Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga dengan Bapak Heman Elia, M.Psi. dan beliau berdua adalah para pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan menemani Anda berbincang-bincang dalam satu tema "Membentuk Kebiasaan Baik", kami percaya perbincangan ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Heman, bagaimana seseorang itu bisa mempunyai suatu kebiasaan tertentu?
HE : Kalau kita ingin memperoleh suatu kebiasaan, biasanya atau umumnya kebiasaan itu bisa terbentuk melalui beberapa cara, misalnya ada kebiasaan yang terjadi lewat seseorang itu melakukan trial and error' atau coba-coba.
Lalu suatu ketika karena dari eksperimen-eksperimen percobaan dia, terjadi suatu pembentukan tingkah laku dalam hal ini kebiasaan tertentu. Dan kemudian kebiasaan juga mulanya bisa terbentuk dari seseorang itu melihat contoh di lingkungannya, dia melihat ada orang yang dikagumi atau dia idolakan lalu dia tiru sehingga itu menjadi suatu kebiasaannya. Kemudian hal lain yang bisa menjadi kebiasaan kalau misalnya terus-menerus suatu tingkah laku itu memperoleh dukungan, pujian dan penghargaan dari orang lain. Misalnya seorang anak yang menjadi rajin belajar musik, karena dia selalu dalam belajar musik mendapat penghargaan dari orang lain, sehingga akhirnya dia menjadikan latihan musik sebagai suatu kebiasaan. Dan kemudian juga ada satu hal lagi yaitu kalau kita melatih terus-menerus suatu tingkah laku tertentu, maka itu akan menjadi suatu kebiasaan.
GS : Hal itu disadari oleh yang bersangkutan atau di luar kesadarannya?
HE : Ada yang dalam kesadaran, dalam arti dia sengaja melakukan dan menjadikannya suatu kebiasaan, tetapi ada juga yang tidak sengaja seperti tadi "trial and error", bisa terjadi dan pada muanya itu tidak disengaja.
GS : Ya kalau di dalam rumah tangga itu kadang-kadang ada anak yang gaya bicaranya atau gaya jalannya meniru orang tuanya, biasanya meniru ayahnya atau meniru ibunya. Itu termasuk yang mana Pak?
HE : Bisa jadi karena dia mencontoh, mencontoh tingkah laku orang tuanya.
ET : Dalam hal ini rasanya memang umpan balik itu penting sekali Pak Heman, saya cuma membayangkan kalau misalnya tidak ada contoh seperti yang Pak Heman katakan tadi tidak ada contoh yang bsa dikagumi, ada contoh tapi mungkin contoh yang salah, lalu juga tidak ada satu umpan balik bahwa yang dia tiru itu sudah pas atau belum.
Pasti proses pembentukan kebiasaan baik ini lebih terhambat atau masih akan ada cara lain yang akan menyelamatkan keadaan ini, Pak Heman?
HE : Ya ada beberapa, tentu saja kita tidak bisa menggeneralisir begitu saja. Kalau misalnya seseorang itu tidak mempunyai contoh dan sebagainya, adakalanya pujian, dukungan ataupun dia pernh mendengar atau melihat sesuatu dan dia menirunya lalu menjadikan itu suatu kebiasaan.
Itu sebabnya ada misalnya orang tua yang kehidupannya kurang baik atau misalnya dia melihat orang tuanya bertengkar terus-menerus, nah sang anak kemudian belajar suatu kebiasaan untuk tidak menggunakan kata-kata yang menyerang orang lain. Tetapi menggunakan itu sebagai suatu kebiasaan yang baik untuk menggunakan kata-kata yang baik juga.
ET : Tapi kalau memang misalnya tidak pernah ada yang memberitahu kalau bertengkar dengan cara seperti ini sebenarnya tidak baik, lebih baik dengan cara yang lain. Tapi yang setiap hari dia lihat adalah seperti itu, apakah memang tidak akan mempengaruhi anak-anak tersebut?
HE : Ya tentu saja akan mempengaruhi anak tersebut sehingga kebiasaan baik dalam kondisi seperti ini akan sangat sulit terbentuk.
GS : Ada anak yang kalau marah mainannya dibanting, jengkel lalu mainannya itu dibanting-banting. Padahal siapa yang dicontoh, kita tidak melihat ada contoh yang membuat anak ini seperti itu. Lalu orang berkata memang dari lahir keras hatinya seperti orang tuanya, lalu apakah memang ada pengaruh dari faktor lahir, Pak Heman?
HE : Faktor lahir itu ada, jadi misalnya ada kecenderungan pemarah dan sebagainya tetapi waktu dia mengekspresikan itu misalnya dengan membanting dan sebagainya, kadang-kadang ini yang disebt dengan "trial and error".
Dia tidak tahu bahwa itu salah dan dia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Dalam hal ini yang dikatakan oleh Ibu Esther tadi sangat relevan yaitu umpan balik. Kalau misalnya dia mendapatkan umpan balik waktu dia membanting barang dan keinginannya dituruti, nah ini bisa menjadikan dia suatu kebiasaan dalam hal kebiasaan buruk. Tetapi kalau dia tidak dipedulikan dan tidak memperoleh keinginannya pada saat dia marah, itu bisa mulai melatih suatu kebiasaan yang baik untuk dia, bagaimana seorang anak mengungkapkan perasaan marahnya.
(2) GS : Tadi Pak Heman katakan memang ada faktor bawaan atau faktor yang dibawa sejak lahir itu yang mempengaruhi kebiasaan seorang anak, nah seberapa jauh itu Pak Heman?
HE : Faktor bawaan ini bisa mendukung, mempercepat atau memperkuat suatu pembentukan kebiasaan atau sebaliknya juga bisa faktor bawaan itu menyebabkan seseorang sulit membentuk suatu kebiasan tertentu.
Saya berikan contoh di sini kita yang susah untuk berkonsentrasi terhadap sesuatu itu biasanya lebih susah untuk melatih diri agar tekun di dalam melakukan sesuatu. Contoh lain misalnya kalau orang yang lemah fisiknya sering sakit kemudian energinya terbatas akan lebih sulit bertindak dengan cepat, efisien karena keterbatasan energinya itu. Nah dalam hal keterbatasan energi, kemudian juga faktor kecerdasan, faktor kurang bisa konsentrasi ini sering kali membuat seseorang itu dihambat atau kalau dia sesuai, misalnya dia orangnya energik tetapi sekaligus orang yang konsentrasinya baik maka dia akan didorong atau diperkuat keinginannya melatih diri untuk bekerja cepat dan efisien.
GS : Berarti kalau memang ada faktor bawaan, itu sebenarnya masih bisa dilatih untuk yang buruk dihilangkan dan yang baik ditumbuhkan.
HE : Betul, meskipun ada keterbatasan.
ET : Justru kadang-kadang khawatirnya malah sebenarnya bawaannya baik tapi lingkungan justru tidak mendukung untuk pembentukan yang baik. (GS : Yang buruk malah yang terbentuk) Ya, yang terbntuk justru yang buruk.
Tapi saya jadi berpikir kalau memang faktor bawaan ini justru yang kadang-kadang membuat orang seperti menjadi sebuah alasan untuk membela diri, Pak Heman. Misalnya saya memang bawaannya seperti ini, jangan harap saya untuk berubah karena sudah melihat unsur ini tidak bisa dikutak-katik. Bagaimana menghadapi orang-orang yang punya pendapat seperti itu, Pak Heman?
HE : Dalam hal ini kalau kita sedang bicara tentang kebiasaan kita harus mengakui bahwa faktor belajar atau latihan atau seringnya kita melakukan sesuatu, tingkah laku itu lebih banyak berpean.
Jadi porsinya lebih besar di dalam pembentukan kebiasaan seseorang. Karena itu saya kurang setuju bahwa dengan alasan saya memang orangnya pemarah dan sebagainya lalu tidak melatih diri untuk lebih menguasai kemarahannya. Misalnya lagi orang yang memang kurang energi lalu dia kurang bertanggung jawab di dalam melakukan pekerjaannya. Nah ini saya kurang setuju karena sebetulnya kita bisa dalam tingkat tertentu melatih diri sehingga menjadi lebih baik, bahkan kita bisa mengatasi faktor bawaan kita. Sebagai contoh ada orang yang sebetulnya sedikit cacat di kakinya, tetapi akhirnya dia melatih diri sedemikian rupa menjadi pelari yang hebat. Contoh-contoh seperti itu justru yang harus kita tiru.
ET : Jadi tidak terpatok bahwa sudah bawaan berarti akan seperti itu seumur hidupnya, yang orang-orang perlu perhatikan belajarnya itu atau proses latihannya.
(3) GS : Nah itu ada banyak sebenarnya hal-hal positif yang harus dikembangkan, mungkin Pak Heman bisa sampaikan beberapa hal itu yang sebenarnya dalam bidang apa kita harus mengembangkan kebiasaan yang baik itu?
HE : Dalam hal pikiran, perasaan dan tindakan. Saya berikan contoh dalam hal pikiran, kita perlu melatih diri supaya kita bisa berpikir sehat dan rasional. Misalnya saja di dalam khotbah Yess di atas bukit tentang kekhawatiran.
Di dalam hal ini sering kali kita memperoleh kebiasaan untuk berpikir dengan khawatir akan apa yang kita pakai dan kita makan. Yesus dalam hal ini memberikan cara berpikir yang lain untuk tidak mengkhawatirkan itu, karena misalnya burung di udara pun yang biasa ditangkap dan dijual dengan murah itu dipelihara oleh Allah Bapa di Sorga. Nah cara-cara berpikir ini perlu kita biasakan di dalam kita melihat hidup ini. Contoh lain adalah di dalam pikiran kita banyak-banyak bersyukur dan memandang sisi positif hidup ini. Jadi juga hendaknya kita banyak mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan, kemudian juga kita lebih mengutamakan kekekalan daripada yang sementara, di dalam Alkitab banyak contoh-contoh seperti ini. Orang yang mementingkan yang kekal itu biasanya lebih diberkati oleh Allah dan kemudian juga biarlah kita sering berpikir, melatih diri untuk bagaimana membantu orang lain daripada memikirkan secara egois tentang diri sendiri dan menimbun harta bagi diri kita. Hal yang lain misalnya dari segi perasaan biasakan untuk memiliki berbagai perasaan yang positif, rendah hati, sabar, penuh kasih, damai, dan seterusnya. Dari segi tindakan biarlah kita bertindak dengan melatih diri dengan penguasaan diri, latih untuk menahan perkataan yang tidak berguna, yang sia-sia, yang tidak membangun, fitnah dan sebagainya itu jauhkan. Kemudian perbanyak perkataan yang menyejukkan, mendatangkan damai sejahtera serta mendidik orang lain. Biasakan juga untuk hidup disiplin, untuk bisa diandalkan misalnya kalau hutang cepat melunasi kembali, kemudian juga belajar atau biasakan untuk hidup jujur, adil terhadap orang lain dan rela mengaku salah dan memperbaiki kesalahan sendiri. Jadikan ini sebagai kebiasaan sehari-hari.
GS : Nah itu berarti seluruh aspek kepribadian seseorang itu bisa dibentuk untuk mempunyai kebiasaan yang baik, Pak Heman?
ET : Ya tampaknya hal-hal yang sudah kita ketahui secara teori, tetapi untuk menjadikan kebiasaan baik ini rasanya tidak mudah juga dalam prakteknya.
GS : Saya pikir memang melatih pikiran itu sulit sekali karena tidak nampak, yang nampak seperti tadi Pak Heman katakan adalah perbuatan , kita masih bisa mengekspresikan itu kepada orang lain dan itu bisa membantu kita. Wah kelihatan begitu 'kan tidak baik lalu kita pelan-pelan berubah, perasaan juga akan terwujud seperti itu tapi kalau pikiran orang lain tidak bisa mengetahuinya.
HE : Betul, jadi memang di sini yang di dalam pikiran itu memang tidak kelihatan tetapi kalau seseorang itu hidupnya terbiasa dengan kehidupan rohani yang baik, dia banyak membaca Alkitab, mngisi dirinya dengan firman Tuhan, dia bisa dengan sendirinya akan mempunyai pikiran-pikiran yang baik.
GS : Ya itu diajarkan supaya pikiran kita itu sejalan dengan pikiran Kristus di dalam Alkitab dikatakan seperti itu. Tetapi menyelaraskan pikiran kita dengan pikiran Kristus, saya rasa apapun usaha kita untuk membentuk suatu kebiasaan baik itu pasti ada tantangannya Pak Heman, pasti ada hambatan-hambatannya. Mungkin Pak Heman bisa sampaikan supaya kita bisa lebih waspada terhadap hambatan-hambatan itu?
HE : Hambatan pertama adalah dari segi natur kita sebagai orang berdosa. Jadi sejak lahir, Daud juga mengatakan bahwa kita dikandung di dalam dosa dan ini akan terus mempengaruhi kehidupan kta.
Sekalipun kita sudah lahir baru, tetapi kehidupan lama kita kadang-kadang menarik diri kita sehingga adanya konflik seperti ini. Ini perlu disadari dan hidup kita hendaknya berdasarkan kepada Roh Kudus, pada kuasa dari Roh. Jadi kita perlu sekali pertolongan dan minta tolong kepada Roh Kudus, biar hidup kita tunduk di bawah hukum Roh, kata Alkitab. Kemudian hambatan yang lain dari pembentukan kebiasaan baik adalah adakalanya kita terlambat untuk belajar kebiasaan baik tertentu sejak kecil. Jadi mungkin sudah remaja atau sudah dewasa bahkan, baru sadar saya mempunyai kebiasaan yang tidak efektif. Di dalam hal itu, hambatan yang cukup mempengaruhi diri seseorang yang harus dilawan, dan karena misalnya pembentukannya bertahun-tahun kita perlu juga bertahun-tahun untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik itu. Nah hambatan yang lain lagi adalah sering kali kita mempunyai cara berpikir yang kurang baik, maksudnya sering kali mengalahkan diri sendiri sewaktu kita berusaha melatih kebiasaan yang baik. Di dalam hal keberdosaan kita mengambil bagian di situ, nah saya kira untuk ini kita harus minta pertolongan dari Tuhan sendiri.
ET : Soal terlambat untuk mempelajari kebiasaan baik rasanya ini juga biasanya menjadi hambatan antara orang tua dengan anak. Karena kadang-kadang misalnya tidak jarang dialog yang terjadi aalah orang tua yang menegur anak karena kebiasaan buruknya, sementara ketika anak mengatakan lho papa atau mama juga seperti ini, itu kadang-kadang menjadi sebuah alasan juga ya buat orang tua.
Wah......ya kalau kami sudah tua sudah terlambat untuk memperbaikinya, sementara kalian masih lebih muda. Rasanya berarti kalau dalam penjelasan Pak Heman tadi hal ini tidak kena, setua apapun tetap sebenarnya bisa untuk membangun kebiasaan yang baik?
HE : Betul, sebaiknya orang tua dengan rendah hati mengaku kelemahannya dan bersama-sama dengan anak mengatakan saya punya kelemahan itu, mari kita sama-sama belajar.
GS : Mungkin justru itu sulitnya Pak Heman, menyadari dan mengakui tentang kebiasaan yang buruk itu tadi untuk menggantikannya dengan kebiasaan yang baik.
ET : Memang sadar tapi untuk mengakuinya itu yang susah.
HE : Ya mengakuinya dan rela mengubahnya, biasanya orang kalau sudah punya satu kebiasaan menjadi malas untuk mengubahnya.
GS : Ya tapi kalau kita menyadari bahwa kita punya misi khusus di dunia ini, di tengah-tengah masyarakat pasti kita akan berusaha untuk menampilkan suatu perbuatan yang baik. Tuhan Yesus mengatakan supaya kita bercahaya di depan orang dan orang melihat perbuatan baik kita. Mungkin dalam hal ini ada saran-saran praktis yang Pak Heman mau sampaikan?
HE : Yang pertama, biasakan untuk berdoa dan membaca Alkitab tiap hari dan mohon bantuan Roh Kudus. Yang kedua, usahakan untuk mengarahkan diri selalu kepada hadiah yang akan diberikan olehAllah untuk setiap orang yang menang di dalam pertandingan.
Ini digambarkan oleh Paulus sebagai suatu pertandingan sehingga Paulus itu melatih diri sedemikian rupa. Kemudian yang ketiga, jangan mudah patah semangat karena kritik dan cemooh ketika kita berbuat baik. Dan yang keempat ingat bahwa adakalanya kebiasaan baik itu adalah suatu perjuangan seumur hidup, jadi teruslah berlatih tanpa putus asa.
GS : Artinya ada orang yang walaupun sudah berusaha untuk berbuat baik tetap tidak bisa meninggalkan begitu Pak?
HE : Adakalanya jatuh bangun, tetapi juga bisa jadi kebiasaan baik itu selalu akan tarik-menarik dengan sesuatu yang kurang baik dari diri kita sendiri. Meskipun misalnya kebiasaan baik itu ang terus-menerus menang, tetapi kita perlu waspada jangan sampai suatu ketika yang menang adalah yang buruk.
GS : Ya kadang-kadang kemalasan itu juga menjadi penghambat Pak Heman? Kita tahu bahwa bangun pagi itu baik, olah raga pagi itu baik tapi kita condongnya lebih enak di tempat tidur saja dulu.
HE : Ya itu masalahnya, (GS : Jadi harus ada suatu kedisiplinan yang kuat terhadap dirinya sendiri) dan kita harus sering kali mendorong diri sendiri. Dorongan kita apa? Nanti agar hadiah yag disediakan Allah untuk kita yang menang.
GS : Dan wujud hadiahnya itu mungkin bermacam-macam untuk tiap-tiap orang berbeda-beda ya, Pak?
HE : Ya itu harapan kita, harapan orang percaya.
ET : Dan situasi, rasanya situasi-situasi tertentu juga bisa menguji seberapa jauh kita mempunyai kebiasaan tersebut. Maksudnya begini, kadang-kadang mungkin kita mengkritik seseorang yang mmpunyai kebiasaan seperti ini tetapi ketika kita ada dalam situasi yang sama juga mungkin kita melakukan hal yang sama.
Misalnya mungkin ketika saya belum menjadi orang tua saya mengatakan wah kebiasaan seperti ini adalah kebiasaan orang tua, kebiasaan yang tidak baik terhadap anak. Tapi mungkin ketika saya menjadi orang tua bisa jadi saya melakukan hal yang sama.
GS : Nah dalam hal ini Pak Heman, pasti ada firman Tuhan yang memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kita, Pak Heman mungkin bisa bacakan?
HE : Baik saya akan bacakan dari Filipi 3:12-14 "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna kata Paulus, melainkan aku mengejarnya kalau-kalau aku dapat uga menangkapnya karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.
Saudara-saudara aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya tetapi ini yang kulakukan, aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."
GS : Jadi jelas sekali mungkin di situ Paulus melihat ada suatu tujuan, ada suatu sasaran yang jelas dia akan menampilkan kebiasaan-kebiasaan baiknya. Dan itu membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh.
GS : Ya saya rasa ini suatu perbincangan yang sangat menarik dan sangat bermanfaat bagi kita sekalian Pak Heman, sekali lagi banyak terima kasih juga Ibu Esther.
Saudara-saudara pendengar demikianlah tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. di dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membentuk Kebiasaan Baik". Bagi Anda berminat untuk melanjutkan acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.END_DATA