Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan melanjutkan perbincangan kami tentang kandidat-kandidat perselingkuhan atau orang-orang yang punya potensi atau peluang untuk berselingkuh. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Karena ini merupakan perbincangan lanjutan dari beberapa waktu yang lalu, mungkin Pak Paul berkenan menguraikan secara singkat apa yang sudah kita bicarakan pada waktu yang lalu tentang perselingkuhan ini.
PG : Pada dasarnya kita membicarakan bahwa perselingkuhan itu suatu hubungan yang kompleks, di dalamnya terdapat unsur ketertarikan yang kemudian berkembang menjadi unsur saling bergantung dn akhirnya menjadi suatu hubungan di mana terjadi saling memenuhi kebutuhan masing-masing.
Dan rupanya kita semua ini rawan terhadap perselingkuhan. Jadi walaupun ada tipe tertentu atau kondisi tertentu yang menambah kerawanan, tapi semua harus waspada karena kita semua bisa masuk ke dalam jeratan itu tanpa kita sadari. Pada pertemuan kita yang lampau, kita telah membicarakan tipe yang pertama yaitu orang-orang yang mempunyai pernikahan yang bermasalah. Itu memang salah satu kondisi yang seringkali menjerumuskan orang ke dalam suatu perselingkuhan, misalkan salah satu contoh yang sering terjadi adalah seperti ini. Hubungan yang bermasalah, dalam pengertian tidak terlalu banyak pertengkaran namun hubungan itu bukanlah hubungan yang sehat misalkan, si suami tidak merasa dia mempunyai suara di rumah, dia merasa di bawah si istri dan tidak mempunyai otoritas terhadap keluarganya atau istrinya. Ini adalah suatu hubungan yang bermasalah, tidak harus diisi dengan pertengkaran-pertengkaran tapi hubungan yang tidak sehat. Akhirnya si suami rawan terhadap perselingkuhan karena di dalam rumah merasa tidak ada apa-apanya. Tiba-tiba mempunyai apa-apa di luar, disegani, dihormati dan sebagainya oleh seseorang, akhirnya ia masuk ke dalam hubungan tersebut.
GS : Mungkin kalau pria besar kemungkinannya di rumah tidak dihargai kemudian di luar rumah ada seseorang yang bisa menghargai karyanya dan sebagainya. Atau sebaliknya si istri di rumah tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari suaminya, lalu ada orang yang masuk ke dalam kehidupannya yang memperhatikan dia dan sebagainya, Pak Paul?
PG : Betul, jadi seperti kesempatan kita pada waktu yang lampau, pernikahan yang bermasalah itu menciptakan kebutuhan yang tidak terisi atau tidak terpenuhi sehingga kita rawan terhadap oran-orang yang bisa memenuhi kebutuhan kita itu.
Lebih lanjut lagi pernikahan yang bermasalah menimbulkan juga rasa frustrasi, rasa marah dalam diri kita, rasa kesal, rasa tidak enak, rasa jengkel. Nah, kalau rasa-rasa yang negatif itu terus hadir dalam diri kita, dibiarkan maka kita akan membutuhkan kelegaan, kita tidak bisa hidup terus-menerus dengan kesal dan marah, kita ingin kenyamanan, kelegaan. Lalu kita bertemu dengan seseorang yang mengasihi kita, memberikan kelegaan, ya akhirnya kita terperangkap dalam hubungan perselingkuhan. Yang berikutnya ini Pak Gunawan, kondisi yang kedua adalah orang yang mempunyai pola pernikahan yang kurang sehat yaitu pola pernikahan dimana tidak ada pertanggungjawaban. Biasanya laki-laki yang melakukan hal ini. Maksud saya adalah hubungan dimana si suami misalnya boleh bersikap sekehendak hatinya tanpa harus memberikan pertanggungjawaban kepada si istri. Misalnya dia mau pergi, ditanya oleh istrinya dengan siapa dia pergi, dia akan berkata dengan teman, dengan siapa? Dia mengatakan dengan teman, ditanya pulang jam berapa, dia akan berkata ya sekembalinya saya, untuk urusan apa, bisnis misalnya begitu. Jadi benar-benar dia tidak merasa bertanggung jawab atau mempunyai kebutuhan untuk mempertanggungjawabkan perilakunya kepada si istri. Yang klasik adalah soal gaji, istrinya tidak tahu berapa gajinya dia, pengeluarannya juga ke mana, si istri juga tidak tahu. Ini adalah pola hubungan nikah yang membuat seseorang itu rawan sekali terhadap perselingkuhan.
IR : Ini terkait dengan karakter orang yang hidup bebas, orang yang masa kecilnya juga tidak disiplin ya, Pak Paul?
PG : Bisa sekali Bu Ida, jadi memang dia adalah orang yang terbiasa hidup sekehendak hatinya atau dia melihat contoh itu pada diri orang tuanya. Mamanya diam di rumah tidak tahu apa-apa, papnya yang menguasai semua dan mamanya tidak pernah bertanya kepada papanya, ataupun kalau bertanya tidak pernah dijawab oleh papanya.
Jadi dia mempunyai suatu konsep begitulah seharusnya rumah tangga. Nah, manusia adalah manusia yang berdosa, tatkala kita merasa bahwa tidak ada lagi yang mengawasi kita, memberikan pertanggungjawaban kepada kita, akhirnya kita bisa berbuat dosa.
GS : Tapi kadang-kadang ada pria yang bukan merasa perlu memberikan pertanggungjawaban, tapi dia merasa risih karena kalau istrinya bertanya seperti penyelidik, jadi dia merasa dituduh atau merasa tidak dipercayai. Sehingga sikapnya ekstrim yaitu tidak mau memberitahukan semuanya. Bagaimana mengatasinya, Pak?
PG : Saya kira harus ada pembicaraan, di mana si suami mengatakan secara terus terang kepada si istri. Caramu bertanya membuatku merasa seperti seorang tersangka, mohon diubah ya . Si istriharus bertanya cara seperti apa yang kau inginkan, beritahu aku.
Si suami perlu memberitahukan dengan spesifik misalnya kalau bertanya jangan sampai nadamu meninggi, jangan sampai seolah-olah memberikan kesan kau curiga padaku. Tapi yang sering kali terjadi, Pak Gunawan dan Ibu Ida, misalkan si istri bilang ya ! saya tidak akan bertanya seperti itu. Tapi saya mohon dengan amat sangat sebelum engkau pergi, engkau sendiri yang dengan sukarela memberitahu aku ke mana, dan dengan siapa, pulang jam berapa. Tapi masalah yang seringkali terjadi adalah si suami tidak mau memberitahu juga, nah ini yang seringkali terjadi dalam rumah tangga. Jadi si istri berkata ya, saya tidak akan bertanya supaya engkau tidak merasa seperti tersangka, tapi engkau yang memberitahu aku secara sukarela, jadi aku tidak harus bertanya. Si suami merasa ini melanggar egonya memberitahu hal itu kepada si istri. Saya kira ini konsep pernikahan yang tidak tepat dan tidak sehat. Sebab ada pria yang berkata bahwa saya tidak seharusnya memberitahu si istri saya pulang jam berapa, dan dengan siapa saya pergi, itu adalah hak saya. Seorang pria tidak harus memberitahukan kepada istrinya hal-hal seperti itu, ini konsep yang keliru, sebab hubungan suami istri adalah hubungan pertanggungjawaban, suami bertanggung jawab pada istri dan sebaliknya juga bukanlah suatu hubungan di mana kuda menarik pedati di belakang. Bukan sama sekali seperti itu, jadi konsep ini memang harus dikoreksi, suami tidak perlu merasa terhina kalau harus memberitahukan ke mana dia akan pergi. Itu adalah informasi yang seharusnya diberikan dan diketahui oleh istrinya.
GS : Disamping itu Pak Paul, mengenai penghasilan yang tadi Pak Paul singgung, kadang-kadang ada suami yang tidak mau secara jujur memberitahukan penghasilannya berapa. Ada keluhan memang dari seseorang yang pernah saya dengar, nanti kalau diberitahukan seluruhnya uang itu dikuasai istri. Saya ingin membeli sesuatu kesukaan saya, menyalurkan hobby saya, tidak bisa karena sudah dikuasai. Biasanya yang saya amati pada saat gajinya masih pas-pasan atau kecil, seluruhnya diberitahukan, tapi begitu sudah mulai besar lalu disembunyikan. Apa memang harus diungkapkan semua atau bagaimana kalau seperti itu kejadiannya, Pak Paul?
PG : Harus diungkapkan semua, Pak Gunawan, sebab pernikahan Kristiani adalah suatu peleburan; waktu Tuhan berkata seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya menjadi satu dengan istrinya an keduanya itu menjadi satu daging.
Terkandung dalam konsep menjadi satu daging adanya suatu peleburan, ibaratnya misalkan kita ini melebur dua zat menjadi satu, yang susah sekali untuk kita pisahkan atau yang lebih mudah kita bayangkan adalah pelarutan seperti misalnya sirup dengan air. Setelah dilarutkan bersama tidak bisa kita pisahkan lagi. Jadi artinya apa? Tuhan pernah berkata bahwa di
I Korintus 7 bahwa tubuh suami bukan tubuhmu lagi, tapi milik si istri dan tubuh istri bukan milikmu lagi, tapi milik suami. Itu sekali lagi bukannya membicarakan mengenai hak milik seperti yang kita kenal, tapi membicarakan suatu pertanggungjawaban. Termasuk dalam hal-hal finansial kalau memang itu masalahnya, misalnya si istri mendominasi keuangan si suami, itu yang harus dibereskan bukan dia menyembunyikan uangnya.
IR : Semua harus terbuka ya, Pak Paul?
GS : Masalahnya dia memang tidak mempunyai wibawa untuk membuat istrinya membagikan, mengerti kebutuhan-kebutuhan dari si suami.
PG : Nah ini memang tidak sehat, sebab dalam konteks ini tanpa disadari telah dimulai suatu pola maling yaitu pola menyembunyikan. Daripada saya terbuka lebih baik saya sembunyikan. Lama-kelmaan pola maling atau pola pencuri ini bisa berkembang kepada hal-hal yang lain.
Kalau kuberitahu dia marah, ya tidak aku beritahu. Kalau aku berbuat ini dia akan marah, aku tidak beritahu, lama-lama aku akan pergi dengan wanita lain.
GS : Ya memang kalau semuanya diberitahukan, dia mengatakan, saya tidak punya kesempatan antara lain tidak punya kesempatan berselingkuh itu, sehingga akhirnya yang terjadi adalah untuk gajinya sendiri yang resmi memang diberitahukan, tapi untuk penghasilan-penghasilan tambahan dia pakai sendiri.
PG : Betul, memang itu adalah bibit yang tidak baik, ya?
GS : Lalu ada yang lain Pak Paul, tadi kita sudah bicarakan dua point kita melihat dari dua sisi, mungkin ada sisi yang lain?
PG : Yang sudah kita singgung juga pada pertemuan yang lampau adalah kalau kita mempunyai sejarah, perilaku seksual yang terlalu bebas sebelum nikah. Jadi ini bisa menjadi suatu godaan untukkita berselingkuh, Pak Gunawan, tidak bisa disangkali bahwa manusia itu bisa bosan, jenuh.
Seks itu sesuatu yang sebetulnya harus menyegarkan, tapi seks itu tidak bisa disangkal sangat bergantung pada ketertarikan fisik. Seks itu memang mengandung unsur fisiknya, selain dari unsur mental atau emosional, jadi harus ada juga ketertarikan fisik. Setelah menikah belasan tahun atau bahkan puluhan tahun, tubuh si istri atau si suami tidak lagi sama seperti dulu waktu masih muda. Dalam keadaan seperti ini, ada kecenderungan kalau orang yang dulunya sering main-main perempuan, berhubungan seks dengan banyak wanita, sebaliknya dia akan tergoda untuk mencicipi yang lain lagi, dengan harapan itu akan membawa variasi dalam kehidupan seksualnya, sebab dia ingin menikmati seks tapi dia tidak lagi bisa menikmati seks dengan pasangannya. Dia ingin mendapatkannya dari orang lain supaya kehidupan seksualnya menjadi dinamis lagi. Itu bahayanya, dia akan tergoda untuk melakukannya dengan orang lain sebab banyak sekali contoh-contoh pribadi yang pernah dia alami dulu, di mana dia merasa sangat puas.
IR : Jadi bahaya sekali ya Pak Paul, kalau calon suami yang hidupnya sudah bebas, suka bermain seks itu juga bahaya sekali, dalam perkawinan akan mendatangkan masalah.
PG : Ya tidak harus, tidak pasti mendatangkan masalah, karena orang yang sudah bertobat dan sebagainya, saya percaya akan mempunyai hidup yang lain, namun tetap harus saya akui godaannya besr.
Dibandingkan dengan orang yang sama sekali tidak pernah punya pengalaman, sehingga dia tidak bisa membanding-bandingkan dengan orang lain.
GS : Tapi memang sebelum pernikahan tidak apa-apa sebenarnya, orang ini normal-normal saja di dalam kehidupan seksualnya. Hanya masalahnya setelah menikah uangnya atau penghasilannya lebih tinggi, dia mendapatkan sarana misalnya untuk membeli buku-buku atau majalah-majalah dari luar negeri atau bahkan dia sendiri yang mengekspos seks itu atau bisa sewa video atau bahkan dari cyberseks dari internet ya, Pak Paul. Nah itu membuat dia ingin mencoba ya, Pak Paul?
PG : Betul, jadi pornografi itu luar biasa berbahayanya Pak Gunawan. Kita harus sadari bahwa suami yang mulai tergila-gila nonton film-film yang mempunyai adegan seksual itu menandakan ada ssuatu yang tidak beres dalam dirinya.
Sebagai seorang istri dia harus mengambil langkah untuk mencegahnya, kalau bisa membicarakannya. Si suami biasanya akan berdalih, tidak apa-apa ini hanya film. Saya menggunakan istilah suami sebab kebanyakan adalah suami yang begitu, tapi ada juga kasus wanita, dia berkata ini hanya film namun jangan kita terima dalih seperti itu. Sebab biasanya sudah menandakan hal yang tidak beres. Dan itu yang harus dibereskan misalnya bisa saja dia merasa gairah seksual dengan si istri sudah sangat berkurang. Waktu dia menonton, dia akan digairahkan lagi dan langsung bisa berhubungan dengan istrinya karena adanya penggairah itu. Jadi sekali lagi masalahnya terletak pada dia dengan si istri.
GS : Lama-lama jadi ketagihan ya?
PG : Bisa sekali, jadi kalau sekali sudah mulai masuk ke dalam pornografi biasanya akan terjerat, luar biasa cengkeraman pornografi itu, sehari-hari pikiran kita akan dikuasai olehnya.
GS : Ya memang yang tadi Pak Paul katakan alasannya itu, dia menghalalkan hal itu, dia memperbolehkan hal itu, karena dia mengatakan dulu waktu aku belum menikah saya tidak mempunyai kesempatan ini. Sekarang menikah saya mempunyai kesempatan untuk melihat dan dia katakan saya berhubungan dengan istri saya, bukan dengan orang lain.
PG : Secara jujur seharusnya dia mengakui bahwa secara fisik dia berhubungan dengan si istri, tapi secara mental dengan orang-orang yang ada dalam film itu.
IR : Dan itu menikmati perzinahan dengan orang lain, dapat berarti dosa.
PG : Secara mental dia sudah berzinah dengan orang lain.
GS : Hal yang lain Pak Paul, yang memungkinkan seseorang itu bisa menjadi kandidat perselingkuhan itu.
PG : Itu adalah masa kecil yang bermasalah Pak Gunawan, jadi ada orang pada masa kecilnya ditekan atau merasa dirinya tidak berharga. Namun sekarang mulai berharga atau misalnya ada doronga untuk menolong orang yang terlalu kuat ya, menyenangkan hati orang tanpa batas, dan tidak bisa juga mengakui keterbatasannya sehingga terus mau menolong akhirnya, misalnya dia menolong teman wanitanya atau teman prianya yang lagi ada masalah, dia mendengarkan dia membantu akhirnya terjerumus, terjerumus makin dalam makin intim.
Jadi adakalanya masa lalu kita yang bermasalah itu menciptakan lubang dalam diri kita. Lubang kebutuhan untuk dihargai, untuk diterima, untuk disayangi. Misalkan kita orang yang disayangi luar biasa oleh ayah ibu kita, setelah kita menikah kita merasakan hal yang tidak sama. Kita mempunyai kebutuhan untuk disayangi yang tidak terpenuhi di situ. Misalnya seperti ini atau kita sangat disayangi oleh mama kita, kita sebagai pria akhirnya setelah menikah kita merindukan ungkapan kasih yang begitu besar dari istri kita, waktu kita tidak mendapatkannya kita merasa kurang akhirnya kita mencarinya di luar.
GS : Kalau faktornya pengalaman masa kecil itu sulit, bagaimana untuk memisahkan atau melupakan masa kecilnya itu, Pak Paul?
PG : Dia harus menyadari bahwa itulah yang dia butuhkan, dan dia harus berhati-hati dengan pemenuhan kebutuhannya itu.
GS : Menyadari itu penting sekali ya Pak Paul, bahwa itu berbahaya dan lain sebagainya?
PG : Penting sekali, karena dia menjadi orang yang rawan, kita misalnya butuh sekali penghargaan dan kita merasakan dari istri atau suami kita kurang mendapatkannya. Kita akan terus mencari-ari penghargaan itu dari orang lain, jadi kita harus menyadari kebutuhan kita dari masa lalu yang bermasalah itu.
IR : Kemudian kalau mungkin ada faktor lain, Pak Paul?
PG : Yaitu kalau ada perubahan yang sangat drastis dalam situasi kehidupan kita. Misalnya kejatuhan ekonomi atau kehilangan pekerjaan, itu menimbulkan frustrasi yang berat dan kita kehilangn jati diri, kita merasa tidak berharga lagi, nah itu merawankan kita untuk jatuh dalam perselingkuhan dengan orang lain.
Misalnya juga adalah kehilangan figur yang penting dalam hidup kita, contoh adalah krisis kehilangan anak misalnya kematian anak, itu bisa membuat goncangan yang hebat sehingga kita seolah-olah kehilangan pegangan hidup, mencari orang lain untuk menjadi pegangan kita atau misalnya orang tua kita meninggal. Salah satu hal yang menarik adalah kebanyakan perselingkuhan cukup banyak menimpa pada orang usia 40-an atau 40 ke atas. Salah satu faktor selain dari faktor pubertas kedua dan sebagainya, yang umum adalah karena pada usia 40-an kita sudah kehilangan orang tua kita. Tanpa disadari kita ini masih merasa diawasi dan harus bertanggung jawab kepada orang tua. Harus menjaga nama, kalau kita berbuat yang tidak baik ada orang tua yang menegur kita sebab orang tua yang paling bebas menegur kita. Waktu orang tua tidak ada, secara psikologis dan tidak disadari kita merasa terbebas dari tanggung jawab atau menjaga nama baik orang tua dan sebagainya. Tiba-tiba kita merasa lebih bisa dan lebih berani untuk melakukan perselingkuhan, jadi itu merupakan faktor yang harus kita perhatikan. Berikutnya lagi adalah kalau seseorang mengalami krisis rohani, jadi misalkan mengalami masalah di gereja, kok orang Kristen seperti ini, kok pendeta seperti itu, kok gereja seperti begitu, akhirnya meninggalkan Tuhan. Ini bahaya juga, karena hal-hal yang dulu dia inginkan tapi bisa diredamnya karena takut pada Tuhan, tiba-tiba sekarang tidak usah diredam lagi, dia mendapatkan izin untuk melakukannya. Jadi krisis rohani seperti ini sebetulnya sangat berbahaya. Yang berikutnya adalah perubahan drastis dalam kehidupan, misalnya status ekonomi yang meningkat dengan sangat pesat. Tadi Pak Gunawan sudah sebut berkali-kali, itu sebabnya orang-orang sering berkata hati-hati kalau suamimu kaya misalnya, kalau dia kaya kebanyakan dia akan mempunyai simpanan bukan saja simpanan uang tapi simpanan wanita. Itu memang ada betulnya, karena keuangan yang meningkat dengan tiba-tiba membuat kita sekarang lebih bisa untuk mendapatkan banyak hal, termasuk misalnya tatapan kagum dari wanita, kepatuhan wanita, hormat wanita kepada kita sebagai pria, sebagai atasan yang dulu tidak kita dapatkan, namun sekarang kita dapatkan.
IR : Kecuali kalau keuangan itu bersama-sama diketahui istri, ya?
PG : Ya, itu menolong sekali maka pertanggungjawaban finansial harus ada dalam keluarga.
IR : Jadi bisa mengerem ya, bisa mengetahui untuk apa saja.
GS : Sehubungan dengan perubahan, Pak Paul, ada satu peristiwa yang terjadi, sebenarnya pasangan suami istri itu tadinya kelihatan tidak bermasalah ya Pak Paul. Tiba-tiba dia di PHK di satu tempat, di salah satu kota tempat dia tinggal bersama istrinya. Lalu istrinya mencarikan dia tempat kerja di luar kota yang cukup jauh. Sehingga tidak memungkinkan suami itu tiap hari pulang atau seminggu sekali pulang, bahkan lama-lama hubungan mereka cukup jauh karena jarang bertemu. Sampai akhirnya si suami itu jatuh dalam perselingkuhan, itu merupakan perubahan drastis yang dialami atau memang dia punya bakat untuk berselingkuh?
PG : Saya kira itu karena perubahan tadi seperti yang sudah saya katakan, kita semua rawan terhadap perselingkuhan. Jarak yang jauh, tidak bisa tidak, akan membawa perubahan dalam diri kita.Cinta itu perlu dipupuk, cinta bertumbuh dalam hubungan, dalam kontak relasi.
Tanpa adanya kontak relasi, yang ada ingatan tentang orang itu bukan lagi cinta terhadap orang itu. Jadi cinta yang nyata adalah cinta yang benar-benar tumbuh dalam kehidupan yang kita lalui bersama. Akhirnya karena jarak yang berjauhan, saya menduga cinta antara mereka mulai pudar, yang ada adalah kewajiban saya sebagai suami harus setia, dia sebagai istri harus setia. Namun isi atau bobot mental atau emosionalnya sudah sangat berkurang, dalam kesepian seseorang akan jauh lebih mudah untuk tertarik kepada orang lain.
IR : Hidup yang hampa, kosong, ya Pak Paul?
GS : Pada awalnya si suami itu masih sering telepon, interlokal menanyakan istrinya, anak-anaknya, tapi makin lama makin jarang dan rupanya perubahan itu kurang disadari oleh istrinya. Tiba-tiba dia mendapat kabar dari temannya bahwa suaminya itu berselingkuh dengan rekan kerjanya yang jauh lebih muda, itu yang terjadi Pak Paul. Istrinya merasa bersalah, menyalahkan dirinya sendiri, karena dia yang mencarikan tempat kerja itu untuk si suami.
PG : Ya saya mengerti rasa bersalah si istri, tapi saya juga mau berkata si istri tidak perlu merasa bersalah, karena yang dia lakukan adalah justru demi kebaikan satu keluarga itu. Dia sedag memikirkan jalan keluar agar si suami mempunyai pekerjaan, bukankah itu juga baik untuk harga diri si suami daripada dia tidak ada pekerjaan sama sekali untuk menafkahi kehidupan keluarga.
Jadi si istri melakukan sesuatu yang baik untuk menyelamatkan keluarga itu. Namun si suamilah yang menyalahgunakan kesempatan itu, jadi yang salah tetap si suami, bukan si istri.
GS : Ya tapi juga bisa berdalih dan mengatakan, diajak pindah ke sini masih beralasan, memang sekolah anaknya itu yang masih harus diselesaikan, istrinya tidak mau cepat-cepat pindah ke sana karena pertama suaminya juga belum mempunyai tempat tinggal yang tetap. Jadi semacam di asrama, ya Pak Paul, sehingga istrinya juga meragukan, nanti saya pindah ke sana anak-anak tidak betah, saya tidak betah, itu yang dikeluhkan oleh si istri.
PG : Ya, itu yang harus dibereskan tapi bukan dengan cara berselingkuh, jadi saya tetap mengembalikan tanggung jawab pada si suami sebetulnya.
GS : Jadi bagaimana Pak Paul apakah kita bisa mendapatkan bimbingan dari firman Tuhan untuk menguatkan baik para istri atau suami?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 5 : 8, "Jauhkanlah jalanmu daripada dia, dan janganlah menghampiri pintu rumahnya." Amsal 5 adalah Amsal tentang perzinahan Pak Guawan, jadi nasihat firman Tuhan jelas yaitu janganlah memulai, janganlah mendekat-dekat, janganlah mencari-cari alasan.
Kalau kita sudah mulai, kita susah untuk mengakhirinya. Jadi jangan memulai, yang Tuhan ingin ingatkan pada kita, mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Yang lain lagi yang ingin saya sampaikan adalah salah satu hukum taurat Tuhan berbunyi dengan jelas "jangan berzinah". Saya kira sekarang istilah perselingkuhan kehilangan bobot moralnya karena tidak lagi dikaitkan dengan Tuhan, namun dikaitkan dengan mengkhianati pasangan. Itu tetap adalah suatu perzinahan dan perzinahan tetap kita sebut perzinahan, bukan nama lain.
GS : Jadi harus tegas dan itu penting buat kita. Demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan kehadapan Anda, sebuah percakapan tentang kandidat-kandidat perselingkuhan atau orang-orang yang punya potensi besar untuk berselingkuh bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Sekali lagi bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda untuk menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58, Malang. Saran-saran, pertanyaan dan tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami ucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.