Anak Adopsi

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T199A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Tidak semua pasangan nikah dikaruniakan anak sehingga mengadopsi anak menjadi sebuah alternatif yang layak dipertimbangkan. Sungguhpun demikian kita mesti memastikan beberapa hal di bawah ini agar tidak melakukan kesalahan dalam mengadopsi anak.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tidak semua pasangan nikah dikaruniakan anak sehingga mengadopsi anak menjadi sebuah alternatif yang layak dipertimbangkan. Sungguhpun demikian kita mesti memastikan beberapa hal di bawah ini agar tidak melakukan kesalahan dalam mengadopsi anak.

Motivasi Kita harus memiliki motivasi yang benar dalam mengadopsi anak dan motivasi yang benar adalah keinginan untuk membagi kasih dan hidup dengan anak serta membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah dalam hidupnya. Ada orang yang memiliki motivasi yang keliru, misalkan ada yang ingin berstatus mempunyai anak namun tidak bersedia membagi hidup dan kasih dengan anak. Atau ada yang bercita-cita agar anak menjadi penerus dirinya belaka dan melupakan satu fakta yang hakiki yakni anak adalah manusia ciptaan Tuhan yang Ia tempatkan di bumi untuk menggenapi rencana-Nya, bukan rencana kita. Singkat kata kita mengadopsi anak karena ingin mengasihinya, bukan memakainya demi kepentingan pribadi. Jika unsur kasih tidak kuat, jika suatu saat anak kandung lahir, niscaya anak adopsi akan menjadi anak terbuang. Atau, bila motivasi kasih tidak kuat, sewaktu anak adopsi mengembangkan masalah, orangtua dengan mudah mengusirnya atau mengembalikannya kepada orangtua kandung.

Kesiapan Sebelum mengadopsi anak kita mesti siap menerima kedatangannya di dalam kehidupan kita. Ada orang yang mengadopsi anak namun tidak siap untuk mengakomodosi kehadiran anak dalam jadwal kehidupannya. Anak langsung diserahkan kepada perawat untuk membesarkannya. Kita pun harus siap menerima kehadiran anak yang bukan dari darah daging sendiri-bentuk fisiknya mungkin akan sangat berbeda dari kita dan sifat atau tabiatnya juga berlainan. Dengan kata lain, kita selayaknya menyiapkan diri untuk menghadapi perbedaan ciri-baik itu ciri fisik maupun ciri kepribadian.

Selain kedua hal di atas, ada beberapa hal teknis yang mesti kita pertimbangkan dalam mengadopsi anak.

1. Sebaiknya kita mengadopsi anak sejak bayi sehingga terjalin ikatan yang kuat antara anak dan orangtua. 2. Kita harus memastikan kesiapan pribadi untuk mengadopsi anak sesuai jenis kelamin yang diharapkan. Ada orang yang lebih nyaman dengan anak perempuan atau sebaliknya. 3. Sebaiknya anak adopsi diberitahukan status sebenarnya pada waktu ia berusia di bawah 10 tahun sehingga kalaupun harus terjadi pergolakan, hal itu akan terjadi di usia kanak-kanak, bukan remaja. 4. Jika harus terjadi kontak dengan orangtua kandung, sebaiknya itu terjadi sewaktu anak sudah mendekati usia akil balig untuk mencegah terjadinya kerancuan.

Tuhan tidak membedakan anak-baik anak yang dibesarkan orangtua kandung atau bukan. Samuel dibesarkan oleh Iman Eli, bukan oleh ibunya Hana, namun Tuhan memberkati dan memakai Samuel. Nama Samuel berarti "Aku telah memintanya dari Tuhan." (1 Samuel 1:20) Inilah yang Hana katakan, "Untuk mendapat anak inilah aku berdoa dan Tuhan telah memberikan kepadaku apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan." (1:27-28)

Hampir semua anak adopsi tahu bahwa ia bukanlah anak kandung orangtuanya. Kadang ini terlihat dari ciri fisik yang begitu berbeda namun adakalanya perasaan ini muncul dengan sendirinya. Itu sebabnya jauh lebih baik bila ia diberitahukan status sebenarnya di waktu ia masih kecil. Sama seperti anak lain, anak adopsi tidak harus menimbulkan masalah namun orangtua mesti mewaspadai hal-hal berikut ini.

Ketertolakkan dan Kemarahan Anak adopsi cenderung mengembangkan rasa ketertolakan-bagaimanapun ia diserahkan orangtuanya kepada orang lain. Rasa ketertolakan berpotensi membuatnya merasa tidak berharga dan berpandangan negatif terhadap dirinya. Itu sebabnya kita mesti ekstra peka dalam mengasuhnya. Jika rasa ketertolakan berlanjut, ia dapat memberontak dan berusaha menjauhkan diri dari keluarga. Pada dasarnya isi dari ketertolakan adalah kesedihan dan kemarahan. Ia pun dapat merasa tertipu sebab selama ini ia merasa sebagai anak kandung.

Rasa Tidak Aman Anak adopsi cenderung membandingkan diri dengan anak lain dan berupaya terlalu keras untuk membuktikan bahwa ia layak dikasihi dan menjadi bagian dari keluarga yang mengadopsinya. Ia merasa tidak diinginkan oleh orangtua kandung, jadi sekarang ia berusaha keras mendapatkan penerimaan ini. Perilaku ini tidak sehat dan berpotensi menimbulkan masalah karena dengan mudah ia dapat kehilangan jati dirinya dan terjebak dalam perilaku menyenangkan orang secara membabi buta.

Ketersesatan Anak adopsi bisa pula merasa terhilang dalam hidup sebab tiba-tiba ia merasa sebatang kara. Tanpa penjagaan dan kasih yang kuat, ia dapat melakukan hal-hal yang salah karena kehilangan arah hidup. Ia beranggapan tidak ada seorang pun yang sungguh peduli kepadanya, jadi mengapakah ia harus mempedulikan perasaan orang lain.

Tindakan Orangtua

  1. Orangtua mesti memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung karena fakta inilah yang akan berbicara kepadanya tatkala ia tengah mengalami pergolakan.
  2. Orangtua harus kuat bertahan dan tidak terjebak ke dalam upaya anak menguji batas kesabaran. Anak adopsi kadang berperilaku buruk seolah-olah meminta untuk ditolak kembali-jadi, menggenapi "nasib" sebagai anak yang terbuang.
  3. Orangtua tetap mesti mendisiplinnya dan tidak boleh memperlakukannya secara khusus. Kasih dan disiplin harus diberikan secara seimbang.

Firman Tuhan: Yefta adalah anak yang terbuang dan akhirnya menjadi anak berperilaku buruk (Hakim-Hakim 11:1-4) Anak adopsi bukanlah anak yang terbuang; sebaliknya, anak adopsi adalah anak yang terselamatkan. Tuhan menyelamatkan dan memberinya keluarga yang baru.