Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Anak Adopsi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita melihat ada pasangan-pasangan yang mengadopsi atau mengangkat anak. Secara umum biasanya yang menjadi alasan mereka apa Pak Paul?
PG : Biasanya memang karena dari awal mereka berpacaran sudah tentu mereka mengharapkan setelah menikah mereka akan dikaruniai anak, itu sesuatu yang ada dalam paket pernikahan. Kemudian setelh menikah mendapati bahwa mereka tidak dikaruniai anak, mereka merasa ada yang terhilang dalam kehidupan mereka sebagai suami dan istri.
Apalagi waktu mereka berkumpul dengan teman-teman dan teman-teman sudah mulai mempunyai anak, rasa kehilangan itu makin membesar atau makin menguat jadi rasanya sepi tidak ada anak-anak di rumah, sedangkan teman-teman ada anak-anak bisa ramai. Apalagi waktu mulai melihat ke depan, nanti di usia tua siapa yang akan menemani, siapa yang akan merawat kalau tidak ada anak dan sebagainya. Nah biasanya itulah hal-hal yang mencetuskan keinginan untuk mengadopsi anak.
GS : Memang saya ingat ketika saya melakukan konseling pranikah, pendeta kami menanyakan, "bagaimana nanti kalau di dalam pernikahan Anda, Tuhan tidak mengaruniakan anak?" Salah satu jawaban saya yaitu mengadopsi anak, karena kami sudah memikirkan ke sana.
PG : Ya memang itu umum, itu wajar, waktu kita menikah kita menempatkan anak sebagai bagian dari keluarga yang nanti akan kita bina.
ET : Jadi seharusnya motivasi yang murni itu seperti apa Pak Paul? Karena kadang-kadang motivasi orang lain-lain di dalam mengadopsi anak.
PG : Saya kira memang ada beberapa motivasi yang keliru, keliru bukan berarti salah 100%. Misalkan, ada orang yang memang ingin mempunyai status sebagai orangtua yang mempunyai anak, sebagai psangan nikah yang mempunyai anak.
Sebab kalau tidak ada anak itu berarti orang akan melihat bahwa ada masalah dalam diri mereka. Nah saya kira tidak usah sampai kita itu mengembangkan konsep bahwa pasangan nikah yang sempurna, yang baik adalah pasangan nikah yang mempunyai anak. Tidak demikian, pasangan nikah bisa tetap hidup dengan sehat, bahagia meskipun tanpa anak, jadi tidak perlu memburu status itu. Ada orang yang memburu status seperti itu saya kira keliru. Atau yang juga keliru adalah ada yang bercita-cita untuk menjadikan anak sebagai penerus dirinya, dia ingin sekali nanti perusahaannya bisa diteruskan oleh anak, pekerjaannya bisa diteruskan oleh anak. Keinginan ini wajar tapi jangan sampai kita mengadopsi anak hanya untuk hal-hal seperti ini. Apa yang seharusnya menjadi motivasi kita. Saya kira yang paling benar adalah kita ingin membagi kasih dan hidup dengan anak, serta membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah dalam hidupnya. Jadi benar-benar motivasi membagi kasih, membagi hidup dengan anak, itu menjadi pendorong dan ingin membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah. Artinya Allah memiliki rencana atas hidupnya dan waktu Allah menempatkan dia dalam naungan kita, berarti Allah ingin memakai kita; membentuknya, mengarahkannya supaya nanti menjadi penggenap rencana Allah sebagaimana yang Allah kehendaki pada awalnya.
ET : Yang sering berkembang di dalam pandangan masyarakat, kadang-kadang ada istilah bahwa mengadopsi anak itu dengan tujuan memancing supaya setelah adopsi nanti bisa mempunyai anak kandung. Nah bagaimana dengan motivasi ini Pak?
PG : Yang saya akan minta pada pasangan seperti itu, berjanjilah bahwa mereka akan tetap mencintai anak ini, apa pun yang terjadi mereka harus tetap mencintai. Jangan sampai nanti anak kandunglahir, mereka tidak lagi mencintai anak itu.
Apakah benar bahwa anak adopsi adalah anak pancingan? Sudah tentu konsep itu tidak benar. Kita tahu anak adalah pemberian Tuhan, anak tidak dipancing-pancing, anak bukan ikan, Tuhanlah yang memberikan anak kepada kita. Dalam kehendak Tuhan ada anak-anak yang memang dilahirkan setelah orangtua mengadopsi anak. Tapi itu sesuai dengan rencana Tuhan, yang bisa kita katakan kalau sampai nanti anak kandung lahir setelah ada anak adopsi, tetap harus mengasihi anak adopsi. Jangan sampai nanti setelah anak kandung lahir, anak yang disebut anak pancingan ini tidak lagi berharga karena anak kandung sudah ada. Maka saya tekankan mesti mempunyai kerinduan, keinginan. Kita mengadopsi anak karena ingin membagi kasih dan hidup, motivasi ini harus kuat sebab kalau tidak waktu anak kandung lahir maka kita mulailah tidak memperhatikan anak adopsi. Atau tatkala anak adopsi mengembangkan masalah, kalau cinta kasih kita tidak kuat, kita langsung berkata, "Udah kembalikan dia kepada orangtuanya." Dan kadang-kadang perkataan ini diucapkan oleh orangtua yang mengadopsi anak waktu si anak mulai mengembangkan masalah. "Sudah kamu pulang saja kamu tinggal saja di rumah orangtuamu, kami tidak mau lagi." Bukankah ini kasihan dan membuat anak merasa terbuang.
GS : Ada pula orang yang mengadopsi anak itu biasanya dari keluarga besar karena anak itu dilahirkan di keluarga atau saudaranya yang miskin jadi ini diadopsi, walaupun sebenarnya mereka sudah mempunyai anak sendiri.
PG : Kalau itulah tujuannya, saya menghormati sekali karena benar-benar ingin menolong keluarga yang susah itu. Tapi sekali lagi mesti ada komitmen untuk mengasihi anak, benar-benar membagi kaih dan membagi hidup dengan anak tersebut, membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah dalam hidupnya.
GS : Berarti kedua orangtua itu sebenarnya harus mempunyai persiapan sebelum mereka mengadopsi anak itu?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, misalnya hal-hal apa yang kita mesti persiapkan untuk menerima kedatangan anak adopsi dalam kehidupan kita. Kita mesti menyiapkan diri untuk menyesuaikan jadwal ehidupan, misalnya ada anak begitu diadopsi dan dibawa ke rumah diserahkan kepada suster untuk dirawat, sebab orangtua dua-dua sangat sibuk.
Bagi saya lebih baik tidak mengadopsi anak, sebab mereka tidak siap untuk mengubah jadwal kehidupan mereka. Kedatangan anak sudah menuntut penyesuaian jadwal kehidupan, kita harus memberi tempat kepada anak ini di dalam jadwal atau waktu kita. Inilah tuntutannya jadi kita mesti siap mengubah itu semua dan tidak bisa menyerahkannya pada suster. Kita tidak mau bangun malam-malam, kita tidurkan anak dengan suster; malam-malam yang bangun suster. Nanti setelah anak itu besar tidak ada ikatan dengan orangtuanya, orangtuanya marah-marah, orangtuanya mungkin berkata anak ini tidak tahu berterima kasih, tidak tahu diri; padahalnya sejak kecil tidak ada kedekatan sebab yang merawat si anak bukanlah orangtua yang mengadopsi anak tersebut. Kita juga harus siap dengan hal kedua yang penting yaitu kita mesti siap menerima kehadiran anak yang bukan dari darah daging kita sendiri. Langsung kita akan melihat bahwa anak itu berbeda dari kita, bentuk fisiknya berbeda. Misalkan kulit kita agak putih, anak kita kulitnya agak gelap; rambut kita misalkan lurus, anak kita kriting sendirian. Nah adalah suatu kewajaran kalau anak ini berbentuk berbeda dengan orang yang mengadopsinya sebab memang bukan dari darah dagingnya. Orangtua yang mengadopsi anak harus siap dengan ciri-ciri fisik ini meskipun pada waktu anak itu kecil memang diperhatikan misalkan kulitnya dan sebagainya. Tapi bayi itu mengalami perubahan bentuk, tidak bisa dipastikan nantinya seperti apa. Bukankah banyak bayi dari kecil wajahnya hampir serupa, setelah usia enam bulan, setahun, dua tahun, tiba-tiba kita baru menyadari wajah atau ciri aslinya. Ciri yang dipersiapkan harus diterima adalah ciri-ciri emosional atau karakternya, temperamennya. Kita misalkan dua-dua tenang, tidak suka ribut-ribut, anak ini berteriak-teriak ada apa-apa berteriak, dari mana asalnya ya dari orangtua kandungnya bukan dari kita. Jadi anak yang diadopsi membawa ciri-ciri yang bukan dari diri kita dan kita harus siap menerimanya.
ET : Mungkin juga termasuk di dalamnya keadaan kesehatannya. Ada penyakit-penyakit bawaan seperti itu?
PG : Betul sekali Ibu Ester, jadi ada anak-anak yang akan mewarisi kondisi kesehatan orangtuanya, dan ini harus siap diterima. Misalkan setelah anak itu berusia delapan tahun baru kita sadar trnyata menderita diabetes, sehingga dari usia kecil harus menerima suntikan insulin.
Kita orangtua mungkin berkata, "Kita dua-dua tidak mempunyai diabetes, kok anak kita terkena diabetes?" Ya sebab anak ini memang bukan berasal dari kita dia mewarisi gen orangtuanya sendiri. Jadi kita juga mesti siap menerima kelemahan-kelemahan fisik anak kita.
GS : Kadang-kadang yang sering terjadi itu hanya satu dari pasangan itu. Maksud saya misalnya suaminya memang sangat ingin mengadopsi anak, tetapi pihak istri agak kurang suka, karena menuruti keinginan suami akibatnya mereka mengadopsi anak. Tapi seperti yang tadi Pak Paul katakan malah kurang diperhatikan, tetap sibuk dengan pekerjaan sehari-hari, anak kurang terawat, nah ini bagaimana Pak Paul?
PG : Anjuran saya adalah sebisanya kalau kita mau mengadopsi anak, dua-dua sehati baik suami maupun istri memang sepakat mereka akan menerima anak ini apa pun kondisinya, mereka siap membagi kaih dan membagi hidup dengan anak ini, dan bertekad membesarkan anak ini menjadi pewaris dan penggenap rencana Allah.
Maka motivasinya harus kuat, dua-dua sepakat dan sehati, karena kalau hanya satu yang menginginkan dan yang satu tidak nanti akan terlihat perlakuan yang berbeda. Dan yang akan melihat adalah si anak itu, waktu si anak melihat papa dan mama begitu berbeda, yang satu begitu dingin-yang satu hangat. Nanti si anak akan lebih dekat dengan orangtua yang menerimanya dengan hangat, akibatnya orangtua yang tidak menerimanya dengan hangat makin jengkel. Dia tidak terlalu senang dengan adanya anak ini, dia merasa ini beban dia, dia selalu berkata ini bukan anak saya kenapa saya harus merawatnya. Anak ini juga karena tidak mempunyai kedekatan dengannya makin menjauhkan diri darinya, makin membuat hal-hal yang menjengkelkan dia, dia tambah benci dan tambah marah. Akhirnya hubungan menjadi rusak dan keluarga itu mengalami bencana yang besar.
ET: Bagaimana dengan kesiapan ekonomi dalam hal ini?
PG : Betul, itu point yang bagus sekali Ibu Ester, sudah tentu kalau kita mau mengadopsi anak kita mesti menyiapkan juga secara ekonomi apakah kita sanggup menambah beban satu lagi dalam keluara kita.
Karena anak ini nanti perlu biaya dan apakah kita mampu untuk mencukupinya. Jangan sampai kita karena rindu mempunyai anak kemudian mengambil atau megadopsi anak, akhirnya kalang kabut tidak bisa membiayainya, ini juga menjadi stres atau tekanan dalam keluarga.
GS : Ada orangtua atau pasangan yang mengadopsi anak tapi sejak anak itu masih dalam kandungan. Jadi sejak dalam kandungan itu dikatakan, "Nanti kalau lahir anak ini akan kami adopsi." Ini segi positif-negatifnya apa Pak Paul?
PG : Memang segi positifnya adalah waktu anak itu dilahirkan orangtuanya sudah lebih siap, karena memang orangtuanya pun sebelum melahirkan sudah berkomitmen menyerahkan anak ini untuk diadopsi jadi menjadi lebih siap.
Terus juga anak ini langsung dibawa pulang oleh orangtua yang mengadopsinya, dengan kata lain di saat itulah jalinan sudah ada antara orangtua yang mengadopsi dan si anak tersebut. Sebetulnya kalau bisa begitu baik dan terutama yang penting adalah orangtua bisa mengenal, siapakah orangtua kandung anak itu sehingga kalau misalkan mereka melihat ada hal-hal yang tidak bisa mereka terima pada diri orangtua anak tersebut dan ada kemungkinan nanti diwarisi oleh si anak, mereka bisa berkata, "kami sudah tahu." Kalau memang sudah tahu ada baiknya juga. Intinya yang saya ingin tekankan adalah kesiapan, artinya siap menerima anak itu apa adanya. Kita berbicara tentang kita-kita yang mempunyai anak kandung, waktu anak kandung kita mengembangkan masalah kita dibuat jengkel, saya kira ini reaksi manusiawi. Yang kita akan katakan adalah kalau anak kita bermasalah biasanya, "Ah.......kita salah di mana," tapi waktu kita berkata salah di mana sebetulnya kita sedang membicarakan perlakuan kita yang keliru atau yang salah terhadap anak ini. Apakah mungkin ada hal-hal yang kita lakukan yang menyebabkan anak ini bermasalah seperti ini, itu yang kita maksudkan, "Ah.....di mana masalahnya, di mana kesalahannya." Berbeda dengan kalau anak ini anak adopsi, besar kemungkinan orangtua yang mengadopsi anak waktu melihat anak mengembangkan masalah, besar kemungkinan orangtua akan berkata, "Di mana masalahnya, atau kesalahan siapa." Bukan lagi membicarakan kesalahan kami membesarkan dia seperti apa, tapi langsung yang sebetulnya bermaksud mau mengatakan, "Kami salah mengadopsi dia." Jadi saya harus tekankan kesiapan ini karena memang kecenderungan itu sangat kuat, kalau anak ini nantinya mengembangkan masalah kita akan berkata, "Kita salah, salah memilih dia," nah itu bisa berakibat fatal.
ET : Di sisi lain saya sering bingung juga, kalau ini tadi tahu orangtua kandungnya, tapi ada situasi-situasi lain di mana sama sekali tidak tahu orangtuanya. Sebenarnya ada yang lebih baik atau masing-masing ada pertimbangannya, mengetahui atau mengenal orangtua kandung atau tidak atau berikutnya masih kontak atau sudah putus hubungan sama sekali?
PG : Pada prinsipnya kalau anak itu memang kita adopsi dari orang yang kita kenal, sebaiknya orangtua tersebut dan anak kita tidak mempunyai kontak dengan anak yang kita adopsi sampai anak itu erusia dewasa.
Namun hal-hal yang perlu kita langsung lakukan, waktu kita mengadopsi si anak kita mesti siap memberitahukan si anak bahwa dia memang anak adopsi, jadi kita mesti memberitahukan statusnya. Karena anak yang diadopsi, sering kali secara instingtif merasakan dia bukan anak kandung. Dari mana tahunya? Biasanya atau ciri pertama dari penampilan fisik, si anak melihat wajahnya atau bentuk tubuhnya sangat berbeda dari orangtuanya. Tapi sering kali kalau pun penampilan fisik tidak terlalu, tidak tahu kenapa anak adopsi sudah merasakan bahwa dia itu bukan anak kandung. Itu sebabnya dianjurkan orangtua memberitahukan status sebenarnya sewaktu si anak berusia di bawah 10 tahun, sehingga kalau si anak mengalami goncangan setelah dia mengetahui kalau dia bukan anak kandung itu terjadi di usia kanak-kanak. Dan kita sebagai orangtua masih bisa membendung reaksinya itu, pemberontakannya, kekecewaannya, kemarahannya dan kesedihannya. Jangan sampai anak itu tahu atau diberitahu sewaktu dia berusia remaja, saat di mana dia memang sedang mengalami pergolakan. Makin dia memberontak, masalahnya melebar. Jadi biasanya inilah prinsip yang biasa kita gunakan kalau mau memberitahu, beritahukanlah pada masa kecil, kalau sudah telanjur tidak memberitahukan jangan beritahukan sampai anak itu sudah usia dewasa. Berarti secara jiwani anak itu sudah lebih stabil baru kita beritahukan. Nah kalau dari kecil kita sudah beritahu, dia pasti tanya dimanakah orangtuanya atau siapakah orangtuanya. Kalau memang ada orangtuanya dan di dekat kita, kita harus beritahukan juga. Misalkan yang tadi Pak Gunawan munculkan kalau memang anak ini sebenarnya anak dari adik kita. Tapi kita tidak perlu takut, sebab kalau anak ini dekat dengan kita, 10 tahun pertama dalam hidupnya meskipun dia tahu ibu kandungnya dia akan susah kembali ke rumah ibu kandungnya karena dia sudah memiliki kedekatan dengan kita. Apa yang terjadi? Secara emosional dia perlahan-lahan akan mengembangkan seolah-olah dua pasangan orangtua. Dia selalu tahu inilah orangtua kandungnya, tapi tidak lagi mempunyai ikatan emosional karena memang tidak dibesarkan oleh orangtua kandungnya, dan dia selalu tahu inilah orangtua yang mengadopsinya. Dan dengan orangtua yang mengadopsinyalah dia lebih memiliki ikatan emosional dengan mereka, jadi dia akan bertumbuh besar mengetahui set ini dan tidak apa-apa. Kadang-kadang kita berkata, "O....nanti bisa jadi kenapa-kenapa." Namun kalau memang orangtuanya jauh dan tidak kenal bukan sanak saudara, kita beritahukan orangtuamu tidak di sini dan jauh, sekarang kami tidak tahu mereka di mana-itu akan lebih baik lagi berarti anak itu tumbuh besar sama sekali tidak ada kontak dengan orangtua asalnya.
GS : Kekuatiran ada dalam pasangan itu ketika mau memberitahukan kepada anak yang masih relatif kecil, Pak Paul katakan 10 tahun. Mungkin Pak Paul bisa memberikan contoh bagaimana orangtua ini harus berkata-kata kepada anak ini memberitahukan bahwa kamu ini memang anak adopsi kami?
PG : Kita bisa memberitahukannya dengan cara kembali kepada Tuhan. "Anakku, Tuhan memberikan anak kepada kita orangtua dengan berbagai cara. Ada anak yang diberikan Tuhan kepada orangtua lewa kandungannya sendiri, tapi ada anak yang Tuhan berikan bukan lewat kandungannya sendiri tapi lewat kandungan orang lain.
Namun terpenting adalah anak ini dari Tuhan untuk si orangtua supaya orangtua membesarkannya. Jadi tugas orangtua di sini bukan melahirkan tapi membesarkan. Ada orangtua yang ditetapkan untuk melahirkan dan membesarkan, tapi ada yang Tuhan tetapkan hanya melahirkan sebaliknya ada yang Tuhan tetapkan hanya untuk membesarkan. Semua dalam rencana Tuhan, nah anakku Tuhan menetapkan kamu dilahirkan oleh orangtua yang lain tapi Tuhan menetapkan kami untuk membesarkan kamu, tapi kamu adalah pemberian Tuhan untuk kami dan kamu adalah anak kami." Nah dengan cara itulah kita menyampaikan kepada si anak bahwa dia bukan anak kandung kita.
GS : Biasanya anak usia 10 tahun itu banyak sekali pertanyaannya, kalau sampai ada suatu pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh orangtua itu, apa yang harus mereka lakukan?
PG : Maka kalau anak itu makin hari bertanya makin spesifik sebaiknya kita memang tidak menutupi. Kalau memang orangtuanya ada di situ kita beritahukan, dan kita tidak takut sebab intinya adalh kalau kita sudah membesarkan anak ini dengan benar, anak ini mengalami dan merasakan kedekatan dengan kita, 10 tahun pertama itu sudah benar-benar mengakarkan dia dalam rumah tangga kita.
Justru kalau kita menutupi, si anak ini makin ingin tahu, karena dia ingin lebih tahu status yang sebenarnya. Tapi ada satu catatan yang ingin saya bagikan di sini bagaimanakah kalau misalkan anak ini memang dari hubungan di luar nikah atau orangtuanya mempunyai status yang memang sangat buruk sekali dan tidak terpuji, nah kita akan bisa menduga kalau anak ini sampai tahu bahwa dia sebetulnya mempunyai orangtua kandung yang seperti ini, anak itu bisa jadi akan sangat terpukul. Dalam kondisi seperti itu, saya memang akan lebih berani untuk tidak mengatakan siapakah orangtuanya, dan saya hanya akan berkata kepada anak itu bahwa, "kami mengadopsi kamu dan kami tidak lagi mempunyai kontak dengan orangtua kamu sebab kamu diserahkan untuk diadopsi." Sebab bagi saya daripada anak itu harus tahu dan nanti itu akan menjadi gejolak yang benar-benar memukulnya lebih baik dia tidak tahu.
GS : Kadang-kadang anak tahu sebelum diberitahu, bukan maksud orangtua itu untuk tidak memberitahu hanya mencari waktu yang tepat untuk memberitahukan, tapi sebelum itu anak ini tahu terlebih dahulu dan menanyakan. Ini pengaruhnya bagaimana Pak ?
PG : Kalau itu yang terjadi orangtua sebaiknya memang berkata langsung bahwa ya betul. Kalau misalnya anak berkata, "Papa saya mendengar bahwa saya bukanlah anak kandung papa mama apakah betul" Harus diberitahukan ya.
Sebab kenapa? Jangan sampai anak berpikir bahwa kita membohonginya. Kecenderungan anak untuk menduga bahwa orangtua membohongi itu besar, jadi sebaiknya prinsip yang kita gunakan adalah keterbukaan.
GS : Apakah anak tidak merasa kenapa selama ini tidak diberitahukan, Pak Paul?
PG : Nah kalau anak itu bertanya, kita berkata, "Kami sudah berjanji akan memberitahukan kamu tatkala kamu mencapai usia 9 atau 10 tahun, tapi karena kamu sudah tahu dahulu ya sudah kami kataka, tapi kami memang berjanji kami akan memberitahukan."
Jadi usia 9 tahun paling lambat 10 tahun kita harus sudah beritahukan anak itu.
GS : Ada orang yang tidak menikah tapi mengadopsi anak, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Menurut saya yang penting adalah kesiapannya, apakah dia bisa menjadi orangtua yang baik, yang bisa membesarkan anak itu. Apakah dia siap membagi kasih dan hidup dengan anak itu, membesaran anak itu sebagai pewaris dan penggenapan rencana Tuhan dalam hidupnya, kalau ya saya kira tidak ada masalah.
Memang orangtua tunggal, tapi tetap bagi saya kalau memang anak itu memerlukan rumah lebih baik dirawat oleh satu orang yang mengasihinya daripada dirawat oleh dua orang yang tidak mengasihinya.
GS : Jadi sekalipun suatu saat anak ini bertanya bahwa ini ada ayahnya tapi tidak ada ibunya atau ada ibunya tidak ada ayahnya bukankah ini juga harus dijelaskan kepada anak adopsi ini?
PG : Betul, biasanya kalau seperti itu statusnya, anak mulai tanya jauh lebih dini, karena dia mulai melihat di sekolah dia kelas 1 SD, ada papa - mama saya hanya ada papa tidak ada mama, dia aan tanya.
Kalau itu yang terjadi apalagi anak itu sudah usia 7 tahun beritahukan apa adanya.
GS : Apakah ada contoh dalam Alkitab mengenai anak adopsi ini?
PG : Ada, sebetulnya memang tidak dikatakan anak adopsi yaitu cerita Hana yang berdoa kepada Tuhan supaya Tuhan mengaruniakan anak kepadanya. Akhirnya Tuhan memberikan anak dan anaknya bernamaSamuel.
Nama Samuel itu berarti "Aku telah memintanya dari Tuhan," jadi Tuhan memberikan seorang anak kepada Hana. Apa yang Hana lakukan? Dia memberikan Samuel kepada Tuhan lewat tangan imam Eli, jadi dia menyerahkan Samuel putra tunggalnya kepada imam Eli untuk dirawat, untuk dibesarkan menjadi seorang hamba Tuhan. Inilah yang Hana katakan, "Untuk mendapat anak dan Tuhan telah memberikan kepadaku apa yang aku minta daripada-Nya, maka aku pun menyerahkannya kepada Tuhan seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan." Apa yang Tuhan lakukan? Tuhan terima, Tuhan pakai, Tuhan memberkati Samuel dia menjadi seorang pemimpin bangsa Israel, dia menjadi seorang hamba Tuhan yang setia dan banyak orang menerima berkat dari kehidupan Samuel. Samuel dapat dikatakan anak yang diadopsi oleh Eli, dia tahu orangtuanya siapa tapi tidak dibesarkan oleh orangtuanya, dia dibesarkan oleh imam Eli dan Tuhan tidak membedakan. Tuhan memakai baik anak kandung maupun anak adopsi, tidak ada bedanya dua-dua sama berharga di mata Tuhan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, terima kasih Ibu Ester dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Anak Adopsi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.