa mempercayai diri atau mempertimbangkan keputusan diri kita memang perlu pengalaman sukses, pengalama keberhasilan dan juga perlu tanggapan dari orang lain bahwa kita itu berhasil, sebab tidak cukup hanya kita saja berkata o.......saya
bisa, orang lain harus memberikan pengakuan yang sama. Nah dari dua sumber inilah kita akhirnya perlahan-lahan mulai membangun kepercayaan diri.
GS : Jadi sama seperti tadi pembentukan aspek diri itu juga tergantung dari bahan yang kita terima banyak atau sedikitnya, nah masalahnya sekarang untuk aspek mempercayai kemampuan diri Pak Paul, kalau terlalu banyak atau sering kita mendapatkan yang positif ada orang-orang tertentu yang dikatakan terlalu percaya diri. Nah itu sesuatu yang konotasinya juga negatif, nah itu bagaimana untuk menghindari kita tetap percaya diri tapi tidak terlalu percaya diri Pak Paul, artinya tidak sampai berlebihan sehingga mengabaikan Tuhan bahkan merasa semua bisa diatasi.
PG : Saya senang sekali dengan satu ayat di Firman Tuhan yang berkata: "Pengetahuan mengangkuhkan diri, menyombongkan diri, cinta kasih membangun." Dalam bahasa Inggrisnya itu knowledge pop ff love edifies.
Pop off itu artinya adalah menggelembung, jadi pengetahuan cenderung membuat kita itu menggelembung saya tahu yang benar, saya tahu saya benar tapi yang Tuhan selalu tekankan bukanlah pengetahuan yang benar tapi cinta yang benar, sebab cinta itu akhirnya menjadi penyeimbang. Saya boleh tahu yang benar, saya boleh yakin bahwa saya benar tapi tatkala saya memaksakan kehendak saya dan mengabaikan sisi cinta sehingga orang lain terinjak oleh saya nah saya telah gagal di mata Tuhan. Jadi orang Kristen harus hidup dalam keseimbangan ini. Nah orang Kristen yang peka dengan suara Tuhan dan mau hidup di dalam Tuhan, sukar untuk bisa menggelembung karena sewaktu dia mulai menggelembung Roh Tuhan mulai berbicara kepada dia mengingatkan dia engkau keliru, engkau kehilangan cinta kasih. Waktu engkau membela argumenmu sampai begitu ngotot engkau itu akhirnya melukai hati orang dan waktu engkau melukai hati orang karena membela pandanganmu saja ya engkau telah kehilangan maknanya.
GS : Jadi yang paling tepat kita melihat sosok diri Tuhan Yesus sendiri Pak Paul, seorang yang betul-betul mempunyai percaya diri tapi juga memiliki kasih terhadap sesamanya, sehingga dia tidak terjatuh dalam dosa. Nah masalahnya sekarang Pak Paul, kalau seseorang itu mempunyai aspek diri yang baik dan mempunyai kemampuan untuk percaya pada dirinya sendiri yang tentu kita harapkan. Bagaimana ciri-ciri orang itu Pak Paul di dalam kehidupannya sehari-hari?
PG : Orang ini mantap, tidak mudah ragu-ragu, dia tahu arah hidupnya, dia tahu ke mana langkah hidupnya. Ini tidak berarti dia tahu pasti hari depannya tidak, namun hidupnya itu memang memilki sasaran yang jelas Pak Gunawan (GS : Ada ketenangan, ada bijaksana dalam mengambil keputusan).
Betul, dan kalau kita melihat waktu dia mengambil keputusan dan dia berhubungan dengan dunia luar, kita melihat adanya suatu kekonsistenan Pak Gunawan dalam cara berpikirnya. Waktu dia mengambil keputusan kita bisa melihat dia menggunakan prinsip-prinsip tertentu dan prinsip itulah yang akan memandu hidupnya. Dia tidak menjadi orang yang terbelah-belah dalam situasi tertentu dia tidak berubah warna seperti bunglon. Jadi kita akan melihat ada sesuatu yang kokoh dalam dirinya, yang menghantar dia melewati suatu peristiwa demi peristiwa yang lainnya.
GS : Saya percaya sekali bahwa Tuhan pun menghendaki kita bertumbuh, sering kali kita membaca di dalam Alkitab menjadi orang-orang yang betul-betul percaya diri tapi yang mempunyai kasih. Tapi itu juga merupakan suatu proses 'kan tidak bisa jadi dalam satu atau dua tahun tapi masalahnya apakah kita ada di dalam proses itu Pak Paul ya.
PG : Betul, dan kadang kala Pak Gunawan harus kita sadari dan harus saya akui juga adakalanya kita ini memasuki suatu tahap dalam hidup di mana kita tiba-tiba rasanya bingung. Ada fase bingug, fase tidak mengerti kenapa ini terjadi, kenapa saya juga begini dan saya pikir itu juga baik, dalam tangan Tuhan ini semua baik, mengajar kita untuk rendah hati lagi, bersandar lagi pada Tuhan, sebab bukankah FirmanNya berkata janganlah bersandar pada pengertian atau kemampuan kita sendiri.
GS : Baik terima kasih banyak Pak Paul, demikianlah tadi telah kami persembahkan sebuah perbincangan tentang kepercayaan diri bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada anda yang sudah berkirim surat kepada kami untuk memberikan tanggapan, tetapi kami tetap menantikan saran-saran, pertanyaan dari anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.