Menyikapi Kekayaan dengan Benar 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T588B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Menjaga prioritas hidup, bergantung pada Tuhan bukan pada orang atau kekayaan, belajar merasa puas dan cukup, menjadi saluran berkat bukan timbunan berkat.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Setelah memahami pandangan Alkitab terhadap kekayaan, sekarang marilah kita menelaah nasihat Alkitab buat kita agar dapat menjaga hati di tengah kekayaan dan memakainya untuk Tuhan.

PERTAMA, KITA HARUS MENJAGA PRIORITAS HIDUP yaitu,
"KasihilahTuhan Allahmu dengan sepenuh hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan seluruh akalmu. Inilah perintah yang terutama dan yang terpenting! Perintah kedua sama pentingnya dengan yang pertama: Kasihilah sesama manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri" (Matius 22:37-39). Prioritas hidup adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita manusia, bukan mengasihi kekayaan dan kemuliaan.

Di dalam 1 Timotius 6:10 Rasul Paulus menegaskan, "Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." Cinta uang adalah akar segala kejahatan, dan cinta uang bersumber dari penggantian prioritas hidup. Tuhan dan manusia untuk dicintai sedang uang dan kekayaan untuk dipakai. Inilah urutan yang benar. Jangan sampai kita menggantinya menjadi, "Uang dan kekayaan untuk dicintai; Tuhan dan manusia untuk dipakai."

KEDUA, KITA HARUS BERGANTUNG PADA TUHAN, BUKAN PADA ORANG ATAU KEKAYAAN.
Amsal 3:5-6 menasihati, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Salah satu wujud pengertian sendiri adalah bersandar pada kekayaan. Betapa seringnya kita bersandar pada kekayaan yang kita miliki dan tidak bersandar padaTuhan yang berkuasa penuh atas hidup kita. Masalah yang terkandung di dalam bersandar pada diri sendiri—termasuk kekayaan pribadi—adalah pada akhirnya kita terlepas dari Tuhan dan kehendak-Nya. Makin hari makin jauh hati kita dari-Nya dan makin hari makin kita tidak percaya kepada-Nya. Itu sebab kita mesti memutuskan untuk percaya pada Tuhan dan berserah kepada-Nya, dan memilih untuk tidak beriman pada kekayaan. Begitu kita beriman pada kekayaan, maka kita sudah menjadi penyembah Mamon, dewa kekayaan. Jadi selalu ingatlah, prinsip ini, "Uang tidak menyelamatkan, tetapi Tuhan menyelamatkan." Jangan sampai kita menukarnya menjadi, "Tuhan tidak menyelamatkan, tetapi uang menyelamatkan."

KETIGA, KITA MESTI BELAJAR UNTUK MERASA PUAS DAN CUKUP.
Firman Tuhan (1 Timotius 6:6,8) meneguhkan, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." Puas dan cukup adalah suatu perasaan yang relatif, dalam pengertian, tidak sama pada setiap orang sebab standar puas dan cukup pada setiap orang tidak sama. Tuhan mengajar kita untuk menggunakan standar terendah yaitu ada makanan dan pakaian. Selama kita ada makanan dan pakaian, maka kita puas dan cukup. Dan, kata Firman Tuhan, rasa puas dan cukup ini akan memengaruhi ibadah kita secara sangat positif, yakni memberi keuntungan atau berkat besar. Dengan kata lain, jika kita tidak merasa puas dan cukup, maka ibadah kita akan miskin dan hambar. Sebaliknya, bila kita merasa puas dan cukup, maka ibadah kita akan diperkaya dan disemarakkan oleh rahmat Tuhan. Atau, dapat kita simpulkan makin kita puas dan cukup, makin kita merasa tidak membutuhkan apa pun. Kita merasa begitu dipuaskan dan dicukupkan oleh kasih-Nya, kebaikan-Nya, jamahan-Nya, dan pimpinan-Nya sehingga kita tidak memerlukan banyak hal lain. Kalaupun kita diberkati dengan kekayaan berlimpah, kekayaan itu tidak akan memuaskan dan mencukupkan karena kita sudah dipuaskan dan dicukupkan olehTuhan sendiri.

KEEMPAT, JADILAH SALURAN BERKAT BUKAN TIMBUNAN BERKAT.
1 Timotius 6:18-19 mengingatkan, "Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." Tidak ada cara yang lebih efektif untuk tidak terikat pada kekayaan selain daripada memberi dan membagi kekayaan itu. Apa pun yang kita katakan untuk meyakinkan orang bahwa kita tidak terikat pada kekayaan tidak akan terbukti sampai kita dapat dan rela memberi dan membagi.

Dari ayat ini kita pun belajar bahwa ternyata tujuan Tuhan memberkati kita dengan kekayaan adalah agar kita memberi dan membaginya dengan sesama yang membutuhkan. Tidak pernah tebersit dalam hati Tuhan untuk memberkati kita supaya kita menimbunnya demi kepentingan dan kesenangan sendiri. Tuhan mengaitkan memberi dan membagi kekayaan di dunia dengan mengumpulkan dan menimbun kekayaan di surga. Dengan kata lain, makin besar kita memberi dan membagi kekayaan di dunia, makin besar timbunan kekayaan kita di surga. Sudah tentu kita tahu, yang dimaksud dengan kekayaan di surga bukanlah barang dan uang melainkan rahmat dan kasihTuhan.Jadi, inilah prinsip yang mesti kita pegang, "Makin kita kaya, makin kita mengasihi orang miskin." Jangan sampai kita menggantinya menjadi, "Makin kita kaya, makin kita mengasihi orang kaya."