"Tatkala Anak Sukar Mengingat" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Anak Sukar Mengingat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Salah satu masalah yang dihadapi oleh orangtua di dalam membantu anaknya belajar adalah anaknya sukar mengingat, sudah diajar dan dilatih berkali-kali, pada saat itu dia bisa mengingat tetapi pada saat ulangan hasilnya jelek. Dan kalau ditanya, anaknya berkata lupa, ini masalahnya bagaimana Pak Paul?
PG : Ini masalah yang benar-benar menjadi sumber banyak frustrasi orangtua, saya sendiri masih mengingat istri saya kalau mengajarkan anak-anak dulu, pasti harus marah, berteriak sedikit. Karea nomor satu membuat anak menghafal saja itu sudah susah, besoknya yang sudah dihafalkan tidak bisa diingatnya lagi.
Jadi saya mengerti ini sering kali menjadi pergumulan para orangtua di rumah. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pertama-tama harus memahami cara kerja memori di dalam otak kita. Memori dapat dibagi dalam dua jenis, yang pertama adalah memori jangka pendek dan yang kedua memori jangka panjang. Hal yang kita ingat dalam memori jangka pendek biasanya hal-hal yang kita alami atau kita catat lewat otak kita atau lewat indra kita, namun hal-hal itu tidak memberi kesan yang terlalu mendalam. Maka biasanya memori tersebut atau data tersebut tersimpan hanya mungkin dalam hitungan menit atau paling lama satu jam atau dua jam. Misalkan, waktu kita makan kita merasa senang, setelah itu kira-kira dua, tiga jam kemudian dalam percakapan orang bertanya, "tadi makan apa". Kita biasanya memerlukan beberapa detik untuk bisa mengingat, tadi kita makan apa. Kalau sudah lewat satu hari, ditanya kemarin makan apa, kita mungkin bisa lupa kemarin pagi makan apa. Berarti hal-hal yang kita alami yang tidak memberikan kesan mendalam umumnya hanya bertahan dalam hitungan menit atau hitungan jam, setelah itu akan hilang. Tapi kalau hal itu berkesan maka kesan tersebut akan tersimpan di memori jangka panjang, sehingga kita bisa mengingatnya untuk waktu yang lama. Sebagai contoh, kita makan sesuatu kemudian sakit perut sehingga harus dirawat di rumah sakit selama dua sampai tiga hari gara-gara sakit perut itu. Saya kira peristiwa ini akan kita ingat sampai bertahun-tahun; tiap kali seseorang membicarakan tentang makanan tersebut kita langsung berkomentar, "O....ya...ya...makanan itu, saya makan sampai akhirnya masuk rumah sakit." Kenapa? Sebab data tersebut mempunyai makna yang mendalam sehingga akhirnya kita simpan di memori jangka panjang.
GS : Jadi masalahnya adalah pada kita berkesan atau tidak, pada hal pelajaran itu sesuatu yang sudah rutin, setiap hari dilakukan. Bagaimana bisa menimbulkan suatu kesan dalam otak anak?
PG : Ini suatu pertanyaan yang baik sekali Pak Gunawan, sebab itulah kenyataannya kebanyakan anak-anak memang tidak memiliki kesan yang mendalam terhadap pelajaran yang diterimanya. Jarang sekli anak-anak kecil itu sudah mengembangkan minat yang jelas terhadap mata pelajaran tertentu, pada umumnya semua mata pelajaran sama.
Artinya, sama-sama tidak mengesankan atau sama-sama tidak menarik. Berarti untuk dimasukkan ke dalam memori jangka panjang, perlu alat bantu. Alat bantunya yaitu kita mesti mencicil informasi, karena ternyata kalau kita mencicil informasi kemungkinan informasi itu bertahan dalam memori jangka panjang akan lebih besar, dibandingkan dengan kita belajar sehari sebelum ujian. Mungkin besok masih teringat 80%, 75% namun setelah itu beberapa hari kemudian semua data itu hampir terhilang, jadi kita mesti mencicilnya. Yang kedua adalah memang kita harus mengulangnya berkali-kali, materi yang kita ulang berkali-kali akhirnya masuk ke dalam memori jangka panjang. Jadi dengan kata lain untuk menolong anak-anak belajar supaya materi itu masuk ke dalam memori jangka panjang, kita harus melakukan dua hal itu belajarlah secara mencicil, jangan sehari sebelumnya baru belajar; cicillah pelajaran itu sedikit demi sedikit. Dan yang kedua, terus-menerus harus diulang. Yang hari ini kita pelajari, besok mesti kita ulang kembali, besoknya lagi kita mesti ulang lagi, jadi terus diulang seperti itu. Waktu ulangan kemungkinan yang lebih besar adalah si anak akan dapat mengingatnya, karena data tersebut telah tersimpan di memori jangka panjang.
GS : Tetapi di dalam proses mengingat kembali, sebenarnya cara kerjanya bagaimana?
PG : Biasanya kita mengingat kembali itu lewat proses yang kita sebuat asosiasi. Kita mengingat sesuatu yang konkret, yang jelas, sehingga nanti lewat itu kita akan bisa memanggilnya. Anggap ajalah anak kita berhasil belajar dan mengingatnya semalam sebelumnya, terus kemudian keesokan harinya dia ulangan dia bisa mengingatnya.
Apa yang terjadi? Yang ingin saya paparkan adalah beberapa kemungkinan penyebabnya. Yang pertama adalah si anak tidak dapat memancing keluar informasi itu karena kemarin materi itu baru masuk ke memori jangka pendeknya belum masuk ke memori jangka panjangnya. Kenyataan si anak dapat mengulang dengan baik, waktu kita bertanya, mengetesnya, dia bisa menjawab dengan baik; itu mungkin disebabkan materi itu masuk ke dalam memori jangka pendek, sehingga dalam hitungan menit atau bahkan dalam jam yang sama itu materinya masih tersimpan di memori jangka pendek dan dia masih dapat panggil keluar, itu sebabnya dia masih bisa menjawab. Kita sudah keburu senang, beranggapan bahwa si anak pasti bisa, tapi sebetulnya belum. Sebab sekali lagi proses penyimpanan memang umumnya dilakukan lewat metode mencicil dan metode mengulang, kalau malam itu saja dipadatkan sekaligus, kemungkinan besar materinya hanya menyangkut di memori jangka pendek. Itu sebabnya 24 jam kemudian sewaktu diuji, materi tersebut tidak bisa dia panggil keluar karena sudah tidak ada lagi di memori jangka pendek.
GS : Dalam hal ini, latihan itu sangat penting. Sesuatu yang sudah dia terima misalnya menggunakan rumus. Dia memang hafal rumusnya itu tetapi untuk menggunakannya dalam memecahkan soal, dia kesulitan tanpa melakukan latihan. Nah apakah ini terkait dengan asosiasi tadi?
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, latihan dalam pengertian menerapkan rumus yang telah dipelajari ke dalam situasi atau problem yang spesifik, itu akan menolong si anak untuk mengingatnya. Karenananti si anak dapat mengingat lewat situasi yang spesifik itu.
Waktu dia mengingat situasi yang spesifik itu, dia mulai mengingat kembali rumusnya atau prinsip yang dapat dia gunakan untuk diterapkan dalam situasi yang spesifik itu.
GS : Juga dalam hal ini ada anak yang cepat mengingat nama-nama orang, jadi dia hafal betul dengan nama-nama keluarga. Tetapi ada anak yang sulit mengingat-ingat nama keluarganya sendiri, apakah ini juga terkait?
PG : Terkait sekali. Memang kemampuan kita itu jarang sekali merata di segala bidang, kita cenderung hanya kuat dalam bidang tertentu. Ada anak-anak yang memang mempunyai kemampuan yang tingg di dalam menghafal nama, tapi anak yang sama itu kalau misalkan diminta untuk memecahkan problem yang bersifat matematik atau analitik, dia bisa akan sangat-sangat kesusahan.
Dan rumus yang diajarkan dengan kuadrat, dengan akar dan sebagainya tetap tidak bisa terekam di kepalanya. Tapi kalau misalkan menghafal nama tempat, atau menghafal tanggal, dia bisa benar-benar mengingatnya untuk waktu yang lama sekali. Itu dikarenakan kita memang tidak memiliki kemampuan yang sama di segala bidang. Jadi kita mesti mengerti juga kemampuan anak kita.
GS : Tetapi apakah ada alasan yang lain kenapa anak sulit untuk mengingat?
PG : Adakalanya anak memang tidak berminat terhadap materi yang diajarkan, itu sebabnya waktu kita mencoba menolongnya belajar, mengingatnya, sangat susah sekali. Karena kalau kita tidak memintinya, waktu kita mencoba memasukkannya ke dalam memori baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan timbul perlawanan dari dalam diri kita.
Yaitu perlawanan yang memang kurang menyukainya, kurang bisa menikmatinya, karena itulah sifat dasar manusia kalau kita harus mengadopsi sesuatu atau memasukkan sesuatu yang tidak kita minati, biasanya secara alamiah akan timbul perlawanan. Akhirnya materi itu mengalami kesukaran untuk masuk ke dalam diri kita. Tapi kalau kita memang meminatinya, otomatis materi tersebut akan mudah untuk masuk dan kita ingat.
GS : Memang yang sulit itu membangkitkan minat anak terhadap pelajaran yang memang dia tidak sukai. Nah bagaimana orangtua bisa berkreasi atau lebih kreatif membangkitkan minat anak ini ?
PG : Ini sebetulnya terkait dengan penyebab yang berikutnya. Adakalanya anak-anak tidak dapat memancing keluar materi pelajaran sebab anak tidak tahu bagaimana caranya memanggil keluar materi ang telah tersimpan di memori jangka panjang itu.
Maksudnya begini, biasanya materi itu keluar lewat cara asosiasi, yakni mengasosiasikan informasi tertentu dengan informasi lainnya yang mudah atau yang telah diingatnya. Jadi untuk orangtua menolong si anak agar dapat menumbuhkan minat sehingga dapat mengingatnya dengan lebih baik, dan pada waktu ulangan dapat memanggil informasi itu keluar; si anak memang perlu ditolong untuk dapat menerapkan situasi tersebut di dalam contoh-contoh konkret, karena contoh konkret itu yang akan diingat oleh si anak. Waktu si anak mau memanggilnya, ia memanggil lewat contoh konkret tersebut dan minat akan cenderung bertumbuh atau meningkat tatkala si orangtua atau si guru berhasil menyajikan informasi tersebut dalam contoh konkret. Kecenderungan kita adalah tidak begitu menyukai sesuatu yang tidak dapat kita terapkan; kalau dapat kita terapkan dan bagi kita itu konkret sekali, jelas sekali, kita lebih menumbuhkan minat untuk mempelajarinya. Saya berikan contoh antara saya dan anak saya. Saya menyukai hal-hal sosial, maka pelajaran-pelajaran yang bersifat sosial lebih mudah saya ingat dan bagi saya itu sangat konkret dan sangat jelas. Tapi kalau untuk mengingat hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan seperti fisika, saya mengalami kesulitan sebab saya tidak bisa menerapkannya dalam situasi yang konkret. Anak saya mempunyai kecenderungan yang berbeda dengan saya. Anak saya menyukai fisika, saya bertanya, "Kenapa?" Dia berkata, "Bagi saya itu sangat konkret, sangat jelas." Nah saya bingung sekali, sebab saya mengalami kesulitan mengkonkretkannya tapi dia tidak; bagi dia itu sangat jelas dan sangat konkret. Maka dia sangat berminat mempelajari fisika. Jadi orangtua dapat menolong menumbuhkan minat anak dengan cara mengaplikasikan pelajaran itu dalam contoh-contoh kehidupan yang konkret.
GS : Apakah itu terkait dengan bakat?
PG : Kalau memang anak itu mempunyai bakat ke arah tersebut, sudah tentu dia akan lebih mudah menyerap pelajaran tersebut. Dan inilah sesuatu yang anak akan bawa dari lahir. Misalkan pelajara musik, ini adalah pelajaran yang tidak bisa dipaksakan, karena akan ada anak-anak tertentu yang memang tidak mempunyai bakat musik, sehingga untuk mengingat not akan kesulitan, untuk membedakan nada juga setengah mati susahnya.
Sebaliknya kalau memang ada anak yang mempunyai bakat musik, dia akan mudah sekali mengenali not; bahkan bagi anak-anak tertentu dia tidak usah melihat not-nya dia bisa menuliskan not di benaknya atau di kepalanya saja, dan dia bisa langsung menyanyikan nada suara tersebut. Apalagi di sini kita memang melihat bakat si anak akan mempengaruhi kemampuan si anak menyerap pelajaran tersebut.
GS : Yang membuat saya tidak jelas itu yang awal yang mana, karena anak itu berbakat kemudian berminat atau dia berminat kemudian dia berbakat?
PG : Biasanya bakat adalah awal, karena si anak itu sudah membawa bakat tertentu. Sebetulnya pada umumnya bakat itu tidak jauh berbeda dari orangtua, kalau si orangtua pecinta seni, hampir dapt dipastikan sebagian atau mungkin semua anak-anaknya akan mencintai seni.
Atau orangtuanya memang seorang pedagang, dua-dua berdagang; lebih besar kemungkinan anak-anaknya juga akan mempunyai bakat dalam hal dagang. Karena memang kita mewarisi dari orangtua bakat-bakat yang mereka miliki pula, jadi itulah awalnya. Karena dia memiliki bakat itu, waktu dia mempelajari bidang tersebut dia bisa menguasainya. Karena dia bisa menguasainya, dia tambah menyukai bidang tersebut. Kebalikannya, kalau kita tidak mempunyai bakat tersebut, mempelajari bidang itu kita akan mengalami kesulitan-kesulitan. Contoh, kita tidak mempunyai bakat musik, diminta belajar musik maka setengah mati susahnya. Tidak bisa mengenali nada suara, kunci apa dan sebagainya tidak bisa, nah akhirnya yang terjadi adalah kita frustrasi, kita tambah tidak tertarik. Karena kita tidak suka mempelajari sesuatu yang tidak bisa kita kuasai, akhirnya kita tinggalkan bidang tersebut.
GS : Jadi dalam membimbing anak belajar, kita sebagai orangtua perlu mengenali bakat anak kita, sehingga kita memang tidak perlu memaksakan apa yang tidak dimiliki sebagai bakat, Pak Paul?
PG : Nah masalahnya kadang-kadang orangtua kurang dapat menerima dirinya. Misalnya dia lemah di bidang ilmu pengetahuan, teknik dan sebagainya, tapi si orangtua mempunyai idealisme, bahwa oran yang cerdas adalah orang yang menguasai bidang-bidang ilmu pengetahuan.
Si orangtua selalu menganggap dirinya tidak cerdas karena tidak menguasai bidang-bidang ilmu pengetahuan tersebut. Itu sebabnya orangtua benar-benar mendorong dan memotivasi si anak untuk berprestasi sangat baik di bidang ilmu pengetahuan. Masalahnya adalah kalau kedua orangtua bukan dari bidang ilmu pengetahuan, lebih besar kemungkinan si anak pun mewarisi bakat orangtua yakni bukan bidang ilmu pengetahuan. Tapi kalau si orangtua tidak bisa menerima situasinya, mereka justru menuntut si anak mengembangkan kemampuan yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan, kasihan si anak. Karena dia dipaksa untuk menguasai sesuatu yang memang dia tidak mempunyai bakat untuk itu. Jadi orangtua saya kira penting untuk bisa mengintrospeksi diri dan lebih menerima si anak apa adanya.
GS : Pak Paul, tadi yang kita bicarakan adalah faktor-faktor yang ada dalam diri anak; apakah faktor di luar diri anak juga membuat seorang anak sulit untuk mengingat apa yang dia pelajari?
PG : Sudah tentu akan ada Pak Gunawan, contoh: misalkan di sekolah si anak itu sangat takut dengan gurunya, karena dalam ulangan yang lampau sewaktu si guru menemukan ada siswa yang nilainya buuk, dia marah.
Dia menyebut anak itu, dia menunjuk-nunjuk anak itu di kelas, itu benar-benar menimbulkan ketakutan pada banyak anak di situ. Akibatnya waktu ujian, karena ketakutan akan gagal dan dipermalukan; benar-benar dia tidak bisa berpikir, konsentrasinya pecah, sebab kecemasan akan menghambat kita untuk berkonsentrasi. Untuk mengingat sesuatu yang tersimpan dalam memori jangka panjang, kita memang perlu untuk tenang, berkonsentrasi; kalau kita tidak bisa berkonsentrasi akibat kecemasan biasanya kita sukar sekali untuk mengingatnya.
GS : Ada pula karena di rumah terlalu gaduh atau karena orangtuanya sedang bertengkar, anak juga akan sulit berkonsentrasi dan menyerap pelajaran yang dia hafalkan.
PG : Betul sekali, jadi suasana belajar di rumah itu juga akan sangat berperan. Kalau si anak di rumah terlalu sering mendengar konflik, pertengkaran, atau orangtuanya juga sering memarahinya arena dia di dalam pelajaran kurang begitu bisa, nah suasana ini sudah tentu akan memberikan dampak pada si anak yaitu dia tegang.
Dia mungkin bisa mengulang seperti yang orangtuanya minta malam itu, dalam ketegangan memori jangka pendek masih bisa menyerap apa yang dipelajarinya. Tetapi hanya berhenti sampai di memori jangka pendek, tidak masuk ke dalam memori jangka panjang karena dihalangi oleh ketakutan dan ketegangannya. Itu sebabnya tatkala esok ulangan, dia tidak bisa memanggil keluar memori tersebut karena sudah tidak ada lagi. Jadi ini penting untuk orangtua sadari. Anak-anak perlu suasana belajar yang kondusif, yang tenteram, yang memberikan dukungan dan harapan, bukan suasana belajar yang menakutkan. Semakin kita menciptakan suasana belajar yang menakutkan, anak akan makin mengalami kesulitan belajar.
GS : Tapi ada anak baru bisa belajar kalau mendengar musik yang keras, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Kita memang harus menerima "kelainan" dalam pengertian kita dulu tidak begitu tapi sekarang anak kita begitu. Sebab memang ada kecenderungan anak-anak sekarang itu lebih "multi-tasking". Multi-tasking" berarti dapat mengerjakan beberapa hal sekaligus.
Misalnya, sewaktu dia belajar dia harus mendengarkan musik terus tangannya sembari menuliskan PR-nya, dia juga bisa chatting lewat komputer. "Multi-tasking" sudah tentu baik dalam pengembangan kreatifitas, karena bisa spontan mengembangkan diri lewat ide-ide yang segar, dari berbagai sudut bisa melihat masalah, itu sudah tentu keunggulannya. Tapi kelemahannya adalah kalau anak-anak belajar dengan cara seperti itu, besar kemungkinan si anak memang tidak memasukkan materi tersebut di memori jangka panjangnya. Kalau pun besok dia bisa ingat, kemungkinan besar hanya tersimpan di memori jangka pendek, sebab keesokan harinya lagi dan keesokan harinya lagi; dua, tiga hari kemudian dia sudah melupakannya. Jadi kelemahan dari "multi-tasking" adalah kehilangan kesempatan untuk mendalami, karena materi tidak sempat masuk sampai ke dalam.
GS : Tapi biasanya memang tujuannya untuk jangka pendek, hanya untuk menjawab soal-soal ulangan besok atau ujian besok, jadi dia pikir tidak apa-apa, pokoknya besok saya bisa menjawab. Untuk mengendapkan apa yang dia sudah pelajari, apakah ada kiat-kiat tertentu?
PG : Yang tadi saya singgung adalah menerapkannya. Saya mendapat berkat dari tulisan Bp. Yohanes Surya di surat kabar tentang penerapan fisika. Dulu waktu saya SMA tidak tertarik dengan fisik, karena memang saya tidak bisa menerapkannya dalam situasi kehidupan.
Waktu saya membaca tulisan Bp. Yohanes, saya sangat-sangat kagum dengan kecerdasan beliau tapi yang membuat saya belajar banyak adalah penerapannya itu. Ternyata bisa diterapkan dalam situasi ini, bisa diterapkan dalam fenomena itu, sehingga tiba-tiba saya cukup tertarik. Jadi rupanya kalau orang melihat kegunaannya, orang itu akan lebih tertarik untuk mempelajari. Kenapa anak-anak sering kali mengalami kesulitan mempelajari, karena anak-anak tidak bisa melihat kegunaannya.
GS : Jadi peran guru dan orangtua sangat besar untuk menolong anak agar bisa mengingat dengan baik, Pak Paul.
GS : Apakah dalam hal ini Pak Paul ingin menyampaikan firman Tuhan yang tepat untuk ini?
PG : Saya akan bacakan Amsal 17:22, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." Ciptakanlah suasana belajar yang ringan sehingga hati anak gembra, dalam kegembiraan dia akan belajar dengan lebih baik.
Kalau kita mematahkan semangat anak dengan ketegangan, bukan saja tulangnya kering, daya ingatnya pun akan juga kering sehingga tidak bisa mengingat apa yang dipelajarinya.
GS : Dan dalam hal ini otak memang harus selalu dilatih untuk bisa menerima sesuatu yang dia baca atau yang dia lihat. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan ini pasti akan bermanfaat bagi para pendengar sekalian. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Anak Sukar Mengingat". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.