Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menumbuhkan Saling Tolong Pada Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Sebagai anak yang dilahirkan di dalam keluarga artinya ada beberapa anak lagi, sifat saling tolong ini apakah tidak secara otomatis akan timbul di dalam diri anak-anak, Pak Paul?
PG : Sebetulnya ini tidak akan timbul secara alamiah, Pak Gunawan, karena pada dasarnya kita sebagai manusia tidak ingin disusahkan, waktu kita menolong orang itu berarti kita sedang disusahkandan kodrat awal kita adalah kita tidak mau disusahkan justru kita mau orang lainlah yang akan menolong kita kalau kita mengalami kesusahan.
Dengan kata lain, kalau kita ingin melihat anak-anak kita mengembangkan sikap saling tolong, kita harus menanamkannya di rumah, kalau kita mau anak-anak kita setelah dewasa dapat saling tolong di luar rumah dengan orang lain, maka sikap saling tolong ini harus diawali di rumah, kalau di rumah hal itu tidak terjadi maka lebih kecil kemungkinannya ini akan terjadi di luar.
GS : Hal itu bisa ditumbuh kembangkan pada diri anak itu sejak usia berapa, Pak Paul?
PG : Memang harus kita awali sejak kecil pada waktu misalnya anak sudah bisa berjalan, sudah bisa mulai mengambil barang. Jadi kita bisa mulai terlebih dahulu antara kita dan dia, misalkan dia erumur 3 tahun, "Tolong ambilkan sendok Mama perlu sendok, tolong ambilkan kain, Mama perlu kain."
Hal-hal kecil seperti itu mulai ditanamkan sejak anak berusia kecil sehingga akhirnya anak dapat mengembangkan sikap saling tolong ini. Orang tua tidak bisa beranggapan bahwa, "Pastilah anak nanti dengan sendirinya mengembangkan sikap ini" dan menunggu-nunggu kapan sikap saling tolong ini muncul dalam diri si anak, itu tidak akan terjadi! Karena orang tua tidak menanamkannya dari awal. Akan ada pergumulan, maksudnya tidak selalu waktu orang tua meminta sesuatu kepada anak, anak akan bersedia melakukannya. Apalagi kalau kita minta si anak menolong kakak atau adiknya, belum tentu dia akan siap, dia mungkin akan melawan. Adakalanya dari awal orang tua mesti memaksakan, sekali lagi kita mesti berasumsi bahwa sikap saling tolong ini tidak mesti ada dalam diri si anak dan kita harus menanamkannya dan kadang harus menanamkannya dengan paksaan supaya perlahan-lahan si anak mulai terbiasa untuk melakukannya dan karena terbiasa maka perlahan-lahan kebiasaan itu akan menjadi bagian dari karakternya.
GS : Jadi apa yang harus dilakukan oleh orang tua, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa yang orang tua perlu lakukan, yang pertama misalnya kita menekankan pada aspek saling yaitu saling tolong. "Saling" artinya bergantian melakukan sesuatu yang bermanfaat kepad satu sama lain.
Jadi kita mau anak-anak itu secara bergantian, secara bergiliran menolong kakak atau adiknya. Sekarang misalkan kita berkata kepada si adik, "Kamu yang tolong kakakmu nanti kakak bisa tolong kamu," atau kita berkata kepada kakaknya "Kamu sekarang tolong adikmu nanti adik juga bisa tolong kamu," memang dalam tahap ini saling tolong lebih merupakan transaksi jual beli yaitu melakukan sesuatu dengan pengharapan bahwa suatu hari kelak akan ada imbalan yang sepadan. Dan biasanya anak akan menagih imbalan itu dan orang tua mesti memastikan bahwa imbalan itu diberikan kepada kakak atau adiknya. Pada tahap ini perlu adanya kekonsistenan bahwa imbalan akan diberikan sebab jika tidak, semangat saling tolong ini cepat pudar. Jadi penting adanya kekonsistenan memberi dan menerima sebab ini adalah dasar keadilan dan kepatutan. Dan anak yang tidak memahami hal ini pada akhirnya akan mengalami kesulitan pada pergaulan, ia hanya tahu meminta namun tidak tahu memberi.
GS : Ada anak yang mau menolong tapi ketika ditolong oleh saudaranya dia menolak karena dia merasa bisa melakukan sendiri.
PG : Sudah tentu kita akan meminta agar si adik misalnya memberi pertolongan kepada si kakak, memang untuk hal-hal yang dia perlukan, pada awalnya akan susah sekali memberikan atau meminta si kkak untuk mengizinkan si adik menolongnya karena dia memang tidak perlu, kalau dia tidak perlu kenapa dia harus meminta tolong.
Memang ada benarnya, sehingga kita mesti carikan dimana si adik bisa menolong si kakak, dalam hal si kakak memang perlukan itu. Jadi jeli-jelilah melihat hal kecil itu, misalkan si kakak sedang mandi kemudian minta tolong kepada kita, "Ma, tolong ambilkan handuk," kemudian kita berkata kepada si adik, "Tolong ambilkan handuk buat kakakmu," atau kita bisa berkata, "Mama sedang repot di dapur, coba tolong panggil adikmu, minta ambilkan handuk itu", jadi kita alihkan kepada si adik yang mengambilkannya untuk si kakak. Sekali lagi dalam tahap ini Pak Gunawan, pada saat usia anak-anak masih lebih kecil, memang aspek "saling" yang kita tekankan bahwa kalau kamu menolong nanti kamu akan mendapatkan imbalannya atau pertolongan juga. Jadi motivasinya memang motivasi keadilan, motivasi adanya imbalan tapi sekali lagi ini bukan sesuatu yang buruk karena inilah hidup dalam dunia. Kita termotivasi melakukan sesuatu karena adanya imbalan dan konsep ini pun akhirnya kita terapkan atau tanamkan kepada anak yang kecil ini sebelum akhirnya nantinya dia akan mengembangkan sikap saling tolong yang lebih murni yang keluar dari dirinya tanpa imbalan sama sekali.
GS : Seringkali ini tidak bisa seimbang, biasanya justru yang kakak memberikan pertolongan dengan jumlah yang lebih banyak dari pada dia menerima pertolongan dari adiknya, Pak Paul.
PG : Seringkali itu yang terjadi karena si kakak memang lebih bisa dan lebih besar sehingga lebih mampu melakukan banyak hal bagi si adik. Di sini orang tua juga mesti berhati-hati, Pak Gunawan kadang-kadang orang tua beranggapan "Kamu adalah kakak jadi seharunya kamu mengalah," atau "Kamu adalah kakak jadi kamu harus memberi lebih lagi kepada adikmu."
Konsep ini mesti dijaga, perlakuan ini mesti diwaspadai karena nantinya si kakak itu akan cepat merasakan ketidak adilan "Kenapa saya saja" dan efeknya adalah si kakak akan merasa Papa atau Mama hanya sayang kepada si adik dan si adiklah yang terus-menerus mendapatkan kemudahan dan keuntungan, dan saya yang harus terus-menerus menyuplai keuntungan buat si adik, ini tidak sehat buat si anak. Jadi sekali-kali si anak perlu meminta si adik melakukan atau memberikan sesuatu kepada kakaknya, dengan cara ini si kakak akan melihat bahwa hal ini adil. Sudah tentu yang Pak Gunawan bicarakan tadi betul, misalkan si kakak melakukan 10 hal buat di adik dan si adik mungkin hanya melakukan 5 hal, tapi tetap kalau hal itu dilakukan oleh si adik meskipun tidak sebanyak si kakak, rasanya keadilan itu masih ada dan si kakak tetap bisa melihat masih ada keadilan dan bahwa si adik berbuat sesuatu untuk dia dan ini yang perlu dilihatnya.
GS : Baik juga ditekankan kepada anak-anak ini sebagai saudara bahwa mereka ini menolong dan ditolong, ini wujud dari mereka saling mengasihi.
PG : Betul sekali. Jadi pada akhirnya kita akan mulai mau mengaitkan dan menolong dengan mengasihi artinya menolong adalah bukti mengasihi. Sekali lagi pada saat itu anak belum bisa memahami kosep mengasihi.
Jadi yang kita tekankan awalnya adalah tindakan-tindakan konkret seperti menolong dan perlahan-lahan barulah kita kaitkan "Kamu tolong kakakmu sebab kamu sayang kepada kakak. Kamu menolong adik karena kamu sayang kepada adik." Perlahan-lahan si anak barulah membangun sebuah keterkaitan, sebuah definisi, "Mengasihi itu berarti menolong, menolong artinya mengasihi". Nantinya waktu mereka merasa mengasihi maka dia akan lebih terdorong untuk menolong kakak atau adiknya.
GS : Berarti kalau anak-anak ini lebih besar mungkin sekitar 6 atau 7 tahun, pola ini juga harus ada perubahan, Pak Paul?
PG : Pada usia 6 atau 7 tahun orang tua memang mesti meminta anak melakukan sesuatu untuk kakak atau adiknya dengan imbalan yang berasal dari orang tua bukan dari kakak atau adiknya. Dari awal aya sudah katakan, kita beritahu si adik, "Kamu nanti ditolong oleh kakak atau mendapatkan imbalan dari kakak."
Setelah anak mulai berusia 7 tahun, 8 tahun kita mulai mau mengalihkan imbalan tersebut dari si kakak atau si adik kepada kita orang tua dengan kata lain kita mau anak-anak belajar untuk tidak menuntut imbalan dari orang yang ditolongnya tapi tetap mendapatkan imbalan, namun bukan dari pihak yang bersangkutan yang baru saja ditolongnya. Ini perlu kita tanamkan kepada anak supaya pada akhirnya dia bisa dan bersedia menolong tanpa iming-iming imbalan, misalkan yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah orang tua memberikan pujian sebagai pengganti imbalan yang seharusnya diberikan kakak atau adiknya. Sewaktu dia melakukan sesuatu buat kakaknya maka kita puji, waktu si kakak berbuat sesuatu buak adiknya maka kita puji. Itulah imbalannya dan kita tidak lagi berkata, "Nanti kakak akan berikan lagi kepadamu, nanti adik akan berbuat ini kepadamu," itu tidak lagi dilakukan, perlahan-lahan kita akan berikan imbalan dari diri kita dan imbalan dari kita yang kita buat adalah pujian-pujian kepada anak.
GS : Apakah itu tidak membingungkan anak, Pak Paul, dia menolong kepada kakaknya tapi kenapa bukan kakaknya yang mengucapkan terima kasih.
PG : Sudah tentu nanti kita memuji tapi si kakak atau si adik yang menerima pertolongan harus tetap mengucapkan kata-kata terima kasih. Terima kasih itu sendiri sebetulnya sudah merupakan imbaln, namun dulu imbalan itu disertai dengan sebuah bentuk konkret, sesuatu yang bisa diterima oleh orang yang menolong atau oleh saudara yang menolong.
Sekarang memang tidak ada lagi perbuatan atau barang tersebut dan hanya terimakasih, namun disusul oleh pujian dari orang tua kepadanya.
GS : Seringkali imbalan itu tidak bisa diterima langsung, ada yang beberapa hari kemudian barulah mengucapkan terima kasih, dan anak merasa bahwa waktunya itu lama sekali, tidak ada ucapan terima kasih sehingga menjadi menunggu-nunggu.
PG : Itu sebabnya perlu sekali orang tua menyuruh anak yang menerima pertolongan untuk segera berterima kasih. Pak Gunawan memang tadi mengangkat isu yang sering terjadi adalah anak-anak mempunai keangkuhannya, ada gengsinya sehingga sengaja tidak mengucapkan terima kasih sebab dia merasa nanti saya berhutang kepadamu, nanti saya harus berbuat kepadamu.
Itulah justru penting bagi orang tua untuk mulai menghilangkan imbalan tersebut dan mulai menggantinya dengan imbalan yang berasal dari orang tua yaitu pujian. Sehingga waktu si kakak menerima bantuan dari adiknya, maka dia akan lebih mudah mengucapkan terima kasih sebab dia tahu nantinya dia tidak akan berbuat sesuatu kepada si adik, dia tidak harus membayarnya. Adakalanya dia tidak mau mengucapkan terima kasih sebab terima kasih merupakan pengakuan saya telah menerima sesuatu dan itu sebuah kontrak atau janji saya harus berbuat sesuatu kembali untukmu dan ini adalah hal-hal yang kita mau mulai cairkan atau hilangkan, sehingga akhirnya dua-dua mulai berbuat baik atau menolong satu sama lain tanpa lagi mengharapkan imbalan.
GS : Bagaimana kalau anak ini sudah semakin besar Pak Paul, jadi bukan hanya 6 atau 7 tahun tapi 8 sampai 10 tahun dan itu bagaimana ?
PG : Misalkan anak-anak sudah mulai besar, orang tua mulai harus mengajak anak melihat aspek kebutuhan, kebutuhan yang sedang dirasakan oleh kakak atau adiknya. Dengan kata lain waktu anak-anakberusia 8 atau 10 tahun kita mau agar mereka mulai mengembangkan empati, rasa belas kasihan yang nantinya akan mendorong dia untuk menolong saudaranya.
Bukankah pada akhirnya inilah yang seharusnya mendorong kita untuk menolong sesama yaitu kita melihat kebutuhan. Kenapa di usia 8 atau 9 tahun dan tidak sebelumnya, karena pada usia-usia kecil, anak-anak masih sulit menempatkan diri pada posisi orang lain atau melihat sesuatu dari kacamata orang lain. Itu sebabnya bagi si anak untuk mengerti adanya kebutuhan pada diri kakak atau adiknya itu susah karena dia belum bisa keluar dari dirinya, masuk ke dalam diri kakaknya dan merasakan kebutuhan seperti yang dirasakan kakaknya. Dengan adanya perkembangan kognitif pada usia 8 atau 9 tahun, anak akan lebih mampu melihat dari kacamata kakaknya dan berempati merasakan dari perasaan kakaknya. Karena dia sudah mampu merasakan apa yang dirasakan kakaknya berarti dia juga mampu melihat kebutuhan yang dimiliki oleh kakaknya, disinilah kita mendorong anak untuk melakukan sesuatu dengan kata-kata misalnya, "Kamu tolong, bantu kakakmu, kasihan dia, dia lelah sekali setelah belajar dari pagi sampai sekarang. Tolong sekarang kamu yang bereskan mainan, tolong bereskan supaya kakak nanti tidak membereskan mainan karena dia sudah lelah sekali. Coba lihat kakak, lelah atau tidak ? Lelah 'kan! Jadi tolong bereskan mainan buat kakak." Hal-hal seperti itu kita coba tanamkan pada anak sehingga anak akhirnya nanti dengan lebih alamiah akan lebih bisa melihat kebutuhan dan waktu melihat kebutuhan, terdoronglah keinginan untuk menolong yang membutuhkan itu.
GS : Ada anak yang punya perjanjian dengan saudara-saudaranya, "Yang butuh atau yang memerlukan bantuan itu yang harus bicara, kalau tidak bicara maka tidak akan dibantu," dan itu bagaimana mengatasinya, Pak Paul?
PG : Ini tidak selalu buruk, Pak Gunawan, memang bagi anak yang memerlukan kebutuhan, bicara memang sesuatu yang baik sehingga dia tidak menyimpan semua, mencoba menyelesaikan semua, dia juga brusaha menyediakan hati untuk meminta pertolongan dari pihak lain, ini sesuatu yang baik untuk anak lakukan.
Jadi anak-anak itu perlu didorong dengan arti yang pertama dapat mengenali kebutuhannya dan yang kedua adalah meminta pertolongan agar kebutuhannya bisa dipenuhi oleh kakak atau adiknya. Jadi kita lihat dia memiliki kebutuhan, dia sudah lelah dan sebagainya dan mainannya belum dia bereskan, kita bisa tanya kepada dia, "Kamu lelah ya ?" kemudian dia berkata "Iya." Dia belajar mengenali kebutuhannya. Kemudian kita tanya yang kedua, "Mainan itu masih banyak yang belum dibereskan, apakah kamu sanggup untuk mengerjakan itu, mau tidak meminta pertolongan adikmu saja untuk membereskan mainan itu." Kemudian misalkan dia berkata, "Tidak, tidak perlu," kemudian kita berkata lagi, "Coba kamu pikir lagi, kamu tampaknya lelah, minta tolong adikmu saja supaya nanti dia bisa bereskan," kemudian dia berkata "Terserah Mama," kemudian kita berkata, "Baik kalau begitu saya akan panggilkan adikmu, dan nanti kamu bilang kepada adikmu untuk memintanya membereskan mainanmu karena kamu sedang lelah, itu saja." Kita panggil adiknya dan meminta si kakak mengungkapkan kepada si adik. Ini ada baiknya sehingga nantinya si adik itu bisa belajar melakukan hal yang sama kalau dia punya kebutuhan, dia juga nanti bisa mengutarakannya sehingga orang lain tahu apa yang dibutuhkannya. Di pihak lain Pak Gunawan, kita tetap juga harus menanamkan kepada si anak adalah bahwa kalau pun kakakmu tidak meminta dan kamu melihat dia punya kebutuhan maka coba kamu tawarkan bantuanmu, misalkan tanya saja, "Kak, apakah kamu perlu bantuanku untuk bereskan mainan." Jadi mengajak si anak ini berinisiatif dan tidak menunggu sampai dimintai tolong baru melakukan sesuatu. Jadi waktu dia melihat ada kebutuhan dia terdorong berinisiatif menawarkan bantuan dan ini sesuatu yang bisa kita ajarkan kepada anak.
GS : Ada anak yang tidak mau meminta tolong kepada saudaranya, karena ketika saudaranya menolong dia, bukan justru pertolongan yang dia dapat melainkan malah mengacaukan atau merusakkan. Si penolong ini merasa, "Saya bisanya menolong ya seperti ini," dan orang tua biasanya kesulitan.
PG : Kalau kita tahu pertolongan yang dia berikan itu tidak akan sempurna malah bisa mengacaukan, ada baiknya orang tua terlibat, turut menolong sehingga meskipun si adik tidak benar membereska mainannya dan dengan adanya si ibu atau si ayah nanti mainan itu akan lebih beres, sebab yang penting di sini adalah bukan kwalitasnya tapi tindakan itu sendiri yang keluar dari hati untuk berbuat sesuatu, untuk menolong kakaknya atau adiknya.
Jadi ini yang penting dari pada hasilnya, untuk menolong supaya hasilnya bisa lebih baik, tidak ada salahnya orang tua terlibat membantu sehingga nanti yang tadinya itu butuh pertolongan akan senang melihat bahwa benar-benar ditolong dengan baik.
GS : Ada keluarga yang mencoba mengaplikasikan saling tolong ini dengan mengajak anak-anak mereka menolong orang tuanya lebih dulu, Pak Paul.
PG : Biasanya kita mengawali dengan hal itu dulu, Pak Gunawan. Jadi saling tolong itu dimulai dari anak dengan orang tua, orang tua dan anak. Kalau ini sudah bisa terjalin barulah nanti dipindakan dari anak ke sesama anak.
GS : Dan makin anak itu berkembang, rupanya kalau tidak terbiasa sejak kecil maka makin besar akan makin sulit untuk bisa saling tolong.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Sikap atau sifat saling tolong ini mesti dipupuk sejak kecil. Kalau sudah berumur 17 tahun kemudian barulah kita mau mengajarkan sikap saling tolong memang masihbisa karena manusia masih bisa berubah, tapi hal itu akan sulit sekali karena gaya hidupnya sudah terbentuk, egonya sudah terbentuk sehingga dia tidak mudah untuk menyusahkan diri menolong orang lain.
Atau ada yang tidak terbiasa meminta tolong karena ada rasa gengsi dan ini semua sudah mengkristal, sehingga untuk mengubahnya di usia yang lebih besar jauh lebih sulit. Maka tadi di awal percakapan, kita sudah membahas bahwa kita memulai ini sejak anak-anak kecil, meminta tolong kepada anak mengambilkan sesuatu dan sebagainya maka lama-lama kita juruskan ini kepada sesama anak sehingga mereka bisa saling tolong.
GS : Masalahnya Pak Paul, ada keluhan orang tua yang mengatakan kalau dimintai tolong temannya dia rajin membantu tapi kalau saudaranya yang meminta tolong dia tidak mau membantu dengan baik.
PG : Memang bisa jadi ada beberapa penyebabnya, Pak Gunawan. Misalnya dia merasa di rumah dia tidak diperlakukan dengan benar, dia selalu dimanfaatkan. Jadi pada akhirnya dia tidak suka memberian pertolongan kepada kakak atau adiknya yang misalnya memanfaatkan dia atau memusuhi dia sedangkan di sekolah dia lebih diterima, dihargai dan otomatis dia akhirnya akan lebih sering melakukan saling tolong itu di luar rumah.
Ini pentingnya orang tua melihat dan mengawasi hal seperti ini di rumah, supaya orang tua bisa bertindak kalau orang tua melihatnya. Misalkan orang tua tanya kepada si anak, "Kamu tadi tidak mau menolong adikmu yang meminta tolong," kemudian si kakak berkata, "Karena sekali saya tolong dia, dia sengaja suka menyuruh saya lagi sehingga saya yang harus terus mengerjakan, kalau saya tidak mau mengerjakan dia marah dia tidak mau main dengan saya, saya tidak suka menolong dia. Di luar di sekolah saya suka sama teman-teman, mereka semua baik-baik kalau misalkan saya minta tolong mereka bersedia menolong dan mereka tidak memanfaatkan saya." Kalau orang tua mulai mendengar hal-hal seperti ini, maka orang tua harus turun tangan mulai menengahi dan waktu melihat si adik mulai seperti itu, orang tua mesti lebih tegas untuk menegurnya atau memberi tahu dia, "Kenapa kamu seperti ini, kakakmu sudah menolongmu kenapa sikap kamu seperti ini. Kalau kamu bisa kerjakan hal ini, jangan sengaja menyuruh kakakmu mengerjakannya, itu namanya memanfaatkan." Kita meminta tolong kalau kita memang punya kebutuhan, kamu tidak punya kebutuhan kamu hanya ingin supaya ada orang yang mengerjakan tugasmu, ini tidak benar, kamu harus kerjakan. Dan misalkan dalam rumah si kakak itu memang baik sehingga tetap mau kerjakan, adakalanya orang tua harus melarang dan berkata, "Kamu jangan kerjakan meskipun kamu mau, Papa atau Mama minta adik yang mengerjakan karena ini tugasnya." Jadi orang tua memang mesti terlibat dalam kasus-kasus seperti itu.
GS : Sekaligus mempersiapkan anak ini untuk jangan sampai disalahgunakan oleh orang pihak luar, Pak Paul, sehingga kebaikannya mau menolong ini dimanfaatkan oleh orang lain yang merugikan dia bahkan keluarga itu.
PG : Tepat sekali dan sekali lagi ini diawali di rumah, di rumahlah dalam keluargalah orang tua melengkapi anak dengan bekal-bekal seperti ini supaya nanti si anak waktu keluar, dia lebih siap enghadapi tekanan-tekanan dari luar, teman-temannya dan sebagainya yang di antaranya memang mau memanfaatkan dia.
GS : Berarti anak juga harus dipersiapkan untuk membedakan mana yang perlu ditolong dan mana yang mesti ditolak permintaan itu.
PG : Betul sekali. Maka tadi pada tahap akhir yang perlu orang tua lakukan adalah melatih anak agar menolong atas dasar kebutuhan. Jadi anak memang sebaiknya melihat kebutuhan apakah ada kebutuan, kalau memang tidak ada kebutuhan dan orang memang membuat-buat adanya kebutuhan, maka si anak dapat berkata, "Tidak! Saya tidak mau melakukannya karena memang kamu tidak membutuhkan dan kamu hanya ingin memanfaatkan saya."
GS : Berarti kita mengarahkan anak untuk melihat bahwa menolong itu sifat Tuhan yang menolong manusia dan itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Kita memang harus selalu mengaitkan sifat saling tolong ini adalah sifat yang berasal dari Tuhan, Tuhan selalu bersedia menolong kita. Oleh sebab Allah adalah penasih, dia mau agar kita anak-anaknya menjadi seperti diriNya pula yaitu mengasihi sesama dan menunjukkannya secara konkret dalam bentuk pertolongan.
Saya akan akhiri dengan Firman Tuhan di Matius 6:3-4 Firman Tuhan mengingatkan, "Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." Jadi inilah yang kita ingin tekankan waktu engkau menolong, engkau melakukannya pada Tuhan dan untuk Tuhan bukan untuk manusia, kepada manusia tapi kepada Tuhan dan untuk Tuhan. Biarlah ini yang terus dilihat oleh anak sehingga terus memotivasi dia untuk mewujudkan cinta kasih secara nyata.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menumbuhkan Saling Tolong Pada Anak." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.