Racun dalam Perkataan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T369B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kadang kesalahpahaman terjadi dalam komunikasi. Mungkin kita mengatakan sesuatu namun ditafsir berbeda oleh yang orang lain atau dalam keadaan emosional kita mengatakan sesuatu yang tidak tepat. Semua ini dapat berakibat buruk dan perlu penjelasan supaya relasi kembali terajut. Namun adakalanya sesuatu yang lebih buruk terjadi yakni lewat perkataan kita menebar racun yang mematikan. Disini akan dipaparkan beberapa jenis racun dalam perkataan yang dapat kita temui di Alkitab.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kadang kesalahpahaman terjadi dalam komunikasi. Mungkin kita mengatakan sesuatu namun ditafsir berbeda oleh yang lain atau dalam keadaan emosional kita mengatakan sesuatu yang tidak tepat. Semua ini dapat berakibat buruk dan perlu penjelasan supaya relasi kembali terajut. Namun adakalanya sesuatu yang lebih buruk terjadi yakni lewat perkataan kita menebar racun yang mematikan. Berikut akan dipaparkan beberapa jenis racun dalam perkataan yang dapat kita temui di Alkitab.

Racun Kepentingan Pribadi

Didalam 1 Samuel 21-22, dicatat sebuah peristiwa tragis yang menimpa sebuah keluarga imam bernama Ahimelekh. Oleh karena lapar dan butuh pertolongan akibat menjadi buronan Raja Saul, Daud datang kepada Imam Ahimelekh dan meminta makan. Malangnya perbuatan baik Imam Ahimelekh dilihat oleh seseorang bernama Doeg, yang adalah pengawas gembala-gembala Raja Saul. Doeg kemudian melaporkan apa yang dilihatnya itu kepada Raja Saul, "Telah kulihat bahwa anak Isai itu datang ke Nob, kepada Ahimelekh bin Ahitub. Ia menanyakan Tuhan bagi Daud dan memberikan bekal kepadanya, juga pedang Goliat, orang Filistin itu diberikannya kepadanya." (1 Samuel 22:9) Mendengar laporan itu, Raja Saul langsung memanggil paksa Imam Ahimelekh beserta keluarganya. Saul menuduh Imam Ahimelekh telah bekerja sama dengan Daud dan sebagai hukumannya, Saul memerintahkan Doeg untuk membunuh Imam Ahimelekh dan keluarganya—85 orang! Belum puas, Saul kemudian membunuh penduduk kota Nob—laki, perempuan, anak bahkan anak bayi sekalipun—semua dibunuh oleh Saul yang dibutakan oleh kebencian.Tragedi ini berawal dari perkataan Doeg, yang melaporkan apa yang diketahuinya kepada Saul. Akibat racun perkataannya, ratusan orang mati terbunuh! Memang, bila kepentingan pribadi sudah meracuni hati, apa pun sanggup kita katakan dan lakukan. Dari sini kita dapat memetik satu pelajaran: Kita mesti berhati-hati dengan racun kepentingan pribadi !

Racun Kepalsuan

Di Matius 26:49 dicatat dua kata yang sangat kejam, yaitu "Salam, Rabi." Perkataan itu dikeluarkan oleh Yudas namun sebetulnya bukan ditujukan kepada Tuhan kita Yesus melainkan kepada para penjaga imam yang datang untuk menangkap Yesus. Oleh karena mereka tidak mengenal Yesus, jadi Yudas perlu memberikan tanda tertentu. Dua kata dan ciuman kepada Tuhan kita Yesus—itulah tanda yang diberikannya kepada mereka. Sudah tentu perkataan, "Salam, Rabi" bukan kata yang jahat; sebaliknya dua kata ini adalah perkataan yang baik dan santun. Si orang yang mengatakannya—Yudas—adalah yang jahat, karena perkataan itu dilontarkan dalam rangka menjual dan menyerahkan Tuhan kita Yesus. Jadi, dari sini dapat kita petik satu pelajaran yaitu racun dalam perkataan Yudas adalah KEPALSUANNYA. Ia mengatakan sesuatu yang baik dan santun namun ia sama sekali tidak bermaksud baik. Kita pun mesti berhati-hati dengan racun kepalsuan dalam perkataan. Betapa sering kita mengatakan sesuatu yang baik kepada seseorang namun sesungguhnya di dalam hati, kita sama sekali tidak menyukainya.

Racun Meremehkan Tuhan

Di dalam Kisah Para Rasul 5 dicatat sebuah kisah yang berawal baik tetapi berakhir tragis. Pada saat itu komunitas orang Kristen mulai terbentuk dan mereka bukan saja rajin bersekutu, mereka pun memperlihatkan kepedulian yang tinggi kepada satu sama lain. Di dalam semangat kasih, banyak yang rela mempersembahkan dan memberikan uang dan harta milik untuk digunakan demi kepentingan bersama. Ananias dan istrinya, Safira adalah sepasang suami-istri yang juga terbakar oleh semangat memberi. Mereka menjual tanah dan berniat mempersembahkan uang hasil penjualan itu kepada Gereja. Namun entah apa yang terjadi, pada akhirnya mereka berubah pikiran—mereka memutuskan untuk tidak memberikan seluruh hasil penjualan itu. Masing-masing berbohong kepada Petrus dan mengatakan uang itu adalah seluruh hasil penjualan tanah. Kita tahu apa yang selanjutnya terjadi—keduanya dihukum mati oleh Tuhan secara langsung. Dengan tegas Petrus berkata, "Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah." (Kisah Para Rasul 5:4). Dari sini kita dapat memetik satu pelajaran yaitu racun dalam perkataan Ananias dan Safira adalah MEREMEHKAN TUHAN. Mereka tidak merasa takut kepada Tuhan; itu sebab mereka tidak segan-segan berbohong kepada Tuhan. Kita pun harus berhati-hati agar jangan sampai meremehkan Tuhan lewat perkataan kita. Betapa mudahnya mulut mengatakan sesuatu tentang Tuhan seakan-akan Tuhan adalah sesama kita manusia. Kita tahu bahkan Musa sendiri pun tidak diperbolehkan masuk ke Tanah Yang Dijanjikan Tuhan, Kanaan karena ia tidak memperlakukan Tuhan secara kudus, sebagaimana dicatat di Bilangan 20:12, "Tetapi Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun, ‘Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.’ " Jadi, jagalah perkataan kita; jangan gunakan perkataan untuk meremehkan Tuhan.