Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Berpisah Tidur Dengan Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, ada banyak orang tua yang memunyai persoalan mengenai anaknya tidak mau pisah dalam hal tidur sendiri, tidur di kamar padahal usianya sudah relatif cukup besar umur 10 tahun tapi anak ini lebih nyaman tidur dengan orang tuanya terus, namun orang tuanya berusaha untuk memisahkan anak ini, ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Setiap anak memang berbeda-beda. Kita juga harus memerhatikan kondisi anak masing-masing sehingga kita akhirnya tidak terlalu menerima tekanan bahwa pada usia tertentu anak harus bisa tidur sendiri dan sebagainya, namun kita juga harus menyadari bahwa tugas kita sebagai orang tua adalah memersiapkan anak untuk hidup mandiri. Jadi tujuan akhir bukanlah untuk membuat anak bergantung pada kita, tapi justru menolongnya memersiapkannya hidup sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. Jadi dengan kata lain, dalam kerangka menyiapkan anak untuk mandiri ini, kita juga perlu memisahkan anak dari kita, salah satunya adalah dengan tidak lagi tidur dengan kita.
GS : Karena orang tua juga merasa tidak sehat kalau anaknya terus kumpul dengan dia, hubungan suami istrinya menjadi terganggu, itu yang dirasakan oleh orang tua.
PG : Betul. Jadi salah satu pertanyaan yang muncul berkaitan dengan hal ini adalah, pada umur berapakah anak semestinya dipisahkan untuk tidur sendiri, ini yang kita tanyakan. Sekali lagi saya ulang, sebetulnya tidak ada patokan pada usia berapakah seharusnya anak tidur sendiri. Sama seperti kita tidak bisa mematok pada usia berapakah anak seharusnya makan sendiri, ada anak yang makan sendiri pada usia 2 tahun, ada anak yang baru 3 tahun dan sebagainya. Jadi kita pun tidak bisa secara kaku memastikan pada usia berapakah anak seharusnya tidur sendiri. Justru yang lebih dapat kita pastikan adalah pada masa awal seharusnya anak tidur dengan orang tua, setidaknya dengan ibu atau saya berkata sebaiknyalah dengan ibu. Tidur bersama orang tua memberikan rasa tentram pada diri anak, sebab pada usia awal ini anak bergantung sepenuhnya pada kita, orang tuanya, untuk menyusui dan merawatnya. Makin dekat kehadiran orang tua, makin tentram hati si anak, sebaliknya makin jauh kehadiran orang tua, makin susah dan makin lama orang tua hadir ketika dibutuhkan anak maka akan makin bertambah kecemasan pada diri anak.
GS : Dan ini pun jadi masalah dengan ibu-ibu muda, yang pertama mungkin karena ASI-nya tidak keluar sehingga dia tidak menyusui, yang kedua karena kesibukannya, banyak ibu-ibu muda yang pada malam hari masih sibuk dengan kegiatan macam-macam atau pergi dengan suaminya sehingga anak ini diasuh oleh ‘baby-sitter’ akhirnya tidur dengan ‘baby-sitter’.
PG : Saya menekankan bahwa kehadiran orang tua yang dekat dengan anak adalah sebuah keniscayaan, jadi anak sepenuhnya bergantung pada orang tua sehingga seharusnyalah kita menyediakan kesempatan untuk bersamanya secara dekat termasuk sewaktu tidur. Ketika anak tahu orang tua berada di sampingnya dia merasa tentram dan dia akan tidur dengan lelap, dan misalnya suara atau sentuhan orang tua memberinya kepastian bahwa ia tidak sendirian dan bahwa ia diperhatikan. Inilah saat dimana ‘bonding’ atau kedekatan dengan orang tua terbentuk. Kalau misalnya si anak menghabiskan banyak waktu dengan pengasuhnya, tidur juga dengan pengasuhnya maka tidak bisa tidak kedekatan itu akan terbentuk dengan pengasuhnya dan bukan dengan orang tuanya.
GS : Sebagian mula-mula orang tua menikmati dengan cara itu, jadi dia merasa tidak disibukkan dengan anaknya, tapi pada suatu saat tertentu dia merasa hubungannya jauh dengan anaknya, jadi ini serba salah, begitu Pak Paul.
PG : Justru menurut saya awalnya kita memang harus dekat dengan anak dan sebaiknya kita tidur dengan anak pada masa awal itu, sebab di dalam rasa aman inilah secara perlahan anak justru akan makin siap untuk ditinggal oleh orang tua untuk tidur sendiri. Jadi saya kira tidak benar kalau kita berpendapat seharusnya sejak kecil anak harus tidur terpisah dari orang tua supaya terbiasa tidur sendiri. Saya kira anak memerlukan kehadiran orang tua secara dekat supaya tercipta rasa aman pada dirinya. Yang saya mau tekankan di sini adalah keunikan anak yaitu oleh karena setiap anak itu unik, maka tingkat kecemasan yang dibawa anak memang juga tidak akan sama; ada anak yang mengembangkan rasa aman secara cepat, tapi ada pula anak yang lambat mengembangkan rasa aman, kita harus terima bahwa semua anak tidak sama. Itu sebabnya ada anak yang mudah dipisah namun ada pula anak yang susah dipisah, begitu kita beranjak pergi dia pun menangis dan baru berhenti menangis ketika kita kembali dan berada di sisinya. Sudah tentu kalau kita sedang letih maka kita mudah hilang kesabaran dan kita memarahinya serta memaksanya untuk tidur sendiri dan mungkin anak akan tidur sendiri karena terpaksa, namun sesungguhnya untuk suatu masa dia harus hidup dengan ketegangan, setiap malam sebelum tidur dia tegang karena ketakutan, namun karena takut dimarahi maka dia terpaksa berdiam diri. Pada akhirnya dia memang akan tertidur namun kecemasan sudah terlanjur bersarang di hatinya.
GS : Seringkali anak bisa bermimpi buruk, bisa seperti itu, Pak Paul ?
PG : Bisa sekali. Jadi dia sebetulnya menyimpan ketakutan sebelum tidur tapi karena terpaksa harus tidur sendiri kalau tidak nanti dimarahi, maka itu yang memunculkan mimpi-mimpi buruk itu. Jadi yang seharusnya dilakukan adalah bukan memarahinya, tetapi justru menenangkannya dan menidurkannya kembali, setelah ia tertidur barulah kita meninggalkannya. Memang besar kemungkinan pada awalnya dia akan bangun dan menangis lagi begitu menyadari bahwa kita tidak berada disampingnya, tidak apa-apa, yang perlu dilakukan adalah kembali menemaninya sampai dia tertidur lagi. Sudah tentu proses ini akan berlangsung selama beberapa hari dan akan melelahkan orang tua, tapi pada akhirnya anak akan terbiasa untuk tidur sendiri. Yang penting selama dia tahu bahwa sewaktu dia bangun dan memanggil kita dan kita akan segera dating, lama kelamaan dia akan mengerti bahwa sesungguhnya kita masih berada di dekatnya.
GS : Ada anak yang memang memunyai barang-barang tertentu untuk mendampingi dia tidur dan itu membuat dia merasa aman misalnya saja, boneka kesayangan dia atau guling atau bahkan bantal kecil dan sebagainya, ini bisa menolong, Pak Paul ?
PG : Bisa. Sebetulnya boneka atau guling dan sebagainya, itu pada akhirnya merupakan representasi atau simbol kehadiran kita. Jadi kalau dia tidur tanpa ada satu barang pun di dekatnya, maka dia benar-benar merasa kesendirian, kita menemaninya itu menjadi adanya pendamping disampingnya, waktu kita tidak disana namun ada bantal guling di sampingnya, maka secara tidak langsung menjadi perwakilan atau simbol kehadiran kita, sehingga dia tidak sendirian. Jadi secara psikologis dia merasa tidak sendirian, ada yang dipegang atau dipeluknya.
GS : Tapi nanti untuk melepaskannya sulit sekali, Pak Paul ?
PG : Biasanya memang memakan waktu, ada orang tua yang karena panik melihat anaknya sudah umur 6 tahun tapi masih terus memegangi boneka, masalahnya anak ini anak laki, kalau anak perempuan mungkin masih bisa diterima. Orang tua mungkin panik dan melarang anak untuk tidur dengan bonekanya. Menurut saya ini tidak begitu tepat, kalau pun kita mau memisahkan dia dengan bonekanya saya kira kita menggantikan boneka itu dengan yang lain, sehingga lama kelamaan misalnya dari boneka kita berikan barang yang lain sehingga dia tidak bergantung pada boneka, tapi pada yang lain. Berarti ketergantungannya pada satu objek itu berkurang, sehingga pada waktu dipindahkan kebergantungannya pada objek yang lain biasanya kadarnya tidak sebesar itu. Atau cara yang lain adalah dibiarkan, kenapa dibiarkan ? Sebab pada akhirnya kalau ketentraman itu sudah muncul dalam dirinya pada akhirnya dia tidak terlalu membutuhkan sehingga kita akan melihat nanti, sebelum dia tidur mungkin dia peluk gulingnya, tapi dalam waktu yang relatif singkat akhirnya kita lihat dia tidak lagi pegang dan dia akan membiarkannya saja, kita tidak perlu mengambilnya, lama-kelamaan guling itu hanya akan ada tergolek di sampingnya, tapi tidak terlalu dia butuhkan. Ada hal-hal yang saya mengerti kadang-kadang kita orang tua khawatir anak kita menjadi begini bergantung pada guling dan sebagainya. Sebetulnya biarkan saja sebab pada akhirnya dia akan melepaskan itu kalau keamanan dalam dirinya sudah muncul.
GS : Apakah kalau ada saudara yang mendampingi, jadi misalkan adiknya apakah si sulung ini bisa lebih cepat pisah tidur dengan ibunya, Pak Paul ?
PG : Bisa. Karena nanti adiknya sudah mulai besar dan bisa diajak main itu menjadi pendamping bagi dia sehingga dia tidak sendirian, sebab pada akhirnya yang memang mencekam bagi si anak adalah kesendiriannya, maka yang penting dalam masa awal itu kita konsisten datang menemaninya tatkala dia membutuhkan kehadiran kita. Jadi waktu kita datang, waktu dipanggilnya entah tengah malam dia tahu bahwa kita memerhatikannya. Perlahan tapi pasti dia akan mengembangkan rasa aman yang tidak lagi bertumbuh pada kehadiran kita terus-menerus, melainkan pada kepastian bahwa kita akan hadir tatkala dipanggilnya. Jadi kita mau transisi ke arah itu, awalnya kepastian kita bersamanya, tapi lama-lama kita mau mengubahnya sehingga menjadi kepastian bahwa kita akan bersamanya sewaktu dia membutuhkan kita. Jadi kita mau beralih ke situ. Kalau setiap kali dia panggil dan kita datang, kita temani dia tidur dan kemudian kita pergi lagi, mungkin akan makan waktu satu atau dua minggu, tapi lama kelamaan dia akan tahu bahwa kalau dia panggil mamanya pasti datang dan lama-lama dia akan tahu juga, bahwa mamanya dipanggil dan kalau dia sudah tidur mamanya akan pergi lagi, tapi dia lama-lama akan merasa tenang sebab dia tahu kalau dia butuh dia bisa panggil, sehingga akhirnya dia mulai terbiasa dan bisa tidur sendiri.
GS : Kadang-kadang anak juga dipengaruhi oleh lampunya, ada yang tidak bisa tidur kalau lampunya gelap. Padahal orang tua ingin kalau anaknya tidur maka lampunya gelap seperti orang tuanya. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya memang tidak, karena anak-anak sewaktu dia terbangun dia akan buka mata dan dia akan mencari atau melihat mamanya ada atau tidak, sewaktu dia tidak bisa melihat maka dia akan merasa takut sekali. Kita tahu anak bukanlah orang dewasa, kita bisa mengerti bahwa gelap bukan sesuatu yang permanen, gelap itu sementara dan kalau kita menyalakan lampu maka akan terang lagi dan anak kecil tidak mengerti itu, dia tidak tahu gelap ini sementara. Jadi waktu dia bangun dan lampunya gelap dia akan sangat kaget. Jadi lebih baik ada lampu kecil dan bukan lampu besar sehingga kalau dia bangun dia masih bisa melihat ruangannya dan misalnya ada barang-barang yang dia kenali, itu penting bagi dia.
GS : Jadi usia tidak menentukan seorang anak itu kapan bisa lepas dari orang tuanya kalau tidur, Pak Paul ?
PG : Memang patokannya bukanlah usia, jadi yang kita mau gunakan adalah kesiapannya untuk dilepas sendiri. Ada anak yang memang belum siap dilepas sendiri didalam waktu sehari-harinya, misalnya di siang hari atau di sore hari anak terus menempel dengan orang tuanya. Kita tahu kalau anak yang seperti itu maka anak belum siap dilepas tidur sendiri, tidak mungkin. Jadi kita berusaha untuk melepaskan dia terlebih dahulu sebelum dia tidur, biar dia main sendiri dan biar dia bisa mungkin dengan teman-temannya. Anak yang mulai berani untuk dilepas bermain sendiri dan sebagainya biasanya di malam hari juga lebih berani untuk dibiarkan sendiri. Jadi ukurannya itu, namun memang kadang-kadang proses ini terhambat oleh problem dan tidak bisa disangkal kadang-kadang konflik suami istri atau suasana lingkungan yang mencekam bisa menambah rasa cemas anak sehingga anak sulit tidur, tidak ada rasa aman dan terus meminta orang tua menemaninya. Jika ini yang terjadi maka kita harus fleksibel, bersabar mendampinginya, namun tetap dengan cara yang sama yaitu bukan tidur dengannya terus-menerus.
GS : Dalam hal ini, Pak Paul, apakah kadang-kadang orang tuanya yang tergantung dengan anak. Jadi kalau dia tidak tidur dengan anak maka dia merasa ada sesuatu yang kurang dan membuat dia gelisah, akhirnya ibu kembali ke kamar anaknya dan tidur dengan anaknya.
PG : Kadang ada ibu-ibu yang memunyai insting keibuan yang sangat kuat yang ingin melindungi anak, sehingga rasanya tidak tega kalau anak tidur sendirin dan maunya menemani. Atau misalkan ada konflik atau masalah dengan suaminya dan dia tidak merasa nyaman tidur dengan suaminya dan merasa nyaman dengan anaknya. Jadi kadang masalahnya ada pada si ibu itu sendiri. Kalau kita tidak hati-hati si anak akan makin bergantung dan tidak berkesempatan mengembangkan kemandirian, secara emosional akhirnya dia akan baru tenang jika kita hadir dalam hidupnya, sudah tentu ini tidak sehat bukan malah menolongnya, tapi malah merugikannya karena dia bergantung pada kita. Misalkan dia sudah umur 15,17,18 tahun meskipun bisa jadi saat itu kita tidak lagi tidur dengan kita, tapi kebergantungannya terus bertahan. Yang kita mau perhatikan nantinya bukan hanya tidurnya yang bersama-sama kita, sehingga kita mungkin bisa melepaskan tidurnya dia, tapi kalau dia bergantung terus dan baru merasa aman kalau bicara dengan kita, selalu butuh kita untuk memberikan arahan, itu justru tidak sehat.
GS : Untuk ibu yang punya masalah dengan suaminya lalu tidur dengan anaknya, anak itu sendiri sebenarnya kurang nyaman tidur dengan ibunya, karena dia seringkali ada temannya di situ dan sebagainya dan tidak mungkin temannya itu tidur bersama-sama dengan ibu anak ini. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Dalam kasus seperti itu yang mesti disadarkan adalah ibunya, tapi kalau anaknya memang kebetulan sudah cukup besar dan mendengarkan siaran kita ini mungkin si anak yang harus berkata kepada ibunya, “Mama sudah temani saya selama ini, saya senang dan terima kasih, tapi saya mau belajar tidur sendiri sebab kalau saya tidur terus sama mama, kapan saya bisa mandiri ?" Mungkin si anak yang harus berinisiatif meminta ibunya melepaskannya.
GS : Dalam kasus ini sampai anak itu akhirnya lulus SMA dan masuk Perguruan Tinggi akhirnya anak ini memilih untuk studi di luar kota dan kost di sana, tapi ibunya pada hari-hari tertentu misalnya Sabtu dan Minggu langsung ke tempat kostnya dan tidur dengan anaknya lagi.
PG : Jelas dalam kasus seperti itu yang membutuhkan si anak adalah si ibu dan dia tidak bisa melepaskan karena dia merasa kalau dia melepaskannya maka dia kehilangan dirinya dan anaknya adalah buah hatinya. Memang kenyataan dia bisa lepaskan tinggal di luar kota adalah sebuah kemajuan. Jadi kalau kita kenal orang tua itu kita bisa memberitahukan bahwa, “Saya senang sudah ada kemajuan bisa melepaskan anak ini sekolah di luar kota sehingga anak ini bisa hidup mandiri" namun kita bisa berkata kepada orang ini, “Waktu nanti kamu ke sana tengok dia, kalau tidak peru menginap sebaiknya kamu tidak perlu tidur dengan dia". Atau tanya kepada anak itu sebetulnya dia itu nyaman atau tidak tidur dengan kita. Sebab sebetulnya anak setelah besar, dia sudah tidak begitu nyaman tidur dengan kita, jadi akan lebih baik kalau dia tidur sendiri.
GS : Pak Paul, dalam hal tidur sendiri, bagaimana kita tahu kalau anak memang sudah siap untuk tidur sendiri ?
PG : Pada akhirnya memang waktu kita tidak lagi memaksa, waktu kita biarkan secara alamiah dan dia bisa tidur sendiri waktu dia mengantuk pada akhirnya kita bisa katakan dia sudah siap. Memang kita melakukannya secara bertahap, awalnya dia tidur di kamar kita dan tahap kedua adalah kita tidurkan dia di kamarnya atau di ranjangnya sendiri, tapi bersama kita dan kita temani dia dan lama kelamaan yang tadi kita bicarakan yaitu orang tua meninggalkan dan baru datang waktu dipanggil oleh dia. Sehingga dia tahu kapan dia terbangun dia bisa panggil dan orang tua pasti datang, tapi misalnya kalau dia panggil dan orang tua tidak datang maka itu menambah kecemasannya. Jadi pada awal itu harus ada kekonsistenan kalau dipanggil kita datang dan jangan akhirnya kita dari kamar sebelah berkata, “Kamu tidur dan jangan ganggu" dan sebagainya. Itu membuat dia sangat ketakutan, maka waktu dia panggil kita maka kita datang dan kita temani dan kita ngobrol sebentar dan doakan dia, kemudian temani sebentar sambil dia tidur lagi dan baru kita jalan lagi.
GS : Repotnya kadang orang tua melihat bahwa anaknya sudah siap. Ada suatu peristiwa yang saya tahu persis, anak ini ditanya mau ikut neneknya atau tidak, karena neneknya kebetulan di luar kota dan dia mau, senang tidur dengan neneknya karena sudah sering tidur dengan neneknya, tapi setelah sampai di rumah neneknya waktu malam tiba, anak ini menangis karena ibunya jauh di luar kota, anak ini menangis. Ini yang sulit jadinya neneknya.
PG : Tapi saya kira karena dia itu di rumah neneknya dan dia terpaksa harus ada di sana karena tidak bisa langsung pulang, sebetulnya sedikit banyak itu hal yang baik juga karena dia sudah kenal neneknya dan dia bisa menemani dia. Perlahan-lahan dia mulai mengalihkan kebergantungannya dari hanya kepada ibunya, sekarang kepada neneknya juga. Itu hal yang positif.
GS : Tapi itu sulit, Pak Paul. Setelah dia mengalami hal itu lain kali dia tidak mau lagi diajak untuk tidur di rumah neneknya, semacam ada trauma terhadap peristiwa itu.
PG : Karena keterpisahan dengan ibunya itu. Memang kalau sampai begitu maka kita tidak paksakan dia. Kita memang melakukan seperti yang tadi kita bicarakan, temani dia tapi tidak lagi kita terus-menerus di kamarnya, kalau dia memanggil baru kita datang dan terus seperti itu.
GS : Dan tidak perlu terus-menerus diingatkan untuk tidur di rumah neneknya.
PG : Biarkan saja sampai nanti mungkin dia sudah siap untuk pergi dengan teman dan tidur dengan teman-temannya, maka di saat itu besar kemungkinan dia tidak ada masalah lagi tidur dengan neneknya.
GS : Tapi pasti ada kesempatan seperti itu. Jadi anak ini nanti suatu saat memisahkan diri dengan orang tuanya, begitu Pak Paul ?
PG : Jadi yang alamiah sebetulnya iya, namun tadi saya sudah singgung kalau ada problem khusus maka itu bisa menghambat, problem khusus bisa dari diri si anak itu sendiri yang memang ketakutan, tapi bisa jadi juga dari orang tua yang terlalu protektif, itu bisa menghambat prosesnya. Tapi kalau sebetulnya tidak seperti itu, seharusnya anak akan menuju ke arah mandiri sebab pada akhirnya dia akan merasa nyaman tidur sendiri tanpa orang tuanya.
GS ; Ada suatu keluarga yang keluarga besar jadi ada beberapa keluarga yang berkumpul di dalam satu rumah, biasanya anak-anaknya disediakan satu kamar dan itu campur di situ semua, hanya anak-anak saja dari beberapa orang tua, dan mereka bermain-main di sana dan itu lebih cepat proses berpisahnya.
PG : Setuju, karena ada teman-teman, mereka tidak sendirian dan mereka tidak takut, itu jauh lebih cepat.
GS : Dan kalau tidak mau tidur dengan mereka, itu malah menjadi bahan ejekan dari saudara-saudara yang lain.
PG : Sudah tentu itu baik sekali, tapi sekali lagi saya tekankan pada masa awal anak baru lahir paling tidak beberapa bulan pertama atau kalau memungkinkan hampir setahun pertama anak tidur dengan orang tua, itu sangat penting membangun kedekatan itu.
GS : Apakah Alkitab memberikan gambaran atau panduan kepada kita, Pak Paul ?
PG : Alkitab sarat dengan gambar Allah yang mengasihi kita anak-anak-Nya. Jadi sudah tentu kita mesti mengasihi anak pula namun kita pun mesti mendisiplin anak. Saya bacakan dari Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu". Memisahkan anak pada waktu tidur malam adalah bagian dari mendisiplin anak, tapi kita harus melakukannya dengan penuh kasih serta pengertian akan kondisi anak, biarkan ini bergulir secara alamiah dan jangan kita paksa-paksakan.
GS : Seringkali anak juga suka dibacakan cerita sebelum tidur dan setelah dibacakan cerita anaknya tidur, itu bisa ditinggal ?
PG : Kalau dia sudah terbiasa dengar cerita kita dan kita katakan sebentar lagi papa atau mama pergi. Biasanya dia bisa antisipasi itu atau kadang-kadang karena ceritanya panjang maka dia sendiri yang tertidur.
GS : Atau walaupun dia sudah tinggal di kamarnya sendiri, kalau suatu malam tiba-tiba listriknya padam atau ada suara petir dan sebagainya, dia mencoba lari ke kamar orang tuanya, maka itu harus diterima.
PG : Betul. Bukan saja kita menerimanya, tapi kalau perlu kita yang ke sana karena sudah pasti dia takut.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Berpisah Tidur Dengan Anak" . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.