Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Makna Mengasihi Suami kepada Istri", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, pada beberapa waktu yang lalu kita sudah memperbincangkan tentang perintah Tuhan yang meminta si istri tunduk kepada suaminya. Kita akan melanjutkan perbincangan ini pada sisi suami, tapi sebelum itu mungkin Pak Paul bisa menjelaskan secara garis besar tentang makna ketundukan istri kepada suami ini?
PG : Yang pertama adalah Tuhan memberikan perintah kepada istri untuk tunduk kepada suami, bukan karena perempuan mempunyai masalah dengan ketundukan dan pria tidak mempunyai masalah dengan etundukan.
Ketundukan adalah masalah semua manusia, jadi Tuhan memberikan itu bukan karena ada masalah dengan wanita dalam hal ketundukan. Ketundukan kepada seorang suami memang dikaitkan dengan ketundukan jemaat kepada Kristus, jadi perlambangannya seperti itu. Dengan kata lain Tuhan meminta wanita tunduk sepenuhnya, sama seperti jemaat juga harus tunduk sepenuhnya kepada Tuhan. Nah, pertanyaannya mengapakah Tuhan menetapkan pria yang menjadi kepala, sebab Tuhan Yesus adalah seorang pria sewaktu Dia mengambil jasad sebagai seorang manusia. Jadi pengidentikkan dengan Kristus, saya kira jauh lebih masuk akal jikalau prialah yang diidentikkan dengan Kristus sebagai kepala. Dan kepemimpinan pria tidak didasari atas paksaan atau penjajahan atau kekuatan, tapi atas pengorbanan. Jadi atas dasar pengorbananlah suami menobatkan dirinya itu sebagai seorang kepala dalam keluarganya.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, suami itu langsung diberitahukan supaya mengasihi istrinya itu seperti Kristus mengasihi jemaat, yang telah menyerahkan diriNya untuk jemaat itu. Dan ini pengertiannya seperti apa Pak Paul?
PG : OK! Untuk menolong kita mengupas ayat ini, saya akan mengangkat dua pertanyaan. Yaitu yang pertama mengapakah Tuhan secara spesifik menetapkan istri sebagai penerima kasih, seakan-akan ria tidak membutuhkannya.
Yang kedua adalah apakah artinya kasihilah, sejauh manakah suami itu mengasihi istrinya. Coba kita akan melihat pertanyaan yang pertama terlebih dahulu, mengapa Tuhan secara spesifik menetapkan istri sebagai penerima kasih, apakah pria tidak membutuhkan kasih. Saya kira tidak demikian, sama seperti istri, suami pun membutuhkan kasih. Jadi perintah ini diberikan bukan karena kasih merupakan kebutuhan istri dan bukan kebutuhan suami. Saya kira bukan itu, sebab sama-sama kita ini pria juga membutuhkan kasih. Perintah ini juga diberikan bukan karena suami lemah dalam hal mengasihi istrinya. Ada orang yang berkata ya Tuhan memberikan perintah kepada suami, sebab memang suami sering lemah dalam mengasihi istri. Itu memang sering terjadi, banyak perselingkuhan yang dilakukan oleh pria yang tidak lagi mengasihi istrinya, tapi saya kira bukan atas dasar ini perintah itu diberikan. Alasan utama mengapa perintah ini diberikan ialah karena relasi kepemimpinan yang kristiani adalah relasi yang dilandasi oleh kasih. Saya kira itu dasar utamanya. Itu sebabnya kasih suami kepada istri diidentikkan dengan kasih Kristus yang begitu besar kepada jemaat, sehingga ia rela menyerahkan diriNya. Dengan kata lain kepemimpinan suami dan ketundukan istri muncul dari dan dipertahankan oleh kasih. Jadi kita melihat secara keseluruhan, konteks utuhnya. Konteks utuhnya adalah ayat-ayat ini sedang membicarakan juga tentang kepemimpinan Kristus atas jemaatnya, suami atas keluarga atau istrinya. Nah, bagaimanakah Kristus memimpin dengan kasih, bagaimanakah suami memimpin juga dengan kasih. Jadi dengan kata lain tugas mengasihi, bukan karena suami mempunyai masalah dalam hal mengasihi atau istri membutuhkan kasih. Tapi karena kepemimpinan itu rodanya adalah kasih, itu yang Tuhan tekankan.
WL : Pak Paul, ada pertanyaan menggelitik yang berkaitan dengan tuntutan dari Tuhan, apakah ada pengaruh atau tidak, bukankah wanita lebih diwarnai oleh perasaan, emosi, itu sebabnya seolah-olah Tuhan lebih mengetahui ini kebutuhan si wanita untuk dikasihi, kalau pria lebih dituntut untuk leadershipnya butuh dihormati, dihargai begitu?
PG : Saya kira kalau kita mau tarik bahwa ada kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan emosional, bisa ya. Dan apakah berlaku untuk banyak pria dan wanita, saya kira ya juga. Namun kalau kita jaikan patokan saya kira kurang tepat, karena sebetulnya pada kenyataannya kita pun yang pria senang dikasihi.
Memang kita itu senang dihormati atau apa, direspek, namun saya kira semua pria itu senang dikasihi oleh istrinya. Dan istri apakah karena sudah dipenuhi kebutuhan dikasihinya kemudian tidak usah direspek atau dihormati oleh suaminya, saya kira ya sama istri membutuhkan juga. Istri itu menerima penghormatan dan respek dari suaminya, tapi secara umum boleh kita kaitkan dengan kebutuhan emosional itu. Tapi kalau kita kembali kepada firman Tuhan, yang Tuhan sedang bicarakan bukanlah kebutuhan emosionalnya pria dan wanita melainkan Tuhan sedang membicarakan bagaimanakah keluarga itu bisa berdiri dalam kondisi harmonis. Bagaimanakah keluarga itu mengatur dirinya, aturan-aturan atau pedoman-pedoman apakah yang bisa dijalankan oleh suami dan istri. Paulus kemudian memberikan rumusnya, rumusnya adalah relasi Kristus dan jemaat yaitu relasi kepemimpinan. Namun roda kepemimpinan itu dijalankan dengan kasih, maka Paulus berkata suami mengasihi sebab kalau engkau tidak mengasihi istrimu roda kepemimpinanmu macet.
GS : Tapi sering kali suami itu yang pertama-tama sulit mengungkapkan kasihnya. Kalau ditanya, dia mengasihi istrinya cuma mengekspresikan kasihnya kepada istrinya itu kaku, mengalami kesulitan. Sehingga istrinya juga merasa bahwa suaminya tidak mengasihi dia. Lalu ada lagi kasus yang baru saja diceritakan oleh teman saya, istrinya itu menggunakan senjata kasih itu tadi. Suaminya ditanya: "Kamu mengasihi aku atau tidak?" Dia mengasihi (ini pengantin baru) lalu istrinya itu minta tabungan suaminya itu dibalik nama menjadi nama istrinya. Nah di situ suami merasa diperalat, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Dalam hal ini saya kira suami perlu menjadi pemimpin yang berhikmat, yang bijaksana. Yaitu pertama-tama yang dia ingin tanyakan kepada istri: "Mengapakah tabungan ini harus diserahkan aas namamu?" Masalahnya bukan si suami tidak rela, pertanyaannya mengapa si istri menuntut itu.
Saya kira tuntutan si istri mudah-mudahan tidak lebih buruk dari ini, bisa jadi memang dia mempunyai motif tertentu yaitu ingin menguasai harta si suami. Memang dalam pernikahan, harta suami dan istri menjadi harta bersama, namun kalau sampai seseorang menuntut bahwa ini harus menjadi hak, itu cukup mendebarkan jantung, membuat saya juga berpikir apa artinya di belakang ini kok sampai menuntut seperti itu. Jadi sebaiknya apa yang dilakukan dalam kasus seperti ini? Si suami harus bertanya kepada istrinya. "Apakah kalau saya membagikan harta, ini adalah pertanda saya mengasihi kamu?" Kalau dia berkata ya, wah memang dia telah salah memilih istri. Sebab dalam kasus ini si istri mengukur cinta dari segi harta atau materi. Jadi saya kira harus disoroti dari segi itu juga, meskipun setelah itu seorang suami juga harus menciptakan rasa aman buat istrinya bahwa hartaku, hartamu. Dan engkau boleh memakai uang kalau memang itu perlu dan itu baik, engkau boleh pakai meskipun itu atas namaku. Jadi apakah perlu langsung atas nama dua orang? Memang tidak terlalu perlu, sebab yang penting bukan atas nama dua orang, yang penting kedua hati itu sudah menjadi satu sehingga milik bersamalah yang menjadi konsep dalam pernikahan itu. Yang satu mempunyai akses terhadap harta yang satunya, namun kalau sudah mulai memunculkan tuntutan, ini harus namaku, saya memang agak ragu-ragu ya motivasi di belakang itu tampaknya tidak lagi murni.
GS : Jadi pertanyaan si suami adalah bagaimana saya itu bisa mengekspresikan kasih saya, tanpa dimanipulir oleh istrinya.
PG : Dalam kasus seperti itu saya kira si suami harus menegaskan bahwa dalam masalah uang ini, masalahnya bukan saya tidak mau memberikan, masalahnya adalah engkau menuntut. Jadi saya akan blik begitu, masalahnya bukan saya tidak memberikan tapi masalahnya engkau menuntut, ini yang membuat saya tidak nyaman.
Nah, kalau tentang kasih sayang, ayo kita berkomunikasi, berdialog, apa hal-hal yang bisa saya perbuat untuk membuat engkau merasakan kasih sayangku kepadamu. Kalau dia berkata ya hartamu itu, wah....memang pria itu salah pilih, sungguh-sungguh salah pilih istri.
WL : Ada kemungkinan atau tidak Pak Paul, dalam kasus tadi si istri mungkin melihat dari pengalaman buruk di lingkungan, entah orang tua, teman dekat atau saudara yang kasusnya misalnya si istri tiba-tiba ditinggal pergi lalu si pria menikahi wanita lain dan sebagainya, lalu hidup si istri menjadi morat-marit. Dia sangat khawatir, jadi dia berjaga-jaga jauh-jauh hari, kalau terjadi apa-apa dengan diriku, nah saya masih mempunyai entah deposito atau apa untuk menjamin hari depan saya. Jadi makna kasih bagi si istri harus ada jaga-jaga ini dan itu, begitu Pak Paul.
PG : Inilah yang menyedihkan, tapi ini memang fakta Bu Wulan, bahwa yang terjadi adalah kita terlalu sering melihat pria tidak bertanggung jawab dan jahat, jadi menyia-nyiakan istri. Sehingg istri akhirnya sulit mengembangkan cinta yang murni, akhirnya cinta itu merupakan transaksi yaitu aku berikan, engkau memberikan; aku mendapatkan, bukan saja engkau mendapatkan.
Jadinya suatu transaksi, artinya adalah penurunan kadar kasih seperti yang Tuhan inginkan. Maka sekali lagi intinya adalah sebelum menikah pilihlah dengan benar, dengan baik-baik. Kalau kita menikah dengan kecurigaan-kecurigaan seperti itu, bagi saya buat apa menikah lebih baik tidak ada pernikahan, jangan menikah dengan orang tersebut. Jadi kita memilih dengan baik, sehingga waktu kita menyatu memang siap untuk menyerahkan, untuk berbagi, untuk percaya, karena kita tahu kita akan diayomi. Nah dengan pria yang seperti itulah kita menikah jangan sampai salah memilih.
GS : Bagaimana Pak Paul dengan pengertian bahwa kami sebagai suami harus mengasihi istri seperti Kristus yang menyerahkan diriNya bagi jemaatNya?
PG : Mengasihi berarti menyerahkan diri bagi istri, ini firman Tuhan karena disamakan dengan Kristus yang menyerahkan diri bagi jemaat. Artinya apa? Bersedia mengorbankan kepentingan pribadidemi istri.
Jadi kalau orang berkata enak menjadi suami, itu konsep duniawi. Sebab kalau kita memahami firman Tuhan o.......si suami dituntut oleh Tuhan sangat besar, dia harus berani mengorbankan kepentingan pribadi demi istri bukan sebaliknya. Dengan kata lain mengasihi berarti melakukan apa yang baik bagi istri, seperti itu arti mengasihi dan menyerahkan diri. Firman Tuhan juga di dalam sambungannya di Efesus pasal 5 tadi membahas tentang mengasihi yaitu menguduskan istri menjadi tanpa cacat cela. Dalam pengertian apa? Saya kira sama yaitu menumbuhkan istri menjadi diri yang terbaik. Jadi dalam relasi dengan kita sebagai suami, istri kita itu bertumbuh menjadi diri terbaiknya. Di sini suami diminta untuk merawat istri, jelas Alkitab berkata menguduskannya menjadi suatu persembahan yang tanpa cacat cela. Jadi diminta untuk merawat istri bukan untuk merusak istri, sehingga kebutuhannya baik emosional maupun jasmaniah terpenuhi dan si istri bisa hidup dengan tenteram. Dalam pertemuan saya dengan klien yang membutuhkan bantuan konseling, saya memang sering kali harus bertemu dengan istri secara alegoris, secara perumpamaan saya katakan penuh dengan kerut-kerut, penuh dengan cacat. Maksudnya adalah mereka penuh dengan tekanan hidup, mengapa? Sebab suami tidak merawat mereka, tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, malahan yang sering terjadi ya disia-siakan, dikhianati. Jadi mereka bukan menjadi persembahan yang kudus tanpa cacat justru menjadi penuh dengan kerut-kerut, penuh dengan tekanan-tekanan. Jadi sekali lagi keindahan itu akhirnya dirusakkan oleh si suami. Ini adalah justru yang Tuhan larang. Maka Tuhan katakan engkau harus mengasihi istri, merawatnya, menjadikannya persembahan yang tanpa cacat.
GS : Secara konkret Pak Paul, penyerahan diri suami kepada istri itu seperti apa?
PG : Misalnya di dalam pengambilan keputusan, si suami harus selalu juga memikirkan kepentingan istri. Sering kali kita ini sebagai pria dalam mengambil keputusan kita jalan sendiri, kita megabaikan apa yang baik bagi istri kita pula.
Nah yang Tuhan minta adalah sebagai pemimpin yang baik, yang kristiani, kita memikirkan kepentingan istri kita pula. Misalkan gara-gara mendapatkan promosi kerja kita harus pindah, tapi kalau kita pindah kita itu tahu bahwa istri kita itu akan sangat sengsara, karena dia harus kehilangan keluarganya atau apa. Nah kita harus memberikan kesempatan kepada istri kita untuk menggumuli, tidak langsung kita menetapkan akan pindah kamu ikut saya, karena kamu istri kamu harus tunduk, tidak. Pemimpin yang dimaksud oleh Tuhan adalah pemimpin yang memikirkan kepentingan istrinya, jadi dia harus bertanya bagaimana pendapatmu tentang ini? saya tidak setuju, nah biarkanlah dia bergumul dalam ketidaksetujuannya. Kalau sampai istri bersedia pindah, baru pindah; tapi kalau memang tidak bersedia, saya kira harus ada suatu pengorbanan. Kalau kita putar situasi juga sama, misalkan istri kita yang ingin pindah, kita yang tidak ingin pindah; nah kita mau atau tidak yang dipaksa pindah? Kita pun mungkin juga berat. Nah maka berikan waktu, berdialog terus, lihat pilihan-pilihan di sana dan sebagainya baru mengambil keputusan bersama.
WL : Pak Paul, kalau kembali ke penjelasan tadi tentang merawat atau memenuhi kebutuhan istri, kenapa kalau saya perhatikan lebih banyak pria mengkaitkan masalah ini dengan mencukupkan kebutuhan secara materi saja, kebutuhan emosi itu justru seolah-olah terabaikan. Terlebih lagi bagi masyarakat Chinese yang totok begitu?
PG : Kebanyakan pria memiliki keterbatasan memahami alam perasaan dan alam pikiran, jadi hal-hal yang berkaitan dengan perasaan itu sesuatu yang asing buat pria, itu saya kira memang keterbaasan pria.
Oleh karena itu waktu istri berbahasa emosi, si suami itu tiba-tiba kelu tidak bisa menanggapi dengan bahasa emosi yang sama. Inilah memang gap yang ada antara suami dan istri, jadi si istri bisa menolong si suami mengajarkan inilah yang saya butuhkan. Kalau saya merasakan begini, ya yang saya rindukan darimu adalah ucapan-ucapan seperti ini, atau sentuhan-sentuhan seperti inilah yang sebetulnya aku dambakan darimu. Jadi istri memang perlu memberikan pengajaran-pengajaran seperti ini agar suaminya akhirnya bisa lebih peka dengan apa itu yang menjadi kebutuhan si istri.
GS : Memang buat si suami itu sebenarnya lebih gampang memenuhi kebutuhan-kebutuhan materiilnya daripada memenuhi kebutuhan emosionalnya, Pak Paul.
PG : Betul, karena sekali lagi memang dunia emosi buat kebanyakan pria adalah dunia yang asing, jadi daripada memasuki dunia yang asing, pria kebanyakan tidak lagi memasukinya.
GS : Tapi belajar untuk memberikan itu, saya memahaminya sebagai suatu pengorbanan, Pak Paul.
PG : Itu pun pengorbanan betul, berarti dia harus berani mendengarkan permintaan istrinya yang dia tahu dia belum bisa lakukan. Kadang-kadang karena dia tidak bisa lakukan dan diminta dia maah, pria kadang-kadang begitu daripada mengakui bahwa ya saya kesulitan.
Nah lebih baik pria atau suami berbicara terus-terang kepada istrinya, saya kesulitan, saya tidak memahami tentang perasaan jadi tolonglah saya. Kalau itu dikomunikasikan seperti itu saya kira istri pun dalam hal ini juga lebih rela memberikan bimbingan kepada suami.
GS : Pak Paul, dalam hal mengorbankan dirinya untuk istri, itu bagaimana terhadap hubungan suami dengan anak-anak, jadi sebagai seorang ayah. Yang dilihat anak, seolah-olah ayahnya ini orang yang lemah, Pak Paul?
GS : Otomatis waktu suami mengasihi tidak mengasihi dengan membabi buta sehingga kehilangan prinsipnya pada kebenaran. Jangan! Kalau salah, salah; benar, benar. Bahkan kalau dalam keluarga anak-anak sudah mulai besar, dan jelas istri salah, suami kadang-kadang dituntut untuk bisa berkata mama salah, daripada membela mama di depan anak-anak, bahwa mama tidak salah dan sebagainya. Saya kira anak-anak akan bertambah kecewa dengan papanya malah membela yang salah. Jadi ada waktunya seorang suami akan berkata salah, dan ini adalah wujud dari kepemimpinanannya dia. Tuhan menunjuknya juga sebagai imam di rumah, imam yang bisa menunjukkan arah. Jadi sekali lagi mengasihi bukan berarti membabi buta, mengikuti seperti kambing dicocok hidungnya atau kerbau dicocok hidungnya, tidak, justru adakalanya suami memberikan arah dan harus seperti ini. Dan saya kira dalam kasih, istri pun menghargai suami yang bisa memberikan arah. Kadang-kadang dalam konseling, inilah yang saya dengar dari wanita tentang suami mereka yaitu karena suami itu tidak begitu memperhatikan tentang keluarga mereka, suami itu jarang memberikan arah harusnya begini dan sebagainya dan istri seolah-olah kehilangan panduan, dia membutuhkan suami yang menjadi kepala. Nah kadang-kadang justru suami-suami ini sama sekali tidak berfungsi sebagai kepala, maunya jadi jempol ikut-ikutan saja, kaki ke mana ikut ke situ.
GS : Ya, ketergantungan memang muncul dari pihak suami, kalau memang istrinya itu biasa mengarahkan Pak Paul, jadi dia seolah-olah tidak berinisiatif.
PG : Jadi sebisanya suami memberikan pendapat, jangan akhirnya semua bergantung pada istri. O.....tidak, karena respek istri itu dibangun di atas inisiatif si suami, namun walaupun suami ituharus mendengarkan juga masukan istri sekali lagi kita harus ingatkan, jangan sampai kebergantungan suami kepada istri itu melebihi kebergantungan suami kepada Tuhan.
Pokoknya istri yang bisa mengatur yang penting beres, Tuhan menjadi nomor dua. Seolah-olah tidak perlu ada Tuhan yang penting ada istri saya yang bisa mengatur, semuanya pasti beres. Nah, itu kalau sampai seperti itu saya kira salah.
WL : Pak Paul, konteks ini sepertinya cocok dengan yang sering kali muncul slogan-slogan yang mengatakan ada kelompok pria-pria atau suami yang takut istri. Sebenarnya batasannya sampai di mana Pak, karena bagi kelompok yang lain mereka menganggap: "Tidak, ini wujud saya mengasihi istri, saya bukan takut kepada istri." Tetapi bagi pria yang lain: "Lho.....kamu itu tidak jantan, kamu takut istri, mengambil keputusan saja kamu harus tanya istri dulu, telepon dulu, begini, begini."
PG : Memang itu adalah buah dari budaya yang keliru, bahwa suami itu seperti raja dan raja itu tidak perlu dibisiki oleh siapapun. Tapi kita tahu raja yang tidak menerima masukan dari tangankanan, tangan kirinya atau penasihatnya adalah raja yang bodoh.
Justru suami yang bijaksana adalah suami yang bersedia menerima masukan dari istrinya dan bahkan kalau anak-anaknya sudah mulai besar, dari anak-anaknya sekalipun. Sebab mungkin mereka melihat dari sisi mereka yang kita luput untuk melihatnya. Jadi sebagai seorang suami, saya ingin menghimbau kepada para suami yang lain jangan takut untuk mendengarkan masukan istri, berikan kesempatan karena itulah yang dirindukan oleh istri juga, mereka berbagian dalam kehidupan keluarga ini. Namun kita juga harus berfungsi sebagai kepala, kita juga harus menetapkan arah, kita harus berani mengambil keputusan, dan jangan takut kita itu berargumen dengan istri kita. Adakalanya yang dikatakan takut istri adalah takut berargumen dengan istri, nanti ribut lagi. Tidak, kalau untuk hal yang benar bagi saya ribut ya ribut dengan istri, tidak apa-apa. Tapi justru dengan kita berani ribut, kita menunjukkan bahwa kita kepala dan kita tidak dengan begitu saja akan mengikuti pendapat istri, kalau kita yakin ini benar kita akan bela juga.
GS : Pak Paul, kalau pada kesempatan yang lalu itu ada batasan istri tunduk kepada suami asal tidak melanggar perintah Tuhan. Kalau suami mengasihi istri, batasannya seperti apa Pak?
PG : Sama Pak Gunawan, yaitu jangan sampai suami mengasihi istri melebihi kasihnya kepada Tuhan. Mengasihi itu artinya mendahulukan, mendahulukan kepentingan tapi jangan sampai kita mendahulkan kepentingan istri di atas Tuhan.
Jangan sampai istri meminta kita melakukan hal-hal yang salah, kita lakukan demi cinta kepadanya padahal itu melanggar kehendak Tuhan. Suami yang seperti itu tidak berjalan di rel yang Tuhan kehendaki.
GS : Dengan kata lain keharmonisan keluarga itu tercapai, apabila suami-istri ini tunduk kepada Tuhan.
PG : Pada akhirnya itu, dua-dua memang harus tunduk kepada Tuhan itulah dasar utamanya.
GS : Baik ketaatan maupun mengasihi. Terima kasih sekali Pak Paul untuk kesempatan perbincangan kita kali ini juga Ibu Wulan. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Makna Mengasihi Suami kepada Istri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami persilakan Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sab, 14/03/2009 - 10:29am
Link permanen
WAH MISUA AKU SANGAT SAYANG
TELAGA
Sel, 17/03/2009 - 10:40am
Link permanen
Kami ikut bersyukur apabila