Kepribadian Obsessive Compulsive

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T515A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Kepribadian obsesif kompulsif ditandai adanya pola keterpakuan pada urutan, kesempurnaan serta kontrol mental dan relasi antarpribadi yang menetap pada saat diperlukan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi sebagaimana ditandai oleh empat atau lebih dari 8 tanda-tanda yang akan dibahas dalam perbincangan ini.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kepribadian obsesif kompulsif ditandai adanya pola keterpakuan pada urutan, kesempurnaan serta kontrol mental dan relasi antarpribadi yang menetap pada saat diperlukan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi sebagaimana ditandai oleh empat atau lebih dari 8 tanda-tanda berikut:

  1. Terpaku pada detail, aturan, urutan, organisasi atau jadwal sehingga inti dari suatu kegiatan menjadi hilang. Kepribadian obsesif kompulsif cenderung terpaku pada perhatian yang berlebihan pada keteraturan dan detail-detail kecil dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bisa mengalami kesulitan mengambil keputusan. Bisa mengalami rasa khawatir mengenai hal itu selama berhari-hari, bimbang di antara dua pilihan dan terganggu oleh proses meninjau ulang antara setuju dan tidak setuju dari setiap pilihan. Sementara dalam berperilaku, memiliki perhatian yang berlebihan terhadap keteraturan dan detail, sehingga cukup sering kehilangan sudut pandang mengenai apa yang penting dan tidak penting. Memiliki kecenderungan untuk terganggu oleh detail kecil yang tidak penting.

  2. Sangat mengejar kesempurnaan (perfeksionistik) hingga memengaruhi penyelesaian tugas. Mengenai pekerjaan, ada perbedaan antara seorang pekerja keras yang memiliki standar tinggi dan perhatian untuk menyelesaikan pekerjaan secara benar dengan orang berkepribadian obsesif kompulsif. Kepribadian obsesif kompulsif menjadikan seseorang tidak produktif dan usaha untuk meraih kesempurnaan lebih menjadi senjata bagi diri sendiri dan bukan kekuatan yang membangun. Pribadi yang obsesif kompulsif memiliki harapan tidak realistik mengenai kesempurnaan dan menghindari kesalahan.

  3. Kesetiaan berlebih pada pekerjaan dan produktivitas hingga menghilangkan kegiatan bersenang-senang dan pertemanan, yang bukan dikarenakan keterbatasan ekonomi. Kemampuannya dalam mengekspresikan emosi, buruk dan hanya memiliki sedikit hubungan yang akrab. Ini terkait erat dengan keterlibatannya terhadap pekerjaan secara mendalam sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi dan bersenang-senang. Ketika berinteraksi dengan orang lain, cenderung kaku dan kurang mudah mengakomodasi keberbedaan dan ketidaksetujuan. Sangat bertanggungjawab pada pekerjaan dan sering menjadi gila kerja. Bekerja tanpa kenal waktu sampai membahayakan keluarga dan memberi contoh dan lingkungan yang tidak sehat kepada para bawahan. Para bawahan merasa seperti pemalas jika tidak seirama dengan bos atau jika meninggalkan kantor setelah waktu kerja normal.

  4. Kecenderungan untuk menjadi sangat teliti, cermat dan tidak fleksibel dalam masalah moral, etika dan nilai-nilai, yang disebabkan bukan oleh budaya atau agama. Sesuatu yang tidak ada tapi ditambah-tambahkan. Seperti misalnya orang Farisi di Alkitab. Terlalu moralistik, kurang spontanitas, mudah menyalahkan orang lain.

  5. Ketidakmampuan untuk melepaskan benda-benda yang tidak penting atau yang telah digunakan. Menimbun benda-benda yang tidak berharga atau yang sudah digunakan. Relevansinya karena ada rasa tidak aman. Ketidakmampuan melepas benda-benda yang sudah tidak penting.

  6. Menolak untuk mendelegasikan tugas kepada orang lain terkecuali jika mereka setuju untuk melakukan suatu hal dengan cara tertentu. Pendelegasian harus sangat detail, tepat dan harus sesuai kontrol. Apabila tidak sesuai menjadi panik, marah, mengambil alih dan lain-lain.

  7. Kikir terhadap diri sendiri dan orang lain. Hubungannya dengan uang, termasuk tidak bermurah hati terhadap orang lain.

  8. Kaku dan keras kepala. Menyangkut rutinitas harian yang sangat kaku, sangat sistimatis, yang harus dijalani dengan tepat, misalnya olah raga, merenungkan Firman Tuhan sampai model kepemimpinannya.

Latar belakang kemungkinan terbentuknya kepribadian obsesif kompulsif dan deteksi masa kecil. Ada kekosongan diri dan tuntutan positif dari orang tua, ketika ia melakukan satu dua hal dipuji, berprestasi. Hal itu jadi pola yang diulangi.

Cara mengatasinya :

  1. Sedia mengakui bahwa dirinya memunyai kepribadian obsesif kompulsif, kemudian bersedia mencari pertolongan.

  2. Mengambil langkah iman mengampuni orang-orang yang tidak menyadari bahwa hal itu menyebabkan luka.

  3. Mengundang Kristus untuk mengganti rasa aman kita. Belajar menerima ketidaksempurnaan, misalnya di tengah kemacetan menyadari bahwa Tuhan yang memegang kendali.

Mazmur 37:3, "Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik. Diamlah di negeri dan berlakulah setia". Percayai Tuhan sepenuhnya, lakukan dengan baik dan setia, selebihnya serahkan pada Tuhan yang pegang kendali.