Kata kunci: Tuhan tidak anti kekayaan dan tidak anti orang kaya; Tidak semua kekayaan berkat Tuhan; Tidak selalu Tuhan memberkati dengan kekayaan; Kekayaan punya daya yang kuat jadi ilah dalam hidup kita.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada. Kita bertemu kembali dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Necholas David, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Menyikapi Kekayaan Dengan Benar". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
ND: Pak Paul, boleh jelaskan mengapa kita mengangkat topik ini, "Bagaimana menyikapi kekayaan dengan benar"?
PG: Menyikapi kekayaan memang tidak begitu mudah, meskipun kita memunyai Alkitab yang sama tapi kita tidak selalu sampai pada kesimpulan yang sama tentang kekayaan. Misalnya, ada yang berpandangan bahwa kekayaan adalah dosa atau setidaknya mencobai kita untuk berdosa, sebaliknya ada yang beranggapan bahwa kekayaan adalah berkat, jadi bukan saja mesti diterima dengan syukur tapi juga dikumpulkan dengan sukacita. Nah, bila pandangan yang pertama membuat kita merasa bersalah, jika kebetulan kita memunyai kekayaan berlebih sebab kekayaan dianggap sebagai dosa, maka pandangan yang kedua, pandangan yang beranggapan bahwa kekayaan adalah berkat, membuat kita merasa bersalah bila kebetulan kita tidak kaya. Nah, jadi saya kira penting kita angkat topik ini agar kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki konsep yang tepat tentang kekayaan sesuai dengan ajaran firman Tuhan.
ND: Memang banyak konsep yang berbeda tentang kekayaan ini, tapi bagaimana sebetulnya Pak Paul menurut firman Tuhan, seorang Kristen bisa menyikapi kekayaan ini dengan benar.
PG: Ada empat yang akan saya bagikan. Pertama, dari firman Tuhan dapat kita simpulkan bahwa Tuhan tidak anti kekayaan dan Tuhan juga tidak anti orang kaya. Coba saya jelaskan, apabila Tuhan anti kekayaan dan anti orang kaya, maka Ia tidak akan memberkati dan memakai kekayaan dan orang kaya. Namun sebagaimana kita ketahui, Tuhan memberkati dan memakai misalnya, Abraham dan Yakub, dua tokoh yang kaya raya dan jika Tuhan anti kekayaan dan anti orang kaya, Ia pun tidak akan memberkati dan memakai para perempuan yang mengikut dan melayani Yesus Putra Allah semasa Putra Allah melayani di dunia. Merekalah yang membiayai hidup dan pelayanan Tuhan kita Yesus bersama para murid dan jika Tuhan anti kekayaan dan anti orang kaya, Ia pun tidak akan memanggil dan menyelamatkan orang kaya seperti misalnya Kornelius, perwira Roma di Kaisarea. Lydia seorang pengusaha di Filipi dan Filemon di Kolose, seorang yang kaya raya sehingga memunyai budak. Jadi bila Tuhan tidak anti kekayaan dan tidak anti orang kaya maka kita pun tidak seharusnya anti kekayaan dan anti orang kaya.
ND: Kalau saya dengarkan penjelasan Pak Paul, berarti uang atau harta itu dipakai dan diizinkan Tuhan untuk digunakan dalam pelayanan-pelayanannya Beliau.
PG: Betul sekali, Pak Necholas. Jadi Tuhan memberkati orang-orang tertentu dengan kekayaan dan mereka melayani Tuhan lewat kekayaan mereka. Kita melihat Tuhan itu tidak anti kekayaan dan tidak anti orang kaya, maka kita juga jangan sampai bersikap ekstrem dan berkata, "Kita orang Kristen harus anti kekayaan dan anti orang kaya". Tidak, itu bukan yang diajarkan oleh firman Tuhan.
ND: Namun bisa juga ya Pak Paul, akhirnya orang ke ekstrem yang lainnya, dia harus kaya dan harus punya banyak harta. Mungkin ada orang yang malah memakai cara-cara yang tidak sepatutnya dalam memupuk kekayaan tersebut.
PG: Betul, Pak Necholas. Ini kita membahas prinsip yang kedua tentang kekayaan. Tidak semua kekayaan merupakan berkat dari Tuhan. Ada orang yang beranggapan karena kekayaan itu baik, jadi mesti kita dapatkan dan ini adalah tanda Tuhan memberkati kita. Nah, kita mesti juga mengerti bahwa tidak semua kekayaan merupakan berkat dari Tuhan. Amsal 20:17 mengingatkan, "Roti hasil tipuan sedap rasanya, tetapi kemudian mulutnya penuh dengan kerikil". Istilah roti disini merujuk bukan saja kepada roti secara harfiah tapi juga harta, jadi dari firman Tuhan ini kita belajar, kekayaan dapat bersumber bukan dari Tuhan, melainkan dari kecurangan atau dosa. Maka firman Tuhan tadi berkata, "Roti hasil tipuan", hasil kecurangan sedap rasanya tapi kemudian mulutnya penuh dengan kerikil. Dengan kata lain, Pak Necholas, kita bisa menjadi kaya diluar jalan Tuhan. Kita bisa berbuat curang, kita bisa bahkan berbuat jahat sehingga akhirnya kita kaya, namun pada akhirnya kita harus menanggung akibatnya, kalau kita mengumpulkan kekayaan secara curang, yakni hukuman Tuhan yang diibaratkan dalam firman Tuhan ini dengan kata-kata "mulutnya penuh dengan kerikil". Justru yang dimakannya itu, yang diperolehnya dengan kecurangan itu, akan merusakkannya, menghancurkannya. Dari sini kita belajar bukan saja tidak boleh kita mendapatkan kekayaan dengan kecurangan, tapi juga kita tidak boleh menghapus bersih kecurangan dengan memakai nama Tuhan, seakan-akan kekayaan ini adalah berkat dari-Nya.
ND: Misalnya kalau saya teringat ada orang yang tidak mau membayar pajak atau mengurangi pajaknya tetapi dia memakai alasan, dia akan menggunakannya bagi pelayanan Tuhan atau untuk membangun gereja. Kalau begitu bagaimana menurut Pak Paul?
PG: Itu memang salah, ya Pak Necholas, sebab kita sebagai warga memunyai kewajiban untuk berpartisipasi dalam kesejahteraan umum, untuk kepentingan bersama yaitu kepentingan bangsa, negara kita, lingkungan dimana kita tinggal, karena itu kita mesti mengambil bagian didalam sumbangsih pembangunan, pemberian kepada negara supaya nanti bisa digunakan untuk kepentingan pengelolaan negara. Jadi memang ini adalah kewajiban kita sebagai orang Kristen, kita tidak boleh berkata, "Ah, saya tidak mau memberikan uang ini kepada negara, saya lebih baik memberikan uang ini kepada gereja". Tidak, Tuhan tetap meminta kita bertanggungjawab terhadap kepentingan bersama. Kita juga masih ingat firman Tuhan dimana Tuhan Yesus menegur orang-orang Yahudi yang saat itu memilih untuk tidak memberikan bantuan atau sumbangan untuk membiayai orangtua mereka, tapi memberikan uang itu kepada Bait Allah. Tuhan Yesus memarahi mereka, sebab Tuhan Yesus tahu maksud mereka. Mereka tidak mau memberikannya kepada orangtua, mungkin sekali tidak rela atau apa. Daripada berikan kepada orangtua, berikan kepada Bait Allah. Tuhan tidak senang dengan cara-cara seperti itu, maka apa yang menjadi kewajiban kita, mesti kita naikkan, Pak Necholas.
ND: Jadi apa yang kita wajib berikan kepada negara, kita harus berikan dan apa yang memang itu menjadi hak kita, itu yang bisa kita kelola.
PG: Betul, Pak Necholas, karena itu waktu ada orang Yahudi yang ingin mencobai Tuhan Yesus dan bertanya apakah perlu membayar pajak kepada negara saat itu, yang menjadi negara adalah pemerintahan Roma dan saat itu tanah Palestina atau tanah Israel saat itu diduduki, dijajah oleh pemerintah Roma. Yesus berkata setelah Yesus meminta murid-Nya untuk menangkap ikan dan menemukan uang dalam tubuh ikan itu, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik atau hak Kaisar, berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik atau hak Tuhan". Disitu jelas memang meminta kita menunaikan tanggungjawab kita sebagai warga, kita harus berpartisipasi, kita harus memberikan sebagian dari harta milik kita untuk kepentingan bersama dalam hal ini melalui negara. Maka kita tidak boleh akhirnya melarikan diri dari tanggungjawab ini atas nama Tuhan. Saya juga mau menekankan sekali lagi bahwa tidak semua kekayaan merupakan berkat dari Tuhan, sebab kadang ada orang-orang yang berkata, "Ya ini berkat Tuhan", meskipun mereka tahu mereka memerolehnya dengan cara yang tidak benar. Meskipun dia memberikannya kepada Tuhan, tidak berarti apa yang dilakukannya itu dibenarkan. Kadang orang memunyai konsep seperti itu, saya memerolehnya dengan cara yang tidak benar, tapi bila saya memberikannya kepada Tuhan atau untuk hal yang benar, maka cara saya itu dibenarkan. Tidak! Cara yang salah tetap salah, yang mencapai kita beranggapan cara yang salah itu akan dibenarkan kalau kita memberikannya kepada Tuhan atau untuk hal yang benar. Tidak ya! Sekali lagi saya tekankan tidak semua kekayaan merupakan berkat dari Tuhan.
ND: Betul Pak Paul, jadi kita harus berwaspada dengan kekayaan yang kita miliki, lalu bagaimana Pak Paul dengan berkat dari Tuhan itu apakah memang selalu identik dengan kekayaan? Kadang orang berpikir kalau dia punya harta banyak berarti Tuhan sangat memberkati dia.
PG: Memang ada pendapat seperti itu, ya Pak Necholas, ada kalanya memang Tuhan memberkati kita dengan kekayaan namun ini prinsip ketiga yang mesti kita juga camkan, tidak selalu Tuhan memberkati kita dengan kekayaan. Ada banyak cara Tuhan untuk memberkati kita, dalam pengertian ada banyak cara yang memerlihatkan bahwa Ia berkenan kepada kita. Misalkan, Tuhan dapat memberkati kita dengan kesehatan, Ia bisa memberkati kita dengan kerukunan keluarga. Ia dapat memberkati dengan pelayanan yang berbuah. Kekayaan hanyalah satu diantara sejumlah cara yang digunakan Tuhan untuk memerlihatkan kasih-Nya kepada kita. Jadi kesimpulannya, jangan cepat menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berkenan kepada kita oleh karena usaha kita bangkrut. Kadang ini yang memang diyakini oleh sebagian orang, kalau sampai kita ini mengalami kebangkrutan atau usaha kita ambruk, maka itu berarti Tuhan tidak memberkati kita, bahkan ada yang lebih ekstrem lagi, langsung menyimpulkan Tuhan tengah menghukum kita. Belum tentu, bisa jadi memang Tuhan menghukum kita karena kesalahan kita, oleh karena itu kita mengalami kebangkrutan namun belum tentu, tidak mesti oleh karena kita mengalami kebangkrutan atau usaha kita ‘mandeg’ maka itu berarti Tuhan sedang menarik berkat-Nya dari kita. Tidak ya! Tuhan memberkati kita dengan pelbagai cara, kekayaan hanyalah satu diantaranya. Kita melihat misalnya di firman Tuhan, Pak Necholas, tidak semua orang yang dipakai Tuhan, kaya. Justru dapat kita katakan, mayoritas orang yang dipakai Tuhan di Alkitab bukan orang kaya. Kalau kita berkata, tapi Daud kaya. Betul, tapi Daud adalah seorang raja. Salomo kaya, Salomo adalah seorang raja, jadi kalau kita simpulkan tokoh-tokoh yang diluar kedudukannya sebagai raja, yang kaya hanya beberapa. Tadi saya sudah singgung, seperti Abraham, seperti Filemon, beberapa perempuan yang mengikuti pelayanan Yesus, tapi sebetulnya itu jumlah yang minoritas, justru kebanyakan orang-orang yang melayani Tuhan, orang yang sebetulnya hidupnya sederhana. Contoh, misalnya adalah Yohanes Pembaptis, hampir semua 12 murid Tuhan Yesus, orang-orang yang juga hidupnya sederhana. Kita tahu mereka adalah nelayan, bukan saudagar-saudagar. Sekali lagi ada banyak cara Tuhan memberkati kita, kekayaan hanyalah satu di antaranya.
ND: Boleh dikatakan bahwa setiap orang percaya seharusnya tidak ada alasan untuk mereka tidak bersyukur karena jika kurang harta, kita bisa melihat hal-hal lain, "Oh, saya masih ada kesehatan", atau ketika kesehatan terganggu, kita masih bisa bersyukur, kita masih punya teman-teman, keluarga disekeliling kita.
PG: Betul sekali, Pak Necholas. Tuhan mau kita mensyukuri apa yang diberikan-Nya kepada kita. Dan apa yang diberikan-Nya itu, tidak melulu harta kekayaan, jadi ini memang kita yang perlu berubah, Pak Necholas, karena kita harus akui, kita ini diam-diam ingin kaya, maka kita seringkali mengharapkan Tuhan melimpahkan kita dengan kekayaan, tapi kita harus sekarang membuka mata lebar-lebar melihat Tuhan memberkati kita dengan pelbagai cara. Makin banyak kita bisa melihat berkat Tuhan diluar kekayaan, makin kita dapat bersyukur kepada-Nya.
ND: Mungkin banyak orang diam-diam ingin kaya tersebut karena seringkali uang itu memang punya kekuatan, ada istilah "dengan uang segalanya beres, kita bisa membeli apa saja, bisa melakukan apa saja dengan uang tersebut".
PG: Betul sekali. Ini membawa kita kepada prinsip yang keempat, meski kekayaan bukan dosa dan bukan pencobaan untuk berdosa. Kekayaan memunyai daya yang kuat untuk menjadi ilah didalam hidup kita. Benar kata Pak Necholas, memang ada "power" tertentu, ada kekuatan tertentu dalam kekayaan. Dalam Khotbah diatas Bukit, Matius 6:24 sewaktu mengingatkan tentang pengaruh harta, Tuhan Yesus menegaskan "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon". Sebagaimana kita ketahui, mamon adalah nama dewa kekayaan, dari sini dapat kita lihat betapa besarnya pengaruh dan kuasa kekayaan sehingga Tuhan Yesus mengibaratkannya dengan dewa. Begitu berkekuasaan, apabila Tuhan Yesus sendiri mengakui betapa besarnya pengaruh dan kuasa kekayaan, maka kitapun mesti mengakuinya pula. Meski kekayaan bukanlah makhluk hidup, namun pada kenyataannya kekayaan seperti makhluk hidup yang memunyai Roh sehingga dapat memengaruhi dan menguasai kita. Jadi barangsiapa diberkati Tuhan dengan kekayaan, ia harus senantiasa menjaga dirinya terutama hati dan pikirannya agar tidak dipengaruhi dan dikuasai oleh kekayaan. Coba kita lihat disekeliling kita berapa banyak orang meninggalkan Tuhan karena mengejar kekayaan. Berapa banyak suami atau istri meninggalkan keluarganya karena kekayaan. Berapa sering kita menilai orang dari kekayaan, ini kenyataan dan berapa sering kita memilih teman atas dasar kekayaan. Itu sebab makin kita diberkati dengan kekayaan, makin kita harus berhati-hati dan makin kita mesti berjalan dekat dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. Begitu kita menjauh dengan cepat kita akan ditangkap oleh Mamon, dewa kekayaan.
ND: Tadi Pak Paul mengatakan, bahwa orang yang diberkati Tuhan dengan kekayaan ia harus menjaga dirinya. Apakah godaan ini terutama untuk orang yang sudah kaya atau sebetulnya itu terjadi dalam diri semua manusia?
PG: Sudah tentu godaan itu ada dan dialami oleh semua, bukan hanya oleh orang yang kaya. Tapi sepertinya begini, kita boleh ibaratkan, orang yang kaya seolah-olah sekarang memunyai senjatanya untuk bisa melakukan sesuatu. Orang yang belum kaya meskipun tergoda untuk melakukan hal yang salah atau apa, tapi tidak memunyai alat atau senjatanya, maka orang yang kaya itu mesti lebih berjaga-jaga sebab memunyai senjatanya atau alatnya. Sebagai contoh, apakah orang miskin bisa sombong? Bisa, sudah tentu semua orang bisa sombong karena kita semua orang berdosa, tapi kalau kita miskin kita agak sedikit lebih susah untuk sombong karena tidak ada yang dapat kita sombongkan, tapi begitu kita memunyai kekayaan, kita akan lebih cepat, lebih mudah untuk sombong, sebab kita sekarang memunyai kekayaan itu dan karena kita memunyai kekayaan, kita mengaitkan diri kita dengan kekayaan itu dan menilai diri kita lebih tinggi lagi sesuai dengan jumlah kekayaan kita sehingga kita akhirnya lebih mudah merendahkan orang dan menuntut orang memerlakukan kita dengan hormat, karena kita menganggap diri kita sekarang diatas, jadi seolah-olah begini kalau saya gunakan contoh yang lain. Misalnya kita suka mengebut, memakai kendaraan bermotor tapi kalau kita hanya punya sepeda, kita tidak bisa mengebut, tapi begitu kita punya sepeda motor atau mobil kita bisa mengebut, nah kekayaan seperti kendaraan itu, Pak Necholas. Maka mesti lebih berhati-hati dan berjaga-jaga karena sekarang kita sudah memunyai alatnya, kendaraannya untuk berdosa dengan lebih mudah dan lebih cepat.
ND: Jika kita kaitkan dengan ayat yang tadi Pak Paul angkat, bahwa kita tidak bisa mengabdi pada Allah dan sekaligus pada Mamon, bisa dikatakan bahwa orang yang punya kekayaan lebih banyak, punya kecenderungan yang lebih besar untuk dirinya mengabdi pada Mamon jika dia tidak hati-hati.
PG: Betul sekali, maka Tuhan Yesus pernah berkata, untuk orang kaya masuk kedalam Kerajaan Sorga tidak mudah, sepertinya unta melewati lubang jarum. Tuhan bicara kenyataan, Pak Necholas, memang akan lebih susah karena kendaraan untuk berdosa sekarang sudah kita punyai, jadi kita lebih cepat dan lebih mudah untuk berdosa dan karena kita sudah berkecukupan, kaya raya, kebutuhan kita untuk bergantung pada Tuhan seringkali juga terganggu, makin berkurang dan itu makin menjauhkan kita juga dari Kerajaan Allah. Maka Tuhan Yesus pernah mengatakan itu, Dia hanya memaparkan kenyataan, Dia bukan melarang orang kaya, Dia bukan anti orang kaya, Dia hanya mengangkat kenyataan, kekayaan itu bisa membuat orang akhirnya jauh dari Tuhan karena akhirnya tidak lagi memerlukan Tuhan, tidak bersandar pada Tuhan, hanya bersandar pada kekayaannya sendiri.
ND: Baik, terima kasih banyak, Pak Paul atas paparan yang sudah diberikan hari ini, bagaimana kita bisa menyikapi kekayaan ini dengan benar.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menyikapi Kekayaan Dengan Benar". Jika Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.