Mertua dan Menantu

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T189A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Relasi mertua dan menantu acapkali menjadi sebuah relasi berduri. Kesalahpahaman dan luka berjamuran; tidak jarang relasi suami-istri pun terpengaruh dan memburuk akibat masalah ini. Salah satunya, pasangan nikah tinggal di rumah mertua dan mertua memperlakukan menantu sebagai "tamu" yang tidak mempunyai hak atas pasangan ataupun anak-anaknya, dsb.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Relasi mertua dan menantu acap kali menjadi sebuah relasi berduri. Kesalahpahaman dan luka berjamuran; tidak jarang relasi suami-istri pun terpengaruh dan memburuk akibat masalah ini. Pertama, kita harus melihat pelbagai masalah yang kerap timbul antara mereka kemudian barulah kita mencari solusinya.

Jenis Konflik dan Solusi

  • Pasangan nikah tinggal di rumah mertua dan mertua memperlakukan menantu sebagai "tamu" yang tidak mempunyai hak atas pasangan ataupun anak-anaknya. Dalam kasus ini mertua harus merelakan menantu untuk menjadi mitra bukan bawahannya. Memberikan hak penuh kepada menantu untuk berbuat sekehendak hatinya di rumah memang tidak realistik dan tidak seharusnya sebab rumah ini adalah tempat kediamannya. Jadi, apa yang dapat diharapkan oleh menantu adalah ia dijadikan mitra. Secara konkretnya, mertua mengajaknya terlibat dalam pengambil keputusan menyangkut rumah dan menantu mengajak mertua terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga
  • .
  • Pasangan nikah tinggal di rumah sendiri namun mertua ikut tinggal bersama. Terjadi konflik karena perebutan hak dan kuasa baik atas pasangan, anak-anak maupun masak-memasak atau urusan rumah lainnya. Dalam kasus ini, sebaiknya menantu yang mengundang mertua menjadi mitra, bukan tamu di rumahnya. Libatkanlah mertua dalam pengambilan keputusan baik yang menyangkut rumah maupun keluarga dan mintalah pendapatnya namun tetap keputusan akhir berada di tangan menantu. Sebaliknya mertua pun harus mengkonsultasikan keinginannya yang berkaitan dengan keluarga dengan anak menantunya. Dalam pengasuhan anak, menantu dapat bertanya pendapat mertua dan sebaliknya, mertua pun harus meminta izin untuk melakukan apa-apa dengan anak-anak.
  • Pasangan nikah tinggal sendiri terpisah dari mertua namun terjadi konflik akibat tuntutan mertua dan menantu atas pasangan dan anak. Ini sering terjadi bila mertua bergantung pada pasangan atau sebaliknya, pasangan masih bergantung pada mertua.

Prinsip Relasi Mertua dan Menantu

  • Kita mesti mengutamakan relasi nikah di atas relasi anak-orangtua. Kita tidak seharunya melalaikan kebutuhan orangtua namun tidak boleh kita melakukannya di atas pengorbanan pasangan, kecuali itu dikehendaki pasangan.
  • Orangtua bebas mengemukakan perasaannya kepada anak tanpa harus dihantui rasa takut kalau-kalau keluh kesah ini akan disampaikan kepada menantunya. Pernikahan tidak serta merta memutuskan relasi orangtua-anak; jadi, anak tidak harus menceritakan komentar orangtua kepada pasangannya dan menantu pun harus menghormati privasi ini.
  • Pada dasarnya kebutuhan utama yang terkandung dalam setiap relasi adalah kebutuhan untuk dihargai, jadi, berikanlah.
  • Jangan mempersoalkan hal kecil, maafkan dan lupakanlah. Firman Tuhan mengingatkan, "Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran." (Amsal 19:11)

Comments

Bagaimana bila mertua memaksa berkuasa di rumah menantunya?

saya punya saudara yang tinggal dengan anak&menantunya. saudara saya ini tidak memiliki rumah sendiri, hampir selama berkeluarga dia hidup di rumah kontrakan yang berpindah2. akhirnya anaknya yang paling bungsu punya calon istri mereka sepakat untuk membangun rumah sendiri, setelah itu anaknya ini menikah. tapi krn orgtuanya tidak memiliki rumah, sesuai kesepakatan berdua mereka memboyong orang tuanya untuk tinggal di rumah mereka......... tapi apa yang terjadi... saudara saya ini malah menguasai rumah anak&menantunya bahkan anak&menantunya sudah mengalah demi membahagiakan orang tuanya anak&menantunya ini berniat baik utk mengangkat derajat keluarga orgtuanya yg selama ini tidak dianggap oleh saudara2nya yang lain. Biaya hidup dan keperluan orang tuanya inipun semua di tanggung anak&menantunya tapi balasan dari Saudara saya ini sangat tidak manusiawi saudara saya ini mulai memusuhi menantunya, padahal menantunya ini banyak sekali menunjang kebutuhann keluarga ini. Kalau anak&menantunya terlambat memberi uang, maka saudara saya ini akan memusuhi anak&menantunya, bahkan sanggup2nya dia menggunjingkan anak&menantunya ini ke saudara2nya yang lain. Saudara saya ini juga tidak menghargai privasi anak2nya, mulai lancang dan menguasai harta anaknya.... yang membuat saya bingung adalah pertanyaan keponakan saya ini... Mereka sangat terganggu dengan sifat orgtuanya yg serakah dan suka menyebar fitnah, apalagi mulai memusuhi dirinya dan istrinya. keponakan saya ini benar2 takut akan dosa... saat dia ingin bertanya dengan orgtuanya, mengapa semua ini akhirnya seperti ini... tapi saudara saya malah memaki dan berteriak2 mengatakan anaknya durhaka dan kalau mati bisa masuk neraka. tapi mengingat orangtuanya ini yang begitu picik dan jahat... saya rasa anaknya&menantunya adalah sosok yg paling bijaksana. saya menganggap saudara saya ini kena sindrom OKB yang akud kalau teman punya saran... bantulah saya utk bisa memberi saran pada ponakan saya... apa yg terbaik yg harus mereka lakukan utk kebahagiaan mereka tanpa harus berdosa dengan orang tua.. terimakasi... sarannya sangat kami harapkan

Saya minta maaf atas keterlambatan saya. Berikut adalah tanggapan saya: Sebelumnya kami ingin meminta maaf atas keterlambatan kami menjawab surat Anda. Tentang saudara Anda, memang kisah ini menyedihkan. Namun ada satu yang dapat Anda sampaikan kepada keponakan. Sebaiknya ia dan istrinya pindah rumah dan serahkan rumah itu kepada orangtuanya. Kalaupun ia harus menyewa rumah, itu tetap lebih baik daripada tinggal serumah dengan orangtuanya. Ia mesti melindungi istrinya dari pengaruh buruk orangtuanya. Jangan sampai orangtua menghancurkan keluarganya sendiri. Kedua, ia tetap mesti memberi uang untuk mendukung kehidupan orangtuanya--sudah tentu sesuai dengan kemampuannya. Ini adalah tanggung jawab anak kepada orangtua. Inilah saran yang dapat kami sampaikan. Salam : Paul Gunadi

saudara saya baru menikah kemudian ditinggal tugas kerja oleh pasangannya untuk waktu yang lama. awalnya saudara saya disuruh tinggal dirumah mertua, namun alasan tidak betah, dia pamit meninggalkan rumah mertuanya dan kembali kerumah orangtuanya. Setelah kejadian itu saudara saya dimusuhi oleh mertuanya, dan dengan kata2 yang menyakitkan dia dihina seolah-olah mertuanya memiliki kehidupan yang sempurna. saudara saya begitu kuat menerima cercaan dari mertuanya. Suatu saat pasangannya mulai tidak mempercayai saudara saya, dan mulai mencaci maki persis seperti apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Saya heran, mereka tega bicara yang tidak pantas, padahal mereka sangat rajin kegereja dan mereka juga pelayan digereja. singkat kata saudara saya digugat cerai oleh pasangannyan, tanpa sebab diacuhkan dan todak dianggap sama sekali. dan lucunya mertuanya menjadi paranoid menceritakan ke sanak keluarganya bahwa menantunya mengawasi rumahnya setiap hari, padahal saudara saya sama sekali tidak pernah kedaerah rumah itu, lalu di tuduh menghubungi keluarga mertuanya, padahal saudara saya tidak mengenal sama sekali keluarga besarnya, lalu dituduh bahwa saudara saya memeras pasangannya untuk menghidupi orangtuanya, waduh yang saya lihat saudara saya begitu tegar mulai dari pernikahan nya hingga waktu setahun berlalu tidak sama sekali pernah merasakan nafkah pasangannya, namun dituduh yang sangat kejam. Salut buat dia, saudara tetap tegar, tetap setia, dan tetap tekun mendoakan Tuhan merubah pasangan dan mertuanya. adakah kata-kata yang dapat saya berikan untuk menguatkan dirinya?

setelah 3 hari menikah kami kembali ke daerah kami bekerja dikarenakan suami akan dinas ke luar kota untuk 3 hari, sedangkan mertua masih tinggal dikampung untuk meyelesaikan sisa dari pesta pernikahan kami, sebelumnya ibu mertua saya sudah tinggal dirumah suami saya (waktu lajang) dikarenakan ibu mertua saya pisah (tidak cerai)dengan bapak mertua saya kurang lebih 15 thn, dikarenakan akan diadakan pesta nikah dikampung asal mertua maka mertua pulang kekampung asalnya kurang lebih 3 bulan. selama suami saya dinas sebagai istri saya merapikan apa yang ada di rumah kami, tepat pada hari yang sama kepulangan suami saya dari dinas, tiada kabar tiba2 saja mertua saya me sms suami saya (anaknya) bahwa dia sudah ada dibandara untuk minta dijemput,saat dikabrin suami otmatis saya terkejut krn kedatanganya tidak ada kabar apalagi saya sebagai menantu, tapi hal itu saya maklumi saja mungkin beliau lupa. saat mertua pulang saat itu saya masih bekerja, setelah pulang kerja betapa terkejutnya saya segala yang sdah saya rapikan baik taman, dapur di rombak oleh mertua saya sesuai dengan keingannya tanpa ada pembicaraan dengan saya, saya merasa tersinggung karena saya sudah berusaha untuk buat yang terbaik, untuk memasak, mencuci semua pekrjaan rumah sampai2 memeprsiapkan kebutuhan suami saya mertua dengan cepat mengkerjakan sampai2 masalah barang saya waktu gadis saja dipermasalahkan, kalau ada hal mertua selalu mengadu dengan anaknya, padahal mertua saya itu rohaniawati taat ibadah banget tapi entah mengapa dia begitu paranoid banget, padahalan sebelum rencana menikah mertua saya itu bilang dia akan menetap dikampungnnya. sampai dengan rencana pesta adek kandung saya, rencana sebelumnya dia bilang tidak ikut tapi tidak tau tiba-tiba dia minta ikut, dikarenakan anak dari abang ibu mertua saya akan menikah dalam buulan yang sama dengan pesta adek saya, suami saya menanyakan ke ibu mertua saya supaya dia tinggal saja dikampung sampai pesta keluarga selsai, tapi mertua tidak mau dia akan ikut kami pulang bersama kami, sungguh saya heran dengan sifat mertua saya...apakah dia paranoid dengan menikahnya anaknya?

Ibu Siska, Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan : 1. Sudah berapa lama ibu mertua tinggal dengan anak laki-lakinya ? 2. Apakah ibu mertua tidak mempunyai rumah atau anak lain selain ikut dengan anak yang saat ini menjadi suami Anda Kami nantikan penjelasannya, terima kasih. Salam : Tim Pengasuh Program telaga

ibu mertua saya tinggal dgn suami saya sudah 6 tahun sejak suami saya bekerja, ibu mertua saya tidak punya rumah dan suami saya anak tunggal

shalom, 3 tahun yang lalu saya menikah, saat ini kami masih menunda punya anak karena karir saya (saya 29th, istri 30 th). Saya seorang anak tunggal (ortu mekanik motor) dan istri saya anak bungsu dari 3 bersodara (dari keluarga guru). Sebelum saya menikah saya sempat bertunangan selama 2 tahun. Pada awal-awal pernikahan hubungan istri saya dengan keluarga saya (terutama ibu) baik2 saja. Konflik mulai terjadi pada saat kami di rumah ortu saya (perbedaan pendapat, dll) akhirnya kami memutuskan untuk ambil kontrakan di kota lain. Pada saat itu hubungan istri saya dengan ortu tetap tidak berubah, apabila bertemu selalu terjadi perbedaan pendapat, alhasil apabila sehabis ada kunjungan ortu saya, saya dengan istri selalu terjadi percecokan. Nah, dalam percecokan ini istri saya selalu mengungkit-ungkit kesalahan ortu saya dari saat saya sebelum menikah. Saya sempat berkonsultasi dengan seorang Hamba Tuhan dah kami memutuskan untuk membatasi komunikasi dengan ortu kami masing-masing dan pindah ke kota lain. setelah bersusah payah akhirnya kami memiliki sebuah rumah kecil, pada saat itu konflik ini mencapai puncaknya dimana keinginan istri saya untuk memperlebar rumah tidak saya penuhi karena kondisi keuangan, dan mulai menyalahkan ortu saya yang tidak mampu memberikan rumah kepada anak tunggalnya. Karena ortu saya tidak terima disalahkan maka ortu saya berbicara dengan ortu istri saya (mertua saya) dan alhasil istri saya semakin marah-marah. Nah, sampai saat ini apabila terjadi perbedaan pendapat, istri saya selalu menyalahkan saya yang ga mampu melindunginya, menyalahkan ortu saya yang tidak bisa membantu malah memberi beban kepada ortunya dan mengungkit semua kesalahan yang terjadi di masa lalu. Kejadian terakhir 3 hari yang lalu yang berakibat istri saya tidak mau berbicara selama 3 hari dan sempat pergi ke ortunya, karena menyalahkan saya atas penjualan HP miliknya (sebelumnya sudah kita sepakati dan HPnya tersebut sering rusak). sekedar info saya adalah orang yang jarang marah, dan orang yang pernah membuat saya sering membuat marah hanya istri saya. Jujur Pak, sedih rasanya saya apabila pulang ke rumah, karena sedikit saja saya menyinggung tentang rumah dapat mengakibatkan perang dunia ke III di keluarga kecil saya, padahal saat ini rumah saya dalam tahap renovasi. Apa yang harus saya lakukan Pak?? sampai hari ini saya hanya bisa berdoa..saya seakan2 diperhadapkan antara pihak istri dan pihak ortu saya...istri saya sempat mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak enak didengar seakan-akan dendam atas ortu saya. saya sempat ingin mengajak istri ke konsultan pernikahan, tapi istri saya menolak. Apabila tidak keberatan mohon jawaban juga dikirim ke atma_ys@hotmail.com. Terima kasih. GBU

Syalom, pernikahan saya sudah berjalan 7 Thn, dan baru 1 thn yang lalu, Tuhan menjawap doa kami dan diberikan seorang anak laki2 yang sehat dan cakap. Saat ini orang tua saya(bapak) mengalami musibah yaitu kecelakaan kendaraan dan mengharuskan dia dioperasi, akibat dari operasi bapak mengalami kelumpuhan (stroke). Kedua orang tua saya tinggal di sumtra utara, sementara saya tinggal di depok. saya bertanya kepada istri saya baik-baik, gimana kalau orang tua saya dibawa ke depok karena di sumatra tidak ada yang meng-urusin? istri saya menjawap tidak apa-apa. setelah mendapat ijin dari istri, saya membawa kedua orang tua saya ke depok untuk dirawat. minggu pertama, tidak terjadi apa2. dan minggu ke 2, terjadi keributan antara saya dgn istri terkait kedua orang tua saya, setelah saya telusurin ternyata dia sakit hati terhadap orang tua saya, dan selama orang tua saya dirumah, dia jarang melihat kondisi bapak saya yang ada dikamar, bertanya juga tidak, bahkan lebih parah lagi setelah pertengkaran itu, istri saya tidak pernah memperhatikan apakah orang tua saya sudah makan atau belum, tidak pernah menyapa, dan lain-lain. Sedih rasanya melihat perlakukan istri terhadap orang tua saya, jika orang tua saya sehat, mereka juga tidak mau tinggal sama saya karena takut merepotkan. Jika orang tua saya kembalikan ke kampung, sama aja membuat dia makin menderita, tidak ada yang merawat. keluarga dari istri saya sudah memberikan masukan ke ibu saya, untuk segera membawa pulang bapak saya dikarenakan umurnya tidak lama lagi. dan saya menolak mentah2. saya masih percaya bapak saya dapat disembuhkan. emosi rasanya mendengar kel. istri saya, tapi saya tetap bersabar. Mohon masukkannya, saya binggung apa yang harus aku lakukan.. Atas masukkannya saya ucapkan terima kasih, Tuhan Yesus memberkati Syalom Ramhot Sinurat

Pak Ramhot, pertama-tama maaf agak lama baru bisa menjawab pertanyaan Bapak. Apa bisa dijelaskan lebih dalam mengenai sakit hatinya istri Bapak ? Krn Bpk hanya menjelaskan 1 minggu pertama baik, kemudian memasuki minggu ke 2 ada masalah rupanya karena istri Bpk sakit hati. Tolong jelaskan sakit hatinya karena apa ? Agar saya bisa lebih jelas melihat duduk masalahnya. Secara umum saya menjawab bahwa keluarga Bpk baru saja mendapatkan kehadiran anak yang dinanti-nantikan dan hal ini membawa sukacita. Keluarga Bpk baru menikmati dan mulai belajar menjadi orang tua bagi anak yg baru saja lahir ini. Kemudian dengar kabar orang tua (Ayah) mendapat musibah yang menyebabkan kelumpuhan dan sebagai anak, Bpk mengambil tanggung jawab utk berinisiatif membawa orang tua ke Depok agar ada yang merawat (hal ini baik dan Bpk juga sdh bicara dengan istri dan ia menyetujuinya). Saya menduga bahwa istri mungkin kurang nyaman dengan situasi adanya mertua yang tinggal bersama (selain memang nampaknya juga ada masalah yang menyebabkan istri sakit hati). Karena hadirnya anak juga menghadirkan kerepotan tersendiri (namun masih bisa diatasi krn itu anak sendiri yang selama ini dirindukan), namun datangnya mertua ini hal lain karena mertua dan menantu adalah hal khusus yg Bapak juga sudah lama tahu. Ditambah mertua yang ada ini dlm kondisi sakit (tdk sehat secara fisik dan emosi juga terganggu). Orang tua Bpk juga perlu adaptasi karena pindah dr Sumut ke Jkt bukan hal mudah, mereka sdh terbiasa dengan lingkungan mrk di sana, dengan kawan-kawan mrk di sana, dgn barang-barang mrk di sana kemudian skrg harus mereka tinggalkan dan pindah tinggal bersama dengan menantu (mungkin juga ada pihak keluarga istri yang dekat di daerah Depok sana) yang menambah tekanan perasaan tertentu bagi orang tua Bpk. Istri Bpk juga tdk kalah sulitnya menerima kedatangan mertua, biasa dia sendiri mengurus rumah dan anak, kemudian sekarang ada mertua (yg kebiasaan dan adat mungkin berbeda). Gesekan itu pasti ada dan sudah terjadi gesekan itu. Saran saya, Bpk tenang jangan emosi karena kedua belah pihak (istri dan org tua Bpk) dalam masa penyesuaian dan memang penyesuaiannya agak berat krn sikon baru punya anak dan orang tua baru dpt musibah. Bpk beri waktu untuk istri, bicara dengannya baik-baik katakan bahwa Bpk menghargai dia sdh mau menerima orgtua Bpk dtg ke Depok, katakan trimakasih utk kesediaannya itu. Katakan bahwa Bpk mengasihi dia dan juga orgtua Bpk. Nanti ke depan Bpk dan istri juga akan jadi tua, tanyakan kepada istri bagaimana kalau seandainya Bpk sakit dan anak Bpk tdk mau merawat bagaimana perasaannya ? Utk orang tua Bpk, juga perlu bicara baik-baik. Katakan bahwa sekarang ini tinggal di Jkt kebiasaan dan budaya sedikit berbeda, bilang ke org tua untuk belajar menyesuaikan dengan situasi baru. Untuk keluarga istri katakan tidak perlu campur urusan keluarga Bpk. Dan Bapak tidak perlu emosi mendengar usulan mereka utk memulangkan org tua ke Sumut. Masing-masing pihak perlu sedikit mengendurkan ikatan sehingga tidak terlalu tegang. Belajar rendah hati dan memahami sesama (bukan hanya mau dipahami saja) dan di atas semuanya itu kenakanlah kasih. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, kiranya bisa membantu. Salam, Esther Rey

Ibu Siska, Kisah ibu mertua yang sok berkuasa rasanya belum tuntas tapi bisa cukup kami mengerti. Menantu mana pun pasti akan merasa tidak nyaman, bahkan bisa merasa tersinggung karena kiprah sang mertua yang begitu "over-acting". Jika semua itu hanya akan berlangsung untuk sementara waktu, paling baik kita sebagai pihak menantu melipatgandakan kesabaran hati kita. Tetapi jika sementara waktu itu berbulan-bulan, maka terpaksa harus diluruskan. Pihak ibu di sini tetap hanya sebagai "tamu" karena memasuki sebuah keluarga tertentu yang kebetulan keluarga anaknya sendiri, tetapi tetap harus dihargai keberadaannya. Kadang kiprah "over-acting" semacam itu ada penyebabnya, antara lain karena rumah itu milik ibu. Atau beliau yang memberi modal kerja dan sejenisnya. Tetapi kalau tidak, maka beliau harus bisa mengendalikan keinginan sesuka hatinya. Orang yang paling tepat untuk memberitahu hal ini bukanlah sang menantu, demi kebaikan masa depan. Demikian tanggapan yang dapat kami sampaikan, apabila masih ada hal-hal yang ingin disharingkan, silakan ! Salam : Tim Pengasuh Program Telaga