GS : Sekalipun kita tahu menghargai orang lain itu baik, kita dianjurkan untuk menghargai orang lain, tapi kenapa begitu sulit kita memberikan penghargaan yang layak kepada seseorang yang mungkin berjasa kepada kita?
PG : Ada dua tipe orang Pak Gunawan, yang pertama adalah orang yang saya panggil tidak tahu bagaimana caranya memuji atau menghargai orang. Tapi tipe kedua adalah orang yang tidak mau memuji atu menghargai orang.
Sesungguhnya dua tipe ini bisa jadi bersumber dari satu keluarga yang sama. Seperti apakah latar belakang keluarga yang bisa melahirkan orang dengan dua jenis sifat? Yang pertama adalah orang-orang ini biasanya dibesarkan dalam rumah di mana dituntut terlalu tinggi tanpa pujian atau tanggapan positif yang memadai. Jadi akhirnya mereka ini hidup di dalam tuntutan sehingga tidak pernah sekalipun atau jarang sekali mereka berhasil memenuhi tuntutan itu. Karena tidak mendapatkan tanggapan positif dari orangtuanya, mereka selalu melihat diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai keberhasilan, tidak pernah dipuji. Dari latar belakang seperti ini maka ada orang-orang yang karena tidak pernah mendengarkan pujian, akhirnya tidak tahu bagaimana caranya memberikan pujian atau menghargai orang lain. Tapi dari keluarga yang sama bisa muncul seseorang yang lama-kelamaan dia sebetulnya tahu bagaimana caranya memuji orang, namun tidak mau. Kenapa tidak mau? Sebab dia merasa saya pun dulu tidak mendapatkan pujian, saya pun dulu susah sekali mendapatkan pujian atau penghargaan dari orang maka sekarang orang pun tidak akan mudah mendapatkan pujian atau penghargaan dari saya. Saya pun sekarang akan menerapkan standar yang tinggi dan hampir mustahil diraih oleh orang lain. Jadi keduanya ini seolah-olah berbeda tapi sebetulnya dua tipe ini muncul dari satu latar belakang yang sama. Yaitu latar belakang yang hampa akan tanggapan positif dari orangtua kepada anaknya.
GS : Berarti dia tidak mempunyai contoh cara memberikan penghargaan kepada orang lain, jadi dia tidak tahu?
PG : Dia tidak tahu, nah yang tidak tahu biasanya meneruskan ketidaktahuannya itu. Tidak tahu bagaimana caranya memberikan kata-kata yang positif kepada orang. Misalkan ada orang yang dibesarka dalam rumah di mana hampir tidak pernah orangtuanya berkomunikasi dengan dia.
Dia boleh dikata hidup sendirian, besar sendirian, mempelajari tentang hidup ini juga sendirian. Nah kalau kebetulan dia tidak pernah melihat atau mendengar masukan positif dari orang lain, besar kemungkinan setelah dia dewasa dia pun tidak tahu bagaimana caranya. Waktu seseorang melakukan sesuatu yang baik dan dia sebetulnya merasa senang, dia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Nah tipe ini Pak Gunawan tipe yang masih bisa diajar untuk akhirnya memberikan tanggapan-tanggapan positif dan menghargai orang lain. Yang lebih susah diajar adalah tipe yang kedua, meskipun bisa jadi tipe yang kedua pun bersumber dari keluarga yang sama yang memang hampa akan tanggapan positif. Tipe yang kedua saya sebut sebagai tipe yang tidak mau memberikan pujian dan penghargaan kepada orang lain. Karena menganggap saya pun dulu susah, saya tidak mudah mendapatkan penghargaan jadi sekarang orang tidak mudah juga mendapatkan penghargaan dari mulut saya. Nah kalau ada orang mempunyai sikap seperti itu, dosa sudah mulai masuk yaitu dosa kekerasan hati, dosa kesombongan, menganggap diri itu tinggi dan orang lain rendah. Maka orang lain harus menggapai sehingga mencapai pandangan dia. Orang tipe kedua ini memang lebih susah untuk berubah.
ET : Jadi karena memang tidak pernah mendapatkan pujian atau penghargaan itu kadang-kadang saya melihat ketika dia masa dewasa dan diberikan itu oleh orang lain, juga tidak terlihat sebagai pujian atau penghargaan lagi Pak?
PG : Mereka bisa terjadi dua hal, ada yang memang sama sekali tidak tahu bagaimana bersikap menerima penghargaan atau pujian, karena ini sesuatu yang asing buat dia. Dia tidak pernah terbiasa krena apapun yang dilakukannya tidak mengundang tanggapan dari orang lain atau dari keluarganya.
Atau dia pun memang waktu bersekolah tidak mendapatkan positif dari gurunya, dianggap sebagai anak yang terlalu biasa-biasa atau bahkan di bawah biasa. Nah orang yang seperti ini latar belakangnya setelah dewasa memang gamang tidak tahu bagaimana menghadapi pujian. Kadang-kadang karena tidak tahu ada orang-orang yang akhirnya mengembangkan kecurigaan terhadap pujian. Kalau orang memuji, dia langsung beranggapan ada udang di balik batu; ada sesuatu yang kamu inginkan dari saya. Nah pertanyaan kita adalah kenapa bisa muncul kecurigaan seperti itu, karena memang hampa akan pujian; dia tidak terbiasa, dia tidak tahu apa itu tanggapan positif. Tidak mendengarnya dari orangtua, tidak mendengarnya dari guru-guru, tidak mendengarnya dari teman-teman, karena memang tidak ada yang menonjol dari dirinya. Nah waktu dia mendengar, dia benar-benar bingung dan karena bingung untuk menjamin rasa amannya yang dia munculkan adalah kecurigaan. Jadi memang ini yang akhirnya menjadi masalah, karena nantinya karena dia curiga, tidak menanggapi pujian dengan tepat-orang lain pun akhirnya enggan bergaul dengan dia, karena merasa, "aduh orang ini kok aneh, saya berikan pujian atau saya hargai perbuatannya, malahan bereaksi seperti ini, malahan tidak percaya sama saya, malahan mencurigai saya." Orang akan berkata, "Ya, lain kali tidak usah lagi saya dekat-dekat dengan orang seperti ini." Waktu dia melihat orang kok menjauh dari dia, dia akan langsung berkata, "saya katakan apa, orang itu pasti mempunyai maksud. Makanya waktu tidak mendapatkan yang dia inginkan dari saya dia menjauh." Dia tidak sadar orang menjauh karena sikapnya terhadap penghargaan orang yang begitu negatif dan mencurigainya.
GS : Tapi bagi mereka yang tidak tahu bagaimana caranya menghargai orang lain, sebenarnya mereka bisa belajar. Dengan cara bagaimana mereka itu bisa belajar?
PG : Itu langkahnya hanya satu. Langkahnya adalah coba lihat perubahan atau kemajuan atau hal yang positif sekecil apa pun. Orang-orang ini cenderung akhirnya tidak bisa melihat perubahan atau al yang positif sekecil apa pun.
Seolah-olah akhirnya mereka ini yang tidak bisa menghargai orang lain, menetapkan standar yang tidak mungkin dijangkau oleh siapa pun. Benar-benar menempatkan standar kehidupan itu di awan, sehingga dia akan selalu berkata bahwa tidak layak orang mendapatkan pujian. Saya pun tidak layak mendapatkan pujian atau penghargaan karena tidak ada yang bisa mencapai, tidak ada yang baik, tidak ada yang tulus, tidak ada yang berniat mau menolong dan sebagainya. Dia selalu menaruh standar yang tidak mungkin. Nah kalau saja dia mau belajar memfokuskan pada yang kecil, orang ini berubah, orang ini berbuat baik, orang ini bisa memikirkan ini, ya turunlah, mendaratlah, menjejakkan kaki di bumi ini. Barulah dia bisa melihat perbuatan positif yang orang lain lakukan meskipun di mata dia itu kecil. Ini masalahnya dengan orang-orang yang tidak bisa menghargai orang lain, selalu tidak bisa melihat yang dianggapnya kecil, dia mesti melihat yang dianggapnya besar, yang spektakuler, yang mencengangkan, baru dia akan puji-puji. Tapi yang dia puji-puji itu misalkan sesuatu yang terjadi dulu, yang tidak akan terjadi lagi atau cerita, atau kisah, atau biografi, atau tentang kata orang, yang bukan benar-benar riil, sehingga selalu dalam hidup riilnya dia sekarang ini dia akan selalu mendapatkan alibi bahwa tidak ada orang yang sebaik itu, tidak ada orang yang sebagus itu, jadi tidak perlu puji-pujian atau penghargaan.
GS : Memang untuk memberikan penghargaan seperti yang tadi Pak Paul katakan, bukankah mesti ada alasannya. Alasan yang sekecil apa pun, perubahan sekecil apa pun kita berikan penghargaan. Tetapi secara umum alasan-alasan apa yang sebenarnya kita patut memberikan pujian atau penghargaan kepada seseorang?
PG : Sesungguhnya ada satu yaitu alasan orang telah berusaha. Nah orang yang sukar menghargai benar-benar buta tarhadap usaha orang, buta terhadap apa yang ada di dalam hati orang, sebetulnya dduk masalahnya di situ.
Orang-orang ini memang tidak bisa begitu masuk menyelami jiwa orang, hati orang dan mencoba melihatnya dari sisi hati orang itu. Karena orang-orang ini dibesarkan dalam suasana rumah yang renggang di mana interaksi jarang atau tidak mendapatkan tanggapan positif atau kalau pun mendapatkan tanggapan, tanggapan negatiflah yang diperolehnya. Jadi intinya relasinya renggang dengan orang, dalam relasi yang renggang kita tidak berkesempatan belajar menyelami hati orang lain. Tidak bisa, karena tidak dekat; bukankah dalam relasi yang dekat kita baru bisa belajar menyelami hati orang. Nah anak-anak ini besar dalam keluarga di mana kerengganganlah yang dihadapi hari lepas hari. Tidak pernah belajar mengerti dan menyelami hati orang lain, itu sebabnya dia buta dengan niat, dia buta dengan usaha, karena bukankah itu sesuatu yang terkandung dalam perbuatan yang tidak kasat mata. Nah bagi dia yang tidak kasat mata itu tidak dilihatnya dan tidak dihitungnya, maka alasannya supaya dia bisa belajar lebih menghargai orang adalah belajarlah masuk ke dalam diri orang, cobalah lihat dari kacamata orang, cobalah tempatkan diri dalam diri orang, sehingga akhirnya lebih bisa melihat bahwa "O....ya...ya...orang itu sebetulnya telah berusaha, meskipun masih terantuk dan akhirnya tidak berhasil sepenuhnya seperti yang dia harapkan." Tapi bukankah sudah berusaha, nah dia barulah bisa melihat sisi yang terkandung dalam perbuatan orang, yakni motivasi atau usaha.
ET : Tapi mungkin atau tidak ini berbalik menjadi sesuatu yang negatif juga. Maksudnya ketika dia memahami sebenarnya saya senang kalau dipuji, jadi saya mau memuji orang kebalikannya yang tadiPak Paul katakan, kecurigaan dimanfaatkan, justru dia memanfaatkan orang lain, memberikan pujian atau penghargaan dengan tujuan mendapatkan sesuatu untuk dirinya lagi.
PG : Bisa jadi Ibu Ester jadi kadang-kadang orang-orang yang memang sebetulnya awalnya tidak pernah atau jarang sekali menuai pujian karena tidak mempunyai catatan keberhasilan yang cukup banya, sesungguhnya haus akan pujian, haus akan penghargaan.
Dan kalau dia mulai mendapatkannya, bisa-bisa dia akan memanipulasi orang lain supaya orang terus-menerus memberikan pujian dan penghargaan itu. Kalau dia melakukannya dengan cara yang positif dan selayaknyalah mengundang tanggapan yang positif pula, tidak apa-apa, tapi kalau dia mulai memanipulasi dengan cara yang tidak sehat itu menjadi suatu yang buruk. Ibu Ester, ini sering kali menjadi ketakutan orang yang haus akan pujian, karena orang yang haus akan penghargaan dan pujian itu sebetulnya dia tahu sekali dia mendapatkannya dia akan tergantung pada penghargaan dan pujian itu dan itu yang dia takuti. Sekali lagi kita mau mengingat latar belakangnya, latar belakangnya adalah haus, hampa akan tanggapan positif, jadi kemungkinan besar yang lebih diterimanya pada masa-masa kecil adalah penolakan, orang yang menjauhkan diri darinya. Sehingga pada waktu dia sudah dewasa dan dia mulai menerima pujian, reaksi tidak percaya itu memang masuk karena dia takut ini hanya sementara. "O....orang menghargai dia hanya untuk ini saja, sementara, karena dia berbuat sesuatu." Dia tidak bisa mempercayai bahwa akan ada orang yang sungguh-sungguh tulus menerima dirinya apa adanya dan benar-benar melihat hal yang baik pada dirinya itu. Dia susah percaya, dia akan mencurigai bahwa orang ini setelah memuji atau memberikan penghargaan kepadanya dia akan menolaknya, tidak akan lagi dekat-dekat dengan dia karena ada kebutuhan atau kepentingannya sekarang, jadi dia mau dekat-dekat dengan saya. Jadi supaya dia tidak masuk ke dalam jerat itu menurut pandangannya maka dia terus-menerus menolak untuk dekat atau untuk menerima tanggapan-tanggapan orang yang positif, karena dia takut dia akan bergantung dan kalau dia bergantung orang itu menolaknya atau pergi darinya dia akan ambruk, dia akan jatuh lagi. Jadi lebih baik dia membuat dunia yang super aman yaitu sama sekali menolak menghargai orang dan menerima penghargaan dari orang, buat dia itulah tempat yang paling aman.
GS : Kalau alasan memuji seseorang terkait dengan niat orang itu, itu belum tentu menyangkut kita. Kalau dia mempunyai niat yang baik walaupun tidak menyangkut diri kita, kita patut memberikan pujian atau menghargai dia?
PG : Seyogianya biasakan diri kita untuk melihat hal-hal sekecil apa pun, melihat apa yang terkandung bahwa motivasinya sesungguhnya baik, niatnya sesungguhnya baik, usahanya pun sesungguhnya jga baik, meskipun usahanya belum seperti yang kita harapkan.
Seyogianyalah kita menjadi orang yang melihat yang di dalam, bukan hanya baru akan bersukacita tatkala melihat hasilnya yang di luar. Sering-seringlah kita memberikan kata-kata yang lebih membangun, yang lebih menghibur, yang lebih menguatkan orang yaitu kata-kata yang positif, kata-kata yang melihat apa itu yang menjadi potensi atau kekuatan orang tersebut dan kita menyorotinya supaya orang itu melihat, "Ia benar, saya mempunyai kekuatan ini sehingga akhirnya orang tersebut membangun dirinya dan ini sesuai dengan apa yang kita pelajari dari firman Tuhan, bahwa memang kita dipanggil untuk saling membangun, menggunakan kata-kata yang positif untuk saling membangun bukan untuk saling menjatuhkan satu sama lain.
GS : Berarti penghargaan atau pujian itu harus disampaikan kepada yang bersangkutan. Karena ada orangtua yang sebenarnya menguji anaknya, hanya tidak dilakukan di depan anaknya.
PG : Dan alasannya yang pernah saya dengar adalah nanti dia sombong, nanti dia kepala besar. Justru anak-anak yang mendapatkan cukup pujian tapi juga cukup disiplin, menjadi orang yang utuh, buan berkepala besar, menjadi orang yang mempunyai kepala.
Justru kalau dia tidak pernah mendapatkan pujian sama sekali dia menjadi orang yang tanpa kepala, artinya tanpa diri yang kokoh, tanpa diri yang positif, justru tidak mempercayai diri dan akhirnya bersikap negatif dengan orang lain. Jadi jangan ragu kita sebagai orangtua menyampaikan tanggapan yang positif kepada anak kita, tapi kalau ada hal yang negatif juga janganlah ragu untuk menyampaikan itu kepada anak kita. Di dalam keseimbangan inilah si anak akan bertumbuh menjadi sebuah diri yang utuh.
ET : Dari tadi Pak Paul menggunakan kata-kata sebagai pujian, sebenarnya selain kata-kata apakah ada bentuk lain untuk menyatakan pujian atau penghargaan kita?
PG : Saya kira hal yang memang tidak terungkapkan melalui kata-kata namun terbaca jelas adalah sikap hormat. Sikap hormat itu sendiri sebetulnya sudah menunjukkan kita menghargai orang tersebut Sikap mengacuhkan, tidak mempedulikan, itu sikap-sikap yang memperlihatkan kita tidak menghargai orang.
Jadi menghormati artinya kita tidak bersikap kasar kepadanya, waktu dia berbicara kita mendengarkannya, waktu kita berpapasan dengannya kita menyapanya, kita memberikan senyum kita, waktu kita berbicara dengannya kita juga menggunakan kata-kata yang santun, semua sikap-sikap itu terkandung dalam satu yaitu sikap hormat. Dan sikap hormat sudah menunjukkan sebuah penghargaan. Sudah tentu dalam konteks yang lebih akrab antar teman atau suami-istri atau orangtua-anak, kita bisa memberikan penghargaan dalam bentuk yang lebih konkret. Misalnya memberikan barang, hadiah kepada anak kita, kepada orangtua kita, hal-hal kecil seperti itu sudah mengkomunikasikan penghargaan kita kepada mereka.
GS : Dalam hal ini kalau kita menghargai seseorang sebenarnya juga mempunyai dampak yang positif pada diri kita yang memberi penghargaan itu, dampak positifnya apa Pak?
PG : Sekurang-kurangnya ada tiga. Yang pertama adalah orang lain akan lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik. Ini efeknya waktu kita komunikatif dengan penghargaan kita kepada orang. Orang tu akan lebih termotivasi menjadi orang yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Karena sebaliknya kalau yang keluar dari mulut kita cercaan, kalimat dan tanggapan negatif, orang itu justru akan kehilangan motivasi untuk menjadi dirinya yang lebih baik. Maka penting sekali kita membangun orang, lewat kata-kata yang positif. Yang kedua adalah kalau kita berani dan bisa memberikan penghargaan kepada orang maka orang akan lebih mau dekat dengan kita. Karena secara alamiah adalah orang tidak mau dekat-dekat dengan sesamanya yang negatif, yang tidak bisa memberikan penghargaan, yang melihat sisi negatifnya. Jadi orang akan mau dekat dengan kita kalau kita itu juga bisa menghargai orang. Efek yang terakhir adalah orang-orang itu nantinya akan lebih mudah menghargai orang lain pula, sebab mereka sudah menerimanya dari kita. Sering kali penghargaan itu akhirnya menular, orang yang sering menerima penghargaan acap kali menjadi orang-orang yang juga menghargai orang lain. Jadi akhirnya tertularlah lebih banyak orang yang makin mau memberikan penghargaan kepada satu sama lain.
ET : Jadi intinya kita baru bisa menghargai orang lain kalau memang kita juga bisa menerima penghargaan itu, tapi untuk benar-benar mengembangkan penerimaan penghargaan secara sehat apakah tips yang kita pakai?
PG : Saya kira bisa menerima penghargaan diri orang kalau kita bisa melihat diri kita dengan tepat. Bahwa ya, yang dikatakan orang tersebut tentang diri saya memang benar saya akui. Jadi akuila, terimalah bahwa ini suatu penghargaan terhadap sesuatu tentang diri kita.
Kita mesti belajar, nomor satu realistik, artinya melihat diri dengan tepat sehingga waktu orang memberikan pujian, kita bisa benar-benar mengukur apakah pujian itu sungguh-sungguh sesuai. Ada orang yang tadi saya sudah singgung mempunyai standar yang super tinggi akhirnya selalu menganggap tujuan orang itu tidak sepatutnya, karena saya tidak seperti itu, standarnya terlalu tinggi dan tidak bisa digapai. Tapi kalau kita realistik berdasarkan realitas, melihat diri kita dengan tepat, kita bisa mengukur apakah pujian tersebut tepat atau tidak tepat untuk kita. Kalau tepat, kita senang berarti ini sebuah konfirmasi. Kalau memang kita seperti ini, kita makin bisa mengembangkan kekuatan kita itu, makanya orang yang bisa melihat diri dengan tepat terus mendapatkan konfirmasi lewat tanggapan-tanggapan positif, makin mengenal kekuatannya dan makin bisa mengembangkan kekuatannya itu, karena dia telah mendapatkan konfirmasi. Dan yang kedua, kata yang ingin saya perkenalkan selain realistik adalah spesifik. Kita mesti bisa melihat dengan spesifik apa tentang diri kita yang dipuji oleh orang tersebut. Kenapa ini penting, karena ada orang yang tidak bisa menerima pujian sebab menganggap, "sekali saya dipuji, saya harus sempurna." Tidak demikian, orang hanya memuji satu bagian dari diri kita, dari perbuatan kita sedangkan kita mempunyai seribu satu macam perbuatan dan aspek tentang diri kita pun juga beragam. Jadi waktu orang memuji kita, itu hanyalah satu hal tentang diri kita, ya terimalah sebagai satu hal. Jangan kita akhirnya besar kepala atau menindih diri kita dengan tuntutan kita harus menjadi sempurna. Misalkan ada orang berkata, "Wah......, kamu orangnya enak diajak ngomong." Nah ya sudah kita akui bahwa kita enak diajak ngomong, bukannya kita orang yang pasif, tidak bisa marah, selalu menerima orang; nah itu lain lagi.
GS : Dalam hal memberikan pujian, kita juga bisa belajar dari diri Tuhan Yesus sendiri yang sering kali memberikan pujian itu tepat pada orangnya dan dengan cara yang tepat pula.
PG : Betul, dan kita bisa melihat, di hari penghakiman akhir nanti waktu kita bertemu dengan Tuhan yang dicatat di Matius 25, perkataan yang Tuhan akan sampaikan kepada kita adalah hamba-Ku yan baik dan yang setia.
Jadi perkataan pertama yang Tuhan sampaikan kepada kita tatkala berjumpa dengann-Nya adalah sebuah pujian, hamba-Ku yang baik dan setia. Nah kalau Tuhan begitu murah hati memberikan pujian kepada kita. Kenapa kita tidak meniru Tuhan kita, lebih murah hatilah memberi pujian kepada orang.
GS : Itu sesuatu yang sedap didengar, enak dalam pergaulan dan sebagainya, tetapi kita memang perlu melatih diri untuk memberikan pujian kepada orang yang tepat dengan cara yang tepat itu.
PG : Betul sekali, dan jangan takut kalau sekali kita puji maka nanti kita itu menjadi terikat harus terus-menerus memberikan penghargaan atau memujinya. Atau yang menerima pujian pun berkata klau saya menerima pujian atau penghargaan ini berarti saya terus-menerus harus sempurna seperti yang diharapkannya.
Tidak demikian, pujian dan penghargaan tidak identik dengan kesempurnaan. Kita hanya senang melihat sesuatu yang baik dari yang kita katakan.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan, sehubungan dengan perbincangan kita ini?
PG : Ada Pak Gunawan, selain dari tadi yang telah saya singgung tentang hari penghakiman akhir, saya akan juga kutib dari Amsal 22:1, "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasih orang lebih baik dari pada perak dan emas."
Indah sekali ayat ini, nama baik dan dikasihi orang ternyata lebih baik dari pada perak dan emas, terlebih indah dari pada kekayaan yang besar. Orang yang bisa menghargai, memberikan penghargaan kepada orang dan bisa memuji orang, menjadi orang yang dikasihi, orang yang akan mendapatkan reputasi yang baik pula. Dan kata firman Tuhan, ini lebih indah dari pada emas dan perak. Tidak mahal tetapi kenapa kita tidak mau melakukannya. Inilah firman Tuhan untuk kita semua.
GS : Terima kasih Pak Paul, terima kasih juga ibu Ester untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghargai Orang Lain". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.