Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup Berbeda". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, sebagai orang beriman kita tahu bahwa kita dipanggil oleh Tuhan untuk hidup kudus, bukan hidup tanpa dosa tapi lain dari pada yang lain. Dan letak lainnya ini dimana dan bagaimana ?
PG : Sudah tentu yang dimaksud dengan lain ini bukan menunjuk pada atribut-atribut jasmaniah yaitu cara kita mendandani rambut kita. Tapi ini adalah perubahan nilai, apa itu yang penting dalam idup ini, apa itu yang akan kita tinggikan, apa yang akan kita kejar di dunia ini, untuk hal apa sajakah kita akan berkorban dalam hidup ini.
Hal-hal seperti itulah yang diminta Tuhan untuk kita ubah. Dan sudah tentu berbeda di dalam hal dosa juga merupakan sebuah keharusan, yaitu kita tidak melakukan dosa dari yang tadinya kita biasa lakukan atau dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita. Jadi seperti itulah kudus yang Tuhan kehendaki, Pak Gunawan.
GS : Dan untuk itu Pak Paul, apakah ada ayat Firman Tuhan yang Pak Paul ingin bahas ?
PG : Ada, Pak Gunawan. Dan sebetulnya pembahasan kita kali ini muncul dari sebuah keprihatinan di Amerika Serikat, beberapa waktu yang lalu diadakan sebuah survei dan dari survei itu ternyata aak-anak yang di sekolah minggukan pada masa kecilnya, setelah SMA mereka makin berkurang untuk ke gereja, dan pada saat menginjak bangku kuliah hampir setengahnya sudah tidak lagi bergereja.
Dan setelah masuk ke dunia kerja, ternyata yang masih bergereja tinggal sekitar 10 persennya saja. Berarti begitu banyak anak-anak yang tadinya itu mengenal Tuhan, bergereja setiap minggu diajarkan tentang Tuhan tapi setelah dewasa tidak lagi menghiraukan hal-hal ini. Dan sesungguhnya apa yang terjadi ? Apakah ini adalah sesuatu yang baru ? Ternyata tidak! Mazmur 106:34-36 mengatakan bahwa mereka (orang-orang Israel) tidak memunahkan bangsa-bangsa seperti yang diperintahkan Tuhan kepada mereka, tapi mereka bercampur-baur dengan bangsa-bangsa dan belajar cara-cara mereka bekerja, mereka beribadah kepada berhala-berhala, mereka yang menjadi perangkap bagi mereka. Jadi orang-orang Israel setelah masuk ke tanah yang Tuhan janjikan akhirnya bercampur-baur dan akhirnya mulai mengadopsi nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa-bangsa di tanah Kanaan itu. Kita juga mesti berhati-hati karena ternyata gejala ini terus berlangsung dari zaman Perjanjian Lama, hal itu masih terus berlangsung sampai sekarang. Memang di satu pihak membuat kita frustrasi, apalagi yang harus kita kerjakan, bukankah kita sudah melakukan tugas sebagai orang tua mengajak anak-anak mengenal Tuhan kita Yesus Kristus, mengenal apa itu ibadah kepada Tuhan dan akhirnya juga mengenal Firman Tuhan lewat sekolah minggu dan khotbah-khotbah yang didengarnya tapi setelah besar dia bisa hilang begitu saja. Dan kita mesti mewaspadai, kita sudah melihat contoh yang sangat nyata terjadi di Eropa dan Asia kecil. Eropa adalah pusat kekristenan yang mengirimkan begitu banyak hamba-hamba Tuhan yang melayani Tuhan di segala penjuru dunia. Tapi sekarang kita ketahui tidak ada lagi pusat kekristenan secara umum karena orang-orang di sana sudah tidak terlalu menghiraukan Tuhan, Tuhan adalah sebuah konsep yang tidak relevan dalam hidup. Mereka mungkin saja percaya adanya Tuhan, tapi Tuhan bukanlah Tuhan yang seharusnya terlibat di dalam hidup mereka.
GS : Pak Paul, kalau pemazmur mengatakan tentang mereka itu bercampur-baur dengan bangsa-bangsa lain, pada saat ini juga sangat dimungkinkan karena kita sulit untuk mengisolir diri, apalagi sebagai orang Kristen untuk berkumpul dengan orang Kristen saja sulit, Pak Paul. Jadi percampuran ini bisa membawa dampak seperti yang telah kita bahas ini ?
PG : Betul. Jadi sudah tentu yang dimaksud dalam konteks sekarang ini bukanlah kita mau memisahkan hidup yaitu tidak bergaul, tidak bersosialisasi dengan orang lain, sama sekali bukan. Sebab Tuan juga meminta kita untuk menjadi terang, menjadi garam dan benar-benar menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita supaya lewat perbuatan baik kita, orang bisa melihat kemuliaan Tuhan.
Jadi konsep berbaur di sini, lebih kepada suatu adaptasi dan asimilasi nilai-nilai hidup dan keyakinan kepercayaan sehingga kita mesti menjaga jangan sampai itu nanti yang turut tererosi.
GS : Kalau riset itu dilakukan di Amerika, Pak Paul, kalau seandainya dilakukan di Indonesia, saya rasa hasilnya juga tidak terlalu jauh berbeda, Pak Paul.
PG : Sebenarnya ya. Banyak orang yang setelah dewasa itu tidak lagi terlalu melibatkan Tuhan dalam hidup mereka, mungkin saja setiap minggu mereka tetap pergi ke gereja dan sebagainya, tapi Tuhn bukanlah menempati porsi terbesar dalam hidupnya, jadi benar-benar ke gereja, beribadah adalah sebagai kewajiban sebagaimana manusia namun tidak sungguh-sungguh tunduk kepada Tuhan di dalam setiap kehidupannya.
GS : Kalau begitu apa yang harus dilakukan, Pak Paul ? Kita tentu tidak menghendaki anak-anak kita atau generasi muda ini tidak lagi mempunyai nilai-nilai yang sudah ditanamkan sejak mereka masih anak-anak.
PG : Kita akan melihat beberapa panduan yang diambil dari Roma 12:1,2. Firman Tuhan berkata, "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahka tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Prinsip pertama yang bisa kita petik dari Firman Tuhan adalah kita hanya bisa hidup berbeda bila kita pertama-tama mempersembahkan hidup kepada Kristus Tuhan kita, dengan kata lain kita mesti bertekad untuk hanya hidup sesuai dengan kehendak Allah dan menjalankan misi-Nya, fokus kita hanyalah Dia dan tidak ada lagi selain Dia. Saya menyimpulkan begini, Pak Gunawan, orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungan adalah orang yang tidak pernah benar-benar memersembahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Saya kira sedikit banyak kembali kepada peranan kita sebagai orang tua, misalkan saya mau katakan kadang-kadang sebagai orang tua kita gagal menekankan hal ini, kita memandang hal rohani sebagai salah satu dari sejumlah hal lain di dalam hidup ini, bukan sebagai bagian terutama dari hidup, dan pada akhirnya anak bertumbuh besar memiliki pandangan yang serupa bahwa Tuhan hanyalah satu bagian, satu hal dari sejumlah hal lain dalam hidup ini. Anak-anak seperti inilah yang nantinya rentan terhadap erosi rohani ketika menginjak usia dewasa.
GS : Masalahnya mungkin pada konsep memersembahkan diri kepada Tuhan Yesus, masih banyak orang yang menganggap kalau memersembahkan diri maka harus menjadi pendeta, harus bekerja penuh waktu di gereja. Sehingga orang tidak berani memersembahkan diri atau enggan memersembahkan diri, dan ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Memersembahkan diri berarti, yang pertama adalah menjadikan Tuhan yang terutama dalam hidupnya. Jadi apa pun yang dilakukannya semua harus disesuaikan dengan kehendak Tuhan, apa yang ingindilakukannya harus ditanyakan dengan Tuhan, apakah ini memang sesuatu yang Tuhan kehendaki dan yang saya maksud menanyakan sesuatu kepada Tuhan, untuk hal-hal yang memang penting untuk kita lakukan.
Saya bukannya berkata kalau mau mandi kemudian bertanya kepada Tuhan, atau mau makan bertanya kepada Tuhan. Tapi pada intinya memersembahkan diri kepada Tuhan berarti menempatkan Tuhan sebagai Tuhan dalam hidup kita, yang terutama dalam hidup kita. Saya masih ingat dengan diri saya pribadi, sebelum saya lahir baru, apa yang ingin saya lakukan maka saya lakukan sesuai dengan kehendak saya, saya tidak lagi memusingkan apakah Tuhan setuju atau tidak setuju dengan yang saya lakukan. Tapi setelah saya lahir baru, saya berusaha mengingat-ingat apakah ini sesuai dengan kehendak Tuhan, apakah ini memuliakan Tuhan atau tidak. Waktu saya mau sekolah dan memilih jurusan, memilih pasangan hidup, saya selalu terbiasa berdoa dan meminta pimpinan Tuhan. Saya mau memastikan bahwa yang saya lakukan tidaklah bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jadi hal seperti ini yang sejak awal kita tanamkan kepada anak-anak bahwa Tuhan yang terutama, hidup ini untuk Tuhan sebab hidup ini dari Tuhan. Jadi tidak ada lagi yang istimewa dari pernyataan hidup ini untuk Tuhan sebab bukankah pada dasarnya hidup ini adalah dari Tuhan, jadi memang sepenuhnya untuk Tuhan oleh karena itu kita harus hidup seperti itu pula, bahwa kita ini adalah milik Tuhan dan hiduplah sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.
GS : Jadi pengajaran tentang cerita Alkitab, menanamkan nilai-nilai itu memang penting dilakukan sejak anak itu masih dini, tapi yang Pak Paul ingin sampaikan di sini bahwa menekankan kepada anak bahwa harus berani memersembahkan hidupnya kepada Tuhan secara pribadi.
PG : Betul. Jadi memersembahkan di sini bukan berarti kamu nanti harus menjadi pendeta, tapi memersembahkan artinya sepenuhnya hidup ini hanyalah untuk Tuhan.
GS : Makanya kalau kita sendiri sebagai orang dewasa masih tidak jelas dengan konsep ini, maka kita juga tidak akan memberikan dorongan kepada anak-anak kita.
PG : Benar. Memang harus diawali dari kita, apakah kita telah memersembahkan hidup kita kepada Tuhan. Sepenuhnya ini adalah untuk Tuhan, kita tidak lagi hanya mementingkan diri tapi selalu maumementingkan kepentingan Tuhan.
GS : Yang lain yang Pak Paul ingin sampaikan dari Roma 12 ini apa, Pak Paul ?
PG : Yang berikut adalah Tuhan meminta kita untuk tidak serupa dengan dunia ini. Istilah dunia di sini merujuk pada pola hidup atau jiwa dari dunia yang berlawanan dengan kehendak Tuhan sehingg tidak setiap hal yang dicetuskan oleh dunia berarti bertentangan dengan Tuhan.
Tapi akan ada hal-hal atau nilai-nilai hidup yang dipromosikan yang memang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Namun untuk dapat tidak serupa dengan dunia, pertama-tama kita harus tahu lebih dahulu apa itu yang menjadi pola hidup dunia, apa itu yang diajarkan oleh dunia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita sebagai orang tua mesti menjelaskan kepada anak-anak apa itu pola dunia yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan mengapa tidak sesuai. Jadi tidak boleh kita sebagai orang tua hanya berkata, "Ini salah, ini jahat" tapi tidak menjelaskan kenapa tidak boleh dan kenapa itu tidak benar, kenapa itu jahat. Saya akan berikan beberapa contoh pola dunia yang berada di sekitar kita yang mesti kita waspadai. Misalkan yang pertama, ada yang berpendapat bahwa hidup bergantung sepenuhnya pada diri kita manusia dan bukan Tuhan, ada orang yang mengandalkan kepandaiannya, mengandalkan kekuatannya, kebisaan-kebisaannya. Kemajuan ilmu pengetahuan memang salah satu hal yang baik tapi kalau tidak hati-hati, kemajuan ilmu pengetahuan akan membuat kita lupa bahwa pada akhirnya nafas ini pun adalah pemberian Tuhan dan bahwa kepandaian juga karunia Tuhan. Sebab misalkan kita membicarakan masalah IQ, kecerdasan intelektual, apakah itu sesuatu yang bisa ditambahkan misalkan yang tadi IQ-nya 90 dan sekarang menjadi 150, tidak! Kita tahu penambahan IQ hanyalah bisa berlangsung mencakup 5-10 point tapi itu pun masih bisa dipertanyakan apakah itu penambahan ataukah pengoptimalan, yang memang sudah ada dioptimalkan. Intinya adalah kita sudah membawanya. Itu sebabnya anak-anak yang cacat mental, yang memang mengalami kemunduran dalam kecerdasan intelektualnya, apa pun yang dilakukan tidak akan berhasil mengeluarkannya dari ikatan itu, tetap ada dan dia akan susah mengikuti pelajaran dan sebagainya. Jadi intinya kita mesti menyadari hidup ini pemberian Tuhan, nafas adalah pemberian Tuhan, kecakapan kita, kepandaian kita adalah juga pemberian Tuhan. Tapi betapa banyaknya orang yang tidak lagi menghiraukan Tuhan karena memikirkan bahwa tidak perlu tergantung pada Tuhan karena ini semua sudah begitu hebat dan begitu maju. Jadi akhirnya kita menyembah diri kita sendiri, bukan lagi Tuhan.
GS : Itu memberhalakan ilmu atau diri kita sendiri menggantikan Tuhan dan memang hal ini sangat gencar disampaikan kepada anak-anak yang mengatakan, "Kalau kamu berpikir bisa, maka kamu pasti bisa melakukan itu," dan itu adalah suatu ajaran yang membingungkan anak.
PG : Betul. Jadi kita memang boleh mendorong anak, "Kamu jangan sampai ragu, kamu harus coba teruskan, apakah yang kamu sudah kerjakan itu sudah baik" itu tidak apa-apa, namun jangan sampai berebihan, seolah-olah semua tergantung pada dia.
Kita mesti mengajar anak berdoa meminta berkat Tuhan dan meminta kehendak Tuhan, sebab memang apa pun yang dia persiapkan misalnya ujian, sebaik apa pun dia belajar kalau hari itu dia harus sakit maka dia tidak bisa ikut ujian sehingga semuanya harus terhenti. Jadi kita mengajak anak dari kecil untuk bergantung pada Tuhan.
GS : Mungkin ada anggapan keliru yang lain yang saat ini sedang berkembang ?
PG : Yang kedua adalah bahwa semua kepercayaan adalah baik dan sama di mata Tuhan. Ini memang sebuah falsafah yang dianut oleh banyak orang di dunia ini, apalagi di kalangan kaum intelektual da sebagainya, "Tidak apa-apa, semua bergantung pada kita dan sebagainya."
Pertanyaan yang ingin saya sampaikan adalah jika semua keyakinan sama, mengapa harus ada begitu beragam dan ini yang penting, begitu berlainan ? Kalau memang mirip, kita masih bisa berkata "Mungkin semua ini sama karena mirip", tapi faktanya kalau kita ingin mendalami setiap keyakinan, ternyata kita temukan berbeda sekali, tidak ada yang sama di dalam dasar-dasarnya, begitu beragam, begitu berbeda. Ini membuktikan bagi saya tidak sama, sebab kalau sama kenapa harus begitu berbeda, jadi bagi saya memang tidak sama dan karena tidak sama tugas kitalah untuk mencari tahu, mencari kebenaran itu, mendalaminya dan tidak menggampangkan. Buat saya orang yang menggampangkan, "Semua sama" adalah orang yang tidak mau menghiraukan Tuhan dalam hidupnya maka dia menganggap, "Semua sama" sehingga dia tidak harus pusing-pusing, sikap seperti inilah yang kita harus waspadai sebab anak-anak kita akan bertumbuh di dalam lingkup seperti ini, di mana pun dia berada sekarang, di luar negeri juga sama bahkan lebih parah lagi. Jadi benar-benar sebuah sikap yang mau menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat Tuhan dengan mengatakan, "Semua sama tidak ada bedanya".
GS : Itu seringkali dikemukakan dalam rangka kita menoleransi orang lain yang berbeda keyakinan atau agama dengan kita. Dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu kita perlu hidup rukun, kita perlu saling mengasihi karena ini adalah perintah Tuhan dan perintah Tuhan adalah kita harus mengasihi orang bahkan perintah Tuhan lebih jauh lagi,kita harus mengasihi orang yang memusuhi kita, yang membenci kita, kita diminta untuk mendoakan.
Jadi bukan hanya menoleransi, sebab panggilan kristiani adalah mengasihi, lebih jauh lagi dari menoleransi. Tapi didalam kita mengasihi, kita pun mengakui bahwa memang tidak sama, tapi tidak sama tidak harus membuat kita membenci orang, sebab membenci orang adalah sebuah dosa. Tapi kita mesti tahu, saya ingin menggugah orang tua untuk mendorong anak supaya benar-benar mengerti apa yang Tuhan ajarkan sehingga mereka tidak mudah terbawa oleh angin yang berkata, "Ya sudahlah, kamu juga sama baiknya."
GS : Hal lain apa Pak Paul, yang ingin Pak Paul ungkapkan dari Roma 12 ?
PG : Yang berikut adalah ada orang-orang yang beranggapan bahwa yang terpenting adalah kebahagiaan dan bahwa Tuhan sesungguhnya menginginkan kita bahagia dan inilah sebuah falsafah kehidupan yag juga berkeliaran di sekitar kita.
Jadi pada akhirnya faktor dosa atau melakukan sesuatu yang melawan Tuhan menjadi tidak relevan sebab semua diukur dari bahagia, kalau kita bahagia berarti kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan terlalu banyak orang yang seperti itu, Pak Gunawan. Ada orang yang akhirnya tinggal bersama dengan pacarnya, dia tidak peduli bahwa ini adalah dosa, bahwa ini adalah perzinahan di mata Tuhan, dia tidak peduli. Sebab mereka bisa berkata, "Saya sudah tidak cocok dengan istri atau suami saya, maka sekarang saya tinggal dengan dia, yang penting saya bahagia, Tuhan pasti tidak ingin melihat saya hidup sengsara dan menderita." Itu salah! Tuhan lebih senang melihat kita menderita karena melawan dosa, daripada bersukacita karena hidup di dalam dosa. Jadi itu sebuah konsep yang sangat salah, anak-anak nanti akan hidup di dalam roh atau budaya seperti ini, "Yang penting kamu senang dan bahagia dan kamu menjadi orang yang lebih baik." Tidak! Yang Tuhan tekankan bukannya kebahagiaan tapi yang Tuhan tekankan selalu menaati kehendakNya.
GS : Memang seringkali orang menempatkan kebahagiaan, kesuksesan sebagai tujuan akhir kehidupannya dan itu yang menjadi masalahnya.
PG : Betul dan akhirnya apa pun yang kita lakukan, tujuannya adalah supaya bahagia, kalau kita sudah mencapai titik bahagia, kita akhirnya tidak lagi memedulikan cara dan kita membolehkan semuacara yang penting kita bahagia.
Kita mesti mengajarkan kepada anak-anak bahwa Tuhan menuntut pertanggungjawaban. Orang yang memutarbalikkan, yang menyelewengkan kebenaran Firman Tuhan yaitu supaya bahagia di dalam dunia ini, suatu hari kelak harus memertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Jadi inilah yang anak-anak mesti mulai menerima dari kita sewaktu mereka masih kecil.
GS : Apakah ada pendapat yang lain yang membingungkan atau yang menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan ?
PG : Yaitu bahwa semua nilai moral relatif sebab semua bergantung pada bagaimanakah kita melihatnya, boleh atau tidak boleh, salah atau benar. Itu semua relatif tergantung bagaimana kita meyakiinya dan sebagainya, itu salah! Jangan sampai nanti kita terpengaruh oleh nilai-nilai moral seperti ini yaitu benar atau salah semua adalah masalah persepsi belaka.
Ada yang benar dan ada yang salah, karena Tuhan sudah mengatakannya dan kita harus mengikuti, kita setuju atau tidak setuju itu yang nomor dua dan tidak penting, terpenting adalah apa yang Tuhan katakan. Ini juga yang mesti kita tekankan kepada anak-anak pada masa pertumbuhannya.
GS : Pak Paul, seringkali kita mengatakan sesuatu tanpa dasar sehingga semuanya relatif, baik itu kebaikan atau kekudusan. Hal-hal yang Pak Paul nilai sesuatu yang mutlak, itu yang bagaimana Pak Paul ?
PG : Misalnya Tuhan sudah berkata bahwa, "Aku adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup, tidak ada seorang pun datang kepada Bapa kecuali melalui Aku." Ini yang mengatakan adalah Tuhan Yesus dan bagi sya Dia tidak berbohong dan kalau dia tidak berbohong berarti Dia mengatakan yang benar, saya akan pegang itu sebagai suatu kebenaran dalam hidup saya yang mutlak dan saya tidak akan kompromikan.
Misalnya Tuhan meminta kita untuk mengasihiNya dan mengasihi sesama dan kita akan memutlakkan itu. Kalau kita tidak mengasihi Tuhan dan tidak mengasihi sesama, itu adalah sebuah dosa, itu tidak berkenan kepada Tuhan. Kita tidak bisa berkata, "Ya, namanya juga manusia, membenci juga tidak apa-apa sekali-sekali" tidak! Yang namanya tidak berkenan kepada Tuhan adalah merupakan suatu dosa yang kita harus hindari.
GS : Hidup yang berbeda dengan yang lain ini, contohnya seperti apa lagi ?
PG : Jadi akhirnya kita diperintahkan Tuhan untuk berubah dalam cara berpikir kita, tidak sama dengan cara dunia. Jadi kita harus ditransformasi, artinya kita harus mengadopsi nilai yang baru dn sudut pandang yang berbeda.
Hanya dengan perspektif yang baru kita dapat menjalani hidup berbeda dari pola dunia, kita harus memahami bagaimanakah Kristus Tuhan kita memandang semuanya dan berusaha sekuat tenaga menerapkannya dalam hidup. Jadi kendati bagi dunia, kita hanya dipandang kuat bila kita misalnya berani membalas, namun Tuhan memerintahkan kita untuk tidak membalas, malahan Tuhan meminta kita untuk berdoa bagi yang menyakiti kita. Jadi sebagai orang tua kita mesti mendorong anak untuk menerapkan Firman Tuhan di dalam hidupnya dan memandang hidup dari lensa Tuhan. Anak-anak yang sejak kecil dididik untuk menyikapi hidup melalui mata Tuhan akan bertumbuh besar dengan lebih kuat dan terbiasa menyikapi hidup lewat kacamata Tuhan. Kalau dia sejak kecil tidak terbiasa maka setelah dia dewasa dengan sangat mudah dia akan hanyut oleh nilai-nilai yang ada di sekitarnya.
GS : Jadi kita bisa mengubah pola hidup kita, kalau pola pikir kita berubah dan perubahan pola pikir hanya dimungkinkan kalau Firman Tuhan itu bekerja di dalam hidup seseorang, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Firman Tuhan menegaskan bahwa perubahan baru terjadi ketika kita berupaya keras keluar dari pola dunia dan mempersembahkan hidup kepada Kristus, semua ini memerlkan waktu dan proses.
Jadi sebagai orang tua kita patut rajin mengajarkan semua ini kepada anak. Mungkin ada waktunya ia mengalami pergolakan, kita dengarkan dan berilah dorongan namun jangan memarahinya. Kuncinya adalah terus menjalin relasi yang terbuka dengan anak-anak agar kita dapat memantau dan mengarahkan pertumbuhan rohaninya.
GS : Tetapi ada orang yang berpendapat bahwa kalau dia sudah menanamkan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan kepada anak-anak sejak kecil, katakan dia nanti sejak remaja atau dewasa meninggalkan Tuhan atau gereja bahkan meninggalkan imannya, suatu saat dia akan kembali lagi dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Saya melihat kebenaran hal ini, Pak Gunawan, karena dasarnya bukanlah pengalaman, tapi dasarnya adalah kasih karunia Tuhan yang sangat besar sehingga kasih karuniaNya yang begitu besar mesipun orang itu sudah terlalu kelewatan dan sebagainya, di akhirnya Tuhan tetap memberinya kesempatan untuk kembali kepadaNya.
Sudah tentu ini terpulang juga pada individu tersebut apakah dia mau merendahkan diri datang kepada Tuhan atau tidak, kalau dia tidak mau berarti dia harus menanggung semua akibatnya tapi saya percaya di titik akhir Tuhan akan memberikan kesempatan kepada anak-anakNya yang telah hidup jauh dariNya untuk kembali kepadaNya. Sudah tentu kita tidak boleh berkata, "Kalau begitu kita hidup semaunya, karena nanti Tuhan akan memberikan saya kesempatan terakhir," jangan! Kenapa kita harus menyakiti hati Bapa selama puluhan tahun, kalau kita tidak menyakiti hati Bapa sehari pun bukankah itu yang lebih indah ?
GS : Jadi waktu yang baik kita menaburkan Firman Tuhan itu, justru pada masa anak-anak, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Kenapa begitu penting di masa anak-anak sebab bukankah kita sekarang menyadari lewat psikologi pendidikan dan sebagainya bahwa apa yang diingat pada masa kanak-knak itu akan terus tinggal bersama kita sampai di hari tua.
Bukankah sekarang ilmu medis menjelaskan kepada kita bahwa di hari tua memori jangka pendek kita itu makin hari makin menipis, yang terus bertahan adalah memori jangka panjang. Jadi apa yang kita terima pada masa kecil, Firman Tuhan demi Firman Tuhan, kebenaran demi kebenaran, di hari tualah itu yang akan kita pegang, kita bawa sampai nanti kita uzur dan yang terakhir-terakhir itu justru yang akan kita lupakan. Jadi betul sekali penting mendidik anak dalam Firman Tuhan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Berbeda." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.