Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang topik bagaimana menghadapi anak yang cerdik. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, ada anak-anak yang memang dikaruniai oleh Tuhan dengan kecerdikan dan itu nampak sejak kecil. Tetapi kadang-kadang juga anak cerdik ini merepotkan orang tuanya. Supaya kita sama-sama mempunyai satu persepsi tentang pengertian cerdik, dalam hal ini apa yang hendak Pak Paul ungkapkan?
PG : Di sini saya membedakan kata cerdik dan cerdas, meskipun keduanya bisa saling mengisi atau tumpang tindih. Kebanyakan anak-anak yang cerdik adalah anak-anak yang cerdas, cerdas bagi say adalah tingkat kepandaian.
Cerdik menggunakan tingkat kepandaian untuk kepentingannya, jadi anak-anak yang cerdik adalah anak-anak yang bisa memanfaatkan kesempatan, memanipulasi orang tuanya untuk kepentingan pribadinya.
(2) GS : Mungkin ada suatu dongeng anak-anak yang mengatakan kancil yang cerdik, yang bisa menggunakan buaya sebagai jembatan, apakah seperti itu yang Pak Paul maksudkan? Ciri-ciri anak yang cerdik itu seperti apa, Pak Paul?
PG : Yang jelas adalah anak-anak ini mudah sekali meluluhkan hati orang tua atau hati orang lain dengan perbuatan baiknya. Yang perlu kita perhatikan, umumnya perbuatan baik itu adalah perbutan yang bersifat sementara.
Dengan kata lain, dia bisa mempertunjukkan suatu perilaku yang dia tahu sangat dirindukan atau diharapkan oleh orang lain untuk mendapatkan yang dia inginkan. Jadi di sini bukannya dia ingin melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain, tapi untuk memenuhi kebutuhannya atau keinginannya.
IR : Itu sifatnya positif atau negatif, Pak Paul?
PG : Saya kira awalnya sesuatu yang natural, tapi kalau tidak kita arahkan bisa berkembang menjadi sesuatu yang negatif, Bu Ida. Jadi benar-benar dia akan menjadi anak-anak yang saya sebut sbagai anak-anak plastik, anak-anak yang hanya menunjukkan perilaku tertentu tapi sebetulnya itu bukanlah dirinya yang sebenarnya.
GS : Mungkin yang negatif sering kali kita sebut licik, sedang yang cerdik ini lebih bersifat positif, Pak Paul. Kalau sifatnya hanya sementara Pak Paul, sebenarnya tujuannya untuk memperoleh apa yang dia inginkan, berarti dia bisa "memperalat" orang tuanya atau orang lain yang lebih dewasa dari dia?
PG : Tepat sekali, jadi mereka ini anak-anak yang bisa membaca dengan cepat kelemahan orang, dalam hal ini misalnya kelemahan orang tuanya. Itu yang dia lakukan, dia memperalat kelemahan orag tua atau orang lain untuk mendapatkan yang dia inginkan.
GS : Contoh konkretnya apa, Pak Paul?
PG : Misalnya ibunya tidak tahan dengan tangisannya, jadi kalau dia sudah mulai merengek-rengek ibunya pasti tidak tahan. Yang dia akan lakukan adalah merengek dan dia tahu dia akan dengan sgera mendapatkan yang dia inginkan.
Atau dia tahu ayahnya tidak tega dengan dirinya, ayahnya sangat mencintainya, jadi ayahnya tidak akan tahan kalau dituduh bahwa ayahnya tidak mengasihinya. Yang dia akan lakukan adalah menuduh ayahnya, "ayah tidak lagi sayang kepadaku". Begitu mendengar kata-kata ayah tidak sayang lagi kepadaku, si ayah langsung panik dan terpaksa melakukan apa yang diinginkan oleh si anak.
IR : Apa ada ciri-ciri lain, Pak Paul?
PG : Yang lainnya adalah anak-anak ini pandai mengadu domba, misalkan si ayah berkata: "tidak boleh", si anak akan lari kepada mamanya dan meminta hal yang sama, begitu mamanya berkata "ya bleh".
Nah, dia datang kembali kepada ayahnya dan berkata: "Mama sudah bilang boleh". Dengan kata lain anak ini memang cerdik sekali, dia tahu bagaimana mendapatkan yang dia inginkan, salah satu metodenya adalah mengadu domba. Dia bisa melakukan bukan saja kepada orang tuanya, tapi juga kepada kakak adiknya, dia bisa berkata: "pinjamkan barangmu !", "tidak boleh", "kakakmu sudah berikan kok..!", o...ya....?", "Ho'..oh! Boleh tidak?", "Ya kalau kakak sudah beri, ya boleh." Padahal mungkin sekali kakak yang satunya belum memberikan izin. Kemudian dia akan datang kepada kakak yang satunya dan berkata: "adik sudah berikan, boleh tidak saya pinjam?" o...ya jadi boleh. Nah jadi memang dia bisa mengadu domba, bahkan di kalangan teman. Jadi trik-trik seperti ini seolah-olah ada secara natural di dalam dirinya, yang sering kali mengherankan orang tua, sebab orang tua sendiri tidak pernah mengajarkan trik-trik seperti itu.
IR : Itu bisa terjadi sejak usia mulai kecil, ya Pak Paul?
PG : Betul sekali, Bu Ida, jadi ada anak-anak yang mulai bisa memanipulasi orang lain atau orang tuanya, sejak usia sekitar 2 ½ atau 3 tahun, jadi sedini itu.
GS : Kalau katakan cara-cara yang dia gunakan masih halus kelihatannya ya Pak Paul, tidak membuahkan hasil, apa kira-kira yang dilakukan oleh si anak?
PG : Dia akan menggunakan metode mengancam, Pak Gunawan, jadi dia akan berkata: "kalau tidak dibelikan saya akan mogok makan." Nah dia tahu mogok makan itu akan sangat menakutkan orang tuany, dia tahu orang tuanya akan membujuk-bujuk dia supaya dia makan dan dia akan terus marah dan berkata: "tidak, sampai saya mendapatkan barang itu, saya tidak akan makan dulu."
Atau yang lainnya lagi misalnya, dia akan mengancam besok tidak mau sekolah, nah orang tua jadi terpaksa membelikan barang atau menuruti kehendaknya, karena orang tua tahu besok kalau dia di rumah menangis-nangis tidak mau ke sekolah, ramai di rumah sebelum ke sekolah. Jadi orang tua akhirnya terpaksa menuruti kehendaknya. Sering kali kalau dia merasakan tidak lagi mempunyai hasil, dia akan mengancam.
IR : Dan sikap itu bisa dimanfaatkan untuk orang lain juga, Pak Paul?
PG : Betul sekali, Ibu Ida, jadi bukan saja dia bisa mengancam orang tuanya, dia mulai bisa mengancam temannya, supaya dia mendapatkan yang dia inginkan.
GS : Apakah ancaman itu selalu dalam bentuk kata-kata, Pak Paul? Dia ungkapkan atau hanya tingkah lakunya atau bagaimana?
PG : Sering kali memang dalam bentuk ucapan, jadi dia akan berbuat ini, berbuat itu. Tapi waktu tidak dituruti kehendaknya, dia melaksanakan misalkan dia mengancam dia tidak makan, ya dia tiak makan.
Tapi saya percaya kalau misalkan dia tidak makan untuk 2, 3 hari dia pasti akan makan juga. Saya menduga paling dia hanya mogok tidak makan dan dia berhasil tidak makan ya mungkin dia kehilangan 2 makan pagi dan siang, malamnya dia akan makan. Atau kalau tidak sekolah ya benar-benar dia akan menangis, dia akan berontak tidak mau ke sekolah begitu.
GS : Sebenarnya apa yang melatarbelakangi anak sampai melakukan sikap-sikap seperti itu?
PG : Yang menjadi dasar utamanya adalah anak-anak ini memang pandai, jadi secara genetik anak ini memang sudah cerdik. Artinya apa? Artinya dia bisa membaca situasi dengan cepat sekali. Ada nak-anak yang tidak bisa membaca dengan begitu cepatnya, tapi anak-anak yang cerdik ini mudah sekali membaca perasaan orang, reaksi orang, dia bisa melihat keragu-raguan orang dalam melarang dia.
Nah, anak-anak yang lain mungkin tidak bisa membedakan tapi dia bisa, dia tahu orang tuanya sepenuh hati melarang dia atau ¾ hati atau ¼ hati, dia bisa membedakan semuanya. Dia tahu kapan orang tuanya melarang dia dengan ½ hati, waktu dia mendengar ½ hati dia akan masuk untuk mengubah yang ½ nya lagi, misalnya. Jadi memang mudah sekali, peka sekali dengan reaksi orang dan dia benar-benar bisa memanfaatkan itu.
GS : Bagaimana sikapnya seandainya anak itu mempunyai adik atau teman lain yang kelihatannya tidak terlalu cerdik seperti dia, dalam teman bermain sering kali seperti itu, Pak Paul?
PG : Jadi kecenderungannya, Pak Gunawan, anak-anak ini memanfaatkan anak-anak lain yang lebih lemah, lebih muda atau lebih bergantung kepadanya atau yang tidak sepandai dia. Kecenderungannyaakhirnya bisa memanfaatkan orang lain, dia bisa menyuruh-nyuruh orang untuk melakukan yang dia minta atau memberikan yang dia inginkan.
Nah, dalam tindakan yang lebih ekstrimnya, dia bisa membujuk anak-anak lain yang lebih muda atau yang lebih bodoh darinya untuk melakukan atau memberikan yang dia minta dan anak-anak lain itu seperti terpedaya sekali dengan dia, langsung saja memberikan dan mengikuti kehendaknya, karena begitu pandainya dia membujuk anak-anak lain itu. Jadi misalnya contoh yang bisa terjadi temannya datang membawa satu bolpoint yang baru, dia bisa membujuk temannya itu. Nah ini akan membuat orang bingung, kok bisa anak itu membawa bolpoint baru dengan bolpoint bekas, seperti itu.
(3) IR : Kira-kira apa sebabnya anak menjadi cerdik itu, Pak Paul?
PG : Saya kira yang memang lebih melatarbelakangi adalah kepekaan secara genetik, kepandaian yang memang dia bawa sejak lahir. Jadi memang sudah mempunyai akal yang banyak karena pandai dan udah membaca situasi, begitu tajam melihat reaksi orang dan membedakan reaksi orang.
Itu saya kira tidak perlu diajarkan, jadi tidak pasti ada masalah di rumah sehingga anak ini menjadi cerdik, seperti itu.
IR : Atau terkait juga dengan sifat yang ingin mendapatkan sesuatu, Pak Paul?
PG : Nah itu biasanya tambahan jadinya, Bu Ida, jadi saya kira penyebab pertamanya memang sudah ada bakat atau bawaan yang dibawa sejak lahir, kepandaian dan kecerdikannya. Biasanya di rumah dia akan mendapatkan masukan-masukan yang makin menyuburkan perilakunya itu, kenapa? Sebab pada umumnya orang tua senang dengan anak yang cerdik, jadi meskipun ada nada marah orang tua akan berkata: "Aduh ini anak pintar benar bisa membohongi Mama."
Bukankah ini suatu kata-kata yang penuh dengan kontradiksi, ada tegurannya karena membohongi Mama tapi sekaligus ada nada bangga bisa berhasil membohongi Mama. Jadi dengan kata lain anak-anak ini memang menerima banyak tanggapan positif terhadap kecerdikannya itu. Yang kedua misalkan anak ini dibesarkan di rumah yang tidak ada anak lain, dia anak tunggal. Jadi segala perhatian ditumpahkan padanya sehingga yang dia inginkan cenderung dia dapatkan. Nah lama-lama dia mulai mempelajari cara-cara mendapatkannya. Sebab mudah sekali tidak perlu berusaha keras, langsung bisa mendapatkannya sebab dia anak tunggal. Atau yang ketiga dan cukup umum adalah anak ini adalah anak yang disanjung karena di rumah ada 2, 3 anak tetapi dia yang paling pandai. Karena itulah dia banyak mendapatkan pujian-pujian. Pujian-pujian ini membuat dia semakin mudah mendapatkan yang dia inginkan. Atau yang klasik adalah orang tua yang bermasalah, sehingga orang tua yang bermasalah itu tidak tahu bagaimana mendidik anak dengan tepat atau tidak mempunyai waktu untuk mendidik anak. Jadi memberikan saja dengan mudah apa yang diinginkan oleh anak.
(4) GS : Ya sebenarnya punya anak cerdik itu juga merepotkan orang tua, Pak Paul, kalau melihat seperti tadi, maka kira-kira langkah-langkah apa yang bisa ditempuh oleh orang tua menghadapi anak yang cerdik seperti itu?
PG : Ada beberapa langkah yang perlu kita lakukan, yang pertama adalah kita tidak harus selalu membuka kedok anak. Nah mungkin ini pernyataan yang sedikit membingungkan, bukankah anak-anak ii mempunyai bakat untuk tidak tulus, jadi reaksi kita sebagai orang tua bukanlah seharusnya membuka kedok supaya kita bisa lebih jujur atau tulus.
Yang saya maksud di sini adalah kita bukan menyuburkan ketidaktulusannya tapi kita mau mengakui bahwa dalam rel yang benar di mana tidak ada kebohongan. Cerdik atau banyak akal adalah suatu asset, suatu kelebihan yang dapat digunakan untuk hal yang baik. Jadi kekreatifan seorang anak atau memikirkan solusi waktu menghadapi tembok itu sesuatu yang baik. Tidak selalu negatif, jadi relnya saja yang kita harus perhatikan. Atau yang lainnya lagi anak-anak mempunyai banyak akal, memang sangat-sangat berguna dalam pergaulannya. Misalnya dia menolong teman yang dalam menghadapi problem, sangat berguna sekali akal-akal yang dia miliki. Nah jadi anak-anak ini bisa memberikan bantuan kepada teman yang mengalami problem. Yang lainnya lagi, bukankah ketajaman membaca reaksi orang, membaca perasaan orang, itu sesuatu yang sangat berguna dalam pergaulan. Jadi itu juga adalah asset yang kita tidak ingin hilangkan dari dirinya, dengan perkataan lain waktu mulai berbohong, waktu mulai melewati batas kita perlu menegur, kita perlu munculkan. Tapi tidak selalu waktu dia mulai cerdik-cerdik kita memarahinya, menghukumnya karena saya kira itu hanya akan menghilangkan semua asset yang sebetulnya berguna bagi dia pula.
GS : Di dalam hal ini Pak Paul, tadi Pak Paul katakan kadang-kadang si ibu itu mengatakan sesuatu yang bertentangan, pintar anak bisa membohongi ibu, nah itu sesuatu yang bertentangan, yang bisa membingungkan anak. Nah sebenarnya bagaimana sikap orang tua menghadapi anak cerdik ini?
PG : Yang paling penting adalah konsisten. Jadi kalau Papa sudah mengatakan tidak boleh, Mama harus mendukung Papa, tidak boleh. Kalau Papa berkata tidak boleh, Mama berkata boleh si anak lagsung tahu o....
ini dia duduk masalahnya, mereka tidak sepakat si anak akan terus menggunakan celah itu. Jadi konsisten adalah obat penawar yang sangat ampuh untuk anak-anak seperti ini. Jadi kalau kita sudah katakan minggu ini tidak membeli barang, tidak membeli mainan. Kita harus konsisten tidak membeli mainan untuk selama 1 minggu ini.
IR : Juga kalau anak menunjukkan reaksi, misalnya mogok makan dan sebagainya, si orang tua tidak perlu takut ya Pak Paul?
PG : Betul, sering kali kita menjadi panik karena anak tidak mau makan. Biarkan dia tidak makan sekali, dua kali misalkan sampai malam dia tidak mau makan juga, orang tua harus mengambil tinakan yang lebih tegas.
Misalnya memarahi dia dan kalau perlu kita memukul dan kita tahu kita memukul hanya di pantat anak, kita marahi, kita tegur dia dengan suara yang mantap, dengan suara yang tegas dan melihat matanya. Setelah itu kita katakan, "makan", tujuannya apa? Tujuannya adalah mulai memberitahu kepada si anak bahwa engkau tidak selalu bisa memperoleh yang engkau inginkan, ada waktu-waktu engkau harus melakukan sesuatu yang tidak engkau inginkan dalam hal ini engkau harus makan. Mungkin dia tidak makan juga malam itu, dia menangis dan sebagainya. Tapi karena malam itu dia tidak makan, dia dimarahi dan dipukul, besok kalau dia tidak makan dia akan menerima perlakuan yang sama dari kita. Kita akan memarahi dan memukul dia, dengan perkataan lain kalau besok pagi dia tidak makan dia akan berpikir dua kali karena dia sudah mendapatkan perlakuan kita yang tegas di malam sebelumnya. Jadi di sini diperlukan tindakan-tindakan yang bisa juga mematahkan kemauannya yang keras itu bahwa sampai titik tertentu dia harus melakukan yang kita inginkan. Jangan sampai orang tua dalam hal seperti ini 'kehilangan gigi' dan benar-benar menunjukkan kehilangan giginya, tidak tahu lagi harus berbuat apa dengan kamu, itu perkataan yang kurang bijaksana dilontarkan di hadapan anak. Anak benar-benar akan bersukacita mendengar orang tua berkata: "tidak tahu lagi bagaimana menghadapi kamu". Ya untuk lain kali, dia benar-benar akan terus menerus memanfaatkan orang tuanya.
GS : Cuma kadang-kadang orang tua berada dalam posisi yang sulit Pak Paul, sehingga sering kali yang dia ungkapkan adalah "OK-lah tapi sekali ini saja, lain kali tidak", nah itu apakah menunjukkan hal yang tidak konsisten?
PG : Saya kira bisa ya, bisa tidak. Jadi saya tidak mau terlalu kaku juga kalau orang tua bisa konsisten dan berkata: "Kali ini saja, lain kali Mama tidak akan memberikan hal ini". Nah lain alinya benar-benar tidak boleh, tidak apa-apa.
Tapi kalau lain kali masih ada lain kali lagi, nah itu bahaya tidak akan ada habisnya.
GS : Sebenarnya kita mengasihi anak-anak ini, apa sebenarnya yang hendak kita ajarkan pada anak ini, Pak Paul, melalui hal-hal seperti itu?
PG : Pertama-tama kita ingin mengajarkan bahwa kitalah yang mengatur rumah, kitalah yang mengatur perilakunya, kitalah orang tua dan dia anak. Itu jangan sampai dilupakan atau dilewati, anaksenantiasa harus tahu dia anak dan kita orang tua.
Dan pada titik terakhir orang tualah yang akan menentukan tindakannya. Yang kedua adalah anak-anak ini perlu belajar mengendalikan dirinya. Anak-anak yang cerdik ibarat kereta api yang berjalan dengan cepat, kalau tidak ada yang menghalangi kereta akan terus berjalan, dia akan menjadi seorang anak yang tak tertahankan, di mana keinginannya tidak boleh dihalangi oleh siapapun, ini yang berbahaya. Jadi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan konsisten anak yang cerdik itu tahu, bahwa dia tidak selalu mendapatkan yang dia inginkan. Artinya dia harus belajar menahan diri, menguasai hasratnya, dengan perkataan lain, kita mulai membantunya menumbuhkan disiplin diri. Sebab yang namanya disiplin sesungguhnya adalah kemampuan menguasai hasrat pribadi, ini yang sedang kita lakukan terhadapnya.
(5) GS : Bagaimana dengan pembentukan anak itu sendiri?
PG : Lepas dari yang saya katakan tapi saya sudah singgung, awalnya anak-anak ini mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan kecerdikan menjadi ketidaktulusan. Yang kita akan bentuk adalah ecenderungan untuk menjadi tidak tulus, kecerdikan kita ketahui sebagai hal yang bermanfaat, tapi kalau sudah tidak tulus itu sudah melewati batas, sehingga ini yang kita perlu perhatikan.
Kalau dia mulai berbohong, memutarbalikkan perkataan seseorang atau merugikan orang dengan bujukannya, di sini kita mulai mencium ketidaktulusan. Di sini orang tua harus memberikan teguran, kalau perlu memarahinya. Kalau perlu misalkan dalam contoh bolpoint tadi, mengembalikan bolpoint itu kepada temannya. Jadi kita harus mendidik dia untuk tidak merugikan orang lain dengan kecerdikannya itu. Misalnya dia mulai berbohong kepada gurunya dan sebagainya, dengan kata-kata yang pandai itu besok kita bawa dia ke sekolah dan minta dia mengatakan hal yang sebenarnya kepada gurunya. Tindakan seperti itu mengajar dia agar lain kali tidak menggunakan kecerdikan untuk hal-hal yang tidak tulus.
GS : Mungkin dari situ anak harus belajar, kecerdikannya itu juga bisa merugikan temannya dan dirinya sendiri, Pak Paul?
PG : Tepat sekali, tepat sekali jadi kita bisa beritahu dia bahwa "ketika engkau merugikan temanmu, dia tidak mau lagi berteman denganmu, sebab dia akan melihat engkau sebagai orang yang jaht.
Engkau memang mendapatkan apa yang engkau inginkan, tapi engkau akan kehilangan lebih banyak hal, orang tidak akan percaya lagi kepadamu. Apa yang engkau katakan selalu akan dicurigai, diragukan, apa kau senang? Kalau tidak mau jangan berbohong lagi." Jadi hal-hal ini bisa kita terus ajarkan kepada si anak.
GS : Nah, Pak Paul, kecerdikan itu juga merupakan suatu dari Tuhan ya? Tuhan yang memberikan dia kecerdikan. Tentunya Tuhan juga memberikan kepada kita khususnya orang tua itu pedoman melalui firmanNya, dalam hal ini apa yang firman Tuhan katakan?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 2:20-21, "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik dan peliharalah jalan-jalan orang benar, karena orang jujurlah akan mendiami tanah dan orang takbercelalah yang akan tetap tinggal di situ."
Jadi firman Tuhan mau menegaskan satu prinsip, orang yang jujur akan bisa bertahan, orang yang tidak jujur tidak bertahan, justru dia akan kehilangan yang menjadi miliknya, nah ini yang kita tegaskan kepada si anak. Meskipun orang tidak tahu mula-mulanya, Tuhan tahu dan Tuhan akan menghukum orang yang tidak jujur, bahkan yang dia miliki akan menjadi terhilang darinya. Tapi orang yang jujur dia akan terus mempunyai yang memang merupakan bagiannya.
GS : Memang setiap orang tua pasti akan menanamkan kejujuran berdasarkan firman Tuhan kepada anak-anak, tapi khusus untuk anak-anak yang cerdik seperti ini harus diberikan tambahan pelajaran contoh yang konkret begitu?
PG : Tepat sekali, tepat sekali, jadi nomor satu orang tuanya sendiri harus memberi teladan bagaimana orang tua juga tulus, orang tua juga tidak mengarang-ngarang untuk menakut-nakuti anak, itam ya hitam, putih ya putih, boleh ya boleh, tidak boleh ya tidak boleh.
Orang tua juga tidak terlalu banyak menakut-nakuti atau memberi kisah-kisah yang tidak betul, nah ini membuat anak belajar bahwa orang tua itu tulus, dan dia akan lebih bisa menerapkan kejujuran itu dalam hidupnya.
GS : Kita pasti bersyukur mempunyai anak yang cerdik, tetapi kita juga mohon pimpinan Tuhan tentang bagaimana membesarkan anak-anak ini dalam ketulusan dan kejujuran.
Dan demikianlah tadi saudara-saudara pendengar, Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang menghadapi anak yang cerdik, bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio, kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 29/12/2008 - 1:53pm
Link permanen
membedakan kreatif, cerdik dan plagiat
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sel, 30/12/2008 - 4:49am
Link permanen
Minta ijin mengutip