Mengatasi Trauma

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T370B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Sebagaimana gangguan lainnya, makin parah atau besar trauma yang pernah dialami, maka makin lama dan sukar penyelesaiannya. Didalam psikologi, gangguan ini dikenal dengan nama Post-Traumatic Stress Disorder, disingkat PTSD. Ketakutan yang mencekam akibat trauma dapat membuat kita sulit tidur, atau kalau pun dapat tidur, kita sering diganggu oleh mimpi buruk yang menyeramkan. Untuk mengatasi dampak trauma yang tidak separah PTSD, ada beberapa saran yang dapat diberikan. Pada prinsipnya oleh karena roh, jiwa, dan raga terkait erat, tidak bisa tidak untuk mengatasi trauma diperlukan penanganan terpadu.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Sebagaimana gangguan lainnya, makin parah atau besar trauma yang pernah dialami, maka makin lama dan sukar penyelesaiannya. Stres atau tekanan jiwa begitu kuat sehingga kita sulit melanjutkan hidup secara bebas. Didalam psikologi, gangguan ini dikenal dengan nama, Post-Traumatic Stress Disorder, disingkat PTSD. Ketakutan yang mencekam akibat trauma dapat membuat kita sulit tidur, atau kalau pun dapat tidur, kita sering diganggu oleh mimpi buruk yang menyeramkan. Gejala lainnya adalah kita acap diganggu oleh serangan kepanikan, dimana selama beberapa saat jantung berdegup bukan saja dengan cepat, tetapi juga dengan keras. Kita seperti kehilangan tenaga, tiba-tiba menjadi lemas dan terus mengeluarkan keringat dingin. Sudah tentu gangguan PTSD memerlukan penanganan yang lebih intensif dan tidak jarang, juga obat untuk membantu memberikan ketenangan yang dibutuhkan.

Untuk mengatasi dampak trauma yang tidak separah PTSD, ada beberapa saran yang dapat saya berikan. Pada prinsipnya oleh karena roh, jiwa dan raga terkait erat, tidak bisa tidak untuk mengatasi trauma diperlukan penanganan terpadu.

SECARA JASMANIAH, kita mesti menjaga kehidupan yang berimbang dan sehat. Kita mesti makan sehat dan teratur serta tidur cukup dan konsisten—hampir pada jam yang sama. Kita pun harus menjaga keseimbangan antara kerja dan istirahat sebab tubuh yang letih lebih memberi peluang besar munculnya serangan kecemasan. Kita juga mesti berolahraga secara teratur karena jantung yang sehat akan lebih kuat menahan gempuran ketakutan.

SECARA JIWANI, kita harus menjalankan kehidupan mental yang positif dan terbuka. Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan.

  • Jika kita belum pernah membicarakan trauma yang kita alami secara terbuka dan mendalam, kita harus memulainya. Dan, bila perasaan itu meluap, izinkanlah untuk keluar secara alamiah. Misalkan kita ingin menangis, izinkan diri untuk menangis. Bila kita ingin marah, izinkan diri untuk merasakan kembali kemarahan.
  • Berikut, selain dari ketakutan yang mencekam kita pun mesti dapat melihat dan mengakui dampak yang lain dari peristiwa traumatik itu pada diri kita. Misalkan, oleh karena ayah dan ibu sering bertengkar hebat, akhirnya bukan saja relasi mereka sebagai suami-istri memburuk, relasi mereka dan kita pun turut retak.
  • Kita perlu menyadari dampak lain ini, sebab sering kali dampak lain ini memengaruhi kehidupan kita secara menyeluruh. Sebagai contoh, oleh karena kehilangan orang tua inilah, maka akhirnya kita sekarang menjadi orang tua yang takut kehilangan anak. Kita berusaha memayungi mereka dari segala risiko kehidupan karena tanpa disadari, ada selalu desakan dalam diri kita untuk selalu hadir dalam kehidupan anak. Seakan-akan kita terus berupaya agar jangan sampai anak mengalami kehilangan orang tua seperti yang pernah kita alami.

SECARA ROHANIAH kita harus menjalankan kehidupan yang beriman dan bersyukur. Sesungguhnya beriman mengandung dua langkah: (a) berserah dan (b) berharap. Di dalam Kitab Daniel 6 dicatat tentang Daniel yang dimasukkan ke dalam gua singa. Pada masa pemerintahan Raja Darius di Persia, Daniel menjadi salah satu dari tiga pejabat tinggi negara yang membawahi 120 wakil raja—dan pengangkatan ini menimbulkan iri hati sebab Daniel sendiri bukanlah orang Persia melainkan orang Israel yang menjadi jajahan Persia. Oleh karena tidak dapat menemukan kesalahan Daniel, akhirnya mereka bermufakat membuat hukum agar semua insan di Kerajaan Persia selama 30 hari tidak boleh menyampaikan doa permohonan kepada dewa atau manusia lain, kecuali kepada raja. Sayangnya raja memenuhi saran dan hukum itu pun ditetapkan. Begitu mendengar penetapan hukum itu, Daniel pergilah ke rumahnya dan "berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (6:11) Sebagai akibat dari ketidaktaatannya kepada titah raja, Daniel pun dilempar ke gua singa namun singa tidak menerkamnya. Coba dengarkan apa yang dikatakannya kepada raja sewaktu ia dikeluarkan dari gua singa, "Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tidak bersalah di hadapan-Nya . . . ." (6:22)

Disini kita dapat melihat bahwa Daniel beriman, dalam pengertian ia berserah penuh kepada Tuhan akan apa pun yang menimpanya. Selain dari beriman, kita pun mesti menjalani kehidupan rohaniah yang bersyukur. Sikap bersyukur dimulai dengan sebuah pemahaman bahwa Tuhan adalah Bapa yang baik dan mengasihi kita. Oleh karena Ia baik dan mengasihi kita, Ia pun memberikan kepada kita karunia demi karunia. Singkat kata, bersyukur berarti terus berterima kasih kepada Tuhan atas segala pemberian-Nya—kecil atau pun besar. Ya, beriman dan bersyukur adalah resep mengatasi trauma.