Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membangun dari Reruntuhan" bagian yang kedua, perbincangan ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita membicarakan tentang membangun dari reruntuhan tapi belum selesai dan kita akan tuntaskan pada perbincangan kali ini. Dan mungkin saja para pendengar kita ada yang tidak sempat mendengar atau paling tidak perlu diingatkan ulang apa yang telah kita perbincangkan dan mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang telah kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu?
PG : Pernikahan itu bisa runtuh akibat dua faktor, yang saya sebut faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan misalnya konflik yang tak berkesudahan, tiak selesai-selesai, komunikasi yang makin merenggang, keintiman yang makin memudar, atau perbedaan semakin banyak.
Itu dapat saya ibaratkan seperti rayap yang mengerogoti rumah sehingga tiang-tiangnya tiba-tiba rapuh dan badai muncul sehingga langsung ambruk. Jadi faktor internal juga berpotensi untuk menghancurkan pernikahan maka kita mesti mawas diri. Jangan biarkan ketidakcocokkan, masalah berkembang terus tapi secepatnya kita bereskan. Dan kita juga belajar adakalanya problem muncul dari luar yaitu pengkhianatan, salah seorang suami atau istri terlibat dengan orang lain dan itu benar-benar akan menghancurkan sendi-sendi pernikahan sekurang-kurangnya tiga sendi yaitu yang pertama kepercayaan. Waktu kepercayaan hilang maka benar-benar yang akan muncul adalah sikap was-was, ketakutan, tidak lagi tentram dalam rumah tangga, takut kalau ini terulang kembali. Yang kedua adalah sendi respek, kita tidak lagi respek, tapi kita cenderung menghina pasangan yang telah berkhianat, karena dia bisa berbuat hal sejijik itu, serendah itu dan susah untuk kita bisa hormat kepada dia. Dan yang terakhir adalah cinta, cinta juga akhirnya akan terkoyak-koyak dan yang muncul adalah sebuah kebencian "Kenapa kamu sanggup berbuat seperti itu kepada saya." Meskipun dampaknya terlalu berat dan secara manusia susah untuk dibayangkan bisa dibangun kembali tapi kita bisa berkata bahwa "Tidak ada yang musatahil bagi Tuhan, kalau Yesus Tuhan kita dapat dibangkitkan, kenapa pernikahan yang telah runtuh atau mati tak bisa dibangkitkan kembali?" Atas dasar itulah kita mau melihat sekarang, langkah-langkah apa yang bisa kita lakukan untuk membangun pernikahan yang telah runtuh itu.
GS : Pada waktu itu Pak Paul juga katakan bahwa, dasarnya dimulai dengan kasih dan kasih dibagi menjadi beberapa hal, apa saja waktu itu?
PG : Kita membahas bahwa kasih itu mempunyai sifat yang menyatu meskipun sisanya hanya sedikit tapi kasih masih ada. Kasih akan memanggil kita untuk kembali berdekatan dengan pasangan kita. Kash itu juga bertahan tidak mudah memudar, meskipun pihak yang melukai berkata, "Sudah tidak ada kasih dan semuanya sudah habis," cinta itu tidak mudah memudar atau lenyap begitu saja.
Kasih itu juga ingin melawan, melindungi yang dikasihi, relasi kasih, sehingga kecenderungannya kita akan mau berupaya sekeras mungkin mempertahankan relasi cinta ini. Dan yang terakhir cinta bersifat dinamis artinya apa yang telah mati itu bisa tumbuh kembali karena itulah sifat dasar dari cinta.
GS : Dan dengan modal yang ada yaitu kasih, kalau pasangan suami istri mau membangun kembali kehidupan rumah tangganya, mereka harus memulainya dari mana?
PG : Memang ini sebuah perjalanan yang panjang dan saya akan bagi dalam dua tahapan yaitu awalnya dan tengah-tengahnya dan nanti kita akan bahas dengan lebih mendetail mengenai langkah-langkah ang kita petik dari buku Nehemia.
Awal dari membangun, saya bisa simpulkan diawali dengan suatu tema yaitu bertahan dalam ketakutan. Kita garis bawahi ketakutan sebab memang bagi pihak yang dilukai inilah yang dirasakan yaitu ketakutan. Takut sekali rumah tangga ini hancur, takut sekali dia mengulangi lagi, takut sekali dia berbohong dan sebagainya. Dalam masa ini atau tahap ini umumnya para pasangan yang dilukai itu akhirnya bersikap menghindar, menjalin hubungan seminimal mungkin guna memberi waktu bagi luka untuk sembuh. Jadi memang tidak mau terlalu dekat dengan orang yang telah melukainya. Ijinkanlah pasangan yang telah melukai dan jangan marah tapi ijinkan pihak yang dilukai itu untuk menghindar karena itulah yang diperlukannya. Dan dalam fase yang pertama ini kecenderungannya adalah dua belah pihak berlindung dalam teritori atau wilayah masing-masing artinya mereka membatasi ruang kebersamaan terutama pihak yang dilukai, dia perlu sekali ruang untuk dia bisa bersembunyi, untuk dia bisa merasa aman, dia tidak mau banyak melakukan kegiatan bersama-sama. Mungkin pihak yang melukai ingin cepat sembuh "Mari kita pergi kesana-kesini," mulai mau melakukan aktifitas bersama-sama tapi pihak yang dilukai belum siap, dia masih memerlukan waktu untuk bisa berdiam diri, dia perlu menjauh. Biarkan dia, ijinkan dia memiliki teritorinya, jangan terlalu memaksakan untuk langsung meningkatkan aktifitas bersama-sama.
GS : Berarti pihak yang melukai atau yang mengkhianati itu harus menunggu sampai pasangannya betul-betul siap untuk keluar dari teritorinya, Pak Paul?
PG : Betul, dan memang untuk bisa kita pastikan itu susah. Kesiapan itu harus muncul secara alamiah, sudah tentu pihak yang dilukai juga tidak boleh menyuburkan reaksi-reaksi benci dan sebagaina.
Harus berusaha keras untuk mencairkan perasaan marah dan kebenciannya, tapi memang ini perlu waktu. Kalau orang bertanya misalnya kira-kira berapa lama? Saya kira panas-panasnya atau membaranya masa ini, paling kurang antara setahun dan dua tahun.
GS : Dan biasanya kalau yang mengkhianati pihak yang laki-laki lalu disuruh menunggu seperti itu kadang-kadang tidak tahan Pak Paul?
PG : Betul, dia memang akan merasa susah, dia merasa sedang dihukum. Tapi ingatlah bukannya dia sedang dihukum tapi pasangan yang dilukai itu memerlukan waktu untuk sembuh, untuk pulih sehingganantinya dia rela dan bisa berelasi dengan kita kembali.
Ini yang harus dilewati di fase awal dan kalau ini sudah berat, di fase berikutnya juga tidak kalah beratnya Pak Gunawan. Ini yang saya sebut proses membangun, yang diperlukan adalah penyangkalan diri dan ini juga berat karena di fase membangun diperlukan upaya keras dan resiko misalnya dia ingin percaya kembali namun takut. Ini selalu membuat tarik-menarik, mau percaya tapi takut "Nanti bagaimana kalau dilukai," ingin respek tapi ingin menghina dan merendahkan pasangan "Kenapa sampai engkau berbuat sejijik itu," masih ingin mengasihi namun tetap memiliki kebencian dan seolah-olah masih ingin membalas rasa sakit yang telah ditimbulkan oleh pasangannya. Jadi biasanya terjadilah perjuangan, maka tadi saya katakan diperlukan penyangkalan diri. Namun pertanyaannya adalah harus dilakukan atau tidak? Dan harus dilakukan. Mungkin orang bertanya bagaimana saya tahu kalau saya sudah harus melakukan ini, biasanya diri kita yang tahu yaitu kita mulai merasakan kegelisahan, kita merasa ini tidak benar kalau begini terus menerus, berada dalam 'status quo', dalam kondisi yang sama, rasanya ini tidak bisa dan kita mulai tidak menyukai kondisi seperti ini menjauh, dingin, tidak banyak percakapan. Jadi tadi saya katakan kita perlu ruangan teritori sendiri menjauh untuk sementara waktu. Bagaimana kita tahu kalau sekarang kita tidak lagi perlu dan siap masuk ke tahap berikutnya, biasanya kita mulai merasakan kegelisahan, kita tahu kalau ini tidak benar dan kita mau melangkah lebih jauh lagi dan biasanya kita terpanggil melangkah tapi begitu mau melangkah kita dihantam oleh ombak-ombak yaitu ombak ketakutan, "Kalau kamu percaya dan kamu ditipu lagi bagaimana." Ombak masih ingin menghina meskipun terpanggil untuk respek kembali kepada pasangan. Ombak untuk tetap membenci meskipun kita tahu kalau kita masih mencintai dia. Maka tadi saya tekankan dalam proses membangun, benar-benar dituntut adanya penyangkalan diri. Tidak lagi melihat diri tapi mau melihat proses membangun, mari kita bangun, tidak lagi memikirkan diri sendiri.
GS : Tapi proses penyangkalan diri ini bukan hanya harus dilakukan oleh pihak yang dilukai tapi juga yang melukai, ini pun perlu menyangkal dirinya sendiri. Sebab pada pihak yang melukai satu hal yang terus-menerus dialami adalah penolakan, rasanya dia sudah capek ditolak dan dia merasa kamu itu sampai kapan terus-menerus menolak saya, saya sudah sabar tapi kenapa ditolak. Dia memang harus menyangkal diri, sekali lagi dia harus kesampingkan egonya dan fokuskan pada proyek yaitu membangun relasi yang telah hancur ini.
GS : Pak Paul, pada waktu yang lalu di awal perbincangan kita mau belajar dari salah satu tokoh yang ada di Alkitab yaitu Nehemia yang membangun kembali tembok kota Yerusalem dan untuk kita bisa masuk kesana bagaimana Pak Paul?
PG : Kita lihat Pak Gunawan. Yang pertama Nehemia adalah seorang yang memang terpanggil untuk melayani umatnya yaitu umat Israel, meskipun saat itu dia tidak berada di Israel tapi dia berada dipembuangan, namun dia terpanggil pulang untuk membangun.
Yang dia lakukan yaitu dia langsung menghampiri Tuhan dan berkomitmen untuk melakukan proses membangun kembali tembok Yerusalem dengan cara Tuhan, dia berdoa, dia meminta Tuhan menuntunnya itulah langkah pertama yang dilakukannya, ini semua tercatat di pasal satu. Jadi pasangan kalau mau menjalani proses pemulihan, mereka harus berkomitmen dengan cara Tuhan dan tidak boleh melakukan cara-cara manusia. Konkretnya dari cara Tuhan adalah langkah pertama mengakui dosa karena kita tahu pada pasal satu Nehemia berdoa meminta ampun kepada Tuhan, bukan saja atas dosa pribadinya, tapi dosa umat Israel. Jadi kalau kita mau melakukannya dengan cara Tuhan yang pertama adalah harus mengakui dosa dihadapan pasangan kita, mengakui perbuatan-perbuatan kita dan jangan sembunyikan lagi. Sebab kalau ada yang kita tutupi dan ketahuan itu semakin menghancurkan kepercayaan, jadi makin memperlambat proses pemulihan, akui dosa apapun itu. Yang kedua adalah kita mesti mengklaim janji penyertaan Tuhan. Nehemia tahu bahwa dia harus pergi dengan kekuatan dan penyertaan Tuhan itu yang dia lakukan, dia berdoa, dia meminta Tuhan yang memberkati dan menyertai dia dalam perjalanan dan dalam usaha-usahanya. Jadi setiap hari pasangan yang sedang menjalani proses ini, kedua-duanya harus mengklaim lagi janji penyertaan Tuhan. "Tuhan, Kau tidak akan meninggalkan kami, Kau bersama kami meskipun hari ini kami tidak terlalu berhasil, hari ini kami penuh dengan ketidakcocokkan, kemarahan tapi kami tahu engkau berada dalam rumah tangga kami, engkau tidak meninggalkan kami. Kami berdoa besok engkau akan bersama kami lagi menjalani proses ini," terus klaim penyertaan Tuhan. Dan yang berikut adalah kalau mau melakukan dengan cara Tuhan, mulailah menyusun sebuah rancangan pemulihan yang realistik, artinya Nehemia itu begitu dia melihat inilah masalahnya, dia mulai menyusun sebuah rancangan makanya dia pulang dengan membawa bahan-bahan bangunan yang diperlukan untuk membangun tembok Yerusalem. Kita pun juga harus menyusun sebuah rencana, kita mau ke hamba Tuhan ini, kita mau mendapatkan pertolongan dari konselor ini, kita akan berbuat ini dan itu. Jadi mulailah disusun sebuah rencana bagaimana memulihkan dan tidak boleh kita berkata, "Terserahlah, nanti kita akan sembuh sendiri," itu salah! Kita akan sembuh dengan cara Tuhan maka harus susun rencana, kita meminta bantuan orang untuk dapat menolong kita melewati ini.
GS : Tadi Pak Paul katakan kita harus mengakui dosa kita, itu juga kadang-kadang masih terselip harapan kamu juga harus mengakui dosamu. Karena tidak mungkin kalau hanya dosa saya, dan ini bagaimana Pak Paul?
PG : Dua-duanya memang harus saling mengakui dosa. Pihak yang melukai memang harus berinisiatif, dia yang memulai dan berkata "Saya mengakui dosa saya ini dan itu," pihak yang dilukai juga buka orang tanpa dosa, dia pun mungkin melakukan hal-hal lain yang bisa jadi sama beratnya meskipun bentuknya berbeda, dia juga harus berani berkata, "Saya juga telah bersalah, saya telah melakukan begini," dia pun juga harus berani mengakui dosanya itu.
Jangan sampai yang satu bersifat membenarkan diri "Saya yang benar, saya yang kudus, kamu yang telah berzinah maka kamu yang telah berdosa," bukan begitu! Kita tidak ada yang sempurna. Akan ada bagian dalam hidup kita yang kita juga pernah lakukan yang perlu kita minta maaf kepada pasangan kita.
GS : Itu juga diawali dengan suatu komitmen bahwa mereka berdua mau kembali membangun rumah tangga itu. Jadi pasangan juga akan mengakui dosa-dosanya, kalau dia punya komitmen untuk memperbaiki rumah tangganya, kalau tidak maka akan sulit sekali, Pak Paul?
PG : Betul. Kalau dua-dua itu tidak memiliki komitmen yang sama maka akan sangat susah. Jadi dua-dua harus punya komitmen mau membangun kembali dan dua-duanya harus berkata, "Kita mau melakukanya dengan cara Tuhan," jangan pakai cara-cara manusia yaitu intimidasi, mengancam dan sebagainya tapi cara Tuhan yang kita mau gunakan.
GS : Kadang masing-masing mau melibatkan keluarganya, entah itu orang tuanya atau saudaranya dan itu yang membuat kabur. Jadi cara Tuhan ini kadang-kadang dikaburkan dengan cara-cara seperti itu?
GS : Dan langkah berikutnya apa, Pak Paul?
PG : Kita perlu mengevaluasi kerusakan. Begitu datang ke Yerusalem, Nehemia malam-malam keluar, dia lihat apa saja kerusakan yang dialami. Dan kita pun juga harus melakukan yang sama, kita haru melihat dan mengakui semua kerusakan dalam rumah tangga kita.
Kerusakan ini mungkin sekali memang berumur panjang, bersejarah panjang di belakang, dari awal kita bertemu, berpacaran sudah mulai rusak dan kita mulai akui semua itu, "Saya memang begini, saya lihat kamu memang begini." Memang ini masa yang berat karena waktu membicarakan kerusakan memancing emosi "Kamu membangkitkan yang lama," tapi memang kita harus benar-benar membicarakan kerusakan-kerusakan ini. Misalkan yang satu berkata "Saya dari dulu merasa sepi sekali tapi kamu terlalu sibuk memikirkan hal-hal ini dan itu, saya kesepian sekali, saya bukannya menyalahkan kamu gara-gara kamu maka saya ini berzinah, tapi perzinahan tetap tanggung jawab saya. Namun saya mau katakan kesepian saya itu benar-benar telah merusak saya, membuat saya itu begitu kosong. Sehingga akhirnya saya begitu mudah jatuh." Sekali lagi ini masa emosional yang satu bisa merasa disalahkan "Gara-gara saya," dan terus marah-marah. Tapi mesti bicara apa kerusakan yang telah terjadi. Setelah itu saling motivasilah satu sama lain dan kembali mengarahkan mata pada pembangunan dan bukan pembalasan. Jadi setelah membicarakan kerusakan masalah yang telah dialami sejak awal bertemu, maka jangan membicarakan pembalasan. Kita bicara begini dengan satu tujuan mau membangun, mau memulihkan bukan untuk menyalahkan membalas satu sama lain. Setelah itu kembali lagi dua-dua harus berkata, "Baik kita akui, ini semua kerusakan dalam rumah tangga kita, mari kita komitmen lagi berdua." Dua-dua akan terlibat dalam proses pembangunan bukan hanya satu bukan hanya yang melukai, jadi ini seolah komitmen babak kedua. Komitmen babak pertama memang komitmen yang lebih berapi-api "Mari kita bereskan pernikahan ini," komitmen babak kedua ini jauh lebih realistik karena sekarang ini sudah berdasarkan realitas "Memang rusaknya seperti ini, sudah begitu parah," tapi mau tidak kembali berkata, "Baik, kita mau bangun kita mau fokuskan mata kita pada pemulihan bukan pembalasan."
GS : Memang yang menyakitkan adalah karena selalu melihat kekurangan-kekurangan di dalam pernikahan masa lalu, ini seolah-olah mengorek luka lama, Pak Paul. Dan tidak semua orang mau dan mampu melakukannya.
PG : Betul sekali. Maka wajib harus ada bantuan pihak luar yang memang berkompetensi untuk menolong merujukkan. Sebab waktu berbicara tentang kerusakan-kerusakan akan menyakitkan dan kecenderunan kita adalah merasa disalahkan "Kamu ini menyalahkan saya lagi dan tidak mau tanggung jawab."
Bukan saling menyalahkan tapi saling melihat kerusakannya seperti apa.
GS : Kalau datang kepada konselor, katakan datang kepada Pak Paul, biasanya Pak Paul meminta mereka mengutarakannya masing-masing terlebih dahulu atau sama-sama saling berhadapan?
PG : Biasanya bersama-sama. Jadi mereka memang harus bicara apa adanya di hadapan satu sama lain. Memang dengan adanya pihak ketiga yang bisa mengatur cara mereka berbicara dan dampaknya bisa sdikit banyak dikurangi sehingga terapi satu konselor bisa menolong yang satunya untuk mengerti "Kenapa dia bisa begini dan begitu."
GS : Biasanya ketika kita mengutarakan kekurangan-kekurangannya atau kebutuhan-kebutuhan kita dan sebagainya, pihak pasangan itu juga berpikir hal yang sama jadi tidak mendengarkan apa yang kita katakan Pak Paul?
PG : Betul, jadi kita sebagai pihak yang menolong juga harus melakukan seolah-olah mengulang kembali dan menanyakan reaksinya bagaimana pandanganmu, pendapatmu, tanggapanmu terhadap apa yang diatakan oleh pasanganmu tentang kekurangan-kekurangan kamu ini? Dia memang harus mendengarkan kembali dan memberi tanggapan.
GS : Kalau tidak ada konselor atau pihak ketiga yang tadi Pak Paul katakan, itu akan menjadi pertengkaran baru lagi Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Dan langkah berikutnya lagi apa?
PG : Langkah berikut adalah bersiaga terhadap serangan berikutnya. Setelah Nehemia mengumpulkan semua orang Israel untuk membangun kembali, kemudian datanglah serangan dari Sanbalat, Tobia dan ebagainya, orang-orang yang tinggal di sekitar situ tidak senang melihat tembok Yerusalem dibangun kembali.
Jadi kita yang sedang membangun rumah tangga kita harus sadar bahwa pertama keruntuhan bersifat susul-menyusul, problem berikut telah menanti, maka harus hati-hati jadi harus siap. Ternyata waktu kita mau membereskan problem tidak hanya satu, awalnya seolah-olah problemnya hanya satu yaitu pengkhianatan tapi tiba-tiba menjadi banyak. Ini bisa melemahkan semangat, menjadi tambah runyam, tambah bermasalah. Dan ini yang justru diawal, diwaspadai dan jangan sampai patah semangat. Memang inilah duduk masalahnya, yaitu problem susul-menyusul karena yang satu belum selesai, sudah mencul lagi tapi ingat ini untuk kebaikan. Seperti sedang dibedah, memang semua dibuka dan semua terlihat jelas. Kita juga mesti ingat bahwa iblis tidak senang dan akan terus menyerang, menciptakan masalah baru atau membakar masalah lama. Kita mau melihat dan mengakui masalah lama, luka-luka lama, kerusakan-kerusakan yang telah terjadi, namun setelah kita bereskan, hati-hati iblis kadang-kadang meniup-niup lagi, membakar-bakar lagi, "Jangan mau, begitu saja mudah selesai. Kamu dirugikan begitu besar dan balaslah," maka dibakar-bakar lagi masalah lama. Atau iblis nanti meniup-niup dan berkata, "Masalah ini baru muncul", jadi seolah-olah kita dihantam dari belakang oleh masalah lama dan dihantam dari depan oleh masalah yang baru. Jadi benar-benar kita akan merasa tertindih dan hati-hati, makanya kita harus saling melindungi. Kita tahu Nehemia menyuruh semua bawahannya/tentaranya untuk saling menjaga, yang satu membangun, yang satu berjaga dengan perisai dan tombak. Suami dan istri harus saling melindungi, saling menjaga bukan malah melebarkan masalah. Di dalam tahap ini harus saling melindungi.
GS : Jadi baik perselingkuhan atau pengkhianatan atau bentuk-bentuk lain yang memicu adanya konflik antara suami dan istri itu sebenarnya hanya ujung dari suatu gunung es, Pak Paul?
PG : Tepat sekali dan ternyata di bawahnya memang ada banyak sekali masalah yang memang terkandung. Maka prinsip berikutnya yang dapat kita terapkan dari Nehemia adalah kita mesti bersihkan maslah sampai keakar-akarnya, Nehemia juga begitu.
Dibalik suatu masalah biasanya terkandung masalah lain di dalamnya, Nehemia sudah membereskan dengan orang-orang dari pihak luar, tapi tiba-tiba mendapatkan berita yaitu para pemimpin Israel merampasi kebun anggur, ladang milik orang Israel dan di bagian ini betul-betul menjengkelkan sekali. Kadang-kadang kita berpikir kita telah berhasil mengatasi masalah dari pihak luar tapi masalah dari pihak dalam ini terus menerus muncul, tidak apa-apa kita harus selesaikan sampai ke akarnya dan jangan menoleransi dosa sekecil apapun, ini prinsip yang kita harus pegang kita harus basmi sampai ke akar-akarnya. Jadi misalnya yang satu berkata "Saya sekali-kali melihat film porno," tidak boleh ada dosa. "Saya tidak jujur kepada kamu supaya kamu tidak marah," kita harus jujur, tidak boleh lagi menoleransi dosa sekecil apapun. Kita harus bersihkan ke akar-akarnya, harus menghapus semuanya, mengembalikan hak dan fungsi masing-masing. Kalau dulu kita terlalu dominan menguasai pasangan kita itu tidak bisa, kita harus berikan pada dia hak dan fungsinya. Kenapa masalah muncul? Karena hak dan fungsi telah kita rebut sehingga pasangan kita juga tidak lagi berfungsi. Hak dan fungsi suami istri harus kembali diberikan.
GS : Tadi Pak Paul katakan sampai ke akar-akarnya, dan ini yang membuat orang kadang-kadang kaget ternyata masalahnya begitu banyak. Seandainya suami istri meminta waktu untuk jeda (berhenti dulu) guna menyelesaikan yang pertama sebelum menyelesaikan masalah-masalah yang lain apakah itu bisa Pak Paul?
PG : Kalau memang mereka memerlukan waktu beristirahat itu boleh, kadang-kadang memang terlalu menindih, pikiran menjadi terlalu kalut. Makanya pertemuan adakalanya seminggu sekali atau dua mingu sekali sehingga ada waktu untuk mereka menarik napas.
GS : Dan itu tidak akan menghentikan proses yang sudah berjalan?
PG : Tidak, selama diteruskan seminggu sekali atau dua minggu sekali tidak apa-apa. Jangan ditundanya sampai dua, tiga bulan atau enam bulan. Paling lama ditunda, saya kira dua mingguan setelahitu harus bertemu lagi.
GS : Apakah itu akan terlihat hasilnya Pak Paul?
PG : Akan terlihat hasilnya Pak Gunawan, untuk bisa melihat hasilnya, kita harus menerapkan prinsip yang terakhir dari Nehemia yaitu menjalani hidup baru. Setelah Nehemia membangun tembok Yeruslem dia meminta Ezra mengajarkan firman Tuhan.
Firman Tuhan dibacakan, rakyat diajarkan kebenaran. Maka harus ditetapkan aturan yang jelas dalam pernikahan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, kita harus tetapkan dalam rumah tangga kita. Berikutnya kita merayakan hidup yang baru yaitu memulai kebiasaan atau aktifitas yang merekatkan relasi, dulu pergi sendiri-sendiri tapi sekarang mencoba bersama-sama. Dimulailah sebuah aktifitas kebiasaan hidup yang baru dan mendasarkan hidup pada firman Tuhan. Apa pun yang terjadi kembali lagi ke firman Tuhan, inilah pegangan kita.
GS : Merayakan ini penting karena keberhasilan bukan merupakan keberhasilan satu orang tapi tapi harus keberhasilan dari mereka berdua?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Dan dalam hal ini yang Nehemia ajarkan kepada kita ialah melalui pengalamannya. Ternyata Nehemia tidak sendirian tapi ada Ezra yang mendampingi juga. Jadi ada kerjasama yang baik diantara mereka menjadi satu team untuk bersama-sama membangun kembali tembok Yerusalem itu.
GS : Jadi kita sangat berharap sekali pada para pendengar acara ini untuk membaca secara utuh kitab Nehemia karena tidak terlalu panjang. Ternyata ada banyak pelajaran yang sangat berharga di dalam kita membangun kembali rumah tangga yang runtuh ini. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membangun dari Reruntuhan," bagian yang kedua yang merupakan kelanjutan dari bagian yang pertama beberapa waktu yang lalu. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
END_DATA