Bertahan dalam Penderitaan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T501B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kadang kita harus bertahan dalam penderitaan tanpa dapat melihat sinar di ujung terowong yang gelap. Bila ini yang terjadi, penting untuk terus meyakini Allah mempunyai rencana yang melebihi akal kita. Bagian kita adalah menyerahkan kekuatiran kita kepada-Nya, belajar hidup hari demi hari, dan berterima kasih kepada para penolong yang telah Tuhan sediakan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Beberapa waktu yang lalu saya bercakap-cakap dengan seorang teman yang telah lama menderita sakit. Dari sudut pandang manusia ia tahu bahwa ia tidak akan sembuh dan bahwa perawatan yang diterimanya hanyalah untuk memperpanjang usianya. Ia mengatakan ia sudah capek menderita dan bertanya, mengapa Tuhan tidak memanggilnya pulang saja. Dalam tugas saya sebagai seorang konselor, saya pun kerap bertemu dengan orang yang telah lama menderita dalam kehidupan. Secara rohani kita dapat berkata bahwa pastilah ada jalan keluar untuk setiap permasalahan, namun pada kenyataannya tidaklah selalu demikian. Kadang kita harus bertahan dalam penderitaan tanpa dapat melihat sinar di ujung terowong yang gelap. Apakah yang dapat kita perbuat bila kita berada di tempat yang seperti itu?

  1. Yang mesti kita perbuat adalah meyakini bahwa APA YANG TENGAH TERJADI DALAM HIDUP KITA ADALAH BAGIAN DARI RENCANA ALLAH, BUKAN DI LUAR DARI RENCANA ALLAH. Singkat kata, kita tidak berkata bahwa apa yang terjadi tidak seharusnya terjadi. Sebaliknya kita berkata bahwa apa yang terjadi memang seharusnya terjadi untuk menggenapi rencana Allah, walau kita tidak tahu apa rencana Allah itu.

    Kita cenderung mengaitkan KEBAHAGIAAN dengan KEHENDAK Tuhan dan PENDERITAAN dengan BUKAN KEHENDAK TUHAN atau bahkan dosa atau ketidaktaatan kita, padahal belum tentu demikian. Jika kita tahu bahwa kita telah berusaha hidup dalam kehendak Tuhan namun sekarang mesti mengalami penderitaan, kita dapat menyimpulkan bahwa penderitaan ini berada dalam kehendak Tuhan. Kita tidak tahu tujuannya dan mungkin sampai kita meninggalkan dunia ini tetap tidak tahu, namun kita mesti meyakini bahwa Allah memunyai maksud dan entah mengapa, maksud Allah kali ini harus melibatkan penderitaan.

    Di usia tua Pendeta Billy Gaham menderita penyakit Parkinson dan Hydrocephalus, adanya cairan di dalam kepalanya, yang mengharuskannya menjalani bedah di kepala secara berkala untuk mengeluarkan cairan itu. Sewaktu diwawancarai oleh Larry King di televisi, ia mendapat pertanyaan, "Mengapakah Tuhan membiarkan kamu, hamba-Nya yang setia, menderita penyakit berat seperti ini?" Billy Graham menjawab bahwa ia percaya Tuhan memunyai maksud tertentu membiarkannya terkena penyakit yang berat. Ia tidak mengeluh kepada Tuhan, mengapa setelah melayani Tuhan dengan setia, ia harus menderita penyakit berat di hari tuanya. Ia menerima dan meyakini bahwa ia—dan penderitaannya—berada di dalam rencana Allah.

  2. Yang mesti kita perbuat adalah HIDUP HARI LEPAS HARI, bukan minggu demi minggu, apalagi bulan demi bulan. Maksud saya, kita tidak dapat berpikir terlalu jauh; kita harus memfokuskan perhatian kita pada hari ini. Kita merencanakan kegiatan kita untuk sehari ini saja; kita memfokuskan pada penderitaan kita hari ini saja; kita memfokuskan kekuatan kita untuk hari ini saja. Dan, kita berdoa memohon penyertaan Tuhan untuk hari ini saja. Berpikir terlalu jauh membuat kita makin galau karena kita MENUMPUKKAN PENDERITAAN HARI ESOK DI ATAS PENDERITAAN HARI INI. Firman Tuhan di Matius 6:34 mengingatkan, "Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Kecenderungan kita bukan hanya memikirkan penderitaan hari ini, tetapi juga memikirkan penderitaan hari besok. Inilah yang mesti kita cegah. Selain dari menambahkan beban, berpikir terlalu jauh mengalihkan perhatian kita akan hal baik yang terjadi pada hari ini. Tidak jarang di tengah penderitaan Tuhan melakukan sesuatu yang indah, yang tak terduga. Nah, bila kita terus memikirkan penderitaan hari besok, besar kemungkinan kita luput melihat perbuatan baik Tuhan hari ini. Padahal perbuatan Tuhan bertujuan mengurangi penderitaan kita hari ini.

  3. Yang harus kita lakukan adalah BERTERIMA KASIH KEPADA ORANG YANG TUHAN UTUS UNTUK MENOLONG KITA. Adakalanya kita merasa sungkan menyusahkan orang di sekitar kita gara-gara penderitaan yang kita alami. Ingatlah, perasaan bersalah atau sungkan tidak mengubah apa pun; malah kalau tidak berhati-hati, perasaan bersalah atau sungkan menyusahkan orang, justru benar-benar menyusahkan orang. Sebaliknya, apabila kita mengekspresikan terima kasih kita kepada orang yang telah menolong kita, ia malah merasa dihargai. Memang ia capek tetapi ucapan terima kasih akan meringankan beban yang kita embankan kepadanya.

    Bergantung pada orang pada masa penderitaan bukanlah hal yang menyenangkan. Dan, kita pun mesti mengakui bahwa besar kemungkinan orang yang kita gantungi sedikit banyak terganggu oleh penderitaan kita. Walaupun ia melakukannya secara ikhlas, tetap ia akan merasa terbebani. Hal ini tidak dapat dicegah. Jadi, satu-satunya tindakan yang dapat kita lakukan adalah berterima kasih kepadanya atas pengorbanan yang ia berikan. Ucapan terima kasih menandakan bahwa kita melihat dan menghargai perbuatannya itu.

Terpenting adalah dalam meminta pertolongannya kita tidak bersikap seenaknya. Kita mesti berusaha keras menyesuaikan diri dengan jadwal dan kesanggupannya, bukan sebaliknya, memaksakannya untuk menyesuaikan jadwalnya demi kita. Juga, dalam meminta pertolongannya, kita pun berusaha untuk menunjukkan perhatian kita kepadanya. Jangan sampai kita membuatnya merasa seperti mesin, yang berfungsi untuk menolong kita saja. Ingat, ia pun manusia yang mempunyai hidup. Jadi, bertanyalah tentang keadaan dan kebutuhannya; tanyakanlah tentang pergumulannya dan berjanjilah berdoa baginya. Mazmur 55:23 mengingatkan, "Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau. Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah."