Menerima Teguran 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T376A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Mampu menerima teguran dengan baik sama pentingnya dengan menegur dengan baik. Firman Allah tampaknya lebih banyak membahas tentang menerima teguran daripada member teguran.Tidaklah terlalu sulit untuk menanggapi dengan baik ketika seseorang menegur kita dengan lembut dan penuh kasih. Namun, ketika kita diserang atau ditegur dengan cara yang tidak tepat, kita tergoda untuk memberitanggapan yang tidak tepat juga. Bagaimana cara kita menghadapi dan menerima teguran dengan baik?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Mampu menerima teguran dengan baik sama pentingnya dengan menegur dengan baik. Firman Allah tampaknya lebih banyak membahas tentang menerima teguran daripada memberi teguran.

Menerima teguran dengan baik, contohnya di Alkitab dari Amsal 9:8b,"Kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya" dan Amsal 10:17a,"Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan". Sedangkan menerima teguran dengan sikap yang salah contohnya Amsal 1:7b, "tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan" dan Amsal 1:23, "Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu".

Menanggapi teguran secara verbal; tidaklah terlalu sulit untuk menanggapi dengan baik ketika seseorang menegur kita dengan lembut dan penuh kasih. Namun, ketika kita diserang atau ditegur dengan cara yang tidak tepat, kita tergoda untuk memberi tanggapan yang tidak tepat juga. Kemarahan, sakit hati atau pembelaan diri cenderung mengambil alih tanggapan kita, bahkan sebelum kita menyadari apa yang sedang terjadi. Namun, kita dapat mempelajari pola-pola baru.

Satu prinsip yang bisa menjadi batu penjuru kita yakni: Saat saya ditegur, tanggapan pertama saya adalah menanggapi dengan cara yang memuliakan Allah. Tanggapan kita yang utama dan pertama dalam pikiran, perasaan dan lain-lain memuliakan Allah. I Korintus 10:31 mengatakan "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah".

Beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan kita untuk menerima teguran dengan baik meliputi:
  1. Memelajari tanggapan-tanggapan yang benar untuk menggantikan tanggapan-tanggapan yang tidak benar.
  2. Membuat komitmen di hadapan Allah untuk menanggapi dengan cara-cara yang benar.
  3. Bergantung pada Allah sebagai sumber kekuatan untuk dapat menanggapi dengan benar.

Ketika seseorang menegur kita dengan kemarahan, tugas pertama kita adalah untuk memberikan tanggapan dengan cara yang diharapkan akan dapat meredakan amarahnya. Itulah tujuan dari strategi-strategi ini.

Namun demikian, kita perlu bersiap bahwa tidak ada usaha yang selalu berhasil. Dengan kata lain, walau kita sudah berusaha memberikan tanggapan dengan cara yang benar, orang tersebut mungkin masih tidak mau menghilangkan kemarahannya. Kita tidak dapat mengendalikan perasaan orang lain atau memaksa mereka untuk menanggapi dengan benar. Roma 12:18 mengatakan "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang !"

Jika kita menanggapi dengan cara yang benar, kita meningkatkan secara signifikan kemungkinan orang tersebut dapat tenang sehingga kita akan mampu mengatasi masalah yang ada.

Perbedaan antara mengkritik, mengomel dan menegur. Ketiganya bisa sama, tapi bisa juga berbeda. Menegur adalah menyampaikan kebenaran dengan semangat kasih. Menegur bisa tanpa mengomel, dengan tanpa menyakiti orang lain, menegur yang benar tidak "membuang sampah". Mengkritik dengan cara yang benar, tapi dengan semangat membalas dendam juga bisa.

Langkah-langkah praktis untuk bisa menerima teguran dengan baik adalah sebagai berikut :
  1. Tetaplah tenang supaya bisa mengendalikan situasi dengan baik.
  2. Hindarilah interupsi dalam pembicaraan.
  3. Berpikirlah sebelum bereaksi.
  4. Dengarkan dengan sungguh-sungguh,
  5. mendengar untuk memahami bukan mendengar untuk menjawab.
  6. Berikan respons dengan lembut.
  7. Sikap hati kita tidak dikendalikan oleh orang yang menegur. Tanggapan kita bukan dengan semangat membela diri atau membenarkan diri tapi semangat meredakan situasi, menjernihkan keadaan. Sebelum memberi tanggapan, kita menanyakan kejelasan faktanya dan berusaha memahami hal itu dari sudut pandang orang tersebut.
  8. Setujuilah: apa yang benar,
  9. hal-hal yang prinsip, hal-hal yang sejalan dengan kebenaran. Jika ada hal-hal yang baik, akuilah sebagai kebenaran.
  10. Berikan umpan balik dengan kasih.
  11. Tanggapan dengan penuh kasih. Tidak memasalahkan bagaimana pun sikap orang itu, kita menyampaikan tanggapan kita dengan tenang dan lembut. Kita menyampaikan pandangan kita di saat yang tepat. Kalau pun orang tersebut sakit hati, tersinggung, menyimpan amarah atau kepahitan, kita berusaha menyampaikan empati, sekalipun kita tidak membenarkan perilakunya, tapi kita menghormati perasaannya yang terluka itu.
  12. Berkatilah orang itu,
  13. sekali pun dia memusuhi kita, kita tidak usah membalas. Lewat kata-kata kita tetap kita mendoakan agar Tuhan memberkati orang itu. Di balik amarahnya ada perasaan yang kosong, karena tidak mengalami kehadiran Tuhan.
  14. Hindari pertengkaran.
  15. Orang yang ingin terus berdebat, saat itu kita mundur. Jika debat dilanjutkan tidak membawa kebaikan apa-apa.
  16. Tawarkan bantuan.
  17. Kalau ada sesuatu yang bisa kita bantu, misalnya orang itu kewalahan maka bisa kita bantu. Pilihlah kata-kata yang positif.
  18. Mintalah maaf.
  19. Jika kita ada kesalahan, mintalah maaf. Mintalah maaf untuk perasaannya. Kalau perlakuan kita membuat dirinya tersinggung.

Kalau cara orang itu menegurnya salah, kita perlu memikirkan dan mendoakan apakah kita harus menegur atau membiarkannya.

Akhirnya, simaklah firman Tuhan dari I Petrus 2:21-23, "Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."