Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Mengawasi Perkataan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Banyak orang yang setuju bahwa kata-kata kita sulit dikendalikan, kadang-kadang kita berkata kelepasan bicara dan sebagainya. Tapi seringkali kata-kata itu menimbulkan sakit hati orang lain atau bahkan pertengkaran dan bagaimana kita bisa mengawasi, walaupun itu bagian dari diri kita sendiri, Pak Paul ?
PG : Mungkin lebih banyak masalah timbul akibat perkataan ketimbang perbuatan. Jadi firman Tuhan sendiri juga sudah mengatakannya di kitab Yakobus bahwa walau kecil lidah berpotensi membakar hutan yang besar, jadi itu sebabnya penting bagi kita menguasai perkataan yang keluar dari mulut. Hari ini kita akan membahas beberapa prinsip yang dapat membantu kita untuk mengendalikan perkataan. Ada beberapa yang bisa kita angkat, yang pertama kita harus senantiasa mengingat bahwa fungsi utama perkataan adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi. Kita harus menggunakan perkataan untuk menyampaikan berita kepada pihak yang lainnya, itu sebabnya pertama-tama kita harus memikirkan tujuan perkataan yang ingin disampaikan. Saya tidak mengatakan bahwa kita hanya boleh mengeluarkan perkataan yang bermakna dalam atau yang bersifat serius, saya pun tidak mengatakan bahwa kita hanya boleh mengatakan hal-hal yang enak didengar, tidak. Kadang kita perlu bergurau untuk meringankan suasana dan kadang kita harus mengatakan hal-hal yang tidak enak didengar. Saya hanya ingin mengatakan bahwa apa pun itu yang hendak kita katakana, terlebih dahulu kita harus memikirkannya secara saksama, ingat masalah mudah timbul jika kita sudah tidak lagi memikirkan arah atau tujuan perkataan. Singkat kata, mengendalikan perkataan dimulai dengan mengendalikan pemikiran, dalam hal ini tujuan kita mengatakan sesuatu.
GS : Memang disini biasanya kita tidak sempat memikirkan tujuannya, secara spontan saja kita berbicara karena mungkin sekali ada orang yang setelah berkata-kata dan ditanggapi ternyata mengatakan, “Maksud saya tidak seperti itu," ini masalah tujuan.
PG : Memang sebagaimana telah saya katakan kita harus selalu menyadari bahwa fungsi utama perkataan adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi. Jadi kita menggunakan perkataan menyampaikan sesuatu kepada pihak yang lainnya, kita bisa berkata, “Saya tidak bermaksud demikian" namun begitu keluar dari mulut, itu akan tersampaikan kepada pihak yang satunya maka satu hal yang harus kita camkan adalah kita harus menjaganya berhati-hati dan itu dimulai dengan mengendalikan pemikiran kita sendiri. Sehingga apa pun yang keluar dari mulut kita, itu terkendali, kita sadari apa tujuannya. Masalah benar-benar bertebaran kalau kita tidak memikirkan apa yang hendak kita katakan, tapi kita langsung katakan, akibatnya perkataan-perkataan itu keluar dan tersampaikan kepada pihak yang satunya dan kita tidak bisa berkata, “Saya tidak berniat seperti itu dan sebagainya" itulah fungsi utamanya yaitu kita menyampaikan berita, langsung keluar, langsung sampai. Hati-hatilah karena ujung-ujungnya akan ditangkap oleh orang.
GS : Disitulah masalahnya, kita tidak sempat berpikir, sebelum perkataan itu keluar. Jadi tujuan utamanya mungkin hanya untuk mengalahkan lawan bicara kita dan itu spontan terus keluarnya.
PG : Kadang-kadang sepertinya kita main pingpong, bola langsung kita pukul dan tidak lagi memikirkan untuk apa dan sebagainya, maka latihlah dalam hal-hal yang kecil sebelum mengeluarkan perkataan pikirkan dulu baik-baik dan baru kita sampaikan. Sekali lagi saya tidak berkata, “Kita menjadi orang serius sekali dan tidak bisa bergurau" tidak ! Bahkan dalam bergurau pun kita harus memikirkan apa yang ingin kita katakan itu, tapi tetap boleh bergurau. Jadi sekali lagi saya bukannya berkata kita tidak boleh bergurau, tidak ! Tetap boleh bergurau namun kita harus memikirkan apa yang ingin kita katakan dalam bergurau itu, apakah nanti efeknya akan seperti yang kita bayangkan. Jadi orang yang sama sekali tidak memikirkan tujuan atau efeknya dari perkataannya, itu adalah orang yang akan tabrak sini dan tabrak sana, akhirnya disalahmengerti dan orang akan beranggapan yang tidak-tidak dengan dirinya, bicaranya sembarangan dan masalah akhirnya semakin banyak.
GS : Memang yang sering terjadi seperti itu, kita bicara dulu baru berpikir, jadi setelah bicara baru merasa, “Kenapa akibatnya seperti itu “, akhirnya kita analisa dan menyesalinya tapi itu sudah terlambat sekali, Pak Paul.
PG : Memang perlu disiplin, saya menyadari kita ini tidak terbiasa dan kita ini asal dalam mengeluarkan perkataan, tapi kita sudah menyadari bahwa betapa seringnya masalah muncul gara-gara perkataan yang keluar tanpa kita pikirkan terlebih dahulu.
GS : Seringkali yang dijadikan alasan, “Saya tadi hanya bergurau tidak sungguh-sungguh", setelah kita melihat reaksi dari lawan bicara kita yang tidak senang dengan perkataan kita.
PG : Memang kita tidak sempurna dan tidak selalu bisa memastikan efek perkataan kita pada orang lain, kadang-kadang kita sudah pikirkan baik-baik dan kita anggap ini tidak akan berakibat seperti itu ternyata berakibat seperti itu dan orang tersebut salah mengerti, marah dan kadang-kadang itu yang terjadi dan kita tidak bisa hindari. Tapi setidak-tidaknya mulailah dengan mengendalikan pikiran kita, kita sungguh-sungguh sadar apa yang ingin kita katakan sehingga waktu tersampaikan seperti yang kita harapkan.
GS : Mungkin itu juga yang firman Tuhan katakan hendaklah kita lambat berkata-kata, jadi dipikir dulu baru bicara, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi sekali lagi saya ingatkan ini tujuan utama perkataan atau fungsi utama perkataan adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi. Apa pun yang keluar dari mulut kita akan disampaikan atau akan diberitakan kepada pihak yang satunya.
GS : Hal lain yang perlu diperhatikan dalam berkata-kata, apa Pak Paul ?
PG : Yang kedua pilihlah perkataan yang tepat, terutama bila ini menyangkut kelemahan atau masalah yang tengah dihadapi lawan bicara. Memilih kata yang tepat tidak berarti kita hanya boleh menggunakan kata yang manis, adakalanya kita harus menyampaikan teguran yang keras dan teguran yang keras memerlukan kata yang keras pula. Namun sedapatnya jika tidak diperlukan janganlah menggunakan perkataan yang keras terutama sewaktu ingin menunjukkan kelemahan atau masalah yang tengah dihadapi lawan bicara, Gunakan kata yang halus dan lebih ringan dibandingkan kondisi yang sebenarnya. Kita harus menyadari bahwa tatkala membicarakan kelemahan atau masalah pada umumnya orang merasa malu, jadi penggunaan kata yang kurang tepat dapat membuatnya tambah terpojok. Ini prinsip yang bisa saya bagikan sebagai contoh misalnya dia memunyai kelemahan yaitu cepat sekali tersinggung, kita mau bicara tentang kelemahannya yang cepat tersinggung itu, kita sebaiknya tidak langsung mengatakan hal itu kepada dia bahwa, “Kamu itu cepat tersinggung" kita mungkin harus menurunkan kadar perkataan kita daripada kita berkata cepat tersinggung mungkin kita bisa berkata, “Saya agak sulit bicara dengan kamu, saya harus hati-hati sekali sebab saya tidak mau membuat kamu susah hati". Jadi waktu kita berkata seperti itu, itu lebih baik dari pada berkata, “Kamu itu orang yang cepat tersinggung". Kalau kita mau membicarakan masalah atau kelemahan yang dihadapi oleh lawan bicara kita sedapatnya kita memilih kata yang tepat.
GS : Memilih kata yang tepat hanya bisa kita lakukan kalau kita sering menggunakan kata-kata, kadang kita kesulitan mencari kata-kata yang tepat itu, tapi makin sering kita menggunakan perkataan maka makin kita terampil.
PG : Kalau kita tidak yakin maka kita hanya berkata, “Saya tidak tahu kata apa yang harus saya gunakan, jadi kalau kata-kata ini tidak pas maka mohon maaf dan kemudian kita katakan apa yang akan kita sampaikan" dengan cara itu pihak kita akan tahu bahwa kita itu benar-benar berusaha menggunakan kata yang tepat tapi memang masih belum menemukannya. Jadi tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kita tidak tahu kata yang tepatnya apa.
GS : Tapi menggunakan perkataan ini pun, kita harus paham dengan lawan bicara kita. Ada beberapa orang, kalau kita tidak berkata-kata dengan langsung tegas, dia tidak menangkap seolah-olah reaksinya dia mengatakan, “Kamu bicara berputar-putar, terus terang saja" bahkan terhadap anak-anak kita, ada anak yang cepat mengerti bahkan dengan perkataan-perkataan sindiran, tapi ada yang sulit sekali menangkap itu.
PG : Penting sekali kita mengenal kondisi lawan bicara kita dan juga ini, tidak bisa tidak, berkaitan dengan seberapa seringnya kita sudah menyampaikan teguran itu kepada dia, kalau sudah cukup sering dan orang itu tetap melakukan hal yang sama, maka kita harus menggunakan kata yang lebih kuat atau keras supaya bisa diperhatikan oleh dia. Jadi sekali lagi menggunakan kata yang tepat tidak berarti hanya menggunakan kata-kata yang enak didengar, kadang kita harus gunakan kata yang memang agak tajam tapi sebagai prinsip yang ingin saya tekankan adalah kalau kita tahu kita ingin menyampaikan sesuatu yang menjadi masalah orang tersebut, gunakanlah kata yang tepat dan kalau bisa kurangi bobotnya sedikit. Sebagai contoh misalnya seorang sedang menghadapi masalah dengan anaknya, misalnya anaknya tidak mau sekolah, maunya di rumah dan bermain saja, kita bisa bayangkan dia sebagai orang tua pasti lelah mengurus anak dan sebagainya, tidak mau mendengar kata-kata orang tua, daripada kita mengatakan, “Anak kamu memang keterlaluan dan memang malas tidak bertanggung jawab", meskipun itulah kenyataannya, tapi karena itu anaknya tetap kata-kata itu bisa menyakiti hatinya. Jadi kita bisa berkata kepada dia bahwa, “Saya bisa bayangkan kadang-kadang bisa lelah kalau bicara dengan anak dan dia tidak mau mendengarkan" itu saja sudah cukup daripada kita menggunakan kata-kata yang lebih keras lagi, “Anakmu memang malas, tidak bertanggung jawab dan sebagainya".
GS : Penggunaan kata yang tepat sangat dipengaruhi suasana hati kita, ketika kita cenderung marah-marah atau ketika kita merasa bosan, biasanya kata-kata yang keluar kurang sedap didengar tetapi kalau kita tenang dan memang berniat baik, maka kita masih bisa mendapatkan kata-kata yang tepat itu.
PG : Memang perlu disiplin, Pak Gunawan, kita perlu kembali ke prinsip yang pertama yaitu pikirkan baik-baik apa yang ingin kita katakan sebelum kita mengatakannya.
GS : Hal yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Yang ketiga adalah sedapat-dapatnya berkatalah secara langsung terutama bila kita harus mengatakan sesuatu yang serius dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, penggunaan media seperti telepon atau surat atau email tidak bisa tidak memunyai potensi kesalah pahaman, tanpa nada suara dan tanpa ekspresi wajah, komunikasi mudah sekali disalah tafsir dan satu hal lagi penyampaian langsung menyediakan kesempatan bagi kita untuk melihat reaksi lawan bicara dan memberi kita peluang untuk menjelaskannya. Jadi kalau ini topik yang sensitif dan kita tahu bisa disalahpahami maka sedapat-dapatnya jangan gunakan media yang lain, bicaralah secara langsung muka dengan muka bahkan telepon pun meskipun secara langsung bersuara tapi karena kita tidak bisa melihat ekspresi wajahnya maka kita akan kehilangan kesempatan membaca reaksinya, kalau kita bisa membaca reaksinya maka kitapun bisa mengatur langkah berikutnya sehingga lebih pas dengan reaksinya.
GS : Kadang-kadang sulit karena jarak yang memisahkan misalkan kita dengan anak kita yang jauh di luar kota, mau ketemu juga jarang-jarang akhirnya kita memakai telepon, tapi saya rasa telepon lebih baik daripada SMS.
PG : Betul sekali karena memang tidak ada sama sekali nada suara, ekspresi wajah dan sebagainya. Jadi kalau kita bicara untuk hal-hal yang biasa sudah tentu tidak mengapa lewat email, lewat BBM atau apa. Tapi kalau untuk bicara yang serius sedapatnyalah bicara muka dengan muka.
GS : Bagaimana kalau kita mau membicarakan tentang orang lain, Pak Paul ?
PG : Ini masuk ke prinsip yang berikutnya, yang keempat yaitu berhati-hatilah tatkala membicarakan tentang orang lain, tidak bisa tidak adakalanya kita butuh orang untuk mendengarkan keluh kesah kita dan acapkali keluh kesah itu menyangkut orang lain dan seringkali kita harus bicara tentang orang lain, jadi berhati-hatilah sebab keluhan dapat tersebar dan malah menimbulkan masalah yang lebih luas. Satu hal lagi jika kita sering membicarakan atau mengeluhkan orang lain pada akhirnya orang pun tidak mau berbicara kepada kita terlalu mendalam, sebab mereka takut kalau-kalau kita akan membicarakan tentang mereka kepada orang lain. Jadi sekali lagi sedapat-dapatnya berhati-hatilah membicarakan tentang orang lain, saya tahu kita tidak bisa sepenuhnya 100% menghilangkan topik berbicara tentang orang lain dalam pembicaraan kita, saya kira itu tidak realistik, tapi hati-hati ingat apa yang kita sampaikan bisa tersebar. Jadi benar-benar pilihlah apa yang ingin kita sampaikan sewaktu mau membicarakan tentang orang lain.
GS : Ini terkait dengan gosip atau apa, Pak Paul ?
PG : Kadang tidak, jadi benar-benar kita itu mau berkeluh kesah tentang seseorang tapi tetap meskipun kita punya alasan dan ini hal yang sebenarnya terjadi, tapi tetap kita harus menyadari bahwa sekali perkataan itu keluar, memang bisa nanti tersampaikan atau terdengar oleh orang lain. Benar-benar kita harus berhati-hati dan memercayai orang yang akan kita ajak bicara dan jangan sampai ada apa-apa kalau tidak, nanti ini bisa disampaikan atau terdengar oleh pihak yang satunya.
GS : Memang membicarakan orang lain merupakan topik hangat yang membuat kita lebih bergairah di dalam kita berbicara, Pak Paul.
PG : Tapi kita harus ingat bahwa kalau kita sering membicarakan tentang orang, nanti teman-teman kita takut berbicara dengan kita, sebab mereka waktu ingin bicara pribadi dengan kita nanti akan berpikir, “Dia ini terus membicarakan orang lain, saya takut nanti kalau saya bicara dengan dia, nanti dia bisa sebarkan apa yang saya bicarakan ini". Jadi kalau kita sering-sering membicarakan orang apalagi mengeluhkan, itu benar-benar kita sedang bicara kepada semua orang “Janganlah percaya kepada saya".
GS : Mungkin disini yang harus kita pikirkan adalah apakah membicarakan orang lain ini bermanfaat atau tidak didalam hubungan kita dengan rekan bicara kita itu, kalau tidak, maka kita harus cepat-cepat tinggalkan pembicaraan seperti itu.
PG : Benar dan kita lihat apakah ada faedahnya. Sekali lagi saya tidak mengatakan kita tidak boleh sama sekali membicarakan orang, ada waktu dan ada tempatnya kita membicarakan orang apalagi misalkan kita dalam satu kelompok atau organisasi, misalkan ada keluhan maka kita harus bicarakan. Jadi sekali lagi ada tempat dan waktu membicarakan tentang orang lain, tapi kita harus benar-benar sadar ini untuk hal yang bermanfaat dan orang yang kita ajak bicara itu juga bisa mengerti dan menyimpan rahasia.
GS : Mungkin masih ada pedoman yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang kelima adalah kurangilah tekanan emosional sebelum mengatakan sesuatu, sedapatnya kurangilah tekanan emosional sebelum mengatakan sesuatu. Saya mengerti bahwa adakalanya kita terbawa emosi sehingga cepat mengatakan sesuatu untuk melampiaskan emosi keluar, namun sedapatnya tahanlah dan biarkanlah emosi surut terlebih dahulu sebelum kita mengatakan sesuatu, sedapatnya jangan gunakan pembicaraan sebagai ajang pelampiasan emosi. Bukankah acapkali kita menyesali perkataan yang dikeluarkan dalam kondisi emosional sebab pada akhirnya kita menyimpulkan bahwa sesungguhnya kita tidak perlu mengeluarkan perkataan tersebut. Jadi kalau kita mau mengawasi perkataan yang keluar dari mulut kita, ini yang penting. Coba perhatikan emosi kita, kalau emosi sedang menanjak tinggi sebaiknya setop dan jangan berkata apa-apa, sebab seringkali kita terbawa emosi dan akhirnya kita menyesali. Benar-benar saya sering mengalami kalau saja saya bisa menahan diri tidak bicara misalnya sekitar 15 menit atau setengah jam, seringkali yang tadinya ingin saya katakan sirna, tiba-tiba saya berpikir, “Tidak perlulah" yang setengah jam lalu rasanya perlu saya katakan, tapi setengah jam kemudian tidak perlu, sebab setengah jam yang lalu emosi saya sedang naik. Jadi gunakanlah tolok ukurnya sewaktu emosi kita sudah turun.
GS : Tapi ada orang yang justru dengan mengeluarkan kata-kata, emosinya turun.
PG : Betul, emosinya turun tapi perkataan-perkataannya itu sudah beterbangan kemana-mana dan bisa menimbulkan masalah lain yang lebih besar.
GS : Jadi dalam hal ini rupanya orang hanya mementingkan kepentingannya sendiri tapi menimbulkan emosi pada lawan bicaranya.
PG : Betul sekali dan bisa saja menciptakan masalah-masalah baru.
GS : Tapi kalau kita bicara tanpa emosi rasanya hambar. Jadi pembicaraan ini intonasinya sangat ditentukan oleh bagaimana emosi itu, kalau kita bersukacita atau kalau kita bersedih dan marah itu kelihatan sekali dari situ.
PG : Kalau kita sedang gembira maka tidak mengapa kita bicara, tapi kalau sedang marah saya kira disitulah waktu dimana kita harus menurunkan emosi, memang tidak bisa hilang 100%, yang penting sudah turun dan benar-benar yakin mungkin inilah perkataan yang ingin saya sampaikan.
GS : Masih ada lagi, Pak Paul ?
PG : Yang ke enam gunakanlah perkataan untuk mencari kebenaran bukan untuk membenarkan diri. Saya mengerti bahwa sebagai manusia kita tidak ingin disalah mengerti sehingga mudah terjerat ke dalam siklus membenarkan diri, sudah tentu kita memang perlu melakukannya bila kesempatan tiba namun sedapatnya jangan jadikan keinginan membenarkan diri tambah hari tambah menguat dalam hidup kita. Kadang kita harus membiarkan orang menuduh kita atau bahkan menghakimi kita walau kita tahu itu tidak berdasar dan kita perlu menyadari kalau Tuhan melihat semua dan Ia akan membela kita. Jadi sedapatnya dalam pembicaraan, gunakan perkataan untuk mencari kebenaran bukan untuk membenarkan diri.
GS : Disini yang sulit adalah mencari kebenaran itu karena kebenaran ini lalu menjadi subjektif sekali, apa yang kita anggap benar bisa ditangkap orang bukan suatu kebenaran, tetapi sebaliknya apa yang orang lain menganggap benar, bagi kita belum tentu kebenaran.
PG : Tugas kita hanyalah menyampaikan sejelas-jelasnya. Kata sejelas-jelasnya mengandung arti seperlunya. Kadang kita merasa ini belum cukup, kita mau jelaskan lagi karena sebetulnya yang terkandung adalah keinginan membenarkan diri bahwa saya tidak salah dan saya mau membuktikan kalau saya tidak salah, akhirnya saya simpulkan kadang-kadang tindakan yang lebih bijaksana adalah mengalah dan berkata, “Tidak apa-apa dan saya sudah katakan seperlunya dan kalau masih tetap tidak dimengerti dan saya tetap dituduh maka biarkanlah" sebab kita mau percaya ada Tuhan dan Dia akan membela kita dan Dia nanti yang akan menyatakan kebenaran itu. Kadang-kadang pihak sana tidak akan siap untuk mendengarkan kita saat ini, daripada kita terus bicara mencoba menjelaskan supaya dia tahu kita tidak salah dan di pihak yang benar akhirnya makin memancing marahnya dia. Jadi lebih baik setop dan kita tidak perlu membenarkan diri dan terserah dia mau memandang kita seperti apa.
GS : Karena orang lain akan menilai kita sebagai orang yang tidak mau mendengarkan perkataan mereka, lalu kita mengambil sikap “Terserah saja" ini menimbulkan sikap seperti itu.
PG : Maka tetap pada awal saya meminta kita, karena dalam spirit mencari kebenaran kita menjelaskan dan jangan sampai kita tutup mulut dan tidak peduli orang bicara apa, jadi dalam spirit mau mencari kebenaran kita jelaskan seperlunya. Yang saya mau garis bawahi adalah rasanya ada kebutuhan dalam diri kita untuk menjelaskan sejelas-jelasnya supaya dia benar-benar tahu saya tidak begini, saya tidak salah dan sebagainya. Keinginan seperti ini yang saya kira kita harus kendalikan sebab kadang-kadang keinginan itu membawa kita tambah jauh terlibat dan tambah ribut serta tambah rumit.
GS : Itulah kepuasan kita berbicara, kalau lawan bicara kita bisa mengerti kita menjadi puas, tapi kalau yang tadi Pak Paul katakan, “Sudah putus saja di situ dan kita mengalah" terus terang masih ada ganjalan itu dan sebenarnya kita tidak puas karena berakhirnya seperti itu.
PG : Kita harus ingat ada Tuhan dan dalam waktu Tuhan, Dia bisa nyatakan kebenaran itu. Jadi kita belajar beriman dalam hal seperti ini.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang mendukung kita atau mengarahkan kita untuk bisa mengawasi perkataan kita, Pak Paul ?
PG : Memang firman Tuhan termasuk dalam prinsip yang ketujuh yang terakhir yaitu apapun yang kita katakan arahkanlah untuk membangun dan bukan menghancurkan orang. Efesus 4:29 menasehati, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Sekali lagi Tuhan tidak melarang kita mengeluarkan perkataan yang keras. Nabi Natan harus menggunakan perkataan yang keras ketika menegur Daud, Tuhan kita Yesus harus mengeluarkan perkataan yang keras sewaktu menegur kaum ulama Israel saat itu. Yang terpenting adalah tujuannya yakni kita bermaksud membangun dan bukan menghancurkan orang, supaya akhirnya orang itu dapat menerima kasih karunia Tuhan kita Yesus.
GS : Memang berkata-kata ternyata tidak mudah, banyak hal yang harus kita perhatikan dan kita harus terus-menerus belajar dari kebenaran firman Tuhan bagaimana mengunakan kata-kata supaya kata-kata kita menjadi berkat bagi orang lain. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Mengawasi Perkataan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.