Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Keluarga Jarak Jauh". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, rupanya sekarang telah menjadi trend atau pola di dalam kehidupan orang bukan cuma belajar jarak jauh, wawancara jarak jauh, tetapi keluargapun seperti tadi dipakai sebagai tema pembicaraan kita keluarga jarak jauh. Dalam pengertian untuk sementara waktu, suami dan istri itu terpaksa harus berpisah. Itu banyak kita jumpai secara nyata di dalam kehidupan ini, entah karena pekerjaan, atau entah karena alasan-alasan yang lain. Tetapi kita akan mencoba bersama-sama memperbincangkan dari beberapa segi Pak Paul. Menurut pengamatan Pak Paul sendiri, keluarga jarak jauh ini sebenarnya bagaimana trendnya Pak Paul?
PG : Otomatis yang sedang kita bicarakan bukanlah jauh karena kesengajaan menjauhkan diri Pak Gunawan. Jadi kesengajaan ini tidak ada, dalam pengertian terpaksa. Tapi kata terpaksa pun meman bisa sangat relatif Pak Gunawan.
GS : Ya bisa dipaksa-paksakan ya?
PG : Dipaksa-paksakan juga betul. Saya kira juga ada kalau sampai dikatakan sangat banyak, mungkin juga tidak. Namun ada beberapa pernikahan misalkan orang yang sangat mementingkan karier, da-dua suami-istri mementingkan karier dan tidak bisa melepaskan kariernya, akibatnya dua-duanya harus terpisah.
Saya masih mengingat waktu saya di Amerika Serikat ada seorang penyiar televisi, yang cukup terkenal namanya Conny Chung. Waktu dia menikah dengan suaminya yang juga seorang tokoh televisi, mereka mempunyai pengaturan yang sangat unik. Si suami tetap di negara bagian yang satu, si istri di negara bagian yang lain. Jadi bukan saja berlainan kota tapi juga berlainan negara bagian di Amerika Serikat, dan itulah perjanjian mereka sewaktu menikah. Jadi dari awal pernikahan setelah bersama-sama lalu pisah dan hanya bertemu dalam beberapa bulan sekali. Dan setahu saya sampai sekarang mereka masih menikah.
GS : Masih resmi sebagai suami-istri?
PG : Ya masih resmi sebagai suami-istri.
GS : Tetapi perkembangannya bagaimana Pak Paul, menurut pengamatan Pak Paul khususnya untuk di Indonesia ini?
PG : Saya kira hal itu makin banyak Pak Gunawan, karena sekarang ini banyak perusahaan- perusahaan yang kita sebut multinasional. Jadi mereka akan mengirimkan tenaga kerja mereka ke kota-kot lain.
Hal ini memang sudah berjalan cukup lama di Amerika Serikat, yang saya tahu ada orang yang terpaksa harus pindah ke negara bagian lain karena perusahaannya membentuk suatu anak perusahaan di situ, dan dia yang dikirim harus pergi. Adakalanya tidak ada kemungkinan untuk memboyong satu keluarga untuk pergi ke sana, jadi hal-hal itu saya kira akan makin banyak terjadi. Semakin berkembangnya dunia dan konsep kerja kita dan makin banyak anak-anak cabang yang dibuat, saya kira makin banyak orang-orang yang harus dikirim ke luar.
GS : Tapi selain menyangkut yang tadi Pak Paul, dengan makin tingginya pendidikan orang sekarang apa itu bisa menjadi penyebab, setelah menikah mereka masih melanjutkan studi lagi Pak Paul?
PG : Betul, dan ada yang terjadi beberapa kali di mana akhirnya suami pergi dan anak-anak diam di rumah sebab suami pergi ke mancanegara. Dan itu yang juga saya saksikan dalam beberapa kasus biasanya alasan yang terutama adalah faktor keuangan.
Mereka tidak mampu untuk memboyong keluarga pindah untuk studi, jadi merelakan si ayah untuk studi di luar. Dan dalam kasus-kasus yang lain, saya malah melihat si ibu yang pergi studi selama beberapa tahun.
GS : Dan kalau memang dilihat itu baik, faktor pekerjaan maupun pendidikan itu juga menyangkut faktor ekonomi atau faktor keuangan Pak Paul, yang satu memang mencari uang, yang satu terkendala tidak bisa pergi karena keuangan mereka tidak mencukupi?
PG : Betul, jadi terpaksa hanya satu orang saja yang pergi.
(2) GS : Dan bagaimana seseorang dapat membangun keintiman di dalam pernikahannya itu. Keintiman itu membutuhkan kebersamaan, dengan mereka seperti yang tadi Pak Paul contohkan penyiar televisi dan sebagainya itu, bagaimana mereka membangun keintiman nya?
PG : Sudah tentu akan terputus dan terganggu. Jadi kalau ada orang yang berdalih bahwa kami tetap menjalani keintiman itu sehingga tidak punah, tapi kalau dikatakan masih bisa membinanya da menumbuhkannya saya kira tidak.
Saya kira pada saat orang berpisah di sanalah keintiman akan berhenti, sebab keintiman itu memerlukan interaksi yang riil dan fisik.
(3) IR : Dalam kaitan dengan firman Tuhan, bagaimana dengan suami-istri yang terpisah ini Pak Paul?
PG : Alkitab tidak membahas hal itu secara langsung, jadi Alkitab memang tidak mengatur tentang hal-hal yang tadi kita bicarakan ini. Apakah harus selalu bersama atau tidak, contohnya saya jga harus kemukakan meskipun saya tahu ada sebagian orang yang tidak setuju dengan pola hidup hamba Tuhan yang sering pergi.
Petrus sudah menikah sewaktu mengikut Tuhan, dan kita tahu Petrus jarang di rumah. Jelas-jelas Petrus itu adalah seorang penginjil yang keliling-keliling dengan Tuhan.
IR : Soal tanggung jawabnya, misalnya si suami yang pergi, tanggung jawab untuk pendidikan anak-anaknya, bukankah harus ikut bertanggung jawab Pak Paul, itu bagaimana?
PG : Betul, jadi sudah pasti akan ada gangguan, namun apakah gangguannya akan berdampak besar atau tidak harus dilihat dari sudut kompensasi dari pihak-pihak lain. Sebab memang masalah-masalh ini sering kali tidak terlalu hitam putih.
Saya mengatakan ini bukannya karena saya ingin membela diri sebagai hamba Tuhan bahwa tidak apa-apa hamba Tuhan begitu, sebab memang tetap ada dampaknya bagi anak-anak dan istri. Tapi yang menarik adalah yang dilakukan oleh Petrus, Petrus itu pergi mengikut Tuhan selama 3 tahun ke mana-mana, dari suatu kota ke kota, dari Yudea yang di Selatan ke Galilea yang di Utara pulang balik Galilea-Yudea, Galilea-Yudea, jadi berarti jarang sekali di rumah. Dan tidak pernah Tuhan sekalipun menegur Petrus, "Petrus pulang, bersama istri dan anak-anakmu".
IR : Tetapi itu juga mempengaruhi Pak Paul, cinta kasih anak tidak bisa akrab misalnya karena ayahnya yang sering keluar.
PG : Betul, jadi memang kita harus perhatikan beberapa faktor, kita memang tidak bisa secara kaku menggeneralisasi harus seperti ini atau harus seperti itu. Misalnya saya pernah mendengar sutu kesaksian, dan bukan hanya satu mungkin ada beberapa yang pernah saya dengar di mana ada yang harus pergi meninggalkan keluarga.
Di satu pihak ayah yang pernah saya dengar, tapi saya juga pernah dengar kesaksian ibu yang harus pergi meninggalkan rumah tangga. Karena kebutuhan kerja, tidak ada lagi kerja di sana dan harus pergi keluar kota untuk bekerja. Jadi itu beberapa kali saya saksikan, nah dalam keadaan seperti itu terpaksa memang mereka harus berpisah. Berdampak atau tidak pada anak-anak? Berdampak. Jadi saya pernah mendengar kesaksian ini orang yang luar biasa rindu dengan orang tuanya, ini bukan hanya satu kasus yang saya dengar tetapi beberapa kali.
GS : Tapi sekarang komunikasi itu begitu majunya Pak Paul, berkembang dengan begitu pesat, banyak orang mengatakan: "kita masih tetap bisa berkomunikasi, per telepon bahkan bisa melihat wajahnya." Itu 'kan bisa menolong.
PG : Sudah pasti membantu dibandingkan dengan zaman dulu, tidak ada telepon. Kalau tulis surat juga berminggu-minggu baru tiba, tapi tetap tidak sama dengan kehadiran yang langsung atau riil Meskipun si ayah itu pendiam misalnya jarang berbicara atau si ibu itu pendiam jarang berbicara, tetap berbeda dibandingkan kalau si ibu atau si ayah itu tidak di rumah sama sekali.
GS : Berarti kehadiran orang itu membawa pengaruh positif dalam keluarga ya?
PG : Betul, jadi kehadiran itu akan melahirkan ikatan batiniah yang hanya akan timbul kalau orang itu hadir secara fisik. Misalkan kita ini mempunyai teman, baru membina persahabatan dengan ia selama satu bulan dia harus pindah kota.
Saya kira 10 tahun kemudian waktu kita bertemu, kita tidak bisa berkata hubungan kita sudah bertumbuh seperti apa, tidak, ya mungkin bertemu dalam hal pengenalan karena dia cerita-cerita. Tapi kedekatan itu saya kira tetap terbatas.
GS : Karena begini Pak Paul, ada orang yang memaksakan diri untuk pulang karena bekerja di luar kota. Pagi-pagi berangkat, malam pulang ke rumahnya, sampai di rumah karena kelelahan dia tidur, pagi-pagi dia bangun berangkat lagi. Lalu pasangannya berkata, "daripada kamu begini, kamu hadir tidak hadir berarti sama saja. Jadi lebih baik tinggal saja di kota itu", bagaimana pendapat seperti itu?
PG : Ya tergantung pada misalnya secara finansial apakah pulang balik itu akan memakan banyak ongkos dan bisa atau tidak mereka tanggung. Tapi kalau masih bisa, masih memungkinkan tetap sayaakan lebih setuju kalau pulang.
GS : Tapi pulang untuk tidur saja Pak Paul, jadi makan sebentar, berbincang-bincang sebentar karena kelelahan lalu tidur.
PG : Namun lain dengan ada orang dan tidak ada orang di rumah. Anak misalkan mempunyai suatu ingatan bahwa waktu dia tidur malam, papanya tidur di kamar sebelah. Itu berbeda dengan waktu diatidur malam, dia tahu papanya tidak ada di sana.
Itu berbeda dan akan meninggalkan kekosongan bagi si anak itu.
GS : Kalau Pak Paul berbicara tentang anak, anak ini mungkin kalau sudah besar misalnya sudah SMA dampaknya agak berkurang, dibandingkan kalau anak itu masih kecil TK ya?
PG : Betul, jadi anak-anak itu secara natural sebetulnya akan memberitahukan kita, berapa siapnya mereka untuk ditinggalkan. Pada waktu masih kecil saya kira tidak siap, dia akan menangis. Tpi kalau sudah belasan tahun 15, 16-an tahun saya kira mereka lebih siap.
Karena pada usia itu mereka sudah mulai mengkoneksi diri, menempelkan diri dengan orang lain atau teman-temannya.
IR : Tapi anak-anak remaja sebetulnya membutuhkan Pak Paul?
PG : Tetap butuh, jadi yang mereka butuhkan pada usia-usia remaja memang bukanlah kedekatan maksudnya disayang-sayangi seperti waktu kecil, tapi yang dia perlukan orang yang bisa diajak disksi, bicara, dapat memberikan pengarahan.
Sebetulnya itu adalah tugas orang tua pada anak-anaknya di usia remaja.
(4) GS : Tadi Bu Ida menyinggung tentang firman Tuhan. Dalam hal ini saya pernah membaca di Korintus, kalau tidak salah Paulus mengingatkan jemaat Korintus agar mereka suami-istri itu tidak saling menjauhi kecuali untuk alasan berdoa, apa betul seperti itu Pak Paul?
PG : Sebetulnya itu bukan menjauhkan diri dalam hal berpisah, sebetulnya berkonteks dalam hubungan badan atau hubungan seksual. Jadi Paulus menekankan bahwa tubuhmu adalah tubuh pasanganmu aau tubuhmu adalah milik pasanganmu.
Hai suami tubuhmu adalah milik istrimu dan hai istri tubuhmu adalah milik suamimu. Hendaklah engkau saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Paulus membicarakan kebutuhan seksual dan jangan akhirnya kita menjauhkan diri dari hubungan seksual ini, tetap harus dipelihara, tetap harus memberikan kebutuhan ini. Tapi kadang kala untuk tujuan berdoa kita tidak lakukan itu dulu.
GS : Ya tapi kalau kehidupan mereka terpisah, yang tadi kita bicarakan keluarga jarak jauh, otomatis tidak ada konteks seksual.
PG : Betul, jadi kalau ditanya sudah pasti idealnya suami-istri itu bersatu, sebab memang konsep pernikahan adalah suatu penyatuan. Namun kenyataan dalam hidup ini memperlihatkan adakalanya idup tidaklah seideal yang kita inginkan.
Ada faktor-faktor yang terlibat misalnya tadi yang saya sebut, faktor pekerjaan di mana orang akhirnya harus pindah ke kota lain. Kalau dia tidak pindah tidak kerja, tidak ada nasi di periuknya.
(5) GS : Katakanlah yang ideal itu tidak bisa terpenuhi Pak Paul, pilihannya mereka harus jarak jauh. Menempuh pola keluarga jarak jauh tentu harus ada penyesuaian, baik istri maupun suami untuk menerima keadaan yang seperti itu. Apa yang Pak Paul sarankan kalau seandainya itu harus terjadi?
PG : Nomor satu tetap misalkan si ayah yang harus pergi, itu menjadi bagian dari keluarga tersebut. Misalkan setiap malam ibu bisa mengajak anak-anak berdoa untuk si ayah yang bekerja dan teus tekankan pada si anak bahwa si ayah pergi karena terpaksa, bukan karena keinginannya.
Jadi sekali lagi saya menekankan keterpaksaan itu dalam pengertian begini, saya dapat tawaran, jenjang karier saya akan naik kalau saya pindah ke kota lain. Namun keluarga tidak memungkinkan untuk pindah bersama dengan saya. Dalam kasus seperti itu, saya akan tetap berkata jangan pergi karena jenjang karier itu bisa engkau tolak dan tetap tinggal pada karier yang sekarang ini, asal bisa tetap tinggal bersama keluarga.
GS : Tapi masalahnya peningkatan jenjang karier biasanya disertai dengan kenaikan fasilitas, kenaikan gaji dan sebagainya, itu sangat dibutuhkan oleh keluarga Pak Paul.
PG : Betul, maka kalau misalkan tanpa kenaikan karier mereka masih bisa hidup dengan layak, saya kira tetap diprioritaskan hidup dengan layak itu dan menolak jenjang kariernya.
GS : Tinggal pilihan saja ya?
PG : Betul, tapi dalam kasus di mana misalkan jelas-jelas seperti sekarang ini banyak orang kehilangan pekerjaan dan tawaran kerjanya memang kebetulan di kota lain dan dia harus bekerja. Say kira itu lain perkara, persoalannya sangat berbeda.
IR : Pak Paul, kalau ada keluarga yang berpisah, kemudian anaknya juga harus berpisah dengan orang tuanya. Misalnya istrinya juga mempunyai pekerjaan di kota lain, suaminya juga di kota lain, anaknya juga di kota lain.
GS : Ini malah 3 tempat bisa kompleks.
IR : Itu bagaimana Pak Paul dampaknya?
PG : Ya dampaknya hubungan mereka akan renggang.
GS : Kalau tadi mungkin Pak Paul katakan, ibu itu masih bisa mengingatkan anaknya bahwa suaminya atau ayahnya itu bekerja di luar kota dan mereka bisa berdoa bersama ya Pak Paul?
PG : Betul, tapi sekali lagi saya mau peka dengan keadaan yang sangat memaksa, sebab saya tahu ada kasus-kasus seperti ini di mana misalkan suami sudah tidak ada lagi, meninggal atau apa, dieraikan, sehingga hanya ada ibu dan anak-anak.
Tapi ibu dan anak-anak tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka, sehingga si ibu itu harus bekerja dan misalkan itu kerja buruh kasar dan harus di luar kota. Membawa anak-anak tidak bisa karena harus menghidupi mereka, karena harus tinggal di mess misalnya dan di kotanya itu ada orang tuanya dia. Jadi dipikir lebih baik dititipkan pada orang tuanya. Dia bawa ke sanapun tidak bisa dari pagi sampai malam dia kerja sebagai buruh kasar, jadi anak-anaknya dia titipkan kepada orang tuanya, pada adiknya atau kakaknya. Itu saya kira keadaan yang sangat terpaksa dan saya kira itu terjadi di kehidupan kita.
GS : Pak Paul kalau suami atau ayah ini kasusnya bukan meninggal tapi berpisah, apa pekerjaan si ibu ini harus merangkap peran ayah atau peran suaminya atau tidak Pak Paul. ' Sebetulnya ayahnya itu masih ada, anak itu tahu ada ayah saya, kalau meninggal lain ya Pak Paul, anaknya memang harus menerima kenyataan kalau ayahnya tidak kembali. Tapi itu kadang seminggu sekali atau dua minggu sekali pulang. Apakah selama ayahnya, suami ini tidak di rumah, apakah ibu ini harus mengambil alih peran ayah?
PG : Akan ada hal-hal yang diambil alih olehnya. Misalkan anak itu berbuat kesalahan dan harus dihukum, si ibu tidak bisa berkata tunggu 2 minggu lagi papa pulang nanti kamu dihukum. Tidak bsa seperti itu jadi harus langsung diberikan hukuman.
Sebetulnya lebih sering tugas seorang ayah memberikan sanksi atau hukuman kepada anak sebagai figur otoritas. Tapi dalam hal itu si ibu harus melakukannya, tapi misalkan ada hal-hal yang lainnya misalnya anak-anak ingin membeli suatu barang yang cukup mahal dan si ibu bisa berkata tunggu ayahmu pulang akan saya diskusikan dengan ayahmu. Jadi sudah pasti akan ada tugas-tugas yang harus diambil alih oleh si ibu, tapi sebisanya untuk tugas-tugas yang besar tetap ditunggu sampai si suami pulang, saya kira lebih baik.
GS : Supaya anak masih tetap membedakan peran ibu dan ayahnya ya Pak Paul?
PG : Itu yang pertama dan yang kedua adalah kehadiran si ayah tetap dirasakan oleh si anak. Sebab ia tetap memberikan sumbangsih dalam pengambilan keputusan. Meskipun frekuensinya diperjaran, namun tetap ada sumbangsihnya.
GS : Kalau sekarang di pihak itu tadi kita bicara yang tinggal di rumah Pak Paul, yang sebaliknya yang meninggalkan rumah karena bekerja tadi. Bagaimana dia harus menyesuaikan diri menghadapi kenyataan seperti ini?
PG : Yang pertama dan yang dia harus lakukan sebisanya adalah memelihara kontak yang sesering mungkin. Misalkan saya waktu sekolah di luar kota, tunangan atau pacar saya yang sekarang jadi itri saya tinggal di kota lain.
Kami membiasakan diri menulis surat setiap hari sekali. Sampainya 3, 4 hari kemudian, tapi kami membiasakan diri menulis surat setiap hari. Sebab waktu menulis kepada istri atau suami kita setiap hari itu, kita sebenarnya sedang memelihara kontak dengan dia, itu penting sekali. Kedua kita mendoakan mereka setiap hari, sehingga mereka terus ada dalam benak dan pikiran kita, kita tidak melupakan mereka. Dan sebisanya kalau memungkinkan kita menelepon mereka secara teratur dan mendengar suara mereka, itu sangat menyegarkan ingatan kita.
GS : Mungkin bisa saling mendoakan lewat telepon ya Pak Paul?
GS : Ada yang mempunyai kebiasaan menempelkan foto-foto keluarga di ruang kerjanya atau di kamarnya itu membantu atau tidak?
PG : Saya kira sangat membantu karena mengingatkan kehadiran anak-anak dan istri mereka.
GS : Tapi di sisi lain Pak Paul, apakah itu tidak mengganggu konsentrasi dia di dalam bekerja?
PG : Seharusnya mengganggu. Saya garis bawahi kata seharusnya, yaitu seharusnyalah jangan sampai dia tidak terganggu lagi. Sebab kalau sampai pada titik dia terganggu berarti bahaya.
GS : Justru berbahaya ya?
IR : Bisa diganggu orang lain.
GS : Justru harus merasakan ketergangguannya itu untuk terus-menerus mengingatkan tanggung jawabnya dia sebagai suami atau ayah. Pihak yang lain adalah anak yang perlu menyesuaikan diri, kalau anak itu sudah cukup besar. Apa yang harus dilakukan anak, apalagi tadi yang Bu Ida katakan, ibunya jadi pisah sama sekali.
PG : Saya sarankan sebaiknya pekerjaan yang di luar kota itu sebisanya hanya bersifat sementara, sehingga anak bisa menargetkan bahwa dalam waktu berapa lama dia akan kumpul lagi dengan ayahya atau dengan ibunya, sebisanya itu yang harus dia lakukan.
IR : Apa itu tidak ditinjau dulu dari keadaan anak Pak Paul. Kalau anak ini bisa ditinggalkan mempunyai tanggung jawab mungkin bisa, tapi kalau anak ini tidak bertanggung jawab misalnya nakal apakah ibu atau ayah ini harus rela juga meninggalkan anak ini.
PG : Susah dibilang, idealnya sudah tentu dia tidak meninggalkan anaknya. Tapi saya harus mengakui kenyataan tidak semudah itu. Misalkan waktu saya mengunjungi seseorang di Singapura dia memunyai pramuwisma, pembantu rumah tangga dari Jawa Tengah yang bekerja di Singapura.
Saya bertanya kepada pramuwisma ini bahwa dia mempunyai anak, dan mempunyai suami juga tapi dia yang harus bekerja mendukung keuangan keluarganya. Saya tidak bertanya suaminya di mana, mungkin tidak bersama dia lagi. Tapi yang menjadi tanggungannya adalah anaknya, dan dia bekerja di Singapura untuk mendukung keuangan anak-anaknya juga. Waktu saya tanya berapa kali pulang, dalam waktu 3, 4 tahun baru pulang sekali kalau tidak salah karena biayanya sangat tinggi, dan itu adalah kenyataannya juga. Jadi cukup banyak saya melihat masalah-masalah seperti ini, sudah tentu kita bersedih hati tapi dalam keadaan seperti itu saya harus tetap mengakui itu adalah salah satu kasus keterpaksaan. Lain dengan kasus yang tadi saya ceritakan penyiar televisi yang langsung dari awalnya sudah berpisah atau mereka dua-duanya orang yang kaya raya luar biasa, tapi dua- duanya tidak bisa mengalah.
GS : Dengan begitu anaknya mengikut yang mana Pak Paul?
PG : Kebetulan tidak punya anak.
GS : Atau memang sengaja menghindari itu Pak Paul?
PG : Betul, mungkin juga.
GS : Karena itu akan mempersulit mereka.
IR : Dan kalau jarak jauh itu memungkinkan, bukankah hubungan keakraban itu makin lama makin renggang Pak Paul?
PG : Pasti akan berkurang, saya kira itu kenyataan. Dan yang sudah pasti adalah akan menciptakan kebutuhan untuk diisi yang lainnya, jadi sudah pasti akan menambah kerawanan dalam kehidupan ita.
GS : Mungkin ekses-eksesnya, tapi nanti dalam kesempatan-kesempatan yang lain kita akan coba bicarakan karena ini masalah yang sangat kompleks, tetapi sering kali menjadi kenyataan di dalam kehidupan juga keluarga-keluarga di Indonesia. Tapi sebelum kita menyudahi perbincangan kita kali ini, mungkin Pak Paul akan menyampaikan sebagian firman Tuhan.
PG : Satu ayat dari Amsal 12:2, "Orang baik dikenan Tuhan, tetapi si penipu dihukumnya." Saya kira inilah prinsip kita, Pak Gunawan dan Ibu Ida yakni Tuhanlah yang memeriksa hat orang, kenapa dia harus meninggalkan keluarganya dan apa yang diperbuatnya tatkala ia berpisah dengan keluarganya.
Sebab kalau dia memelihara hati yang baik, hidup yang berkenan kepada Tuhan pasti Tuhan akan menerima. Tapi kalau ada orang yang mau menipu Tuhan dan menipu keluarganya, meninggalkan keluarganya tidak akan diperkenan Tuhan. Pasti suatu kali nanti akan menerima ganjarannya. Tapi meskipun orang baik saya kira tetap ada dampak negatifnya, Tuhan juga akan menolongnya.
GS : Saya percaya Amsal 12 ini akan sangat memberikan penghiburan dan kekuatan bagi mereka para pendengar. Kita yang mungkin saat ini sedang dalam kesendiriannya Pak Paul, entah karena bekerja, entah belajar di kota lain, namun kami percaya bahwa perbincangan kita bisa menghangatkan suasana hati mereka. Dan mungkin mereka akan segera menelepon pasangannya atau menulis surat kepada pasangannya.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga. Bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja membicarakan tentang sebuah topik "Keluarga Jarak Jauh," kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 41 A
- Bagaimana sebenarnya keluarga jarak jauh itu?
- Kemudian bagaimana cara pasangan ini membangun keintiman?
- Menurut firman Tuhan bagaimana dengan suami istri yang terpisah ini?
- Dalam Korintus ditulis suami istri tidak boleh saling menjauhi kecuali untuk alasan berdoa, apa maksudnya?
- Apa yang sangat perlu dilakukan bagi istri maupun suami yang akhirnya harus terpisah juga?