Kepribadian Narsistik

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T515B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Kepribadian narsistik ditandai adanya pola yang meyakinkan tentang sesuatu yang berlebihan, membutuhkan penghargaan dan kurang berempati sebagaimana yang terlihat dari lima tanda atau lebih.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kepribadian narsistik ditandai adanya pola yang meyakinkan tentang sesuatu yang berlebihan, membutuhkan penghargaan dan kurang berempati sebagaimana yang terlihat dari lima atau lebih hal-hal berikut:

  1. Waham kebesaran tentang pentingnya dirinya
  2. Tenggelam dalam khayalan akan kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau cinta yang ideal
  3. Keyakinan bahwa mereka begitu "istimewa" dan hanya harus bergabung dengan orang lain yang dapat mengerti mereka
  4. Kebutuhan akan kebanggaan yang berlebihan
  5. Gaya relasi antarpribadi yang bersifat mengeksploitasi
  6. Kekurangan rasa empati
  7. Iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri hati
  8. Sikap dan perilaku yang arogan

Orang dengan kepribadian ini memunyai maksud kepentingan yang tidak realistik, berlebihan, yang dikenal dengan sebutan kebesaran diri, dalam bahasa Inggris "grandiosity". Istilah narsistik diambil dari legenda Yunani tentang seorang anak muda bernama Narcissus yang merasa jatuh cinta pada bayangannya di kolam air.

Waham atau delusi adalah keyakinan yang salah akan diri namun tidak mudah dikoreksi. Orang narsistik memunyai waham kebesaran, merasa diri hebat.

Meskipun mengharapkan orang lain memuji dan memenuhi keinginan serta permintaannya, seorang narsistik kurang peka terhadap kebutuhan orang lain. Karena merasa diri begitu istimewa, ia merasa bahwa hanya orang yang memiliki status tinggi yang dapat menghargai kebutuhan dan masalah khususnya. Ia memiliki penghargaan yang berlebihan terhadap kehidupannya sendiri dan merasa kesal terhadap orang lain yang dinilai lebih sukses, cantik atau cerdas. Ia sibuk dengan mengarahkan diri untuk mencapai tujuannya sendiri dan cenderung memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan hal tersebut. Meskipun menunjukkan sikap mementingkan diri yang besar, ia sering bermasalah dengan keraguan diri sendiri. Seorang narsistik di kalangan elit berupaya mati-matian mempromosikan diri sendiri dan berusaha untuk memperkuat status istimewanya di berbagai kesempatan.

Seorang narsistik yang sedang di mabuk asmara cenderung menggairahkan secara seksual, namun menghindari keintiman secara nyata. Menampilkan diri seolah-olah tertarik untuk mengejar hubungan yang dekat, tetapi sesungguhnya hanya mengejar hal yang bersifat fisik, materi dan seks semata.

Seorang narsistik bisa tampil sebagai orang yang mengabaikan moral, memperdaya, angkuh dan memanfaatkan. Ketika ditemukan bahwa dirinya bersalah atas perilaku yang melanggar, dia memperlihatkan sikap acuh tak acuh dan bertindak seolah-olah korbanlah yang harus dipersalahkan karena tertangkap ketika melakukan perilaku tersebut.

Munculnya karena situasi ketertolakan, masa kecil tidak dihargai sebagaimana yang seharusnya diterima. Yang kedua muncul dari anak yang terbiasa dimanjakan, sehingga anak merasa hebat, merasa diri besar. Memanfaatkan orang lain untuk memuji dirinya. Ketika kemauannya tidak dipenuhi mulai muncul penindasan, rasa kurang empati, tidak ada perasaan peka, menghargai orang lain.

Penting bagi anak untuk diisi secara berimbang, ada kasih sayang, pujian yang nyata, bahasa tubuh memeluk, membelai dan ada batasan-batasan yang seharusnya bagaimana. Nilai-nilai yang di permukaan ditanamkan.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan :

  1. Terbuka untuk mau menerima masukan atau kritik.
  2. Mencermati latar belakang hidup kita sebagai seorang anak atau remaja. Cari pertolongan
  3. Menggeser pusat dari diri sendiri. Menggeser fokus hidup kita

Marilah kita menjadi pribadi yang apa adanya. Kita punya keunggulan dan kelemahan, rasa aman bukan dalam pencapaian dan pengakuan orang lain tapi dalam pengabdian kepada Tuhan.

II Korintus 10:17-18 "Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah didalam Tuhan. Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan".

Carilah kemuliaan Tuhan dalam upaya kita melayani, memberi yang terbaik lewat apa yang Tuhan sudah berikan. Disanalah kita menjadi diri yang sehat, diri yang memberkati sekaligus.