Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengikis Ketamakan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kita memiliki kecenderungan untuk tamak, untuk serakah, selalu tidak puas dengan apa yang kita miliki dan kita tahu sebenarnya ini bertentangan dengan Firman Tuhan, namun bagaimana kita bisa keluar dari dosa ketamakan ini, Pak Paul ?
PG : Betul sekali apa yang Pak Gunawan katakan bahwa kita memang adalah orang yang tamak dan untuk mengetahui bahwa kita ini tamak sebetulnya tidak perlu jauh-jauh, kita bisa lihat dengan jela pada anak-anak kita.
Kecenderungan anak atau manusia untuk tamak misalnya siapa anak yang bila disuruh dengan rela memberikan apa yang dia senangi atau yang dia sukai kepada yang lain. Kalau untuk barang yang dia tidak suka, maka dia akan mudah untuk memberikan tapi kalau untuk yang dia sukai maka dia akan pegang terus. Misalkan dia sedang membawa makanan dan kita memintanya, kalau dia suka maka dia tidak akan memberi. Orang tua memang perlahan-lahan mengajar "Boleh tidak Papa minta, Papa lapar," akhirnya dia belajar memberikan. Jadi itulah sifat yang memang kita bawa sebab Alkitab mengatakan, "Saat kita dalam kandungan pun, kita dikandung dalam dosa" karena apa yang telah diperbuat oleh Adam dan Hawa memang terus berdampak pada diri kita. Jadi memang ketamakan ada dalam darah dan daging kita, untuk bisa melawannya bukanlah sesuatu yang mudah karena kecenderungan kita adalah berjalan ke arah itu, kalau kita sukai maka kita akan ingin lagi dan lagi. Jadi memang kita tidak akan pernah merasa cukup. Sebagai pembukaan Pak Gunawan, saya akan mengutip perkataan dari seseorang yang bernama John D. Rockerfeller, seorang yang sangat kaya pada abad ke 20 di Amerika serikat, saat ditanya apa definisi dari "Cukup" dan dia menjawab, "Mempunyai sedikit lebih dari apa yang saya punyai sekarang." Padahalnya dia adalah orang yang sangat kaya namun tetap berkata "Cukup" artinya mempunyai sedikit lebih banyak dari yang saya punyai sehingga artinya adalah tidak pernah cukup. Inilah kodrat dasar manusia yang kita harus lawan.
GS : Selain dari kodrat dasar kita, secara tidak sengaja orang tua kita atau kalangan pendidik kita mendorong kita untuk menjadi tamak.
PG : Betul sekali karena itulah cara orang hidup yang biasanya orang lakukan adalah tidak berhenti kalau memang ini disukai maka jangan berhenti dan teruskan dapatkan lagi dan dapatkan lagi. Mialnya ada orang yang membuka usaha dan berhasil, kecenderungannya bukannya membiarkan usahanya satu tapi dia akan membuka lagi yang satunya, kalau sudah berkembang maka dia akan berkata "Saya akan buka lagi," itu adalah kecenderungan manusiawi kita sehingga kita susah sekali berkata "Cukup atau sudah."
Bukankah adakalanya inilah ambisi kita yang didasari atas ketamakan, kita sampai-sampai rela mengorbankan orang lain, Pak Gunawan. Ada orang yang memperalat orang, mengabaikan keluarganya, yang penting bisa mempunyai lebih dan lebih lagi tidak pernah cukup-cukup. Malahan ada orang yang akhirnya melewati batas yaitu kalau orang yang lain akan mendapatkan pekerjaannya atau proyeknya meskipun dia sudah serba kecukupan maka dia berusaha menjegalnya dengan cara-cara yang kotor dia berusaha membatalkan kontrak orang yang sudah tertulis, sehingga orang lain tidak bisa mendapatkan proyek itu dan semua harus kembali kepada dirinya. Jadi inilah lingkungan kita, Pak Gunawan, dimana kita hidup. Betul apa yang telah Pak Gunawan katakan yaitu agak susah untuk bisa melawan semua ini karena di mana-mana seperti ini yaitu tidak pernah cukup dan harus lebih.
GS : Dan ketamakan ini bisa menjadi ancaman besar bagi keutuhan keluarga, Pak Paul, artinya ada suami yang rela meninggalkan keluarganya demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya, melakukan hal itu padahal mereka sudah berlebihan.
PG : Betul sekali, mungkin dia bisa berkata "Ini untuk keluarga dan sebagainya" tapi sebenarnya tidak. Dalam kasus-kasus seperti itu istri atau anak-anaknya akan berkata, "Tidak! Ini bukan buatkami tapi buat engkau karena kalau sungguh-sungguh buat kami, maka yang kami butuhkan adalah engkau di rumah tapi engkau tidak pernah di rumah."
Jadi sekali lagi ini sebuah bentuk ketamakan dan untuk menghadapinya, yang pertama adalah kita mesti menyadari kalau kita semua pada dasarnya mempunyai sifat tamak ini dan jangan kita beranggapan, "Saya tidak mungkin akan tamak," karena kalau kita sudah mengatakan hal itu maka berarti kita sudah berjalan di atas rel ketamakan. Saya tahu akan ada orang yang berkata, "Tidak! Kalau dengan harta saya tidak seperti itu, kalau sudah dapat maka saya merasa cukup." Memang ada orang tidak tamak dengan harta tapi kita bisa tamak dengan hal-hal yang lain, Pak Gunawan. Contohnya ada orang yang sangat tamak dengan pujian tidak cukup dengan pujian, dia mungkin sekali mendapat pujian lewat perbuatan-perbuatan tertentu, tapi intinya adalah motivasi melakukan semua perbuatan itu adalah supaya menerima pujian dan kalau sudah menerimanya maka dia akan berusaha mencari pujian lagi, dia melakukannya lagi supaya dipuji dan terus seperti itu. Jadi benar-benar sepertinya tercandu pada pujian yang tidak pernah bisa memuaskannya. Ada juga orang yang tamak dengan kasih, dengan cinta atau dengan perhatian, tidak cukup-cukup menerima perhatian dari orang apalagi dari pasangan, dari suaminya atau dari istrinya, dia terus meminta dan menuntut diberikan perhatian, tidak pernah merasa puas. Ini sebetulnya bentuk-bentuk ketamakan meskipun bukan ketamakan materi tapi intinya atau dasarnya adalah sama yaitu tidak pernah merasa puas dan harus mendapatkan lebih.
GS : Itu juga bisa terjadi dengan pelayanan. Jadi yang tidak pernah puas melakukan pelayanan dengan bidang tertentu dan hampir semua bidang pelayanan dimasuki olehnya.
PG : Ada yang seperti itu, dia memasuki semua bidang. Atau ada orang yang di dalam suatu bidang namun dia tidak memberi kesempatan orang lain masuk menggantikannya karena dia merasa bahwa ini aalah hak miliknya.
Itu sebetulnya adalah bentuk-bentuk ketamakan. Memang ada orang yang harus mengontrol, mengetahui semua kegiatan sehingga dia masuk ke semua jurusan dan mungkin dia bisa menggunakan alasan, "Kalau ada yang menggantikan berarti saya tidak bisa memberi laporan, kalau saya tidak tahu apa-apa dan orang bertanya, maka itu juga bukan hal yang baik." Tapi sebetulnya di belakang itu, pertanyaannya adalah kenapa harus masuk ke segala jurusan, ke segala tempat pelayanan dan sebagainya ? Sebetulnya ada yang dicarinya, Pak Gunawan, biasanya yang dicari adalah "merasa diri penting" bahwa kita dibutuhkan di pelayanan A, di pelayanan B, di komisi A, di komisi B, kalau saya masuk di mana-mana berarti saya punya tempat di semua jurusan. Dengan kata lain itu adalah sebuah ketamakan yakni tidak bisa puas, dia harus mendapatkan pengakuan bahwa dia masih penting, itu adalah ketamakan juga.
GS : Pak Paul, selain menyadari bahwa ketamakan sudah menjadi sifat dasar kita apakah ada hal-hal lain yang bisa kita lakukan untuk mencegah diri supaya tidak tamak ?
PG : Ada dua, Pak Gunawan, yang akan saya bagikan dan sebetulnya ini berkaitan dengan perspektif bagaimana cara kita memandang diri kita dan sesama dan ternyata perspektif ini penting sekali unuk mengikis ketamakan pada diri kita.
Perspektif yang pertama adalah ketamakan umumnya dimulai dengan melihat apa yang tidak saya miliki. "Saya tidak bisa mempunyai mobil ini, kenapa saya tidak bisa mempunyai rumah ini." Jadi mulai dengan apa yang tidak kita miliki. Kalau kita mulai dengan perspektif ini yaitu apa yang tidak kita miliki maka sudah tentu langkah berikutnya adalah mau mendapatkan yang tidak kita miliki. Dengan kata lain ketamakan selalu melihat bagian yang kosong dari gelas yang terisi air. "Kenapa ini bisa kosong? Kenapa ini kosong?" dan luput melihat bahwa di bawah yang kosong itu ada air yang banyak. Sehingga kalau kita mau mengikis ketamakan, yang pertama adalah kita harus melihat apa yang kita miliki. Yang kedua adalah menghargainya, meskipun kita harus menghargainya dengan tepat tapi tetap kita harus menghargainya. Yang saya maksud dengan tepat adalah ada orang yang justru masuk dengan kejatuhan di dalam dosa yang lain yaitu kesombongan atau membesarkan diri. Misalkan dia tidak terlalu bisa bermain musik, tapi karena dia mau menghargai kemampuan musiknya maka dia membesar-besarkan diri memberi penilaian yang terlalu tinggi terhadap kemampuan musiknya dan itu juga salah. Maka Firman Tuhan berkata, kita harus bisa melihat diri dengan tepat jangan menilai diri terlalu besar. Jadi kita mesti tepat memandang diri kita. Ketamakan adalah kegagalan kita menghargai apa yang kita miliki maka mata kita melihat apa yang tidak kita miliki dan kita ingin mendapatkannya dan kalau sudah mendapatkannya maka ingin mendapatkan lagi. Sekali lagi saya mau tekankan apakah kita tidak boleh mengembangkan diri atau mengembangkan usaha ? Sudah tentu boleh, tapi tujuannya yang mesti dibedakan. Orang yang mengembangkan usahanya supaya dia tambah besar, dia tambah kaya, itu adalah ketamakan. Namun orang yang memikirkan bagaimana bisa mengembangkan usahanya supaya bisa lebih banyak orang dipekerjakan dan menafkahi keluarganya atau dapat mengembangkan diri mereka, orang yang berpikir luas seperti itu memang benar usahanya maju, tapi dia tidak tamak. Jadi sekilas hampir sama, tapi sebenarnya tujuanlah yang membedakan.
GS : Memang itu sulit sekali dibedakan dengan jelas, Pak Paul, memang orang akan selalu berkata ini untuk kepentingan orang lain, karyawan saya, buruh-buruh saya, kalau perusahaan ini saya tutup maka mereka tidak mendapat nafkah dan sebagainya. Tapi yang pasti sebagian besar dari keuntungan dia itu justru untuk dia.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi seharusnya kita memang perlu mencukupi kebutuhan keluarga kita, namun kalau kebutuhan kita sudah cukup maka sudah, dan kelebihan-kelebihan itu lebih baik unuk kita tuangkan lagi untuk kesejahteraan diri kita, staf kita guna melebarkan usaha sehingga lebih banyak orang yang dapat diserap dan bekerja.
Jadi itulah yang memang dikehendaki oleh Tuhan. Prinsipnya harus jelas, Alkitab itu jelas mengajarkan kepada kita bahwa waktu kita diberkati tujuannya adalah agar kita membagikan berkat itu kepada yang lain. Jadi Tuhan menginginkan kita menjadi saluran, tidak pernah Tuhan menginginkan kita untuk menjadi seperti waduk, hanya menerima dan menyimpan, tapi Tuhan meminta kita untuk menjadi saluran, apa yang kita terima kita salurkan. Makanya Tuhan pertama-tama memanggil orang Israel mengikat perjanjian dengan Dia menjadi umat Tuhan namun mereka gagal menerima tugas tanggung jawab dari Tuhan, malahan mereka mengeraskan hati dan tidak percaya kepada Anak Allah, menolak Kristus Yesus, sehingga tugas itu diberikan kepada orang-orang yang non-Israel, ini adalah teologi Paulus. Paulus jelaskan misalkan di kitab Roma, dari bangsa-bangsa yang lain inilah Injil keselamatan bukan saja diterima tapi juga terus disebarkan. Jadi kita selalu melihat konsep yang sama mengalir di Alkitab, "Diberkati untuk menjadi berkat," orang yang tamak tidak bisa melakukannya, Pak Gunawan, kalau diberkati berarti untuk saya dan berhenti di situ dan ini yang salah.
GS : Tadi Pak Paul katakan ada dua hal, selain yang pertama tadi maka yang kedua apa, Pak Paul?
PG : Sekali lagi kita akan kembali kepada yang pertama yaitu perspektif. Kemudian yang berikut atau yang kedua adalah biasanya kita menjadi tamak karena kita selalu melihat apa yang orang lain iliki, "Wah dia punya mobil baru, wah dia bajunya bagus," selalu melihat apa yang orang lain miliki.
Tidak bisa tidak, kalau mata kita atau perspektif kita tertuju kepada orang lain dan apa yang mereka miliki sudah tentu akhirnya itulah yang akan kita kejar, kita juga mau memiliki yang orang lain miliki itu. Ini sebabnya banyak orang yang jatuh ke dalam dosa melakukan hal-hal yang salah untuk memperoleh yang dia inginkan, tapi awalnya adalah karena terus menyoroti apa yang orang lain miliki dan akhirnya timbul keinginan untuk memiliki yang sama. Oleh karena itu kita harus mengubah perspektif tersebut, kita sekarang harus melihat apa yang orang lain tidak miliki. Jangan hanya melihat apa yang orang lain miliki, coba perhatikan apa yang orang lain tidak miliki, misalkan dia sepertinya tidak punya kedamaian, sepertinya hidup mereka tidak tentram, dia tampaknya hidup penuh dengan tekanan, kapan dia bisa benar-benar relaks, kapan dia bisa santai. Jadi kita mulai melihat apa yang orang lain tidak miliki maka dengan cara itu kita nantinya juga akan bisa berkata, "Saya bersyukur karena saya memiliki ini, saya bisa mendapatkan kedamaian, saya bersyukur istri atau suami saya baik dan mencintai saya, saya bersyukur anak-anak juga baik." Jadi waktu kita melihat apa yang orang lain tidak miliki, itu juga mendorong kita untuk menghargai apa yang kita miliki itu .
PG : Memang sulit mengubah persepsi ini, Pak Paul, maka bagaimana kita bisa belajar untuk mengubah persepsi itu ?
PG : Tadi Pak Gunawan betul, itu adalah persepsi kita sebab inilah yang dikatakan oleh orang-orang di sekitar kita. Bukankah kita ini sering mendengar orang-orang bahwa, "Lihat orang itu sekarag? Punya ini dan itu," memang itulah yang dikatakan oleh orang di sekitar kita.
Jadi memang orang selalu melihat apa yang dimiliki oleh orang lain dan untuk melawan itu kita mesti berani untuk melihat dengan lebih kritis, "Sebetulnya dia tidak punya semuanya," jangan hanya membutakan mata atau melihat sebelah mata dia punya ini dan itu tapi lihat dengan teliti sekali lagi bahwa ada hal-hal yang tidak dia miliki. Kemudian kita juga melihat ke bawah dan melihat diri kita kemudian kita berkata, "Kita juga punya ini." Memang kita tidak punya itu dan tidak apa-apa tapi kita punya ini, dengan kita terus menekankan perspektif itu perlahan-lahan mata kita mulai berubah, kita tidak lagi melihat seperti itu. Dan perlahan-lahan dorongan untuk tidak puas akan mulai hilang dan yang keluar justru ucapan syukur. Jadi ini merupakan disiplin rohani, karena kalau kita mau bersyukur mau bersikap yang bisa berterima kasih memang perlu disiplin rohani. Dan disiplinnya adalah seperti yang tadi itu untuk mengubah perspektif kita.
GS : Memang ketamakan erat hubungannya dengan kepuasan, tapi mengapa kepuasan yang kita miliki itu seolah-olah tidak pernah puas, selalu ada kebutuhan-kebutuhan untuk memuaskan diri kita.
PG : Memang semua kembali kepada yang di dalam, yaitu kembali kepada sumbernya. Firman Tuhan di Galatia 5:22,23 menjabarkan Buah Roh yaitu kasih sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Ini semua adalah karakter yang muncul dari dalam, tidak ada yang disuntik dari luar seperti kelemahlembutan, tidak ada suntikan penguasaan diri. Maka untuk bisa melawan ketamakan memang kita harus tinggal di dalam Tuhan, dituntun oleh Tuhan sepenuhnya dan benar-benar dikuasai oleh Roh Kudus Tuhan sehingga perlahan-lahan buah Roh Kudus ini akan keluar yaitu kasih, kesetiaan, kemurahan hati. Waktu buah Roh Kudus keluar maka dosa ketamakan akan makin terkikis, makin tersisihkan sebab tidak ada lagi ruang untuk tamak. Kalau hati kita dipenuhi oleh kasih maka tidak ada ruang untuk tamak, kalau hati kita penuh dengan sukacita dan damai sejahtera serta kesabaran maka tidak ada ruang tamak. Kalau hati kita penuh kebaikan, kelemah lembutan akhirnya dosa tamak tidak bisa lagi masuk karena kita sekarang sudah berubah. Tapi sekali lagi perubahan memang harus terjadi dari dalam, yaitu akibat penyerahan dan relasi kita dengan Tuhan sendiri.
GS : Berarti upaya mengikis ketamakan tidak bisa kita lakukan dengan cara-cara kita sendiri, Pak Paul ?
PG : Sangat sulit, Pak Gunawan. Tadi saya bagikan tentang mendisiplin diri untuk mengubah perspektif, namun pada akhirnya yang saya ingin tekankan adalah kita mesti kembali menjalin relasi dengn Tuhan.
Maka kita akan coba lihat di Galatia 5:24-26 dikatakan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat." Bagaimana untuk kita tidak gila hormat atau tamak hormat dan sebagainya, maka kita harus menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, kita harus hidup oleh Roh Tuhan dan dipimpin oleh Roh Tuhan juga alias benar-benar taat. Ketaatan yaitu mengikuti semua yang Tuhan katakan, yang Tuhan ajarkan. Tuhan meminta kita mengasihi yang lain, jangan memikirkan diri sendiri, itulah yang kita harus taati, dengan kita mentaati Firman Tuhan maka terkikiskah ketamakan itu.
GS : Jadi kuncinya adalah yang Pak Paul tadi bacakan yaitu menjadi milik Kristus.
PG : Betul sekali. Jadi yang pertama, kita mesti percaya kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya, dan kita menjadi milik Dia, kita menjadi hambaNya kita menjadi anakNya dan kita akan bekerja sekeras mungkin untuk mengikuti kehendakNya.
Waktu kita berjalan seperti itu maka sudah pasti dosa-dosa yang termasuk di dalamnya ketamakan juga makin hari akan makin tersisihkan dari hidup kita.
GS : Dan justru yang menjadi penghambat terbesar untuk mengikis ketamakan ini adalah diri kita sendiri, Pak Paul, kita merasa tidak enak kalau ketamakan kita terkikis.
PG : Sebab kadang-kadang kita ini khawatir, Pak Gunawan, "Kalau saya tidak punya sesuatu yang banyak, nanti kalau ada apa-apa bagaimana ?" selalu berpikir "Bagaimana kalau ada apa-apa?" Seolah-lah di dalam hidup ini tidak ada Tuhan, kita mesti ingatkan diri masih ada Tuhan dalam hidup ini dan Tuhan adalah Tuhan yang berkuasa, kalau ada Tuhan maka kita tidak perlu khawatir, Dia akan memelihara kita.
Jadi kita tidak perlu menambah-nambahkan, "Nanti kalau ada apa-apa kan kita enak" itu salah! Karena kita harus mencukupkan diri dan kita percaya bahwa ada Tuhan yang akan memelihara kita.
GS : Pak Paul terima kasih untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengikis Ketamakan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.