Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang “Gaya Hidup Sehat" bagian pertama. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, pada zaman yang serba kompleks seperti sekarang ini, tidak ketinggalan gaya hidup manusia juga ikut menjadi sangat kompleks. Sesungguhnya bagaimana kita bisa memiliki gaya hidup yang sehat di tengah kompleksitas hidup seperti sekarang ini ?
SK : Benar, di tengah zaman yang semakin kompleks semakin kompetitif lebih mudah kita mengalami gaya hidup yang tidak sehat bukan hanya secara fisik tapi kesehatan itu rupanya mencakup ranah non-fisik dan itu memang memerlukan beberapa usaha serta langkah yang kita lakukan secara sadar dan sengaja untuk mengembangkan gaya hidup yang sehat.
H : Kira-kira langkah seperti apa yang bisa dilakukan untuk memiliki gaya hidup seperti ini ?
SK : Ya, ada langkah yang pertama yaitu AMBILLAH TANGGUNG JAWAB. Jadi untuk memiliki gaya hidup yang sehat pertama-tama perlu dimulai dari kesadaran kita sendiri bahwa kitalah yang bertanggung jawab. Yang menarik dalam bahasa Inggris kata ‘bertanggungjawab’ ini adalah ‘responsibility’ diartikan ‘the ability to choose your response’ artinya kemampuan untuk memilih tanggapan. Jadi kalau kita mau menjadi pribadi yang sehat dan makin sehat maka kita perlu mendayagunakan kemampuan kita didalam memilih tanggapan-tanggapan kita terhadap kehidupan ini, baik itu misalnya di dalam setiap situasi kehidupan yang baik dan kurang baik, mari jangan kita serta-merta menyalahkan keadaan, kondisi dan hal-hal yang di luar tetapi kita bisa memilih respons yang menurut kita berangkat dari hal yang benar dan itu yang kita pilih, tidak memandang situasi apa pun. Jadi boleh saya katakan tingkah laku kita, perilaku kita itu merupakan hasil dari pilihan yang sadar kita buat dan bukan semata-mata karena kita menyerahkan diri pada situasi di sekitar kita.
H : Berarti Pak Sindu, pribadi yang sehat adalah pribadi yang mengambil inisiatif untuk bertanggung jawab terlebih dahulu.
SK : Tepat, misalnya dalam situasi tertentu kita lebih mudah untuk menyerah pada keadaan. “Memang penghasilan saya pas-pasan, sehingga wajar kalau saya makan sekenanya, jadi bukan karena saya yang tidak mau menjaga hidup yang sehat tapi apa boleh buat!" Pernyataan yang demikian menunjukkan sebenarnya kita kurang bertanggung jawab, karena pilihan dan keputusan kita tentang makanan kita serahkan dengan begitu mudahnya pada keadaan yang pas-pasan itu. Seharusnya kita masih bisa memilih respons yang lain kalau kita tahu makanan yang sehat itu penting bagi gaya hidup sehat maka kita bisa mencoba bagaimana dengan penghasilan yang pas-pasan ini tetap kita memilih makanan yang sehat sekalipun bukan berarti harus mahal. Misalnya yang lain, “Memang saya lahir dalam situasi yang miskin, tidak berdaya maka terpaksa saya mencuri dan merampok" apakah seperti itu orang yang bertanggung jawab ? Tentu tidak. Kita bisa memilih di tengah kemiskinan, ketidakberdayaan secara ekonomi kita justru bisa memunculkan ide kreatif, usaha-usaha yang lebih cerdas bagaimana menyiasati di tengah keterbatasan ini. Yang terakhir boleh saya berikan contoh misalnya, “Saya sudah tua dan tidak bisa apa-apa maka saya harus dikasihani, kalau anak, cucu dan menantu tidak mengasihi saya maka mereka yang salah karena saya tidak berdaya". Kalau kita mau menjadi seorang yang bertanggung jawab maka mari sekalipun anak cucu menantu kurang bisa memberi perhatian sebagaimana yang kita harapkan, di tengah keterbatasan fisik kita, apakah ada sesuatu yang masih bisa kita kerjakan, kalau misalnya kita masih bisa membuat sesuatu yang bisa menghasilkan uang sekali pun tidak banyak, mari kita lakukan, jadi respons kita, tanggapan kita merupakan hasil dari pilihan yang sadar yang kita buat berdasarkan nilai-nilai yang kita anggap benar itu.
H : Selain mengambil alih tanggung jawab kepada sisi pribadi itu sendiri, langkah apa lagi yang harus diambil, Pak Sindu ?
SK : Yang kedua yaitu adalah BUANGLAH SAMPAH HATI DAN JAGALAH HATI TETAP BERSIH. Memang kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna dimana kita mudah untuk mengalami keterlukaan dalam hati kita, kita mudah terbangkitkan rasa tidak puas, tersinggung, jengkel, kecewa, sedih marah dan bahkan sakit hati, juga kita memiliki pergulatan dengan natur sifat manusiawi kita yang dibalut dengan dosa. Ada juga sisi kedagingan yang membawa kita kepada kelalaian dan pelanggaran dosa yang akhirnya menimbulkan rasa bersalah, tertuduh, rasa malu dan rasa tidak layak. Semua perasaan negatif itu kalau kita simpan begitu saja dan dipendam berlama-lama maka itu akan menjadi sampah dalam hati kita dan kalau itu dibiarkan terus-menerus menumpuk malah akan membusuk dan mengeluarkan bau yang tidak sedap yang malah menjadi sumber penyakit bagi hidup kita. Maka dari itu kita perlu membuang sampah dari hati kita kalau kita mau mengembangkan gaya hidup yang sehat.
H : Pak Sindu, apa dampaknya kalau sampah ini tidak sampai terbuang ?
SK : Kalau itu tidak kita buang secara sengaja maka bau busuk dan tidak sedap yang ada dalam hati kita itu lambat laun juga akan tercium oleh orang-orang di sekitar kita baik itu lewat sikap kita, pernyataan-pernyataan kita yang sumbang, negatif dan malah menyakiti orang lain. Karena apa yang busuk dalam hati kita membuat pikiran, perasaan, tanggapan kita pun akan cenderung menimbulkan hal yang busuk bagi orang lain, melukai hati orang lain, bahkan selain itu ternyata berdampak bagi kesehatan fisik kita. Seorang yang terbiasa menyimpan dan mengendapkan sampah hati maka cenderung berlama-lama akan membuat sistem pertahanan tubuhnya atau imunitas tubuhnya menurun, dia lebih rentan mengalami berbagai infeksi karena serangan virus dan bakteri maka tidak heran dalam jangka waktu yang panjang, orang tersebut bisa mengalami berbagai penurunan fungsi organ tubuh baik itu jantung, paru, ginjal, pembuluh darah bahkan penyakit kanker pun lebih subur tumbuh dalam tubuh seseorang kalau terbiasa menyimpan sampah-sampah itu di dalam hatinya.
H : Ternyata seserius itu dampaknya, kalau begitu, Pak Sindu, bagaimana langkah-langkah praktis untuk membuang sampah dan menjaga hati ini supaya tetap bersih ?
SK : Langkah yang pertama kita perlu mengakui kepada Tuhan apa yang menjadi sampah-sampah itu, baik itu dosa-dosa kita yang mungkin masih tersimpan dan ada rasa bersalah tertuduh, mari itu kita akui. Kalau itu ada rasa sakit hati, amarah, kecewa mari kita ceritakan kepada Tuhan sekalipun itu kecil bagi orang lain, sekalipun itu kita anggap di masa lalu, tapi kalau itu adalah sampah maka itu adalah sampah dan mari kita akui. Dan dari pengakuan itu kita minta ampun kepada Tuhan untuk hal-hal yang salah yang masih kita simpan dalam hati dan kita serahkan luka-luka hati itu, “Tuhan inilah hatiku yang terluka karena peristiwa ini, ini adalah sakit hatiku terhadap orang ini dan mari Tuhan saya tidak mau mempertahankan sampah hati ini, tapi saya mau serahkan kepada Engkau dan silakan Engkau ambil". Langkah yang kedua kita perlu mengampuni orang yang bersalah kepada kita, sekalipun orang itu sudah meninggal dunia, bahkan itu mungkin orang tua kita, kalau ada rasa bersalah atau kesalahan orang itu yang kita simpan mari kita serahkan kepada Tuhan dan yang kedua kita mengambil langkah iman, “Tuhan saya maafkan orang ini, saya ampuni atas kesalahannya di dalam nama Yesus tidak ada lagi kesalahannya yang saya simpan, saya robek-robek surat hitam itu dan saya nyatakan lunas, tidak ada kesalahan yang saya simpan tentang orang tersebut". Dan yang ketiga, setiap kali di dalam perjalanan hidup kita di masa kini dan yang di depan, setiap kali kita disakiti mari kita membereskan hubungan itu dan kita membereskan hubungan dengan orang itu ataupun kita menyerahkan perasaan negatif yang masih tersimpan kepada Tuhan supaya hati kita terjaga tetap bersih dan terakhir kalau ada dosa kesalahan mari kita akui kepada Tuhan dan kita ambil langkah untuk bertobat. Demikian, Pak Hendra.
H : Setelah kita mengambil tanggung jawab kemudian kita membersihkan hati kita dari sampah hati tersebut, maka langkah apa lagi yang harus kita ambil ?
SK : Langkah yang ketiga adalah kita perlu MENGENALI DAN MENERIMA KETERBATASAN DIRI.
H : Seperti apa bentuk penerimaan keterbatasan diri ini ?
SK : Di dalam hidup ini, kita memiliki beberapa keterbatasan. Ada keterbatasan secara fisik misalnya yang paling mudah, kita tidak bisa berada di dua tempat sekaligus, kita mau tidak mau berada di satu tempat ruang dan waktu, tidak mungkin kita ada di dua tempat sekaligus dan dua waktu sekaligus. Itu adalah salah satu bentuk keterbatasan fisik. Keterbatasan itu juga bisa berupa keterbatasan sesuatu yang sifatnya keterbatasan fisik karena kelemahan tubuh kita misalnya fungsi mata yang kurang baik, fungsi tangan dan kaki yang kurang lengkap dan organ tubuh lainnya. Keterbatasan itu juga bisa berupa keterbatasan emosional. Adakalanya memang orang itu memiliki keterbatasan untuk bisa cukup sabar sehingga bagi dia, dia lebih mudah terpicu dengan kemarahan. Ada juga orang-orang tertentu memiliki keterbatasan karena dia mengalami situasi yang sulit, dia pernah mengalami gangguan jiwa sehingga kapasitas jiwanya juga terbatas. Bisa juga keterbatasan itu bersifat intelektual, ada orang-orang tertentu yang memiliki kecerdasan intelektual yang cukup bagus tapi beberapa orang diizinkan Tuhan memiliki kecerdasan intelektual yang terbatas. Semua keterbatasan ini, itulah yang perlu kita kenali apa yang ada pada diri kita dan itu yang perlu kita terima, maka dengan cara itulah kita bisa tetap mengoptimalkan diri, apa yang bisa kita lakukan tetapi sekaligus kita tetap menjaga hidup dalam batas-batas itu dan tidak memaksakan diri, tidak serta merta mendobrak sehingga hidup kita tidak seimbang atau bahkan kita jatuh sakit secara fisik atau sakit secara mental karena memaksakan diri melampaui keterbatasan diri ini.
H : Praktisnya, Pak Sindu, bagaimana cara membangun gaya hidup sehat berkenaan dengan keterbatasan diri ini ?
SK : Maka ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk membangun gaya hidup yang sehat berkenaan keterbatasan diri ini. Yang pertama kita perlu kenali dan terimalah keterbatasan diri ini sebagaimana yang tadi sudah saya sampaikan. Yang kedua kita perlu dalam hal-hal tertentu mengakuinya kepada orang lain. Adakalanya di dalam kita hidup bersama dengan orang lain baik itu dengan suami atau istri bagi yang sudah menikah, adakalanya bersama dengan rekan-rekan sekerja kita atau rekan sepelayanan ataupun itu anggota masyarakat dimana kita hidup menjadi bagian di dalamnya, mereka tidak mengenali tentang keterbatasan diri kita sehingga mereka punya pengharapan yang lebih tinggi dari apa yang mampu kita lakukan sehingga kadang mereka menilai kita, “Kamu itu mampu secara finansial, kamu mampu secara waktu, kamu mampu secara pikiran, kamu mampu secara tenaga" dalam hal ini daripada kita dipandang dituntut orang lain melebihi kemampuan dan kapasitas kita mari langkah kedua akui dan katakan, “Minta maaf, saya terbatas dan saya bisa kerjakan satu hal ini, tapi kalau dua hal ini saya tidak sanggup, maaf ya, itu yang bisa saya lakukan". Jadi mari kita akui apa yang bisa kita lakukan ya kita lakukan, tetapi apa yang memang melampaui kemampuan dan kapasitas kita, marilah kita katakan kalau kita tidak mampu. Maka dalam hal ini kita memasuki poin yang ketiga, kita perlu berani mengatakan ‘tidak’ kepada orang lain, “Maaf, sorry saya tidak bisa membantu untuk hal yang ini tapi untuk hal itu saya bisa bantu, bagaimana kalau mungkin waktu yang lain saja saya ingin membantu tapi waktu ini saya kurang fit bagaimana kalau minggu depan saya punya waktu yang lebih leluasa". Ini yang perlu kita kembangkan, berani berkata “tidak" untuk beberapa hal kepada orang yang lain. Yang keempat, kita bisa mengembangkan pola membagi-bagi tugas, mendelegasikan tugas, “Tolong bantu saya, saya mau mengerjakan yang ini tapi untuk yang itu rasanya saya kewalahan, bagaimana kalau kamu membantu saya mengerjakan yang itu ?" Itulah empat hal yang saya lihat bisa kita lakukan untuk mewujud nyatakan bagaimana kita bisa menerima keterbatasan diri kita.
H : Artinya kita perlu mengenali keterbatasan ini, berani mengakuinya dan berusaha mencari solusi misalnya dengan mendelegasikan tugas seperti yang bapak jabarkan tadi.
SK : Tepat. Jadi dalam hal ini kita bukannya bermaksud mengasihani diri sendiri, “Inilah saya, saya punya keterbatasan, wajar kalau saya tidak sabar, wajar kalau saya tidak bisa mengerjakan apa-apa terimalah saya apa adanya". Dalam hal ini kurang pas, kita bukan berarti membenarkan diri untuk tidak melakukan apa-apa, tapi apa yang bisa kita lakukan mari kita lakukan; apa yang memang tidak bisa mari kita akui dan mengizinkan orang lain untuk mengerjakannya.
H : Dengan kata lain, harus ada kejelian dan kejujuran mengakui hal ini ?
SK : Tepat, Pak Hendra.
H : Selain itu hal apa lagi yang bisa dilakukan untuk memiliki gaya hidup sehat ?
SK : Maka yang keempat, Pak Hendra, kita perlu menghargai diri kita. Jadi langkah yang keempat untuk membangun gaya hidup sehat adalah HARGAILAH DIRIMU SENDIRI.
H : Justru ini sepertinya kontras dari yang ketiga, dimana kalau yang ketiga melihat keterbatasan ini malah memberikan penghargaan kepada diri.
SK : Jadi memang ada dua sisi yang saling melengkapi karena bagaimanapun seorang yang sehat memang ditandai adalah seorang yang menghargai dirinya. Jadi meskipun kita tahu diri kita punya beberapa keterbatasan, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik namun bagaimanapun juga kita memiliki beberapa kelebihan, beberapa keunggulan yang perlu kita dayagunakan maka kalau kita bisa menghargai diri kita, kita pun tidak akan takut berjumpa dengan orang lain dan kita bahkan tidak merasa terlalu grogi berdiri di hadapan orang banyak karena ada rasa percaya dan rasa menghargai diri dimana kita mengasihi dan menghormati diri kita sendiri.
H : Pak Sindu, bagaimana cara untuk membangun penghargaan terhadap diri ini ?
SK : Yang pertama dasar yang kokoh untuk bisa menghargai diri yaitu peganglah perkataan firman Tuhan yang memang menghargai diri kita sebagaimana kalau boleh saya kutip di Roma 6:5-8 saya kutip beberapa kalimat, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang mau ditentukan oleh Tuhan akan tetapi Allah telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa". Dalam bagian firman Tuhan yang lain dikatakan dalam 1 Petrus, “Kamu telah ditebus dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus". Jadi ini menunjukkan dasar yang kokoh untuk menghargai diri kita bukan semata-mata karena kita punya kelebihan, tetapi karena Allah menghargai kita dimana kita masih berdosa menjadi musuhnya Allah, Allah sedia mati untuk kita Dia mati untuk menanggung dosa dan kesalahan kita dan Dia menebus kita dengan darah yang mahal yaitu sebagaimana darah Kristus yang sama seperti darah domba yang tak bernoda dan bercacat. Jadi sebagaimana hal ini, mari kalau Allah sudah sedemikian menghargai kita maka sepatutnya, selogisnya kita menghargai diri kita. Langkah yang kedua, kita perlu kenali keunikan yang kita punyai, apa saja yang dikaruniai Tuhan baik itu yang namanya bakat, kekuatan kepribadian, proses dan pengalaman hidup, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja, karunia rohani. Mari kenali keunikan-keunikan ini. Yang ketiga, mari hindari, tepislah usaha untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang malah akan menjerumuskan kita untuk bisa merasa angkuh karena merasa lebih atau sebaliknya merasa minder atau rendah diri karena merasa kurang. Jadi pola membandingkan ini sama sekali tidak memunyai kebaikan di dalam kita membangun penghargaan terhadap diri.
H : Tapi kadang-kadang justru pola membanding-bandingkan itu datangnya dari luar, entah itu dari orang-orang yang di keluarga atau di lingkungan tempat kerja dan masyarakat.
SK : Maka dalam hal ini kita bisa mengambil langkah yang pertama yaitu bertanggung-jawablah artinya memilih tanggapan kita bukan karena situasi sekeliling tapi berdasarkan nilai yang kita pegang karena kita memahami penghargaan diri itu tidak perlu dibangun dalam konteks membanding-bandingkan mari kita tepis, biarlah orang berkata apa tapi saya tidak mau memandang saya lebih atau rendah. Apa yang sudah saya punyai dari Tuhan, saya patut menghargainya dan saya bisa percaya diri dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan ini.
H : Pak Sindu, jadi kalau saya boleh simpulkan sesungguhnya poin yang pertama dalam mengambil tanggung jawab adalah dasar yang harus dimiliki oleh setiap kita untuk mengerjakan poin nomer 2,3 dan seterusnya.
SK : Tepat.
H : Tapi adakalanya kita dalam kondisi yang sangat lemah dan kita merasa kewalahan untuk melakukan dan menunaikan poin langkah satu itu, ketika itu terjadi apa yang akan kita lakukan ?
SK : Boleh Pak Hendra perjelas maksud pertanyaan ini ?
H : Jadi misalkan saat kita sedang lemah dan kita tidak berdaya untuk mengambil tanggung jawab itu sendiri, apakah ada kemungkinan kita bisa mencari pertolongan atau bagaimana ?
SK : Dan itulah langkah kelima di dalam kita membangun gaya hidup yang sehat. Jadi kita memiliki beberapa keterbatasan sebagaimana Pak Hendra sebutkan, tidak selamanya kita penuh pegang kendali tentang pikiran, perasaan dan kehendak kita. Secara manusia kita memunyai siklus kehidupan, kalau wanita sangat jelas siklus itu diwarnai dengan siklus menstruasi bagi wanita yang sudah akil balik, tapi bagi pria tidak ada siklus biologis yang kelihatan seperti wanita tapi dia punya siklus emosi dan itu yang membuat kita ada saat lemah sehingga patut dalam hal ini gaya hidup sehat kita kembangkan gaya yang kelima yaitu CARILAH PERTOLONGAN. Jadi menjadi orang yang hebat menurut dunia memang adalah orang yang mandiri, yang tidak butuh pertolongan orang lain tetapi sesungguhnya kebenarannya adalah orang yang sehat bukanlah orang yang sempurna dan tidak memiliki kelemahan, melainkan orang yang sehat adalah orang yang ketika dalam posisi terpuruk bersedia mencari pertolongan.
H : Kelihatannya untuk mencari pertolongan bagi orang yang sakit secara fisik, pergi ke dokter adalah hal yang diterima secara luas, tetapi kalau untuk mencari pertolongan dalam bentuk pertolongan psikologis misalnya pergi ke konselor maka hal ini masih dipandang aneh oleh sebagian orang.
SK : Saya sependapat dengan pengamatan Pak Hendra, memang mencari pertolongan secara medis seperti konsultasi karier, konsultasi finansial, bisnis mengembangkan usaha, mengembangkan diri, itu lebih bisa diterima luas sebagai hal yang normal, tetapi sayangnya mencari pertolongan yang bersifat psikis kejiwaan, masalah emosional lebih dipandang sebagai hal yang memalukan, tapi kalau saya boleh berpendapat itu hal yang keliru. Justru orang yang sehat adalah orang yang mencari pertolongan, karena orang yang benar-benar tidak sehat tidak bisa melakukan apa-apa dan dia justru orang yang butuh bantuan medis dibawa ke Rumah Sakit dirawat inap. Tapi orang yang masih cukup sehat dan orang yang mau sehat, dia akan sengaja mencari pertolongan termasuk pertolongan yang termasuk psikis dan kejiwaan mungkin ke dokter ahli jiwa (psikiater), ke konselor untuk mencari pertolongan dan bimbingan lebih lanjut. Jadi itu merupakan tanda orang yang mau mengembangkan gaya hidup yang sehat.
H : Dan itu sesungguhnya terkait dengan poin nomor satu, mau bertanggung jawab tentang dirinya ?
SK : Tepat. Apa kata dunia kalau itu salah, tidak perlu saya ikuti, apa yang saya tahu benar, saya memilih respon tanggapan yang saya yakini benar itu.
H : Pak Sindu, untuk menutup bagian yang pertama ini, apakah ada pesan firman Tuhan yang ingin Bapak sampaikan ?
SK : Saya akan sampaikan di injil Matius 25:14-15, “Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." Pak Hendra, jadi setiap kita oleh Tuhan dipercayakan harta artinya hal-hal yang baik Tuhan percayakan dan Tuhan percayakan itu sesuai dengan kesanggupan kita masing-masing. Jadi Tuhan tidak menuntut kita sama, satu sama lain. Jadi bagi kita ada yang diberi harta, kalau dijumlahkan mungkin dalam rupiah ada yang 1 juta, ada yang 100 ribu, ada yang 5 juta dan yang Tuhan tuntut apa yang Tuhan percayakan itu mari kita bertanggung jawab, mari kita menerima apa yang Tuhan berikan, kecil besar kita terima dan mari kita mengembangkan dari apa yang kita terima ini sebagai wujud pertanggungjawaban kepada Tuhan dan inilah ciri orang yang mau mengembangkan gaya hidup yang sehat.
H : Jadi tidak ada alasan untuk tidak bertanggungjawab, Pak Sindu, karena Tuhan sudah memberikan modal kepada setiap kita.
SK : Ya modal sesuai dengan kesanggupan kita untuk mendayagunakannya.
H : Terima kasih Pak Sindu, para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Gaya Hidup Sehat" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.