Orangtua Baru dan Tantangannya

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T493A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Menjadi orangtua untuk pertama kalinya adalah suatu pengalaman yang tak terlupakan. Kita senang karena diberikan hadiah tak ternilai dari Tuhan tetapi kita pun takut karena kita tidak tahu apakah kita akan sanggup menjadi orangtua yang baik bagi anak kita. Berikut akan dipaparkan beberapa tantangan yang mesti dihadapi orangtua baru dan bagaimana cara menanganinya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Menjadi orangtua untuk pertama kalinya adalah suatu pengalaman yang tak terlupakan. Rasa senang bercampur takut biasanya muncul menyambut kelahiran anak pertama. Kita senang karena diberikan hadiah tak ternilai dari Tuhan tetapi kita pun takut karena kita tidak tahu apakah kita akan sanggup menjadi orangtua yang baik bagi anak kita.

Berikut akan dipaparkan beberapa tantangan yang mesti dihadapi orangtua baru dan bagaimana cara menanganinya.

TANTANGAN FISIK MENJAGA DAN MERAWAT ANAK.
Pada dasarnya satu hal yang mesti kita ketahui adalah merawat dan menjaga anak kecil adalah tugas yang berat secara fisik. Di samping berkurangnya waktu istirahat, ada sejumlah tugas lain yang mesti dilakukan untuk menjaga anak. Dan, semuanya menguras tenaga. Itu sebab perlu hikmat untuk mengatur waktu dan kesediaan untuk saling tolong. Godaan terbesar adalah menyerahkan seluruh tanggung jawab membesarkan anak kepada inang pengasuh. Mungkin ada yang harus kembali bekerja sehingga tidak bisa berada di rumah untuk merawat anak. Atau, mungkin ada yang mengalami stres berat gara-gara merawat anak. Sudah tentu semua ini patut dipertimbangkan. Hidup tidak ideal, jadi, kadang kita mesti mengambil keputusan yang praktis. Sungguhpun demikian, sedapatnya terlibatlah dalam hal pengurusan anak. Berilah waktu untuk menggendong dan memberikannya makan. Bercakap-cakaplah dan bersenandunglah seraya memeluk dan membelainya. Semua sentuhan dan suara akan ditangkap anak dan disimpan di dalam kalbu sebagai sentuhan dan suara yang dikenalnya. Pada akhirnya lewat sentuhan dan suara inilah tali kasih antara anak-orangtua terjalin.

TANTANGAN MEMELIHARA RELASI SUAMI-ISTRI YANG SEHAT.
Kehadiran anak menyita bukan saja waktu dan tenaga, tetapi juga minat dan perhatian. Dengan terkurasnya waktu dan tenaga, keinginan untuk mengerjakan aktivitas yang biasa kita kerjakan untuk dan dengan pasangan juga berkurang. Akhirnya dengan berjalannya waktu, perhatian terhadap relasi pernikahan surut. Sudah tentu di sini dibutuhkan pengertian dan kerelaan untuk mengorbankan kepentingan pribadi. Kita harus memahami bahwa anak kecil membutuhkan perhatian yang besar dan mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus menyediakannya. Namun, sedapatnya berbagilah waktu dengan pasangan walau kualitas dan kuantitas tidak lagi sama. Bila dulu dapat pergi ke luar seminggu sekali, mungkin sekarang hanya dapat dilakukan sebulan sekali. Jika dulu hubungan badan dapat dilakukan seminggu dua kali, mungkin sekarang hanya dapat dilakukan dua minggu sekali. Itu pun dilakukan tidak dengan intensitas kenikmatan yang sama. Meskipun demikian, melakukannya tetap lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali.

TANTANGAN PENYESUAIAN CARA MEMBESARKAN DAN MENDISIPLIN ANAK.
Kita dibesarkan dalam keluarga berbeda dan dengan cara berbeda. Tidak bisa tidak, itu akan kita bawa ke dalam keluarga baru ini; tidak jarang perselisihan pun terjadi. Tidak apa, terpenting adalah kita membicarakannya. Secara khusus ada satu area di mana kita sering berselisih paham yaitu dalam hal kemandirian anak. Sebagai contoh, kita berpendapat kita tidak lagi harus menyuapkan anak tetapi pasangan tidak setuju. Ia ingin terus menyuapkan anak. Mungkin pertimbangannya adalah anak belum sanggup makan sendiri sedang kita beranggapan bahwa anak sudah siap makan sendiri. Atau, pertimbangan lainnya adalah anak perlu makan cukup; kalau tidak disuapkan, ia tidak makan cukup. Pertimbangan lainnya adalah soal waktu; menyuapi anak akan mempercepat waktu makan dan itu akan menolongnya mengerjakan tugas rumah tangga lainnya. Sebagaimana dapat kita lihat, tidak mudah menyesuaikan cara membesarkan anak karena pendapat dan kepentingan kita juga berbeda. Nah, masalah akan bertambah kompleks sewaktu anak bertambah usia dan kita mulai harus mendisiplinnya. Kita dapat berbeda pendapat mulai dari soal apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh anak sampai pada hukuman apakah yang tepat buat anak. Kunci penyelesaiannya adalah mendengar satu sama lain. Kita perlu mengutarakan pendapat dan alasan mengapa kita berpendapat demikian dan berusaha mengerti pasangan. Selain itu kita pun harus melihat dampak disiplin pada diri anak. Bila anak bertambah tertekan atau malah bertambah memberontak, mungkin kita mesti mengkaji ulang cara pendisiplinan yang selama ini kita gunakan. Singkat kata, pada masa ini kita perlu mencoba dan belajar dari kesalahan. Tidak ada jalan lain. Jika kita tekun menyuarakan dan menyelaraskan pendapat, pada akhirnya kita akan mulai memandang masalah dari sudut yang sama. Sebaliknya, bila kita sukar diajak kerja sama dan tidak bersedia menerima masukan, akhirnya relasi mulai mengalami keretakan. Pasangan pun menyimpan amarah melihat cara kita membesarkan dan mendisiplin anak.

BERKAITAN DENGAN BAGAIMANAKAH KITA MENGASIHI ANAK.
Sekali lagi, kita dibesarkan dalam keluarga berbeda dan mengalami kasih secara berbeda pula. Itu sebab cara kita mengungkapkan kasih kepada anak juga tidak sama. Sebagai contoh, buat kita, apa yang kita lakukan adalah mengasihi; buat pasangan, apa yang kita lakukan adalah memanjakan. Atau, buat kita apa yang kita lakukan adalah mendewasakan; buat pasangan, apa yang kita lakukan adalah kejam alias tidak mengasihi anak. Kita tidak setuju membelikan mainan, pasangan ingin membelikan mainan. Kita tidak setuju menyediakan banyak barang perlengkapan bayi, pasangan menganggap itu keharusan. TIdak bisa tidak, pada tahap ini pertengkaran mudah terjadi. Belum lagi jika kita melibatkan orangtua. Sebagai kakek dan nenek, pastilah mereka senang menyambut kehadiran cucu dan ingin berbagi kasih dengannya pula. Nah, ini dapat menimbulkan masalah bila kita tidak setuju dengan cara mereka menyatakan kasih kepada anak kita. Sebagaimana dapat kita lihat, masa ini masa indah tetapi masa ini dapat pula menjadi masa buruk. Relasi pernikahan kita akan menerima ujiannya dan lulus atau tidaknya kita akan berakibat panjang. Tidak heran ada orangtua yang akhirnya tidak mau tahu atau tidak mau terlibat dalam proses membesarkan anak karena tidak mau terus bertengkar dengan pasangan. Pada tahap ini sebagai orangtua baru, kita perlu duduk dan berbicara baik-baik. Kuncinya adalah bersedia untuk menyesuaikan. Jika tetap tidak menemukan jalan keluar, bicaralah dengan seorang konselor yang dapat menolong kita.

Nasihat Firman Tuhan Amsal 22:6 berkata, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Dari Firman Tuhan ini dapat kita simpulkan bahwa apa yang kita lakukan pada anak pada masa kecilnya, berdampak panjang. Jika kita mendidiknya dengan baik dan benar, maka setelah besar ia akan membawa dan mempraktekkan apa yang diterimanya. Tugas menjadi orangtua adalah berat, apalagi bagi orangtua baru. Kita mungkin takut salah dan takut merugikan anak. Tetapi ingatlah bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita sendirian membesarkan anak. Ia ada di dalam keluarga kita pula asalkan kita mengundangnya masuk. Ia akan menuntun kita lewat Firman-Nya dan Ia akan terlibat di dalam hati, baik hati kita maupun hati anak. Mazmur 18:31 berkata, "Adapun Allah jalan-Nya sempurna; janji Tuhan adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya." Tuhan akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita dan Ia akan menjadi perisai bagi keluarga kita.