Kata kunci: Pertama menyenangkan hati orang tua, kedua memikul tanggungjawab orang tua, ketiga menyerap derita orang tua, keempat tidak boleh ada cacat cela, terimalah latar belakang kita sebagai penetapan dan dalam rencana Tuhan, seimbangkan hidup bukan hanya untuk orang tua atau orang lain tetapi juga untuk kita sendiri, teruslah mengabdi kepada orang tua dan menjadi berkat tetapi lakukanlah demi Tuhan.
TELAGA 2023
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada. Kita bertemu kembali dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Necholas David, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Beban Anak Baik". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
ND: Pak Paul, dalam perbincangan kita kali ini, kita akan mendiskusikan tentang beban bagi anak yang baik. Mengapa anak yang baik ini memunyai beban, Pak Paul?
PG: Nanti kita akan bahas topik yang memang mungkin sekali sulit untuk kita cerna mengapa anak yang baik harus memikul beban? Tapi ini lahir dari pengamatan saya mendampingi apalagi mengenal anak-anak yang baik, yang ternyata bebannya lumayan berat. Jadi begini, Pak Necholas, meski lahir dari kandungan yang sama dan dibesarkan oleh orang tua yang sama, anak tidak bertumbuh besar sama. Anak masing-masing punya kepribadian dan karakternya. Berbicara tentang karakter kita mesti mengakui tidak semua karakter anak sama baiknya, ada yang baik ada yang kurang baik. Biasanya anak yang berkarakter baik adalah anak yang paling peduli dan memerhatikan orang tua atau keluarganya. Jadi sekarang coba kita mau soroti apa sebetulnya beban yang mesti ditanggung oleh anak yang baik ini? Pertama adalah beban menyenangkan hati orang tua. Anak yang baik berusaha bukan saja untuk tidak mendukakan hati orang tua, tapi juga untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi bukan saja ia berusaha keras untuk tidak melanggar perintah atau larangan orang tua, ia pun berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang ia tahu akan menyenangkan hati orang tua. Di satu pihak ini bukanlah keharusan, sebab ia sendiri yang memilih untuk melakukannya, tapi di lain pihak akhirnya ini menjadi kewajiban baginya, ia tidak memunyai pilihan lain, ia harus selalu menyenangkan hati orang tuanya. Di satu pihak menyenangkan hati orang tua membawa sukacita tersendiri, namun di lain pihak menjadi beban yang menindihnya, sebab suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, ia mesti selalu menyenangkan hati orang tua. Jadi dampak negatif bagi pertumbuhannya adalah bukan saja ia jarang menyenangkan hatinya sendiri, tapi juga ia tidak tahu apa dan bagaimana menyenangkan hatinya. Selama hidupnya dia hanya menyenangkan hati orang lain, dalam hal ini hati orang tuanya, akhirnya dia tidak tahu apa yang menyenangkan hatinya. Ia menjadi orang yang tahu memberi, tapi tidak tahu menerima.
ND: Mendengar pemaparan Pak Paul, saya terbayangnya anak yang baik yang Pak Paul maksudkan apakah ini anak yang sudah dewasa yang dia menanggung kehidupan dari orang tuanya?
PG: Secara umum iya orang-orang dewasa, tapi memang ini dimulainya biasanya di usia-usia yang relatif lebih muda. Jadi makin bermasalah relasi orang tuanya, makin dini anak mengambil alih tugas-tugas menyenangkan hati orang tuanya. Maksud saya begini, bila sejak dia kecil orang tuanya tidak rukun, apalagi salah satu orang tuanya menjadi korban dari sikap tindakan tidak baik dari pasangannya, anak yang baik ini nantinya akan banyak berperan, lebih banyak misalnya mengurus adiknya, membereskan rumah, menjaga hati orang tuanya, menghibur hati misalnya ibunya yang tengah sedih. Jadi makin lebih dini dia harus bertugas menjadi anak yang menyenangkan hati orang tuanya, tapi kalau misalkan tidak ada masalah yang seperti itu, anak yang baik ini akan bertugas biasanya memang di usia sudah dewasa. Dia harus lebih berbuat banyak, menyenangkan hati orang tuanya.
ND: Jadi anak yang baik ini biasanya cenderung adalah anak yang dekat atau paling dekat dengan orang tuanya.
PG: Ya, biasanya begitu dan juga memang hampir dapat dipastikan anak ini anak yang tahu diri, anak yang belajar tanggungjawab, menyelesaikan tugas sekolah, anak yang mau ikut campur, mau tahu apa yang terjadi pada orang tuanya. Dia tidak menutup telinga, dia selalu siap berkata iya kalau dimintai tolong. Inilah anak yang kita kategorikan anak yang baik.
ND: Justru didalam anak yang baik ini, dia memunyai beban-beban ini, yang tadi Pak Paul sudah sampaikan, dia harus selalu menyenangkan hati orang tuanya.
PG: Betul dan harga yang harus dibayarnya adalah apalagi kalau dari kecil dia harus begini, dia akhirnya tidak tahu apa yang menyenangkan hatinya dan tidak tahu bagaimana menyenangkan hatinya. Jadi hanya tahunya menyenangkan hati orang, kalau kita bertanya, "Mengapa? Memang itu menjadi masalah?" Masalah karena kita harus hidup dalam keseimbangan, memberi, menerima, menyenangkan hati orang, menyenangkan hati sendiri. Dia akhirnya tidak tahu menyenangkan hatinya, suka apa tidak tahu, hanya tahunya apa yang orang tuanya suka atau orang lain suka. Hidupnya makin hari sepertinya makin kering.
ND: Justru hal yang semacam ini menjadi tidak baik bagi perkembangan anak.
PG: Betul sekali, Pak Necholas, akhirnya ini justru menghambat atau melencengkan pertumbuhannya sendiri.
ND: Karena tadi Pak Paul sempat katakan bahwa dia memikul tanggungjawab dari orang tuanya.
PG: Betul dan ini adalah beban yang kedua, Pak Necholas, yaitu beban memikul tanggungjawab orang tua. Tatkala kecil umumnya orang tua memintanya untuk mengawasi atau mengurus adik dan kakaknya. Pada waktu dia dewasa, orang tua sudah berusia lanjut, dia pula yang diharapkan untuk mengurus orang tua. Orang tua tahu bahwa anak yang baik akan bertanggungjawab melakukan tugasnya. Di satu pihak memang ada kesenangan tersendiri, menjadi anak yang dipercaya, diserahkan otoritas yang besar, tapi di lain pihak akhirnya menjadi beban, sebab tugas mengurus adik dan kakak dan nanti orang tua yang sudah uzur tentu menyita waktu dan tenaganya. Waktu dan tenaga yang seharusnya digunakan untuk kesenangan dan kepentingannya, dikorbankan untuk mengawasi atau mengurus adik dan kakaknya atau mengurus orang tua yang rentan. Tidak heran, Pak Necholas, anak yang baik biasanya bertumbuh besar menjadi orang yang bertanggungjawab. Dia berusaha keras melakukan tugas sebaik-baiknya, bukan hanya itu, ia pun selalu bersedia menolong orang. Dampak negatifnya adalah ini membuatnya letih dan tegang serta sukar santai, selain itu ia pun cenderung menuntut orang untuk berbuat sama, bertanggungjawab dan bersedia berkorban. Jika tidak terkendali kecenderungan ini dapat membuatnya sering frustrasi dan akhirnya sukar diterima orang. Di satu pihak orang senang bersamanya sebab ia bertanggungjawab, namun di lain pihak orang tidak mau dekat dengannya karena tuntutannya. Jadi seringkali akhirnya orang itu hanya mau dekat kalau perlu, kalau tidak perlu tidak mau dekat-dekat dengan dia karena nanti akan dituntut tanggungjawab, dituntut ini itu olehnya. Jadi kasihan akhirnya sebab relasinya dengan orang menjadi relasi yang tertentu.
ND: Dan ini juga tidak terjadi hanya pada anak sulung seperti pada umumnya dalam keluarga, kalau tadi Pak Paul katakan juga anak yang diminta orang tuanya untuk mengawasi adik atau kakak. Bisa juga anak yang dalam posisi apapun.
PG: Betul, jadi tidak harus anak tertua, biasanya orang tua berpikirnya sederhana, yaitu begini, Pak Necholas, bila menyuruh anak yang lain tidak jalan, menyuruh dia jalan. Lama-lama daripada capek/lelah, daripada kesal, daripada marah, daripada ribut, ya sudahlah suruh dia saja, tidak ribut, tidak kesal, tidak capek hati, langsung dilakukan. Akhirnya keterusan, ada apa ada apa, dia. Memang anak ini juga karena baik hati, selalu mau tahu, mau berbuat sesuatu, menawarkan diri jadi tambah orang tua bergantung pada dia. Yang lain-lainnya akhirnya makin terbiasa tidak usah berbuat apa-apa, sebab sudah diurus olehnya semua. Ada apa ada apa, minta kepadanya, suruhnya dia, jadi akhirnya semua fokusnya pada dia. Seolah-olah semua bergantung pada dia. Saya sudah melihat anak-anak yang seperti ini di usia dewasanya cukup banyak yang akhirnya retak, Pak Necholas. Retak artinya bisa ambruk berbuat hal-hal yang 180 derajat kebalikan dari yang kita pernah lihat pada hidupnya. Yang dia tidak pernah lakukan, dia lakukan, yang dia tahu dia salah, dia perbuat. Ambruknya bisa parah sekali, akhirnya cukup banyak juga yang mengalami kegagalan dalam berelasi, dalam pernikahannya, berantakan semuanya. Oleh karena ini beban-beban yang menindihnya, yang harus dipikulnya sejak muda.
ND: Selain itu rasanya juga dia memikul seluruh kesulitan atau penderitaan yang dialami oleh orang tuanya.
PG: Betul, jadi ini adalah beban ketiga yang mesti dipikulnya, yaitu menyerap derita orang tua. Hidup tidak sempurna, ada pernikahan yang sehat, ada yang tidak sehat. Bila anak baik dibesarkan oleh orang tua yang tidak memunyai pernikahan yang sehat, maka dia akan menyerap derita orang tua. Seringkali anak yang baik menjadi tumpahan keluh-kesah, derita orang tua. Kadang ia pun diharapkan atau bahkan difungsikan menjadi penengah dan penyelaras relasi orang tua yang buruk. Sebagai akibatnya ia bertumbuh kembang secara tidak utuh dan tidak merata. Dalam hal tertentu ia matang, dalam hal lain ia tidak bertumbuh. Ia cepat dan cakap menangkap derita tapi tidak cepat dan cakap melepaskannya. Pola pikirnya cenderung negatif dan pesimis. Dalam hal tertentu dia penyabar dan penyayang, namun dalam hal lainnya ia bisa begitu cepat beremosi dan tidak berempati. Dalam hal tertentu ia bisa kuat dan tahan banting, dalam hal lain ia begitu rentan dan mudah putus asa, akhirnya ia kerap membingungkan orang. Terutama nanti setelah ia menikah, Pak Necholas, karena awalnya pasangannya berpikir ia menikah dengan orang yang kuat, bertanggungjawab, bisa pikul beban, tapi setelah menikah baru tahu luar biasa rentannya. Dibalik kekuatannya, tamengnya ternyata ada kerapuhan yang luar biasa parahnya. Itu yang membingungkan orang.
ND: Itu karena sejak kecil ia sudah terus diberi beban, terus mendapatkan tekanan, harapan dari orang tuanya atau kalau dalam bahasa Jawa, ia "digandoli" terus oleh orang tuanya, menjadi tumpuan bagi keluarga. Sebetulnya secara emosi ia ingin lepas dari itu tapi ia tidak bisa melepaskannya.
PG: Betul, jadi karena yang tadi sudah kita bicarakan, akhirnya beban-beban itu menindihnya dan dia tidak kuat lagi menahannya. Tadi kita sudah singgung, ia tidak tahu apa yang dapat menyenangkan hatinya dan bagaimana menyenangkan dirinya, maka tidak jarang di antara mereka nantinya sewaktu tidak kuat lagi menanggung beban, ambruknya itu, jatuhnya itu melakukan hal-hal yang menyenangkan hatinya tapi secara salah. Ada yang akhirnya memakai narkoba, ada yang terjerumus menjadi penjudi, ada yang terlibat didalam perselingkuhan berkali-kali, ada yang susah sekali untuk setia, ada yang menjadi tidak bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Cara-caranya menyenangkan diri adalah cara-cara yang salah, karena dia tidak tahu sebetulnya apa yang bisa menyenangkan hatinya. Dia tidak pernah belajar itu, dia tidak pernah menggalinya, akhirnya setelah dewasa apapun dia kerjakan supaya hatinya sedikit lebih ringan meskipun itu akhirnya menjadi lubang yang menjerumuskan dia tambah hari tambah dalam.
ND: Semacam pelampiasan karena dari dulu waktu dia ingin sesuatu mungkin dia, "Ah, saya demi orang tua, saya tunda dulu, saya pendam dulu", akhirnya setelah dewasa dia melampiaskan semua yang ingin dia lakukan.
PG: Bisa, jadi salah satunya memang itu, hal-hal yang dia ingin lakukan, bayangkan, mungkin fantasikan, setelah dia dewasa dia tidak bisa mengendalikan dirinya sudah masuk terjerumus melakukan semua itu. Tapi juga yang tadi saya singgung adalah karena memang dia sendiri tidak tahu apa yang menyenangkan hatinya, bagaimana caranya menyenangkan hatinya. Itu juga hal yang memang dia tidak ketahui, karena hidupnya sibuk menyenangkan hati orang lain.
ND: Kalau Pak Paul perhatikan gejala anak yang baik itu apakah terjadi dalam semua keluarga dan apakah juga ukuran keluarga itu menentukan, jumlah saudara yang banyak apakah lebih berpengaruh atau bagaimana, Pak Paul?
PG: Sebetulnya tidak harus terjadi pada setiap keluarga, sudah tentu dalam setiap keluarga ada anak yang lebih baik, ada anak yang kurang baik. Itu pasti ada, tapi kalau orang tua relatif harmonis, relatif sehat, maka masalah ini tidak menggunung, tidak meledak, hanya menjadi ciri-ciri, yang satu lebih baik daripada yang satunya, hanya itu saja. Namun dalam keluarga yang sudah menyimpan masalah atau mengalami masalah maka hal ini menjadi berat, menjadi lebih intens sehingga benar-benar mengganggu atau menghambat pertumbuhan anak yang baik ini.
ND: Oh, jadi sumber dari masalah ini sebetulnya adalah di relasi dari orang tua?
PG: Betul, betul, jadi kalau tidak ada masalah di antara orang tuanya, ini hanya menjadi ciri-ciri yang membedakan satu anak dengan yang lainnya, tapi dimana ada masalah pada relasi orang tua, ini akhirnya menjadi sebuah masalah tersendiri yang mengganggu, menghambat pertumbuhan si anak yang baik ini.
ND: Selain dari ketiga beban yang Pak Paul sudah paparkan, apakah ada lagi beban yang harus ditanggung oleh anak baik ini?
PG: Satu lagi beban sebelum kita membicarakan apa yang mesti kita lakukan, yaitu beban tidak boleh ada cacat cela, sekilas dia seperti seorang anak yang perfeksionis tapi sebetulnya bukan, dia bukan seorang yang perfeksionis, dia hanya tidak ingin dinilai orang tidak baik, bercacat atau bersalah. Oleh karena terlalu lama hidup dibawah keharusan menjadi anak baik dan tidak bercacat, maka pada akhirnya dia berusaha tampil sebaik mungkin. Akhirnya dia sukar mengakui kelemahannya dan cenderung defensif. Kadang susah untuk mengoreksi anak yang baik, bahkan orang tuanya sendiri pun tidak bisa mengoreksi dia karena defensif. Masalahnya bila ia terus membangun tembok defensif ini, akhirnya dia menjadi buta terhadap kelemahannya sendiri, malah sebaliknya ia mudah dan cepat melihat kesalahan orang. Sebelum disalahkan, terlebih dahulu ia menyalahkan orang supaya label tiada cacat cela dapat terus dipertahankannya. Pada akhirnya relasi dengan orang pun terganggu, komunikasi dengan orang terdekatnya menjadi searah sebab tidak mudah baginya untuk menerima masukan yang tidak disukainya. Itu sebab banyak anak baik pada akhirnya menjadi orang yang kesepian, bukan karena tidak ada teman melainkan karena kurang adanya keintiman dengan orang terdekat, karena kita tahu, Pak Necholas, keintiman dibangun di atas keterbukaan dan kesiapan. Keterbukaan untuk menjadi diri apa adanya, anak-anak yang baik ini susah menjadi diri apa adanya. Mesti dirinya yang sempurna, yang baik yang tidak ada cacat celanya. Ia sulit untuk intim karena tidak bisa menerima teguran, masukan dari orang, karena itu ‘kan bahan yang menjadikan kita intim, kita bisa bebas menegur, bisa dengan lega menerima teguran, ini menambah ketintiman. Dia tidak bisa, maka seolah-olah ironis, anak yang baik jadi susah dekat dengan orang. Iya, justru sulit sekali karena ia memang menutup pintu sehingga orang susah masuk ke dalam dirinya.
ND: Juga mungkin karena dia dari kecil sudah mengambil tanggungjawab untuk mengatur saudara-saudaranya yang lain.
PG: Betul sekali, mengatur dan juga mengoreksi, mengarahkan, jadi dia adalah "sang guru". Bagaimana sang guru sekarang diberitahu atau dikoreksi oleh sang murid?
ND: Pak Paul, bagaimana seandainya kita sendiri merasa bahwa saya adalah anak yang baik, yang selama ini memunyai beban-beban yang Pak Paul sudah sebutkan tadi, apa yang harus saya perbuat?
PG: Pertama, terimalah latar belakang kita sebagai penetapan Tuhan dan dalam rencana Tuhan. Mazmur 139:16 berkata, "mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun daripadanya". Mungkin kita marah, merasa dirugikan karena selama ini kita telah berkorban dan mungkin dikorbankan, namun percayalah bahwa semua ada dalam rencana Tuhan dan dipakai Tuhan. Kedua, mulailah menyeimbangkan hidup, bukan hanya untuk orang tua atau orang lain, tapi juga untuk kita. Matius 22:39 mengingatkan, "Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Tuhan menghendaki kita mengasihi sesama dan ukuran kasih itu adalah kasih terhadap diri sendiri. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa bukan saja Tuhan tidak melarang kita mengasihi diri, Dia pun menghendaki kita menyayangi diri. Terpenting adalah Tuhan menempati tempat utama dalam hidup kita. Dan ketiga, teruslah mengabdi kepada orang tua dan menjadi berkat, namun lakukanlah demi Tuhan. Kolose 3:23 berkata, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia". Tuhan melihat dan akan memberkati kita. Jangan sampai akhirnya kita berkata, tidak mau tahu lagi tentang orang tua atau tentang siapa pun. Mulai sekarang saya mau hidup untuk kesenangan saya sendiri, jangan, tetap mengabdi tapi hiduplah lebih berimbang dan tunjukkanlah pengabdian kita itu kepada Tuhan.
ND: Kalau boleh tahu yang dimaksud Pak Paul dengan hidup yang lebih berimbang itu bagaimana?
PG: Kita mulai memikirkan diri kita, apa yang kita inginkan? Apa kesukaan kita, berani untuk tidak setuju, berani untuk menolak dan ini yang penting, berani untuk minta tolong. Berani untuk mengaku tidak bisa, berani untuk berkata "saya salah", berani untuk minta maaf. Nah, hidup yang berimbang seperti ini menjadikan hidup kita hidup yang sehat.
ND: Jadi kita berani membuka diri kita bahwa kita tidak sekuat yang selama ini anggapan orang, kita juga punya kelemahan.
PG: Betul, betul sekali.
ND: Baik, terima kasih banyak Pak Paul atas perbincangan kita hari ini tentang "Beban Anak Baik".
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Beban Anak Baik". Jika Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.