Peran Orang Tua dalam Keselamatan Anak 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T357A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Mengenalkan Tuhan kepada anak adalah pekerjaan yang gampang-gampang-susah. Biasanya kita mengenalkan Tuhan kepada anak lewat PENGETAHUAN dan juga lewat PENGALAMAN. Walau kita sudah mengenalkan Tuhan lewat dua hal tersebut, ternyata banyak kendala yang kita jumpai di lapangan, apa saja kendala itu? Dan bagaimana untuk bisa menghadapi kendala tersebut ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Firman Tuhan di Efesus 6:4 berkata, "Dan kamu bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. " Dari Firman Tuhan ini kita dapat melihat bahwa membesarkan anak di dalam Tuhan bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah PERINTAH. Mengapakah demikian ? Tuhan ingin agar semua manusia mengenal-Nya dan mempunyai relasi yang akrab dan sehat dengan-Nya. Terlebih dari itu, Tuhan ingin agar manusia kembali menjadi umat-Nya—hidup dalam rahmat dan kehendak-Nya yang sempurna. Nah, di dalam bingkai inilah baru kita dapat mengerti mengapa Tuhan memberi perintah itu kepada kita, para orangtua. Ia rindu anak-anak kita mengenal-Nya dan mempunyai relasi dengan-Nya, serta menjadi umat-Nya.

Apakah artinya membesarkan anak di dalam Tuhan?
Setidaknya ada dua hal yang terlibat di dalam membesarkan anak di dalam Tuhan yaitu
ASPEK PENGETAHUAN (tentang Tuhan) dan
ASPEK PENGALAMAN (hidup bersama Tuhan).

  • Aspek pengetahuan: Mengajarkan kepada anak tentang Tuhan
    • Siapakah Dia?
      Tuhan adalah Allah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk kita manusia. Ia ada dalam bentuk roh, sudah ada sejak dulu kala dan akan ada sampai selamanya. Ia adalah Allah yang berkuasa penuh atas segala yang terjadi di dalam hidup ini serta sanggup melakukan segalanya. Singkat kata kekuasaan-Nya tidak terbatas.
    • Apakah yang telah diperbuat-Nya di dalam hidup ini?
      Oleh karena Allah adalah pencipta, Ia mempunyai hak penuh untuk menuntut kita, manusia, hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi, Ia menghendaki kita melakukannya bukan karena keterpaksaan melainkan karena KETAATAN, yang lahir dari KASIH dan PERCAYA kepada-Nya.
    • Apakah yang telah diperbuat-Nya di dalam hidup kita?
      Pertama, secara pribadi Ia menyelamatkan kita dari hukuman dosa. Kedua, Ia terus membentuk kita supaya kita dapat melakukan kehendak-Nya. Makin taat dan makin melakukan kehendak-Nya, makin kita mengembangkan karakter seperti yang dimiliki Allah sendiri. Ketiga, Ia memberi kita pertolongan dalam melewati jalan kehidupan. Oleh karena dunia tercemar oleh dosa, banyak masalah timbul dan tidak selalu kita dapat menghadapinya. Ia selalu bersama kita untuk menguatkan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Dan terakhir, Ia memakai kita untuk menjadi duta-Nya di dunia—mencerminkan dan membagikan kasih-Nya kepada sesama supaya mereka pun dapat mengenal-Nya serta menerima pengampunan dosa dari-Nya.
  • Aspek pengalaman: Memerlihatkan kepada anak bagaimanakah hidup di dalam Tuhan
    • Melibatkan Tuhan di dalam kehidupannya.
      Akan ada banyak kesempatan yang muncul di dalam hidupnya dimana kita dapat melibatkan Tuhan di dalamnya. Misalnya, ketika ia sakit, kita dapat berdoa baginya. Sewaktu ia sedih, kita dapat mengajaknya berdoa. Sewaktu kita sebagai keluarga menghadapi kesulitan, kita dapat memintanya berdoa pula. Ia perlu tahu bahwa kapan pun dan di mana pun Ia dapat datang kepada Tuhan.
    • Kesaksian hidup kita.
      Ada banyak perbuatan Tuhan di dalam hidup kita yang dapat kita bagikan kepada anak, baik secara langsung atau tidak langsung. Seringkali Tuhan menolong kita secara ajaib dan membukakan pintu yang tertutup rapat. Semua ini dapat kita saksikan kepadanya. Ada banyak kegagalan yang telah kita jalani pula. Maka bagikanlah perjalanan kegagalan kita supaya anak melihat hidup secara realistik dan tahu dengan pasti bahwa kasih karunia Tuhan melampaui kegagalan kita.
Kendala Dalam Membesarkan Anak di dalam Tuhan
  • Kegagalan hidup konsisten.
    Pada kenyataannya iman dan perbuatan kita tidak selalu sama. Kita tahu apa yang harus diperbuat tetapi kita tidak melakukannya. Kita tahu apa yang tidak boleh diperbuat, namun kita tetap melakukannya. Pada kadar dan frekuensi tertentu ketidakkonsistenan tidak mengganggu anak, tetapi jika berlebihan, ketidakkonsistenan akan dapat menghalangi anak untuk percaya kepada Tuhan. Akhirnya anak menyimpulkan bahwa kita adalah orang yang munafik dan sayangnya, ia lalu mengaitkan kekristenan dengan kemunafikan.
  • Pola pikir yang intelektual.
    Kecerdasan yang tinggi cenderung membuat anak berpikir kritis dan logis. Tuhan tidak selalu bertindak di dalam alam logika dan tidak selalu kita bisa memahami rencana-Nya. Itu sebabnya anak yang berpola pikir kritis dan logis adakalanya mengalami kesulitan menerima kebenaran Firman Tuhan. Tidak jarang mereka malah menolaknya.

Sebagai contoh, untuk membangun sebuah rumah, dibutuhkan sejumlah orang dan peralatan. Untuk membangun sebuah gedung, diperlukan lebih banyak orang dan peralatan. Bayangkan, berapa banyak tenaga dan peralatan diperlukan untuk membangun sebuah dunia ? Dan, bayangkan berapa banyak tenaga dan peralatan dibutuhkan untuk membangun alam semesta yang memuat triliunan planet dan bintang, yang jauh lebih besar daripada planet bumi ? Tidak bisa tidak, seorang anak yang berpikir kritis dan logis dapat memertanyakan, bagaimanakah mungkin Allah, yang tidak dapat kita lihat, membangun semuanya itu ? Memang kita harus mengakui pemikiran bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah melampui akal manusia.

Namun sebaliknya, jika kita tidak mengakui fakta ini, kita hanya memunyai satu pilihan lain yaitu menyimpulkan bahwa semua ini terjadi lewat proses alamiah—dari "tidak ada" berubah secara perlahan menjadi "ada." Masalahnya dengan alternatif ini adalah, bagaimanakah semua yang hidup berasal dari sesuatu yang tidak ada ? Kita tahu bahwa sesuatu yang mati—yang "tidak ada"—tidak berubah menjadi hidup. Singkat kata pergerakan yang kita kenal adalah dari "ada" (hidup) menjadi "tidak ada" (mati), bukan sebaliknya. Ini adalah sekadar contoh bagaimana kita dapat memberi jawab kepada anak yang berpikir kritis dan logis sewaktu menjelaskan kebenaran Alkitab secara kritis dan logis pula.

  • Kekecewaan terhadap Tuhan.
    Anak dapat mengalami kekecewaan yang dalam kepada Tuhan dan tidak jarang, kekecewaan ini membuatnya undur dari iman. Mungkin ia pernah berdoa meminta kesembuhan kakaknya yang sakit tetapi Tuhan tidak mengabulkan doanya. Si kakak akhirnya meninggal dunia. Nah, peristiwa ini dapat menorehkan kekecewaan dan membuatnya tawar hati terhadap Tuhan.
  • Kehidupan moral teman yang baik, kendati tidak seiman.
    Sejak pada masa remaja, anak mulai mengenal teman dengan lebih mendalam, bukan saja sebatas hobi tetapi juga iman kepercayaan. Ada yang seiman, ada yang berlainan iman, dan kadang malah ada yang tidak beriman sama sekali. Nah, pada saat inilah anak mulai mengajukan pertanyaan tentang teman-temannya. Yohanes 14:6 berkata, "Kata Yesus kepadanya, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ " Pada masa ini adakalanya anak mengalami kebingungan sebab berdasarkan perkataan Yesus, hanya Dialah jalan kepada Allah Bapa. Anak bingung sebab ia mendasarkan penerimaan Tuhan atas kebaikan (perbuatan) manusia, bukan pada pengampunan Tuhan atas dosa manusia. Kita mesti menjelaskan kepada anak bahwa kalau ada jalan lain supaya manusia bisa terbebas dari dosa, Tuhan pasti sudah menggunakan jalan lain itu, sebab jalan yang dipilih-Nya adalah jalan yang paling sukar yakni jalan penderitaan dan kematian. Jika kalau lewat perbuatan baik kita semua dapat masuk ke surga, Tuhan hanya perlu mengadakan kontes kebaikan. Namun kita tahu, tidak ada jalan lain. Pengampunan Tuhan atas dosa manusia didasarkan bukan atas kebaikan manusia melainkan atas anugerah Allah yang diwujudkan dalam kematian Yesus, Putra Allah. Kita tidak perlu dan tidak boleh menghakimi orang lain; tugas kita hanyalah memberitakan Kabar Baik bahwa pengampunan dosa tersedia lewat kematian Yesus Kristus.
  • Pengenalan akan kepercayaan lain.
    Adakalanya anak bersinggungan dengan keyakinan iman lain dan memutuskan untuk meninggalkan imannya pada Kristus. Jika ini terjadi, kendati terluka kita tetap harus mengasihinya. Kita harus terus berdoa untuknya dan tidak boleh membencinya. Hanya Tuhan sendiri yang dapat menyatakan diri-Nya dan kebenaran-Nya kepada kita manusia.
Kesimpulan :

Keselamatan adalah sebuah misteri. Bagaimanakah sampai seseorang percaya kepada Yesus Kristus adalah suatu misteri yang tak mudah dicerna. Pada akhirnya kita harus bertanya, "Apakah kita MEMILIH Tuhan atau DIPILIH Tuhan?" Mungkin kita tidak akan menemukan jawabannya secara mutlak namun kita mesti mengakui bahwa keselamatan adalah anugerah Tuhan. Peran kita, orang tua, dalam pemberian anugerah keselamatan ini adalah mengenalkan anak kepada Kristus SEBAIK-BAIKNYA dan SETEPAT-TEPATNYA.