Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu yaitu tentang "Bantal Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita berbicara tentang bantal keluarga, ini suatu judul perbincangan yang unik, supaya para pendengar kita bisa mengikuti apa yang kita pernah perbincangkan pada waktu itu, mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang sudah kita perbincangkan?
PG : Ada dua konsep yang ingin saya perkenalkan di sini. Yang pertama adalah mengakomodasi, mengakomodasi artinya menoleransi atau menerima kelemahan baik itu pasangan maupun anak. Artinya kia mesti belajar hidup dengan kekurangan baik itu dari pihak anak maupun pasangan.
Tidak selalu kita bisa menuntut, mengharapkan pasangan kita menjadi seperti yang kita harapkan. Bagian kedua adalah kita juga mesti dapat membangun satu sama lain. Membangun artinya melakukan hal-hal yang menyenangkan hati baik itu hati pasangan maupun anak, kalau kita dipihak anak berarti kita melakukan hal-hal yang menyenangkan hati orangtua kita. Nah konsep membangun inilah yang saya identikkan atau yang saya gunakan saat ini adalah konsep bantal keluarga. Bantal, kita tahu bersifat nyaman, menyenangkan hati tapi sekaligus bantal itu menopang atau mengganjal kepala kita atau kalau kita jatuh kemudian ada bantal di bawah kita tidak akan terlalu merasa sakit karena ada faktor mengganjalnya itu. Kita sudah membahas pada pertemuan yang lalu bahwa ada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menciptakan bantal-bantal tersebut dalam keluarga kita. Dari Efesus 4:25 dan seterusnya kita telah memetik tiga bantal. Yang pertama adalah bantal kejujuran, kita mesti jujur satu sama lain sebab kalau kita mulai berdusta maka dusta itu nantinya akan menggerogoti relasi kita, tidak ada yang senang dibohongi. Dan yang kedua kalau kita menghadapi konflik dan kita dikenal sebagai orang yang berbohong maka apa pun yang kita katakan tidak dipercaya dan itu akan menambah besarnya masalah. Yang berikutnya adalah kita juga harus menjaga diri dalam hal pengendalian emosi, firman Tuhan meminta kita untuk mengendalikan kemarahan kita. Kalau dikenal sebagai orang yang bisa mengendalikan emosi, waktu kita menghadapi konflik pasangan kita pun juga akan merasa aman. Dia tahu kita ini tenang, kita bisa mengendalikan emosi kita, dan dengan adanya pengendalian emosi maka masalah juga sukar untuk menjadi besar. Yang ketiga yang telah kita bahas adalah hidup berdisiplin, Alkitab meminta agar kita bekerja dengan tangan kita sendiri, kita hidup rajin. Ini menimbulkan rasa respek kalau pasangan atau anak melihat kita hidup berdisiplin, bertanggung jawab, rajin maka ini akan membuahkan respek. Dan respek adalah bantal, sebab ketika ada konflik atau kita bertengkar, pasangan masih mempunyai respek atau anak masih mempunyai respek kepada kita. Respek itu menjadi bantal yang mengganjal sehingga problem tidak berkembang menjadi lebih besar.
GS : Kalau kita membaca dari Efesus4:25 sampai ayat berikutnya, bukankah itu merupakan bagian dari suatu perikop tentang manusia baru, jadi karakter orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Nah bagaimana seseorang bisa diperbaharui karena percaya?
PG : Kita bisa diperbaharui tatkala kita, yang pertama benar-benar memasukkan firman Tuhan ke dalam hidup kita. Jadi kita tidak mungkin diperbaharui kalau firman Tuhan tidak ada di dalam hati ita.
Benar-benar harus berdisiplin mempelajari firman Tuhan, mengenal Tuhan lewat firman-Nya. Kedua, kita hanya bisa diperbaharui apabila kita mulai mengambil langkah menaati yang Tuhan minta. Misalkan waktu Tuhan berkata kita harus mengendalikan emosi kita, kalau menjadi marah janganlah berbuat dosa, kita patuhi. Biasanya dulu kalau kita marah kita langsung kutuk, caci maki pasangan kita, sekarang kita ingat itu dosa. Kita boleh marah dan katakan bahwa kita marah tapi tidak boleh kita menghina orang, menghancurkan orang; kita mesti taati itu, waktu kita taati-kita menjadi manusia yang diperbaharui, kita menjadi berbeda dari sebelumnya.
GS : Mungkin yang paling sulit dijalani dalam kekristenan ini adalah justru melakukan apa yang kita baca dari firman Tuhan ini Pak Paul?
PG : Betul sekali, dan ini memang diperlukan kemauan atau langkah pertama, kalau kita sudah mengambil langkah pertama itu maka langkah berikutnya akan lebih mudah, Tuhan pasti menolong kita tap memang Tuhan menantikan kita mengambil langkah pertama.
Langkah yang berkata, "Tuhan, saya mau." Waktu kita berkata, "Tuhan, saya mau" dan kita mulai mencoba, dimulailah proses transformasi, proses pengubahan diri.
GS : Dari tujuh bantal yang Pak Paul ingin sampaikan dan kita sudah membahas tiga, yang keempat apa Pak?
PG : Firman Tuhan di Efesus 4:29 berkata, "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya beroleh kasih karunia."
Kata di mana perlu berarti sesuai dengan kebutuhannya. Jadi prinsip yang bisa kita tarik dari ayat ini adalah kita mesti mengenali kebutuhan pasangan dan kebutuhan anak-anak kita. Kemudian penuhilah, untuk apa? Untuk membangun satu sama lain. Dengan kata lain kita di sini mempelajari satu konsep kalau kita mau membangun kita harus tahu kebutuhan pasangan dan anak kita. Kita hanya bisa membangun kalau kita benar-benar menyuplai apa yang menjadi kebutuhan pasangan dan anak kita. Misalkan pasangan kita membutuhkan dorongan-dorongan; doronganlah yang kita berikan, makin banyak dorongan yang kita berikan makin dibangunkanlah dia. Misalkan anak kita sangat memerlukan dorongan sebab dia mengalami kesulitan dalam pelajaran di sekolahnya, kita berikanlah dorongan. Kita katakan, "Saya menghargai kamu telah belajar sebaik-baiknya, saya tahu ulangannya susah jadi hasil kamu seperti ini. Saya bisa mengerti, sebab saya melihat kamu sudah mencoba dengan sekuat tenaga." Omongan-omongan yang membangun itu akan membangun orang, karena pas masuk memenuhi kebutuhan orang-orang.
GS : Sering kali justru kita memberikan menurut selera kita atau keinginan kita bukan kebutuhan orang lain, apa yang kita utamakan justru diri kita sendiri.
PG : Betul, jadi standarnya memang bukan diri kita tapi orang lain dalam hal ini pasangan atau anak-anak kita. Kalau memang yang dibutuhkan kasih sayang-kasih sayanglah yang kita berikan, dengn cara memberikan perhatian kepada pasangan atau anak kita.
Misalkan kita tahu pasangan kita harus menghadapi tugas yang berat, waktu dia pulang kita tanya, "Bagaimana hasilnya, tadi saya mendoakan kamu." Misalkan anak kita harus mengambil ujian, kita tanya bagaimana hasilnya, bagaimana tadi ujian; dengan cara seperti itulah bahwa kita memperhatikan mereka, bahwa kita mengasihi mereka. Atau kita mengatakan kata-kata seperti, "Saya sayang kepada engkau, kamu adalah orang yang sangat berharga dalam hidup saya." Perkataan itu akan membangun orang yang membutuhkan untuk mendengar kata-kata seperti itu. Maka saran saya yang pertama dalam hal ini adalah kenalilah dulu kebutuhan pasangan atau anak-anak kita, setelah kita kenali kita akan mencoba penuhi. Dengan cara bagaimana kita memenuhinya yaitu kita berikan kata-kata yang membangun. Pak Gunawan, ini adalah bantal yang penting dalam keluarga karena kata-kata yang membangun ini menyenangkan hati. Tidak ada orang yang tidak senang mendengarkan kata-kata yang membangun seperti ini, pasti menyenangkan hati. Dan kalau pun terjadi pertengkaran atau konflik, tidak akan berkobar menjadi besar sebab di masa yang lalu sudah ada bantal yaitu bantal kata-kata yang membangun. Dan semua kata-kata yang membangun itu pernah didengar berarti sebagian besar masih diingat. Nah yang diingat ini menjadi bantal sehingga dapat mengurangi kemarahan atau ketegangan tatkala terjadi konflik.
GS : Bagi sebagian orang mungkin memberikan harta benda itu lebih mudah daripada memberikan kasih sayang, diberikan sesuai dengan apa yang ingin dia berikan bukan kebutuhan dari pasangan atau anaknya.
PG : Itu sering kita lakukan dan saya kira sudah waktunya kita berpikir ulang bahwa yang penting bukannya apa yang kita anggap baik, yang penting adalah apa yang akan diterima dan dihargai olehpasangan maupun anak kita.
GS : Mengenai perkataan kotor bukankah itu sangat berkaitan dengan pikiran yang kotor?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi kata-kata kotor biasanya keluar dari pikiran dan hati yang kotor. Misalkan banyak caci maki keluar dari mulut kita, berarti hati atau pikiran kita dipenuhi leh kemarahan dan kebencian, kedengkian.
Kalau itu yang terjadi berarti itulah yang harus kita bersihkan. Kita tidak bisa membersihkannya sendiri, kita memerlukan Roh Kudus Tuhan membersihkannya, jadi kita mesti datang kepada Tuhan dan mengakui dosa kita ini. Mengakui, "Tuhan, hati saya kotor, penuh dengan dengki, penuh dengan kebencian, maka waktu saya marah yang keluar dari mulut saya adalah perkataan kotor." Atau "Tuhan, dulu saya sering mendengar perkataan kotor diucapkan kepada saya sehingga sudah tertanam, sekarang saya ingin membuangnya, Tuhan tolong saya untuk membuangnya, sucikan saya." Nah dengan terus kita berdoa, kita terus mengisi hati kita dengan firman Tuhan lama-lama dengki dan kebencian dalam pikiran kita itu mulai terkikis habis.
GS : Mengenai bantal yang kelima apakah itu Pak Paul?
PG : Firman Tuhan di Efesus 4:30 berkata, "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." Dengan cara apakah kita mendukakan Roh Kuds Allah? Yaitu dengan cara berdosa, maka menjauhlah dari dosa.
Jangan mendukakan Roh Kudus Allah, tidak ada yang lebih mendukakan Roh Kudus Allah selain dari kita berdosa. Berdosa artinya melawan Roh Kudus Allah, hiduplah dengan benar sebab dosa akan menghancurkan keluarga. Kadang-kadang kita melakukan dosa dan kita sembunyikan, kita pikir kita akan aman dan keluarga kita pun aman. Tidak demikian, sebab dosa itu tidak akan bisa disembunyikan, suatu hari kelak dosa itu akan menyembulkan kepalanya, muncul di tengah-tengah kita. Artinya Tuhan tidak akan membiarkan dosa itu disembunyikan, Dia akan mengejar dan memunculkan dosa itu. Makanya kita tidak bisa menyembunyikan dosa, itu sama sia-sianya dengan upaya untuk menangkap asap dengan tangan kita. Kalau kita mulai berdosa, ingatlah baik-baik tinggal tunggu waktu dosa ini dimunculkan Tuhan dan dosa ini akhirnya akan menghancurkan keluarga kita. Jikalau kita berdosa, kita tahu kita telah salah, jangan simpan tapi bertobat dan mengakuinya di hadapan Tuhan, meminta Tuhan untuk membersihkan kita dari dosa itu, kita mesti bertobat, kita akui pada pasangan kita akan dosa kita dan kita meminta pengampunannya pula dan memulai hidup yang baru bersamanya.
GS : Dikatakan bahwa Roh Kudus Allah itu telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan, apa itu maksudnya?
PG : Kita ini sudah diberikan hak untuk menjadi anak, kita sudah diadopsi oleh Tuhan-seolah-olah itu kita diberikan meterai, kita diberi tanda bahwa kita sekarang adalah anak Allah, dan yang meberikan tandanya itu adalah Roh Kudus Allah.
Dengan cara apa? Roh Kudus Allah ada dan diam dalam hidup kita, Roh Kudus yang diam dalam hidup kita adalah meterai atau tanda bahwa kita sekarang sudah menjadi anak-anak Allah. Itu sebabnya karena kita telah menjadi tempat kediaman Roh Allah kita harus membersihkan diri kita, kita harus menguduskan diri kita; jangan sampai tempat kediaman Roh Kudus Allah kita cemarkan dan kita kotori dengan dosa, Tuhan tidak menerimanya. Tapi ini bantal yang penting sekali, di dalam keluarga kadang-kadang akan ada pertengkaran, itu tidak bisa dihindari. Tapi kalau dalam keluarga ada kekudusan, anggota keluarganya hidup dalam Tuhan, tidak mencemari diri dengan dosa maka meskipun ada cekcok atau ada konflik, itu akan bisa selesai; tapi kalau ada dosa yang tersembunyi akan susah sekali selesainya, maka akar masalahnya itu yang harus kita selesaikan terlebih dahulu.
GS : Kita benar dihadapan Tuhan tapi tadi Pak Paul juga mengatakan, di dalam kita tidak mendukakan Roh Kudus Allah kita harus hidup benar. Ini yang dimaksud benar dengan sesama manusia atau dengan Tuhan juga atau bagaimana?
PG : Maksudnya adalah kita hidup benar di hadapan Tuhan, kita melakukan firman Tuhan yang benar itu sebab itulah yang diharapkan oleh Tuhan pada kita sebagai anak-anakNya. Kita telah diangkat ebagai anak Tuhan, Tuhan mengharapkan kita hidup seperti Dia Allah Bapa kita.
GS : Kalau Roh Kudus itu kita dukacitakan terus-menerus, apa dampaknya Pak Paul?
PG : Pada akhirnya kalau kita terus melawan dan terus tidak mempedulikan suara Roh Kudus, Roh Allah akan sedih melihat kita seperti itu. Akan ada satu titik di mana Tuhan berdiam diri, Tuhan aan membiarkan kita.
Makanya di Roma pasal 1 di tegaskan, pada akhirnya Allah mendiamkan manusia-manusia yang terus menerus berbuat dosa, Allah benar-benar menyerahkan mereka kepada hawa nafsu mereka sendiri. Artinya Allah tidak lagi berkata-kata pada mereka, tidak lagi memperingati mereka karena tidak lagi didengarkan oleh manusia. Jadi jangan sampai kita mencapai titik itu, jangan sampai kita membuat Tuhan berdiam diri, tidak mau menegur kita; kalau sampai hal itu terjadi benar-benar kita berada pada posisi yang sangat berbahaya.
GS : Bantal yang berikutnya apa Pak Paul?
PG : Efesus 4:32, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra..." Apa yang bisa kita petik untuk keluarga kita? Berbuatlah hal-hal yang baik, misalkan menolong,mengasihani.
Ini akan sangat menyemarakkan keluarga, misalkan kita melihat pasangan kita sedang letih kita bisa ambilkan minum, kita menawarkan bantuan apa yang bisa kita lakukan untuk menolongnya, atau anak kita sedang membutuhkan bantuan kita antarkan dia pergi, membelikan barang yang dibutuhkannya, ini semua tindakan-tindakan yang baik. Nah kebaikan adalah bantal keluarga, sebab nomor satu kebaikan akan menyenangkan hati orang yang menerima kebaikan itu. Yang kedua adalah kebaikan akan diingat, sehingga waktu nanti kita menghadapi konflik dengan pasangan kita ; ini menjadi faktor pengganjal. Kita tidak jadi marah besar karena kita ingat pasangan kita baik, perbuatannya baik, hatinya baik; kita mengingat perbuatan-perbuatannya yang telah menolong kita. Nah ini akhirnya menjadi catatan yang menetralisir kemarahan kita sehingga kemarahan yang tadinya mau meledak besar tidak jadi.
GS : Sering kali justru kita bisa berbuat baik, ramah, kepada orang lain di luar rumah; terhadap pasangan atau anak kita tidak bisa ramah tapi kepada orang lain justru kita bisa ramah, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Itu sebetulnya menandakan bahwa kita berbuat baik agar dilihat orang, itu sebabnya di luar kita lebih termotivasi untuk berbuat baik, di rumah kita tidak terlalu termotivasi. Kenapa? Sebb tidak ada orang penting yang dapat melihat kita sewaktu kita berbuat baik.
Dengan kata lain ini adalah ujian, kalau kita berbuat baik di luar dan tidak di dalam itu berarti kita bukan orang yang baik, karena kebaikan yang kita lakukan di luar benar-benar hanya untuk mengundang pujian orang, itu bukanlah hati yang baik. Hati yang baik adalah kita berbuat sesuatu bukan untuk dipuji atau diakui oleh orang tapi kita berbuat sesuatu yang baik sebab di dalam diri kita ada yang baik. Tuhan sudah memperbaharui kita, Tuhan sudah memberikan kekuatan kepada kita dan kasih sayangNya berlimpah kepada kita sehingga dari dalam diri kita keluarlah keinginan untuk melakukan hal-hal yang baik.
GS : Tapi memang keramahtamahan, kebaikan, sekarang menjadi semakin langka kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, Pak Paul.
PG : Betul sekali, saya kira salah satu penyebabnya juga adalah kita tidak terlalu mendapatkannya di rumah. Orang yang mendapatkan kasih sayang, kebaikan-kebaikan di rumah, akan lebih berlimpa dengan kebaikan dan kasih sayang, sehingga lebih dapat membagikannya di luar rumah.
Kenapa sekarang kita jarang melihatnya sebab makin banyak anak-anak atau kita yang tidak mendapatkannya di dalam rumah sendiri.
GS : Bantal keluarga yang ketujuh atau yang terakhir dari Efesus 4 ini apa Pak Paul?
PG : Firman Tuhan di Efesus 4:32 kelanjutannya berkata, "...dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Inilah bantal yang ketujuh, mengampuni pasangan, mngampuni anak.
Kadang-kadang anak melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati kita, melukai hati kita; kita mengampuni. Alasan pertama atau kenapa kita mengampuni adalah karena Tuhan memerintahkan kita untuk mengampuni. Jadi kita tidak mau dengan sengaja melawan Tuhan, Tuhan sudah memerintahkan kita mengampuni kita usahakanlah mengampuni. Tapi saya juga ingin menekankan satu hal pengampunan dan rasa terluka jalan bergandengan, tidak berarti kalau kita mengampuni rasa luka itu akan hilang. Tidak demikian, waktu kita memutuskan untuk mengampuni hati yang terluka itu tetap ada, dua-dua memang ada-kita mengampuni tapi tetap kita merasa terluka. Apa artinya mengampuni, mengampuni berarti saya tidak membalas. Kita serahkan kepada Tuhan untuk urusan balasan itu, tekad pertama atau langkah pertama waktu kita mengampuni adalah saya tidak membalas. Kadang-kadang kita lakukan itu kepada pasangan atau kepada anak kita; kita merasa kita dilukai, kita balas, kita sakiti hatinya, anak kita marahi habis-habisan, kita menohok titik lemah pasangan kita. Itu berarti kita membalas, itu berarti kita tidak mengampuni; Tuhan meminta jangan membalas. Jadi apa yang perlu kita lakukan, pengampunan berjalan melalui doa pengampunan, artinya mulailah dengan doa. Dan di dalam doa kita katakan, "Tuhan, saya mau mengampuni dia, tolong saya, beri saya kekuatan untuk mengampuninya, untuk tidak membalas. Urusan balas biarlah Engkau saja yang menangani."
GS : Ini juga berlaku antara anak terhadap orangtuanya Pak Paul, sering kali anak juga merasa pernah disakiti oleh orangtuanya.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, anak juga harus menyerahkan ini kepada Tuhan. Dan berkata, "Tuhan, orangtua saya memang pernah melukai saya, menyakiti saya seperti ini tapi saya tahu Engkau tidk mau saya menyimpan dendam, Engkau mau saya mengampuni, maka Tuhan saya mau mengampuni mereka.
Saya tidak akan membalas mereka, saya serahkan ini kembali kepadaMu."
GS : Sering kali orang berkata mengampuni itu sama dengan melupakan, ini yang sulit diterima oleh orang. Padahal tadi Pak Paul katakan antara pengampunan dan luka hati itu berjalan bergandengan?
PG : Kalau kita tidak mengalami amnesia, sampai kapan pun kita akan mengingat, kita tidak bisa melupakan tapi perbedaannya adalah kalau kita sudah bertekad mengampuni, ingatan itu muncul kita tdak lanjuti, kita tidak berbuat apa-apa untuk mewujudkan kemarahan kita atau pembalasan dendam kita.
Kita biarkan ingatan itu berlalu melewati kita, lama-kelamaan waktu ingatan itu muncul kebencian atau kemarahan kita makin berkurang sehingga pada akhirnya hilang.
GS : Pak Paul sudah sampaikan mengenai 7 bantal keluarga, pengaplikasiannya atau penggunaannya dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari apakah ketujuh bantal itu digunakan bersamaan atau sewaktu-waktu digunakan atau bagaimana?
PG : Biasanya digunakan sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan konteksnya, kondisi saat itu. Misalnya yang terjadi adalah yang ketujuh tadi yaitu sesuatu telah melukai hati kita. Berarti yangharus kita lakukan adalah mengampuni dan makin banyak kita mengampuni, kita tidak menyimpan dendam ini menjadi bantal.
Waktu misalkan terjadi konflik kita ingat pasangan kita terus mencoba mengampuni kita sehingga kita akhirnya lebih tenang, tidak jadi marah tapi kebalikannya kalau misalkan kita mengingat-ingat kenapa pasangan kita tidak pernah mengampuni kita, terus menyerang kita atas kesalahan kita yang dulu-dulu-kita tambah marah. Jadi sekali lagi pengampunan sebuah bantal, mengganjal sehingga kemarahan itu atau konflik itu tidak meledak, sekaligus pengampunan itu adalah bantal karena itu nyaman. Siapapun menerima pengampunan akan merasakan nyaman, senang, bahagia dan damai.
GS : Jadi kita mempunyai tanggung jawab untuk memelihara bantal-bantal ini terus-menerus, supaya pada saat kita membutuhkan bantal, bantal itu tersedia. Nah sulitnya kadang-kadang kita butuh bantal tapi ternyata bantal itu tidak ada.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi kita mesti mendisiplinkan diri hidup seperti yang diminta oleh firman Tuhan di Efesus pasal 4 ini. Kalau kita lakukan semua ini dalam keluarga kita, kita suah menciptakan begitu banyak bantal sehingga benar-benar rumah tangga menjadi tempat yang nyaman untuk meletakkan diri kita di atasnya.
Dan menjadi ganjalan, sehingga kalau ada apa-apa kita tidak terantuk dan jatuh dan melukai diri kita. Rumah tangga kita akhirnya terus berjalan meskipun kadang-kadang ada gelombang yang menyerang kita.
GS : Kita baru membahas Efesus pasal 4 saja kita sudah menemukan tujuh bantal, dan saya percaya di dalam kitab Suci ada banyak prinsip yang menolong kita untuk membuat bantal-bantal keluarga yang lain.
PG : Saya setuju Pak Gunawan, banyak sekali yang bisa kita lakukan kalau kita bisa lakukan tujuh ini saja, saya kira sudah sangat membantu keluarga kita.
GS : Tentu kita sangat membutuhkan pertolongan Roh Kudus untuk kita bukan hanya mengerti hal-hal ini tetapi mempraktekkannya dalam kehidupan kita. Jadi terima kasih Pak Paul telah menguraikan ketujuh bantal keluarga ini dan pasti ini sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan para pendengar kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bantal Keluarga" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.