Hidup Dalam Kejujuran

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T466B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kita akan belajar bahwa ternyata hidup jujur bukan saja baik secara rohani tapi juga baik secara jiwani atau secara psikologis. Mari kita simak beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum kita dapat mengatakan apa yang benar dan jujur.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kejujuran makin hari makin langka, sebagai anak-anak Tuhan supaya tidak sampai kejeblos akhirnya hidup dalam ketidak jujuran.

A. Akuilah Kekurangan, Terimalah Kritikan

"Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak" (Amsal 12:15)

Hidup dalam realitas berarti dapat melihat kekurangan pada diri sendiri. Kita sering berkata, "Tidak ada manusia yang sempurna" tetapi diam-diam menambahkan, "kecuali saya." Dengan pemikiran seperti ini, kita sulit mendengar masukan orang. Alhasil, kita makin buta dan mudah tersesat. Ya, apabila kita beranggapan bahwa pemikiran kita selalu benar—dan orang lain, salah—sesungguhnya kita tidak lagi hidup dalam realitas. Ada dua penyebab mengapa kita sulit mengakui kekurangan diri :
  1. Kita akan sulit mendengar kritikan bila kita beranggapan bahwa kita berada di atas orang lain. Dengan kata lain, kita merasa diri superior sehingga beranggapan tidak semestinya orang mengkritik kita. Mungkin saja kita memiliki keunggulan tetapi itu tidak berarti kita tidak punya kelemahan. Dan, itu tidak berarti bahwa kita tidak akan pernah membuat kekeliruan. Kadang, justru karena merasa diri mampu, kita luput memerhatikan sesuatu sehingga terjeblos ke dalam masalah yang besar.
  2. Kita akan sulit mendengar kritikan orang bila kita merasa kita berada di bawah orang. Orang yang merasa tidak bisa apa-apa, orang minder. Bagi orang yang minder dia hanya punya sedikit, pada waktu dikritik seolah-olah yang sedikit itu diambil orang, jadi ia menggenggam yang sedikit itu. Orang yang bisa menerima kritikan adalah orang yang bisa melihat dirinya dengan tepat. Bila kita hidup dalam realitas maka kita hidup dalam kemerdekaan. Penting kita mengakui kekurangan kita dan menerima kritikan. Singkat kata, kita beranggapan bahwa tidak banyak hal yang berkualitas atau baik, ada pada diri kita dan bahwa kita hanya memunyai sedikit kemampuan.

Adolf Hitler adalah seorang perancang militer yang cerdas. Kalau tidak cerdas, ia tidak akan sanggup memobilisasi negara Jerman yang tidak terlalu besar itu untuk menguasai pelbagai belahan dunia. Kehancuran Hitler — yang memang seharusnya terjadi — berawal sewaktu ia berniat menyerang Uni Soviet. Kendati dinasihati untuk tidak melaksanakan niat itu, ia bergeming. Para penasihat militernya mengingatkan bahwa musim dingin di Uni Soviet begitu buruk sehingga risiko mati kelaparan dan kedinginan di medan perang menjadi sangat besar. Hitler terlalu percaya diri dan tetap memerintahkan penyerangan. Di sanalah tentara Nazi mengalami kekalahan yang besar. Rakyat Soviet membakar lumbung makanan sebelum meninggalkan kota, dan tentara Nazi banyak yang mati kelaparan dan kedinginan.

B. Mengatakan Kebenaran

"Bibir yang mengatakan kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta hanya untuk sekejap mata." (Amsal 12:19). Di dalam ayat ini kita dapat melihat sebuah pengkontrasan antara berkata benar dan berkata bohong. Berkata benar menghasilkan sesuatu yang permanen sedang berkata bohong menghasilkan sesuatu yang sementara. Dusta sebetulnya salah satu bentuk lari dari realitas, tidak mau hidup dalam kejujuran. Sesungguhnya berbohong merupakan salah satu bentuk pelarian dari realitas. Kita berbohong supaya kita mendapatkan apa yang kita inginkan secara pintas. Kita berbohong agar kita terbebas dari konsekuensi perbuatan kita. Dan kita berbohong untuk menutupi diri atau sesuatu supaya tidak mengemuka dalam realitas.

Firman Tuhan mengingatkan kendati kita mungkin mendapatkan apa yang kita inginkan lewat berbohong, hasil itu hanyalah sementara. Walaupun kita mungkin terbebaskan dari konsekuensi lewat berbohong, pembebasan itu hanya bersifat sementara. Dan, kalaupun kita berhasil menutupi diri atau sesuatu melalui kebohongan, itu pun hanya berlaku sementara. Semua yang dicapai lewat kebohongan tidak akan bertahan lama. Itu sebab Tuhan menghendaki kita berkata benar sebab kebenaran bertahan selamanya. Mungkin untuk sementara kita susah dan menderita akibat kebenaran yang dikatakan, tetapi efeknya akan berlangsung selamanya. Contoh : Gara-gara mengatakan kebenaran — menegur Raja Herodes Antipas karena mengambil istri saudaranya Herodes II — Yohanes Pembaptis menderita. Ia ditangkap dan akhirnya dipancung. Namun kebohongan Herodes berbuah manis untuk sementara saja. Herodes Antipas yang berambisi menguasai seluruh Israel, dituduh ingin menggulingkan pemerintahan Roma. Ia ditangkap dan dibuang ke Perancis. Istrinya, Herodias, yang menyuruhnya memenggal kepala Yohanes Pembaptis, menyertainya dalam pembuangan. Keduanya mati dalam pembuangan. Hasil akhirnya, perbuatan Yohanes terus bergaung sampai sekarang sedangkan kebohongan Herodes dan segala upayanya menutupi perbuatannya hanya membuahkan hasil sementara.

Ada beberapa hal yang mesti dipenuhi sebelum kita dapat mengatakan apa yang benar:
  1. Kita harus menerima realitas apa adanya. Adakalanya kita terjebak ke dalam hidup yang penuh kebohongan karena kita tidak mau menerima kenyataan apa adanya. Jika kita tidak dapat melihat realitas apa adanya, mustahil bagi kita untuk dapat mengatakan apa yang benar. Dan bila kita menolak hidup dalam realitas, mustahil bagi kita untuk mengadakan perubahan. Saya masih ingat pertemuan saya dengan seorang pasien wanita di rumah sakit jiwa di mana saya bekerja. Sewaktu saya menanyakan, apakah masalah yang dihadapinya sehingga ia dirawat di rumah sakit, ia berkata, "Tidak ada masalah sama sekali. Semua baik-baik. Suami saya baik, anak-anak baik." Ibu tersebut mengatakan semua itu padahal di wajahnya ada bekas pukulan di sekitar mata. Menurut laporan, ia baru saja dipukul oleh suaminya. Melihat kebenaran membawa kita kepada perubahan; menutupi kebenaran membawa kita kepada permasalahan.
  2. Kita harus berani menerima konsekuensi apa adanya. Kadang kita memilih berbohong karena ingin lari dari konsekuensi perbuatan kita. Menerima konsekuensi perbuatan memang bisa berakibat buruk tetapi kita senantiasa mesti mengingat bahwa pada akhirnya kita harus mempertanggungjawabkan perbuatan kita kepada Tuhan. Mungkin kita dapat lari dari manusia, tetapi kita tidak akan dapat lari dari Tuhan.

Contoh: Presiden Richard Nixon terlibat skandal Watergate pada tahun 1970-an, salah satu asistennya yang ikut adalah Chuck Cholson, setelah ia ketahuan dalam keadaan stres berat seorang sahabatnya memberitakan Injil dan ia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Dalam proses pengadilan ia hampir dibebaskan tapi ia berkata, "Saya salah" dan ia masuk penjara tapi ia dipakai Tuhan untuk melayani orang-orang di dalam penjara.

Ayat firman Tuhan yang menjadi pedoman bagi kita dari Efesus 4:25, "Karena itu buanglah dusta dan berkatakan benar seorang kepada yang lain karena kita adalah sesama anggota". Pada waktu kita membuang dusta dan berkata benar kita menyenangkan hati Tuhan dan kita dapat dipakai Tuhan.