Model-Model Pernikahan 2 Faktor Penentu Kesuksesan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T055B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Lanjutan dari T55A

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Saya baru saja membaca sebuah buku yang sangat menarik sekali, buku itu berjudul "Why Marriages Succeed or Failed", mengapa pernikahan bisa sukses atau gagal. Buku yang ditulis oleh John Gartmand ini memaparkan bahwa sebetulnya pernikahan itu sangat unik sekali, seperti baju yang kita pakai itu tidak bisa pas untuk semua orang. Baju itu bisa pas untuk saya tapi mungkin tidak pas untuk orang lain, nah demikian juga dengan pernikahan.

Ada 3 model pernikahan berdasarkan gaya menyelesaikan konflik, tiga model tersebut adalah:

  1. Model pertama disebut "validating", pasangan yang "validating" adalah pasangan yang saling mengukuhkan, saling menguatkan satu sama lain.

    Dalam proses menyelesaikan konflik sekurang-kurangnya ada 3 tahapan:

    1. Tahap pengukuhn, mereka akan duduk bersama, memberikan kesempatan untuk pasangannya mengeluarkan unek-uneknya dan mereka saling mendengarkan.

    2. Tahap pembujukan, masing-masing mencoba meyakinkan lawan bicaranya akan kebenaran pendapatnya. Dengan kata lain masing-masing membujuk pasangannya untuk bisa mengakui bahwa dia benar.

    3. Tahap kompromi, masing-masing mencoba untuk mengalah atau menemukan titik temu atau jalan keluar dari masalah mereka.

    Yang mereka lakukan secara konkret adalah:

    1. Mereka senantiasa berupaya memelihara komunikasi, jadi kalau ada apa-apa yang mengganjal, mengganggu mereka tidak mencoba untuk membicarakannya.

    2. Mereka berupaya untuk saling terbuka.

    3. Mereka tetap berusaha mesra satu dengan yang lain.

    4. Berupaya membagi waktunya dengan pasangan, mengerjakan aktivitas atau hobbynya secara bersama-sama. Dengan kata lain mereka mencoba untuk menjaga kebersamaan tersebut.

    Kelemahan model ini adalah: Suami-istri cenderung mengorbankan minat pribadinya demi kebersamaan dengan pasanganya.

  2. Model kedua adalah volatile berarti tidak stabil mudah naik turun. Pasangannya ini kalau marah, marah tapi kalau mesra luar biasa mesranya.

    Ciri pasangan dalam kategori ini adalah:

    1. Seringkali terjadi pertengkaran tapi mereka juga pasangan yang lumayan hangat dan saling mencintainya.

    2. Tidak saling mendengarkan, dan tidak memberikan kesempatan kepada pasangannya untuk mengutarakan unek-uneknya.

    Ada beberapa tindakan konkret yang tampak nyata dalam model ini yaitu:

    1. Sangat menekankan kejujuran dan keterbukaan.

    2. Mereka sarat dengan kemarahan, namun juga penuh dengan kemesraan.

    Kelemahannya adalah kalau marah mereka langsung bicara apa yang mereka rasakan dan akan menjatuhkan pasangannya, kalau tidak hati-hati akhirnya melewati batas, mereka akan saling menghancurkan dengan kata-kata yang mereka lontarkan.

  3. Model ketiga disebut "avoidant" yaitu pasangan nikah yang cenderung menghindarkan diri dari pertengkaran.

    Cirinya adalah:

    1. Menekankan falsafah setuju untuk tidak setuju. Artinya untuk menghindari pertengkaran mereka cenderung menyetujui meskipun mereka tidak setuju.

    2. Berupaya mengakui perbedaan, tapi tidak berupaya meyakinkan pasangan akan kebenaran pendapatnya.

    Tindakan konkret yang dilakukan pasangan ini adalah:

    1. Yang pertama, saling menghindarkan. Mereka akan menyelesaikan masalah dengan pola menghindar atau meminimalkan problem.

    2. Yang kedua mereka akan menekankan pada apa yang disukai bukan pada apa yang tidak disukai.

    Kelemahan model ini adalah masalah akhirnya tidak diselesaikan dan itu akan mengganggu terus. Segi positifnya pasangan ini tidak saling menyakiti.

Contoh-contoh yang konkret untuk pasangan masing-masing model itu adalah sbb:

  1. Pasangan yang "volatile", pasangan yang tidak stabil, pasangan yang penuh emosi, mereka memang cukup sering bertengkar, namun kalau cinta dan kemesraan mereka 5 kali lebih banyak dari pertengkaran, pernikahan mereka akan kuat.

  2. Pasangan yang "validating" yang saling mengukuhkan, yang saling memberikan pengakuan, dengan kepala dingin dalam menghadapi problem memang tingkat ketegangannya sedang-sedang, tapi cinta dan kehangatan juga sangat tinggi.

  3. Yang terakhir adalah pasangan "avoidant" yang menghindar memang sepintas kurang menunjukkan kemesraan atau kedalaman hati. Tapi yang positifnya adalah sangat sedikit kritikan atau penghinaan, atau pelecehan.

Tindakan atau hal-hal positif dan negatif menurut penemuan Dr. Gartman ternyata menarik sekali.

Tindakan yang negatif:

  1. Ternyata yang dimaksud dengan tindakan negatif bukanlah kemarahan melainkan mencela dan menghina.

  2. Membenarkan diri tidak mau mengalah, defensif dan akhirnya misalkan menarik diri, mengucilkan diri tidak mau kontak dengan pasangannya.

  3. Menolak untuk berbicara dengan pasanganya.

  4. Dan yang terakhir dari tindakan negatif, kesepian dan kesendirian.

Tindakan yang positif
Yang dimaksud dengan tindakan positif adalah:

  1. Memperlihatkan ketertarikan pada apa yang dikatakan oleh pasangan kita.

  2. Menunjukkan kemesraan, misalnya kita menyentuhnya, berpegangan tangan, bercerita tentang masa lalu yang indah, terus menunjukkan kebersamaan kita dengan pasangan, waktu menghadapi problem kita tidak menyalahkan pasangan. Tapi kita berkata ini problem kita berdua, yuk kita hadapi bersama, atau melakukan hal-hal yang simpatik.

  3. Perhatian bisa kita berikan misalnya dengan membelikan sesuatu yang disenangi oleh pasangan kita.

  4. Juga di dalam menghargai pernikahan itu sendiri, misalnya kita mengingat-ingat kebaikannya dia. Bahwa dia adalah seorang istri yang telah mengabdi, berkorban untuk kita dan kita sampaikan pujian itu.

  5. Tindakan yang mencerminkan penghargaan adalah, kita tidak sedikit-sedikit melawan, berdebat dengan dia, tidak setuju.

  6. Kadang-kadang bercanda juga bisa mengakrabkan dan saling mendekatkan.

  7. Kalau memang kita telah menyusahkannya atau melukainya, permintaan maaf itu sangat dibutuhkan.

  8. Yang lain lagi misalnya adalah menerima dan menghormati pandangannya meskipun kita berbeda pandang.

Efesus 4:1, "Sebab itu aku menasehatkan kamu, aku orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." Jadi pada intinya lepas dari model pernikahan, siapa kita, dan apa kepribadian kita, kita dipanggil Tuhan hidup untuk sepadan dengan panggilan Tuhan itu. Jadi tetap tolok ukurnya adalah Tuhan apa yang Tuhan inginkan, apa yang Tuhan memang kehendaki itulah yang coba kita lakukan.

Efesus 4:25,26 "Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu marah janganlah kamu berbuat dosa, janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu dan janganlah berikan kesempatan kepada Iblis."

Firman Tuhan memberikan kita beberapa petunjuk, yang sangat jelas:

  1. Tuhan meminta kita untuk jujur, jangan berbohong.

  2. Tuhan juga berikan ruangan adanya kemarahan dalam kehidupan manusia, tapi yang Tuhan tekankan adalah jangan sampai kemarahan ini berubah menjadi suatu dosa.