Mengomel

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T514B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Mungkin kita sudah biasa mendengar orangtua mengomeli anaknya, atau bisa jadi kita sendiri melakukannya. Padahal seringnya mengomel tidak mengubah perilaku yang kita omeli. Apa penyebab dan akibat bila anak sering diomeli?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Mengomel menjadi keseharian kita, terutama di rumah tangga, misalnya seorang ibu mengomel saat pakaian anak-anak berceceran, sambil memunguti pakaian-pakaian itu. Kecenderungannya perilaku anak akan diulangi lagi dan orangtua mengomel kembali. Mengomel adalah rasa kecewa dan marah yang dilampiaskan dengan mengeluarkan kata-kata. Mengomel itu pengulangan kata, melegakan untuk sesaat, biasanya dilakukan oleh para wanita (ibu-ibu).

Dampak buruk mengomel:

  1. Mengomel itu melelahkan jiwa, karena dikuasai perasaan-perasaan negatif.

  2. Mengomel umumnya tidak mengubah perilaku yang dikeluhkan. Orangtua perlu introspeksi, mungkin terlalu perfeksionist.

  3. Mengomel membuat wibawa orangtua menurun. Orangtua terkesan hanya bicara saja sampai berbusa-busa, jarang memberikan alasan atau penjelasan.

  4. Mengomel membuat telinga anak bising dan lelah jiwa. Akhirnya anak menjadi bebal dan sama sekali tidak menggubris sebaik apapun nasehat dan masukan orangtua di kemudian hari dan bertahun-tahun kemudian. Kata-kata orangtua seperti tidak ada maknanya. Tanpa disadari omelan orangtua menyebabkan anak merasa tidak mampu, anak seperti dipasung, inferior, tidak menggubris.

Solusinya :

  1. Lakukan dialog. Percakapkan bagaimana baiknya, coba menghormati anak.

  2. Buat kesepakatan atau aturan. Anak melakukan dan tidak melakukan jelas konsekuensinya.

  3. Konsisten. Mungkin sedang lelah saat itu dan ada tamu yang mau hadir, barulah orangtua panik dan membereskan sambil mengomel. Namun, ketika tidak ada tamu, orangtua membiarkan. Sepatutnya konsisten aturan tersebut, ada atau tidak ada tamu.

  4. Pilih medan perang dan turunkan standar, untuk beberapa hal lepaskan. Untuk beberapa hal kita perlu berani melepas. Orangtua yang manusiawi membentuk anak yang juga manusiawi. Orangtua yang menuntut sempurna membentuk anak yang perfeksionistik, tidak mudah puas diri dan tidak mudah puas orang lain. Orangtua perlu introspeksi diri, mengijinkan anak untuk tetap menjadi anak-anak.

  5. Orangtua perlu waktu istirahat, relaksasi, mungkin mengomel karena kelelahan fisik. Turunkan standard untuk menyelesaikan pekerjaan. Setengah hari dengan Tuhan, beberapa jam dengan hobi yang sehat, tidur lebih awal, makan yang bergizi.

  6. Jika ada keuangan mencukupi, bisa memunyai asisten rumah tangga untuk menyehatkan keluarga dan mengurangi beban seorang ibu.

Amsal 25:11, "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak". Firman Tuhan mengingatkan kita untuk berhemat dengan kata-kata kita dan menguasai diri terhadap anak-anak kita.