Disiplin yang Berlebihan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T304B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Sebagai orang tua, kita berkewajiban untuk mendisiplin anak. Namun karena keterbatasan pengetahuan, orang tua seringkali mengadopsi cara disiplin yang dilakukan oleh orang tua kita di masa lalu tanpa mencerna apakah disiplin yang diberikan itu terlalu keras atau tidak. Di sini kita akan mencoba melihat apakah kita sudah tepat dalam mendidik anak? Kalau memang disiplin yang kita berikan itu belum tepat atau terlalu keras, maka apa yang harus kita lakukan agar kita bisa mendisiplin dengan tepat?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Belum lama ini kita dikejutkan dengan berita tentang seorang anak yang setiap hari diikat oleh ayahnya. Konon menurut ayahnya, si gadis cilik ini kerap pergi ke tong sampah dan mengais makanan. Oleh karena tidak ada yang menjaga, setiap hari ia mengikat anaknya sewaktu ia pergi ke luar rumah. Mengapa kita sampai mendisiplin anak secara berlebihan ? Berikut akan dijelaskan mengapa sampai kita dapat mendisiplin anak berlebihan dan cara untuk menanggulanginya.

  • Kebanyakan kita belajar mendisiplin anak dari pengalaman didisiplin oleh orang tua sendiri. Apabila kita menerima disiplin berlebihan namun berhasil bertahan, ada kecenderungan kita akan berkata bahwa disiplin seperti itu adalah baik. Itu sebabnya kita melestarikan metode pendisiplinan yang sama.
  • Kalau pun kita tidak menyukai pola pendisiplinan yang keras itu, pada akhirnya pola itu terserap ke dalam diri kita. Kendati kita berupaya sekeras mungkin untuk tidak menerapkan pola tersebut, sewaktu-waktu kita dapat memunculkannya.
  • Seringkali disiplin yang berlebihan lahir dari rasa lepas kendali. Kita tidak lagi tahu harus berbuat apa kepada anak dan dalam frustrasi yang besar, kita pun gagal menguasai diri.
  • Kita pun cenderung menggunakan disiplin berlebihan bila kita merasa ditantang oleh anak. Sikap anak yang kurang ajar dan terus berbantahan membuat kita merasa dilecehkan. Inilah yang kerap melahirkan amukan atau amarah.
  • Adakalanya kita pun menggunakan anak sebagai target kemarahan yang sebenarnya bersumber dari hal lain. Dengan kata lain, anak menjadi pelampiasan kemarahan yang seharusnya ditujukan kepada orang lain.
  • Kadang kita mendisiplin dengan keras karena ketidaktahuan kita akan cara lain yang lebih efektif. Kita hanya tahu cara memukul-dari memukul perlahan sampai memukul keras.
  • Terakhir, adakalanya memang tersimpan rasa tidak suka kepada anak tertentu, mungkin karena sifatnya yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kepada anak itu kita cenderung menggunakan disiplin berlebih.
Cara Menanggulangi
  • Kita harus menyadari sumber terjadinya disiplin berlebih dan memulai membereskannya dari situ. Di sini diperlukan kerendahan hati untuk mengakui bahwa pola pendisiplinan yang selama ini digunakan ternyata keliru.
  • Sebelum mengendalikan anak, terlebih dahulu kita harus dapat mengendalikan diri sendiri. Jadi, belajarlah untuk menguasai kemarahan dan janganlah mengkambinghitamkan anak sebagai penyebab kita marah.
  • Sedapatnya sebelum berkata atau berbuat apa-apa, berdiamlah diri sejenak dan pikirkanlah tindakan yang tepat untuk mendisiplinnya. Jika perlu, diskusikanlah dengan pasangan terlebih dahulu sebelum bertindak.
  • Pada dasarnya kita harus mendisiplin anak sesuai : (a) usia, (b) karakter, dan (c) kesalahan anak. Selalu pertimbangkan usia anak dalam mendisiplin anak. Jangan samakan anak usia 3 tahun dengan anak usia 13 tahun. Juga, pertimbangkan karakter anak. Anak yang berkarakter keras dan membangkang memerlukan ketegasan dibanding anak yang berkarakter lembut dan penurut. Terakhir, selalu kenakan disiplin yang sesuai dengan kesalahan. Jangan menghukum anak berlebihan untuk kesalahan yang sepele. Amsal 14:17 mengingatkan, "Siapa lekas naik darah berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana bersabar."