Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengobati Kesepian". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Topik perbincangan kita kali ini tentang "Mengobati Kesepian", Pak Paul, seolah-olah kesepian itu suatu penyakit yang harus diobati. Apakah seperti itu, Pak ?
PG : Rasanya memang seperti penyakit, Pak Gunawan. Jadi waktu kita mengalami kesepian, itu menusuk hati. Salah satu perasaan yang benar-benar sangat menyiksa adalah kesepian. Kesedihan menyiksatidak ? Menyiksa.
Ketakutan menyiksa tidak? Menyiksa, tapi bagi sebagian orang kesepian itu luar biasa menyiksanya, benar-benar seperti rayap yang menggerogoti kayu-kayu dalam rumah kita tiba-tiba bisa hancur, runtuh. Jadi memang saya menggunakan istilah mengobati, karena rasanya memang seperti suatu penyakit yang sangat parah.
WL : Pak Paul, ada ciri-ciri tertentukah untuk orang yang kesepian ? Kalau orang misalnya 'self-esteem' apakah lebih rentan dibandingkan dengan orang yang tidak ada masalah dengan hal itu?
PG : Saya tidak bisa menjawab pasti apakah orang yang minder akan cenderung lebih sepi daripada orang yang tidak minder. Mungkin saja memang ada perbedaan, mungkin saja orang yang sehat itu tidk merasa sepi, namun saya juga tidak menutup kemungkinan ada kalanya meskipun kita orang yang relatif sehat tapi situasi tertentu terjadi dalam hidup kita, kita misalkan harus berpisah dengan lingkungan kita, dengan orang-orang yang kita biasanya dekat dan sayangi, nah itu tetap akan menggoncang meskipun kita puas dengan hidup kita, mempunyai relasi dengan Tuhan yang akrab, tapi kondisi tertentu bisa benar-benar cukup menggoncangkan kita dalam kesepian itu.
GS : Pak Paul, sebenarnya ada orang yang suka sepi, suka nyepi begitu. Apakah dia mengalami kesepian juga ?
PG : Ada perbedaan antara yang namanya menyendiri dan kesepian. Kita ini kadang-kadang memang butuh menyendiri, kita terlalu lelah berhubungan dengan manusia terus-menerus, kita ingin menyendii, menyendiri dalam pengertian kita mengumpulkan kembali kekuatan yang telah terkuras habis itu.
Nah, ini sesuatu yang positif dan kita biasanya senang bisa menyendiri seperti itu, bisa mengumpulkan kembali kekuatan kita yang telah terkuras habis. Kesepian bukan seperti itu, Pak Gunawan. Kenapa ? Sebab kesepian itu merupakan reaksi terhadap kesendirian di luar kehendak pribadi. Kita tidak menginginkannya, namun mengalaminya. Kalau menyendiri itu 'kan atas dasar pilihan pribadi, kita memang merencanakan untuk menyendiri. Kalau kesepian tidak, jadi reaksi, perasaan yang keluar terhadap fakta bahwa kita ini sendiri dan kita tidak menginginkan untuk sendiri di saat ini. Nah kira-kira itulah bedanya, Pak Gunawan.
WL : Pak Paul, kalau menyendiri yang tadi Pak Paul maksudkan memang positif ya, seperti kontemplasi begitu, mungkin. Tapi ada juga yang saya pikir menyendiri, "menarik diri". Itu kalau ditanya sebenarnya ia juga tidak mau, cuma seperti tidak merasa ..... saya pernah membaca buku-buku mungkin waktu kecilnya mungkin mengalami penolakan dari orangtua dan sebagainya, sehingga menghasilkan orang yang cukup peka terhadap penolakan. Jadi seringkali malahan dari pergaulan dia yang menarik diri. Menyendirinya berarti justru kesepian juga, ya Pak Paul.
PG : Betul. Untuk kasus yang ini, ya itu sama dengan kesepian. Waktu dia menarik diri karena dia merasa tertolak, tidak diinginkan oleh lingkungannya, dia akan kesepian. Jadi beda dengan menyeniri, kalau menarik diri karena merasa tertolak, biasanya disertai dengan rasa kesepian itu.
GS : Tapi ada orang yang di tengah-tengah keramaian masih bisa merasa kesepian, Pak Paul ?
PG : Ini pertanyaan yang bagus, ya Pak Gunawan. Nah, ini membuktikan bahwa kesepian itu bisa terjadi di tengah orang banyak atau di suasana hiruk-pikuk, sebab kesepian adalah sebuah perasaan, bkan sebuah situasi atau kondisi.
Sebuah perasaan, maka waktu orang-orang itu yang mengalami kesepian diajak ke mana, ke sana, ke sini, ke tengah-tengah keramaian, tetap kesepian. Dia akan murung, dia tidak akan cerah, tidak bisa menikmati keramaian itu. Justru rasanya tidak betah, ingin tergesa-gesa pulang kembali ke rumah dan diam kembali di rumah, di dalam keheningan. Nah, kita yang di luar tidak mengerti dan berkata "hening itu 'kan sepi", oh tidak, memang beda. Hening dengan hiruk-pikuk itu benar-benar tidak relevan dalam hal kesepian itu, sebab sungguh-sungguh kesepian adalah sebuah reaksi, sebuah perasaan yang keluar terhadap kesendirian yang tidak kita kehendaki.
WL : Pak Paul, apakah ada pengaruh dari situasi lingkungan di mana kita tinggal misalnya seseorang yang tinggal di negara yang sangat menekankan individualitas dibandingkan dengan negara yang masih belum setinggi itu individualitasnya. Lalu dengan pengaruh jaman, bukankah sekarang istilahnya jaman teknologi, gedung-gedung semakin bertingkat, bahkan ada yang mengatakan bahwa kita sudah bisa mencapai angkasa, tapi untuk mengunjungi tetangga pun kita rasanya tidak ada kesempatan untuk itu.
PG : Saya kira akan berbeda ya, Ibu Wulan. Di tengah-tengah masyarakat yang lebih bersifat komunal seperti di tempat di mana kita tinggal ini, orang memang lebih susah untuk kesepian, karena hbungan dengan orang cukup banyak dan cukup akrab.
Ada apa-apa tetangga datang ke rumah kita, kita pun bebas datang ke rumah tetangga, sedangkan di negara-negara tertentu kita harus menelepon terlebih dahulu, menanyakan apakah ini waktu yang tepat untuk berkunjung dan kalau datang pun ada urusan tertentu. Tidak ada yang namanya ngobrol-ngobrol, tidak ada. Jadi, saya kira peluangnya mereka kesepian sangat besar dibandingkan dengan kita di sini.
GS : Sebenarnya bagaimana kita bisa menolong orang yang sedang berada dalam kesepian itu, Pak Paul ?
PG : Nah, ada yang harus kita perhatikan. Yang pertama adalah ini, obat kesepian bukanlah keramaian, melainkan keintiman. Sebagai makhluk sosial kita merindukan relasi yang intim dengan sesama an kesepian adalah reaksi terhadap tidak adanya keintiman dalam hidup kita itu.
Jadi kita akan bisa kesepian meskipun kita pagi bekerja, pulang sore dan dari pagi sampai sore kita bertemu dengan rekan-rekan kerja atau kita Minggu ke gereja, bertemu dengan teman-teman, tapi kita pulang dalam kesepian. Di gereja pun kita juga kesepian. Mengapa sampai bisa begitu ? Sebab tidak ada teman akrab, tidak ada sahabat yang akrab dan intim dengan kita. Dengan kata lain, antidotnya kesepian adalah keintiman. Seseorang yang memang bisa menjadi belahan hidup kita, bisa kita jadikan tempat menumpahkan isi hati kita, kita bisa juga menjadi tempat baginya untuk menumpahkan isi hatinya kepada kita.
WL : Ya, Pak Paul, penjelasan Pak Paul mengingatkan saya pada sebuah film. Saya lupa judulnya, yang diperankan oleh Tom Hank waktu dia terdampar di sebuah pulau yang kosong. Ia menderitanya setengah mati, sampai pada suatu hari kalau tidak salah ia ketemu bola atau apa lalu digambari wajah orang dan setiap hari bola ini yang diajak berbicara, karena dia butuh seseorang, tidak bisa sendirian sama sekali.
PG : Betul sekali. Nah saya kira film "Cast Away" yang Ibu Wulan sudah singgung itu melukiskan betapa butuhnya kita akan seseorang yang akrab dengan kita. Dalam film itu kita bisa melihat Tom Hnk mengajak bola itu berbicara sebagai seorang teman, teman dekat, bukan hanya teman sapa, tapi teman dekat.
Dia bisa ajak tertawa, bergurau, tempat marah, tempat curahan isi hati. Nah, itulah yang kita butuhkan, yaitu seseorang yang intim dengan kita. Tapi untuk bisa menjalin relasi yang intim kita harus berani mengundang orang masuk untuk menempati ruang hati kita dan sebaliknya kita pun mesti masuk ke dalam ruang hidup orang itu. Jadi kalau hanya sepihak, misalkan kita menjadi tempat tumpahan isi hati orang, berarti kita membuka pintu orang bisa masuk mendengarkan cerita-cerita mereka. Kita ijinkan orang masuk, tapi kita sendiri tidak terlibat dalam kehidupan orang, kita sendiri tidak dekat dengan mereka, jadi searahlah relasi ini. Itu pun tidak menciptakan relasi yang intim, bukan, relasi intim benar-benar dua arah. Dua orang saling berbagi, dua orang saling berani membuka diri dan memasuki diri masing-masing sebagai sahabat. Nah, dalam kondisi seperti inilah saya kira kesempatan atau kemungkinan kita kesepian itu hampir tidak ada.
GS : Tapi ada orang yang mengalami kesepian, Pak Paul ya, karena suatu kesusahan yang dalam, dia tidak mau diganggu.
PG : Itu yang memang sering terjadi, Pak Gunawan. Dalam kesepian kita begitu tersiksa dan kadang-kadang kita kehilangan kejernihan berpikir dan bukannya kita mengijinkan orang datang, tapi kitajustru mendorong orang untuk menjauh dari kita.
Itu sebabnya saya teringat sekali dengan nasihatnya Pdt. Jack Hayford sewaktu dia bertemu dan mengunjungi seorang istri dari mantan rektor di sebuah Perguruan Tinggi di Amerika. Nama ibu itu adalah Ibu Vivian Felix, dia terkena kanker, dia seorang anak Tuhan yang saleh, mencintai Tuhan. Pada usia yang relatif belum terlalu tua dia terdiagnosis dengan kanker. Sudah tentu itu sangat mengejutkan dia. Dalam keadaan kaget dia dikunjungi oleh Pdt. Jack Hayford dan saya ingat nasihatnya Pdt. Jack Hayford kepada Ibu Vivian Felix. Dia bilang, "Inilah saatnya, ijinkanlah orang untuk memanggul engkau, untuk memikul engkau, untuk memberikan dukungan dan ijinkanlah mereka mengasihimu". Rupanya itu kadang-kadang sulit kita lakukan. Waktu kita dalam penderitaan tertentu, kita sedang kesepian, kita malah menambahkan lapisan pintu hati kita, malah membuat orang menjauh dari kita. Nah, itu tindakan yang keliru. Ikutilah nasihat yang baik itu dari Pdt. Hayford. Ijinkanlah orang memanggul kita, mendukung kita dan mengasihi kita, jangan justru menutup pintu terhadap mereka.
WL : Pak Paul, pada mulanya Tuhan tidak memaksudkan ada masalah-masalah seperti ini, maksudnya sebelum dunia jatuh ke dalam dosa. Nah, seperti yang kita percaya dan diajarkan bahwa pada waktu kita percaya kepada Tuhan, relasi kita dengan Tuhan diperbaharui begitu pula dengan sesama kita, tapi rupanya tidak sesederhana itu ya, Pak Paul. Ternyata masih banyak hal seperti yang Pak Paul jelaskan, kita harus mengundang orang lain masuk ke dalam hati kita, kita pun harus menyediakan diri kita sebaliknya kepada orang lain.
PG : Karena itu adalah bagian dari kodrat kita sebagai manusia sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Jadi buat kita terlibat dengan orang, membina relasi yang akrab dengan orang, itu sesuatu yang mmang Tuhan kehendaki.
Jadi citra Allah sebagai Pencipta kita yang Tuhan titipkan, tanamkan pada kita pada waktu Tuhan menciptakan kita, salah satunya adalah itu, bahwa Allah adalah Allah yang terlibat dalam kehidupan. Karena itu Allah terlibat dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya Allah tatkala melihat kita berdosa, Allah ingin berbuat sesuatu, mengangkat kita dari dosa dan dalam rencanaNya Ialah yang harus turun menjadi manusia, mati bagi dosa kita. Jadi Allah adalah Allah yang ingin mempunyai relasi dengan manusia. Nah kodrat Allah itulah yang juga kita warisi karena kita diciptakan sesuai dengan peta dan teladan Allah. Seyogyanyalah kita sebagai manusia untuk bisa menjadi manusia seperti yang Tuhan kehendaki, ya kita terlibat dalam relasi dengan orang, relasi yang dekat dan bermakna.
GS : Ya memang ada kekuatiran, Pak Paul, orang yang mengalami kesepian ini kalau ada orang yang datang kepadanya, orang itu bukan seperti yang tadi diharapkan bisa mendukung, tapi malah menambah kesedihannya misalnya dengan menanyakan kasus yang sakit tadi. Orang ini ditanyai tentang sakitnya, malah disalahkan tidak menjaga kesehatan dan sebagainya. Dia menghindar supaya jangan terjadi itu.
PG : Itu sebabnya untuk menjalin keintiman diperlukan sekurang-kurangnya dua prasyarat atau dua unsur, rasa percaya dan dimengerti. Kalau orang datang malah menyalahkan kita atau kita menumpahkn isi hati kita malah dihakimi, ya kita tidak akan merasa dimengerti dan kita sulit untuk dekat atau intim dengan orang yang tidak mengerti kita.
Jadi itu syarat yang memang kita lihat harus terpenuhi. Kedua adalah kita memang harus mempercayai orang tersebut. Keintiman tidak dibuat atau didirikan di atas ketidakpercayaan, tidak mungkin. Harus didirikan di atas kepercayaan bahwa dia akan menjaga rahasia kita, bahwa dia akan tetap menghormati kita meskipun kita berbagi cerita yang mungkin tidak begitu positif tentang diri kita, bahwa dia tetap akan mengasihi kita, bahwa dia tetap akan baik kepada kita. Nah, rasa percaya atas unsur-unsur tadi itu harus ada barulah keintiman tercipta. Jadi sekali lagi saya tekankan untuk menjalin relasi yang intim diperlukan dua syarat itu, dimengerti dan kita bisa mempercayai orang.
GS : Ya karena itu biasanya orang yang kesepian ini akan memilih kepada siapa dia akan intim atau mencurahkan isi hatinya, Pak Paul.
PG : Betul dan kita memang tidak sembarangan ya. Biasanya orang-orang yang sepi lebih peka dalam hal mempercayai. Bisa atau tidak percaya ? Karena seringkali kita dalam kesepian malah cenderungmenambah lapisan pintu-pintu supaya orang tidak bisa masuk ke dalam hidup kita.
Kita cenderung menaikkan standar, wah saya tidak bisa percaya dia, oh dia tidak bisa mengerti kita, jadi kita harus hati-hati juga jangan terlalu cepat menaikkan standar kita.
GS : Biasanya orang yang merasa kesepian itu sering kali berulang di dalam kehidupannya atau jarang-jarang, Pak Paul ?
PG : Berulang dalam pengertian kalau memang obat itu, resep itu tidak pernah dia dapatkan, dia tidak pernah berhasil menjalin relasi yang akrab dengan orang, saya kira ya akan terus-menerus terlang.
Ya, sekali lagi, sekali lagi dan akhirnya kalau rasa kesepian itu terlalu sering menimpanya , tidak lagi terjadi secara berkala tapi konstan. Dia menjadi orang yang kesepian terus-menerus, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, selama bertahun-tahun sampai mungkin akhir hayatnya. Jadi memang perlu ada usaha untuk menjalin relasi itu. Nah, saya juga ingin memunculkan satu hal lain lagi yaitu untuk kita bisa merasa percaya, sudah tentu perlu rasa aman. Rasa aman bahwa saya bersama seseorang yang bisa saya andalkan, bahwa dia akan bersama saya, mengerti saya dan sebagainya. Rasa aman inilah yang kadang-kadang tidak ada pada diri kita kalau misalkan kita pernah mengalami kekecewaan atau peristiwa-peristiwa yang buruk dan peristiwa-peristiwa itu akhirnya membekas, membuat kita sangat berhati-hati pada orang. Nah, sudah tentu berhati-hati itu baik, jangan sembarangan percaya pada orang, tapi kalau terlalu berlebihan akhirnya memutuskan tali relasi dengan sesama. Akhirnya kita akan berkata, "Lebih aman sendiri, lebih aman tidak dekat dengan orang, lebih aman tidak percaya pada orang". Betul, tapi resikonya, harga yang harus kita bayar sangat besar, yaitu kita akan makin kesepian. Jadi memang kita perlu membangun rasa aman itu dan rasa aman diuji melalui waktu dan peristiwa-peristiwa. Jika orang lain membuktikan dirinya layak dipercaya, maka barulah kita dapat merasa aman di dekatnya dan kita pun demikian juga kepadanya melalui proses waktu kita membuktikan diri layak dipercaya oleh orang tersebut.
WL : Menurut Pak Paul, boleh atau tidak bila ada orang untuk mengobati kesepiannya dengan cara mengadopsi anak, jadi resikonya lebih kecil, walaupun tetap ada resiko kelak si anak ini menyia-nyiakan ibu angkat atau bapak angkatnya, tapi dia merasa lebih kecil resikonya, sejak kecil saya membinanya dan lain-lain, dibandingkan dengan menjalin relasi intim dengan seseorang yang memang sudah besar, begitu Pak Paul.
PG : Sudah tentu boleh saja dan memang untuk hari tua adanya anak angkat akan lebih menenteramkan hati kita, sebab anak angkat itu akan tetap menganggap kita sebagai orangtuanya. Sudah tentu ha itu akan menolong, namun ada juga perbedaannya antara orang yang setara dengan kita dan anak.
Kita tidak bisa membagi perasaan kita dengan anak, terutama pada masa dia masih kecil, tapi bila kita memiliki teman yang sebaya dan bisa menjadi tempat kita berbagi rasa, nah itu akan lebih mengisi kesepian kita. Sebab faktanya bukankah ada orangtua yang di rumahnya banyak anak tetap merasa kesepian ? Sekali lagi yang diperlukan adalah keintiman itu, seseorang yang bisa dekat dengannya. Dan kalau sampai kita mengadopsi anak karena kita kesepian, meskipun itu bukanlah hal yang salah, bukan, itu bisa menjadi hal yang baik namun kita harus berhati-hati karena adakalanya kita menggantungkan seluruh hidup kita pada anak angkat kita. Kita menuntutnya terlalu berlebihan, sehingga pada masa remaja seharusnya anak itu boleh keluar, boleh pergi, tapi tidak kita ijinkan. Nah ini bisa terjadi juga bukan saja pada anak angkat, tapi pada anak kandung, ya misalkan ada orangtua tidak mempunyai pasangannya lagi, ditinggalkan atau diceraikan, dia harus sendiri dengan anaknya, dia kesepian sekali. Nah, akhirnya terlalu protektif pada si anak, karena tidak ada lagi hiburan, tidak ada lagi yang bisa mengisi hidupnya selain si anak ini. Akibatnya kita membunuh masa depan si anak. Pada usia remaja seharusnya si anak keluar bebas bergaul dengan teman-temannya, tapi dia harus menemani orangtuanya di rumah dan dia kehilangan kehidupan sosialnya. Nah orangtua yang kesepian juga harus berhati-hati jangan memanfaatkan atau mengeksploitasi anak untuk mengobati kesepiannya itu.
GS : Kalau ada seseorang yang datang pada kita dan secara terus terang ia menyatakan sedang kesepian, Pak Paul, ini yang sesama jenis dan sebagainya. Lalu dia bilang, "Apa sebetulnya yang bisa saya lakukan untuk kamu?" Sebenarnya apa Pak Paul, yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang sedang kesepian. Kalau dinasihati ya dia pun tidak senang.
PG : Kita bisa bertanya, "Apakah engkau berkeberatan jikalau aku datang ke rumahmu ?" Jadi kita memang harus bertanya, karena tidak semua, tadi kita sudah singgung, tidak semua orang yang keseian sebetulnya mengijinkan orang masuk ke dalam kehidupannya.
Jadi kita mesti "kulo nuwun" dulu, meminta ijin, apakah memang dia tidak berkeberatan kita memasuki kehidupannya. Atau kalau dia berkeberatan kita mengunjunginya kita bertanya, "Apa boleh nanti saya menghubungimu per telepon saja?" Apakah dia berkeberatan ? Nah, itulah beberapa hal yang bisa kita langsung lakukan secara konkret, namun sekali lagi saya tekankan, kita mesti bertanya seberapa jauhkah kita boleh masuk ke dalam kehidupannya, karena tidak semua orang yang kesepian membuka pintu menyambut uluran tangan orang lain. Justru di sini saya kira letak kesalahan, justru di dalam kesedihan dia harus membuka diri, karena kalau tidak ya sama seperti orang sakit. Dia tahu dia sakit dan dia tahu perlu obat tertentu, tapi tetap menolaknya, ya berarti tidak akan sembuh-sembuh.
WL : Kalau langkah lain bagaimana Pak Paul, kalau misalnya itu terlalu mengagetkan atau orang itu belum siap, kita misalnya libatkan dalam beberapa organisasi atau aktifitas atau di gereja. Pelan-pelan begitu, lalu dia bisa merasakan kehangatannya, perhatian orang dan lain sebagainya.
PG : Bisa juga, betul jadi kita ajak dia ke tempat yang lebih ramai, misalkan ke persekutuan di gereja dan biarkanlah teman-teman yang lain juga menyapanya dan kemudian nanti mungkin sekali-sekli meneleponnya.
Biarlah teman-teman itu secara alamiah mulai menghubunginya dan dari situ mudah-mudahan dia makin merasa disambut dengan baik. Nah, "saya juga harus membuka dirilah supaya orang-orang itu bisa masuk ke dalam kehidupan saya". Ya saya kira itu langkah yang baik. Atau kita bisa berkata pada orang yang kesepian itu dan tidak mau membuka diri, sekarang kita katakan, "Saya melihat engkau dalam keadaan yang susah, saya tidak tahu apa masalahmu, tapi silakan menghubungi saya kalau mau omong-omong, saya mau sekali membantumu. Atau kalau engkau perlu untuk pergi atau apa perlu bantuan, saya bersedia menemanimu". Cara yang lain lagi, kita bisa berkata, "Saya melihat engkau dalam kesusahan, tidak tahu apakah kamu mau bicara tentang masalahmu atau tidak, tapi saya akan mendoakan kamu". Jadi ucapan-ucapan seperti itu bisa menyejukkan hati orang yang sedang kesepian.
GS : Kalau seseorang mengalami kesepian seperti ini, Pak Paul ya, apakah dia kehilangan rasa percaya dirinya juga ?
PG : Biasanya ya, Pak Gunawan. Itu point yang baik. Pada masa orang kesepian, memang dia kehilangan keyakinan diri bahwa dia bisa efektif dalam hidup ini, bahwa dia bisa melakukan hal-hal yag tadinya bisa dia lakukan dengan baik.
Dia kehilangan kepercayaan diri itu, sebab memang tiba-tiba dia merasa kehilangan semua. Dalam keadaan kesepian memang seseorang merasa dia kehilangan semua, termasuk kepercayaan diri. Dan salah satunya yang sering dialami oleh orang adalah Tuhan. Orang itu beranggapan Tuhan pun telah meninggalkan saya, tidak lagi menghiraukan saya. Jadi benar-benar kehilangan semua. Nah, jangan sampai kita makin membuat diri kita terpuruk. Maka pesan akhir saya yang ingin saya sampaikan, tanggungjawab ada di pundak sendiri. Pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah "maukah saya mengambil resiko untuk memulai relasi dan meningkatkannya sampai pada tahap keakraban atau keintiman ?" Akhirnya terpulang pada kita lagi. Maukah kita ? Kalau kita tidak mau, ya memang tidak akan ada perubahan. Kalau kita berharap semuanya berubah dengan sendirinya, tidak bisa, kita juga harus melangkah. Jadi tanggungjawab itu ada pada pundak sendiri.
GS : Apakah ada nasihat Firman Tuhan, Pak Paul ?
PG : Firman Tuhan di Amsal 18:24 berkata, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara". Ya memang adakalanya teman-tean ada yang tidak baik, mencelakakan kita, namun ada sahabat-sahabat yang begitu dekat lebih dekat daripada seorang saudara.
Jadi berarti apa ? Ya, kita dianugerahkan Tuhan kesempatan untuk membangun relasi, bukan saja ada saudara, kita bisa membangun teman-teman, persahabatan yang bisa lebih dekat kepada kita daripada saudara-saudara kepada kita. Jadi silakanlah keluar dari tempurung kita, bangunlah relasi dan biarkan Tuhan nanti memakai orang-orang untuk memperkaya hidup kita pula.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Ibu Wulan, terima kasih. Saya percaya perbincangan ini menjadi berkat bagi banyak orang baik yang saat ini sedang mengalami kesepian atau pun kalau kita melihat ada sahabat kita yang sedang kesepian. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengobati Kesepian". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK, Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.