Perubahan yang mendatangkan kebaikan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T364B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Perubahan bisa terjadi di berbagai aspek termasuk juga di dalam kehidupan berorganisasi, untuk bisa membuat perubahan yang baik tidaklah mudah, kita mesti bersikap hati-hati dan bijaksana. Kegagalan kita untuk bersikap hati-hati dan bijak acap kali berakibat buruk, namun tidak dikatakan bahwa kita selalu harus menutup mata dan mengunci mulut—kadang kita harus tetap melakukan perubahan dan siap menanggung konsekwensinya. Yang ingin disampaikan disini, kita harus berhati-hati dan bersikap bijak, tidak emosional.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu kesalahan yang kerap kita perbuat tatkala bergabung ke dalam sebuah organisasi adalah kita terlalu cepat mengadakan perubahan. Setidaknya ada dua alasan mengapa dorongan mengadakan perubahan kerap timbul pada saat awal kita bergabung:

  • Pertama, kita cepat melihat "masalah" karena kita melihat dinamika organisasi itu dari luar ke dalam.
  • Kedua, bisa jadi memang pengalaman yang pernah kita lalui telah mengajarkan kepada kita sesuatu yang berharga, yang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi di mana kita berada.

Sungguhpun demikian kita mesti bersikap hati-hati dan bijaksana dalam upaya kita mengadakan perubahan. Kegagalan kita untuk bersikap hati-hati dan bijak acap kali berakibat buruk. Mungkin kita harus meninggalkan organisasi itu atau kita justru memicu perpecahan, atau setidaknya konflik yang merugikan lebih banyak orang. Saya tidak mengatakan bahwa kita selalu harus menutup mata dan mengunci mulut—kadang kita harus tetap melakukan perubahan dan siap menanggung akibat. Yang saya ingin sampaikan adalah kita harus berhati-hati dan bersikap bijak, tidak emosional.

Berikut akan dipaparkan mengapa kita harus berhati-hati dan bagaimana seharusnya kita mengusahakan perubahan.

  • PERTAMA, KITA MESTI BERHATI-HATI DAN BERSIKAP BIJAKSANA
    karena kendati mungkin saja pengamatan kita benar—bahwa memang ada masalah—KITA TIDAK MENGETAHUI KONDISI SECARA MENYELURUH. Keuntungan melihat masalah dari luar adalah kita bisa melihatnya secara obyektif namun kerugiannya adalah kita tidak bisa melihat masalah dari dalam—secara subyektif. Sebagai contoh, mungkin kita menilai bahwa seorang pimpinan bersikap terlalu kaku dan tegas dalam menerapkan peraturan. Mungkin kita harus bertanya, apakah memang ini adalah bagian dari sifatnya ataukah ia hanya bersikap seperti ini dalam konteks bekerja. Mungkin kita pun mesti menyelidiki lebih lanjut, apakah memang cara yang lebih lunak pernah diterapkan dan apakah hasilnya. Kadang orang memang lebih tanggap terhadap penerapan aturan yang tegas dan kurang siap serta kurang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan yang lunak. Singkat kata, sebelum mengadakan perubahan, pelajari terlebih dahulu kondisi di mana kita berada.
  • KEDUA, KITA MESTI MENYADARI BAHWA KADANG KETIDAKSEMPURNAAN LEBIH BAIK DARIPADA USAHA UNTUK MENYEMPURNAKANNYA.
    Salah satu alasan mengapa Tuhan harus menempatkan Musa di gurun Midian, jauh dari hiruk pikuk kegemilangan istana Mesir, adalah supaya Musa belajar rendah hati dan lebih bergantung pada Tuhan ketimbang kekuatan sendiri. Singkat kata, jika Tuhan membiarkan Musa mengadakan perubahan—melepaskan Israel dari perbudakan—40 tahun lebih awal, dapat dipastikan hasilnya akan jauh lebih buruk. Saat itu Musa belum siap untuk menjadi pemimpin yang baik. Jadi, di mana pun kita berada, sebelum menyuarakan perubahan, kita selalu harus memikirkan apakah memang ada alternatif lain yang lebih baik.
  • KETIGA, KITA HARUS MENYADARI BAHWA PERUBAHAN YANG PERMANEN MEMERLUKAN BUKAN SAJA PEMIMPIN DAN SISTEM YANG BAIK, TETAPI JUGA ORANG YANG DAPAT MENDUKUNG PERUBAHAN ITU.
    Kembali kepada Musa, jika saja Musa mengadakan perubahan 40 tahun lebih awal, itu berarti ia akan harus berhadapan dengan Firaun yang adalah salah satu paman angkatnya. Kita tahu bahwa ia diadopsi menjadi putra salah seorang putri Firaun, jadi, pada masa kecilnya, Firaun yang memerintah adalah kakeknya. Itu berarti setelah ia dewasa, Firaun yang memerintah adalah salah seorang paman atau mungkin salah seorang sepupunya. Singkat kata, satu generasi mesti lewat terlebih dahulu sebelum Tuhan mengadakan perubahan—mengeluarkan Israel dari Mesir.
Kesimpulan

Di dalam Lukas 5:37-39, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan kantong kulit untuk menyimpan anggur. Setelah dipakai untuk waktu yang lama kantong kulit akan menjadi kering dan kaku. Itu sebabnya sewaktu anggur baru dituangkan ke dalamnya, sering kali kantong kulit itu pecah. Tuhan Yesus mengerti betapa sulit mengubah sebuah sistem yang telah berakar, itu sebabnya Ia tidak berusaha masuk menjadi bagian dari komunitas rohaniwan. Sebaliknya, ia memilih 12 murid yang bukan berasal dari kelompok rohaniwan. Ia memilih kantong baru dan menyiapkannya selama 3 tahun.