[mengapa_istri_dominan] =>
Lengkap
"Mengapa Istri Dominan ?" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Mengapa Istri Dominan?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, di dalam pernikahan kita melihat kenyataan bahwa ada istri yang menonjol artinya istri dominan sekali, tetapi sebetulnya yang dominan seharusnya bukan istri melainkan suami sebagai kepala keluarga, Pak Paul. Tetapi di dalam kenyataan seperti itu, sebenarnya apa yang menyebabkannya, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa hal Pak Gunawan yang bisa menimbulkan masalah di dalam pernikahan akibat sulitnya istri untuk tunduk kepada suami. Sebelum saya menjawab pertanyaan dari Pak Gunawan, saya ingi mengingatkan bahwa Tuhan melihat suami dan istri adalah sama dan Tuhan tidak mengatakan kalau pria lebih indah atau lebih bagus, lebih terhormat dari pada wanita, itu sebabnya istri atau wanita harus tunduk kepada suami, bukan seperti itu maksudnya.
Sebab di mata Tuhan adalah sama dan tidak ada bedanya, namun kita harus mengingat bahwa pernikahan adalah sebuah organisasi dan di dalam organisasi sekurangnya harus ada dua unsur yaitu struktur dan tugas, tanpa struktur dan tugas maka niscaya organisasi mengalami kekacauan. Kita memang tahu struktur menjabarkan posisi sedangkan tugas menjabarkan peranan atau kewajiban. Nah, di dalam struktur pernikahan Tuhan menetapkan laki-laki atau suami sebagai kepala dan bertugas sebagai pemimpin untuk memimpin istri dan anak-anaknya. Sekarang kita mau membahas kenapa dewasa ini begitu sulitnya untuk menerapkan konsep struktur dalam pernikahan sebagaimana diajarkan oleh Alkitab.
GS : Mungkin sekarang di era emansipasi, dimana kaum wanita merasa sama dengan kaum pria maka hal ini menjadi sulit untuk diterapkan di dalam pernikahan Kristen sekalipun, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu, Pak Gunawan. Sebab memang ada sumbangsih atau pengaruh dari latar belakang kehidupan dewasa ini yang menyulitkan wanita untuk tunduk kepada suami, maka saya kira kita perlu unuk membahasnya supaya kita bisa lebih memahami masalah-masalah yang timbul itu.
GS : Alasan-alasan itu apa saja, Pak Paul ?
PG : Yang pertama yang tadi sudah saya singgung bahwa Tuhan menetapkan posisi dan tugas di dalam pernikahan. Jadi kita harus mengingat bahwa posisi sebagai kepala mesti disertai dengan tugas, jdi tidak ada yang namanya suami menjadi kepala tetapi tidak memunyai tugas atau tanggung jawab.
Tugas yang diberikan Tuhan kepada suami adalah mengasihi istri, dengan kata lain suami memimpin istri di dalam kasih dan dengan kasih, bukan di dalam kuasa dan dengan paksa, hal ini yang harus kita camkan baik-baik, sebab ada suami yang salah mengerti dan dia bukan memimpin istri di dalam kasih dan dengan kasih tapi malahan di dalam kuasa dan dengan paksa. Masalah timbul ketika suami tidak melakukan tugas mengasihi istrinya dan bahkan lalai bertanggung jawab memberi pimpinan, ini yang menurut saya penyebab pertama dan paling umum kenapa istri susah untuk tunduk atau menghormati suaminya.
GS : Memang kita akan lebih senang bicara tentang posisi, hal itu berbicara tentang hak kita, tapi kalau berbicara mengenai tugas maka kita mulai menarik diri.
PG : Betul sekali. Jadi memang ada laki-laki yang langsung beranggapan bahwa karena Alkitab sudah menetapkan saya adalah kepala maka istri harus atau tanpa ragu, tanpa protes mengikuti semua peintah saya, saya kira ini adalah suatu kekeliruan sebab Tuhan memberi tugas pula, jadi dengan posisi yang diberikan Tuhan sebagai kepala.
Juga ada tugas yang sangat berat yaitu mengasihi istri, sama seperti Yesus Tuhan mengasihi jemaat-Nya yaitu yang kita tahu kasih yang selalu dilandasi atas pengorbanan. Dengan cara inilah istri lebih dimudahkan untuk mengikuti kehendak suaminya.
GS : Yang sulit adalah menyatakan kasih itu tadi, sebagai suami kadang-kadang kita kesulitan menyatakan kasih dan kita merasa apa yang kita berikan kepada istri kita, itulah pernyataan kasih kita kepadanya tapi istri tidak menganggap demikian, Pak Paul.
PG : Sudah tentu dalam pernikahan kita memang harus menyesuaikan diri bahwa istri kita mau melihat kasih yang dapat dimengertinya, demikian pula kita, kita pun ingin melihat ketundukan di dalambentuk yang dapat kita terima pula.
Jadi misalkan kita bekerja dan saya tidak macam-macam, itu berarti saya sudah menunjukkan kasih kepada istri saya. Ini adalah definisi kita dan kita harus mencocokkan definisi kita dengan definisi si penerima kasih itu. Sebab tidak bisa menyalankan apa yang kita anggap kasih dan tidak memedulikan apakah bahasa kasih kita dapat diterima oleh pasangan kita atau tidak. Jadi kita harus memertimbangkan atau memerhatikan apa yang menjadi bahasa kasih istri kita sehingga waktu kita menunjukkan kasih kepadanya maka dia dapat melihat dan menghargainya pula. Sama seperti ketundukan, kalau istri berkata"Saya sudah tunduk kepadamu", tapi maksudnya tunduknya adalah misalnya makan selalu dimasakkan disediakan, pakaian pasti dicucikan dan sebagainya, tapi dalam pengambilan keputusan sama sekali istri kita bergeming dan tidak mau berubah posisinya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, dia mesti melakukannya dan tidak peduli apapun yang kita katakan. Bagi kita maka kita akan berkata,"Mana ketundukanmu?" dan istri mungkin berkata,"Saya sudah tunduk, saya sudah menyediakan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah kamu" maka kita harus saling menyesuaikan catatan-catatan kita supaya akhirnya dapat menerima apa yang sesungguhnya ingin kita sampaikan kepada pasangan kita.
GS : Alasan yang kedua apa, Pak Paul ?
PG : Sama seperti pria, Pak Gunawan. Wanita adalah manusia berdosa dan sebagai manusia berdosa kita cenderung untuk memberontak. Jadi dengan kata lain di dalam setiap manusia pasti ada keingina untuk memberontak, sebab pemberontakan merupakan sebuah pesan bahwa kita tidak ingin mengalah, karena tadi saya sudah singgung perempuan adalah manusia berdosa sama seperti kita laki-laki adalah manusia berdosa maka kadang-kadang kecenderungan atau keinginan memberontak itu ada.
Kita tidak dengan mudah mengalah mengikuti kehendak seseorang, tidak mudah, itu bukanlah sesuatu yang alamiah dalam diri setiap kita ini. Kita biasanya ingin melakukan apa yang kita inginkan dan bukan melakukan apa yang diinginkan oleh orang lain. Jadi kita harus memahami bahwa sebagai wanita adakalanya tidak mudah untuk tunduk karena pada dasarnya kita ingin melakukan apa yang ingin kita ingin lakukan itu.
GS : Tapi wujud pemberontakan itu berbeda-beda satu dengan yang lain, Pak Paul, ada orang yang berani terang-terangan berontak, tapi ada juga yang tidak secara terbuka namun pemberontakan juga yang dilakukan.
PG : Dengan kata lain ada orang yang menunjukkan pemberontakan secara aktif dan terbuka, ada juga orang yang menunjukkan ketidaksukaannya, pemberontakannya secara pasif dan tertutup tapi ujung-jungnya adalah sama yaitu saya tidak mau melakukan apa yang engkau inginkan.
Di sini saya ingin berpesan kepada para wanita bahwa meskipun susah dan memang memerlukan pergumulan tapi perlu diingat bahwa kita memang memunyai keinginan untuk memberontak, tapi ada baiknya kita menahan keinginan tersebut.
GS : Kalau si suami membiarkan istrinya berontak padahal sudah jelas bertentangan dengan firman Tuhan, tapi ketika mau bertindak dia tidak berani kepada istrinya. Dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Biasanya kalau si suami sudah bicara dan meminta tapi tidak dipedulikan oleh si istri maka biasanya si suami akan mendiamkan dan bersikap masa bodoh, bahayanya adalah begitu suami mendiamkn dan bersikap masa bodoh maka sebetulnya sudah terjadi keretakan di dalam pernikahan itu, karena waktu si suami sudah mendiamkan dan bersikap masa bodoh, sebetulnya dua manusia meskipun hidup di dalam satu rumah dan di bawah satu atap, tapi sesungguhnya sudah merupakan dua dunia yang terpisah, masing-masing melakukan apa yang masing-masing inginkan.
Jadi benar-benar hanya tinggal status mereka menikah, tetapi di dalam hal relasi kesatuan sudah tidak ada lagi, maka itu bahaya sekali. Jadi penting bagi seorang suami tahu bahwa istrinya itu bukanlah tipe pemberontak, bukan tipe yang pokoknya ingin dilakukan harus dilakukan dan tidak peduli apa yang suaminya katakan. Seorang suami ingin istri memberikan respons bahwa apa yang suaminya katakan adalah penting, dan dia akan memertimbangkannya seserius mungkin, meskipun nanti akan ada perbedaan pendapat maka silakan diajukan, tapi diajukan dengan santun dan bukan diajukan dengan sikap tidak peduli dengan apapun yang suaminya inginkan, pokoknya kehendak dialah yang harus terjadi.
GS : Mungkin ada alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Ada alasan yang ketiga mengapa pada dewasa ini sulit bagi wanita untuk tunduk kepada suami, secara sosial dan budaya dewasa ini kebanyakan kita dikondisikan untuk kritis dan untuk tidak beitu saja menerima apa yang dikatakan orang.
Itu sebabnya sekarang tidaklah mudah bagi perempuan untuk menerima posisi mengikuti suami. Sama seperti laki-laki, perempuan pun ingin mengetahui alasan kenapa dia harus tunduk kepada suami. Tanpa alasan yang baik istri akan mengalami kesulitan tunduk kepada suami. Tapi meskipun demikian ini tidak berarti tidak ada jalan keluarnya atau tidak ada jembatannya. Jadi silakan si istri itu mengungkapkan pendapat apakah dia susah atau tidak susah untuk mengikuti kehendak suaminya. Sebab sekali lagi istri sama seperti laki-laki yakni dewasa ini dibesarkan di dalam lingkup yang relatif sama, diberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan yang juga sama dan akhirnya kemampuan dan kebiasaan untuk berpikir kritis tertanamkan sejak anak-anak ini kecil. Jadi tidak mudah bagi seorang istri menerima apapun yang suami katakan dan dengan mudah melakukan apa yang dikatakan suami, tidak seperti itu dan kita tidak bisa mengharapkan istri seperti itu, sebab sekali lagi zaman sudah membentuk baik laki-laki maupun perempuan untuk memunyai opini tersendiri dan alasan-alasan yang memang lebih baik untuk diikuti. Maka suami harus bisa memberikan alasan-alasan kenapa sesuatu yang diinginkan itu sebaiknya dilakukan, biarlah alasannya itu bukan saja mengandung unsur demi kepentingannya dia, tapi justru terutama demi kepentingan bersama, sewaktu istri melihat kalau ini untuk kepentingan bersama maka dia akan lebih mudah untuk menerimanya meskipun pada awalnya dia tidak setuju.
GS : Ada istri yang bertanya kepada suaminya, kenapa dia harus tunduk kepada suami dan suami hanya mengatakan,"Alkitab memang sudah mengatakan seperti itu, firman Tuhan mengatakan begitu maka kamu harus lakukan", tapi jawaban itu tidak memuaskan si istri, Pak Paul.
PG : Betul sekali dan memang seyogianyalah kita sebagai laki-laki menyediakan alasan dan kita tidak bisa hanya berkata,"sebab saya sudah berkata seperti itu maka kamu harus mengikuti", tolong jlaskan alasannya.
Apalagi kalau si istri tidak bisa melihat kepentingannya diwakili oleh keputusan si suami. Jadi penting sekali si suami menjelaskan alasan-alasannya kepada si istri. Belum lama ini sewaktu saya sedang di bandara karena pesawat saya ditunda, maka saya berbincang-bincang dengan seorang bapak yang bercerita bahwa, karena tugasnya maka dia harus pindah dari kota ke kota dan dia bercerita anaknya kadang-kadang dalam satu tahun bisa pindah sekolah sampai dua atau tiga kali sampai seperti itu. Dan kemudian saya bertanya,"Apa profesi istrinya ?" kemudian saya bertanya,"Apa yang terjadi dengan istri bapak?" Dia menjawab,"Dia mengikuti saya, tapi kebetulan dia mendapatkan pekerjaan di setiap kota dimana saya akan pindah". Namun pointnya adalah betapa besarnya pengorbanan seorang istri, sebab jika situasinya dibalik maka saya yakin, kebanyakan laki-laki tidak akan bersedia mengorbankan diri seperti itu. Tapi dalam kasus si bapak ini, istri itu rela ikut suami berbelasan tahun karena mereka sudah menikah lama. Ikut suami untuk pindah ke sini dan ke sana, dan dia juga harus pindah pekerjaan dan anak-anak harus pindah sekolah, hal itu sangat berat bagi seorang mama melihat anak-anak itu menderita harus pindah-pindah sekolah dan dia juga berat harus terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkup hidup yang baru tapi tetap dia lakukan. Mungkin sekali si istri itu melihat bahwa bagaimana pun juga suami mengasihi dia dan kepentingannya terwakili oleh si suami demi kepentingan bersama sehingga dia rela untuk ikut.
GS : Dalam hal ini, faktor pendidikan itu cukup dominan dan cukup besar sekali.
PG : Saya kira memang iya, kebanyakan kalau dua-dua memunyai tingkat pendidikan yang baik maka mungkin mereka bisa bercakap-cakap dan saling menjelaskan kepada satu dengan yang lain mengenai alsan-alasannya.
GS : Pak Paul, alasan yang lain tentang istri yang dominan ini apa, Pak Paul ?
PG : Tidak selalu suami memiliki hikmat atau kepandaian yang melebihi istri. Kadang karena si istri lebih berhikmat, dia mengalami kesulitan untuk mendengarkan suaminya apalagi bila suaminya it menolak untuk menerima masukan dari si istri.
Jadi adakalanya kita tahu si istri jauh di atas si suami, jadi waktu dia harus mendengarkan perkataan atau permintaan si suami maka tidaklah mudah untuk dia tunduk dengan begitu saja, sebab sekali lagi dia memiliki pemikirannya dan mungkin sekali apa yang dipikirkannya itu lebih tepat atau lebih baik daripada apa yang dipikirkan oleh si suami. Jadi ini suatu tantangan besar bagi seorang istri yang memang lebih berhikmat daripada suaminya untuk tunduk kepada suaminya.
GS : Karena seseorang yang merasa lebih pandai, lebih mengetahui seringkali sulit apalagi kalau si suami bisa dikatakan kurang berpendidikan, kurang pengertian terhadap istrinya, maka ini akan mempersulit si istri untuk tunduk kepada suaminya, Pak Paul.
PG : Apalagi kalau si suami karena tahu atau merasa bahwa dia tidaklah seberhikmat atau secerdas istrinya, ada kecenderungan dia lebih kepala batu, Pak Gunawan, karena kita bisa mengerti kalau ita sudah merasa lebih rendah atau lebih kecil daripada istri kita maka kita ingin lebih menunjukkan diri kepada istri bahwa kita sama dengan dia atau bahkan kita ingin menunjukkan kalau kita justru berada di atasnya.
Sebab sebagai pemimpin kita akan berpikir kalau kita harus berada di atas istri kita. Memang itu akan menimbulkan masalah yang besar. Maka kalau seorang suami berbesar hati mengakui bahwa si istri lebih berhikmat daripadanya, maka silakan terbuka dan meminta masukan dari si istri dan si istri bijaksanalah di dalam memberikan masukan agar tidak merendahkan si suami. Jadi biarlah si suami menampung masukan si istri kemudian dia yang berkata,"Baiklah, ini adalah ide yang baik dan mari kita lakukan saja". Dengan cara seperti itu maka akan terjalinlah sebuah kerjasama, saling menghormati tapi seperti yang tadi sudah saya singgung, itu tidak akan terjadi karena yang satu merasa defensif, dalam hal ini misalkan si suami sehingga tidak lagi mau mendengarkan masukan si istri.
GS : Dalam hal istri ini menjadi dominan, apakah peran harta benda atau kekayaan dan uang itu juga akan berpengaruh, Pak Paul ?
PG : Biasanya iya, sebab tidak bisa disangkal dalam hidup ini orang yang memunyai uang biasanya adalah orang yang memunyai kuasa atau otoritas dan adakalanya istri mengukur otoritas suami berdaarkan uang yang dihasilkan.
Tidak bisa disangkal akhirnya si suami kalau tidak menghasilkan uang yang besar, maka istrinya itu akan sulit menghargai apalagi untuk tunduk kepadanya. Jadi tidak heran sedikit banyak nilai hidup ini memengaruhi kita sehingga ada istri yang tidak begitu menghargai si suami sebab si suami tidak menghasilkan uang sebesar atau sejumlah yang diinginkan oleh si istri.
GS : Uang ini yang mengelola adalah si istri, jadi katakan pada awal pernikahan mereka sama-sama modalnya pas-pasan karena si suami bekerja dengan rajin dan uang itu dipasrahkan kepada istrinya, apakah itu berpengaruh istri menjadi dominan terhadap si suami ?
PG : Seharusnya kalau si suami menghasilkan uang yang layak, meskipun istri yang mengelola atau yang menyimpan uang dan sebagainya, seharusnya tidak seperti itu. Tapi kita ini adalah manusia yag tidak sempurna dan berdosa, sehingga adakalanya karena si istri melihat saya hanya menghasilkan segini dan dia menuntut suaminya menghasilkan yang lebih banyak maka akhirnya tidak dipandang.
Saya pernah bertemu dengan kasus-kasus seperti ini, yang saya lihat suaminya sebetulnya baik-baik, sabar, tapi memang kemampuannya terbatas untuk menghasilkan uang, dan bukannya malas, dia bekerja dan benar-benar telah berusaha melakukan apapun, tapi karena keterbatasan atau karena kondisi ekonomi maka harus hidup dengan pas-pasan. Dan saya juga melihat bahwa si istri tidak menghargai. Jadi sebetulnya kasihan dan saya kira dalam hal seperti ini si istri harus ingat bahwa Tuhan itu tidak mengharapkan kita itu menilai atau menghargai orang berdasarkan uang yang dihasilkannya, tapi berdasarkan integritas hidupnya.
GS : Sebaliknya ada suami yang menggunakan uang untuk membuat istrinya tunduk kepada dia, Pak Paul.
PG : Betul. Dan memang kalau kita berbicara dengan suami seperti ini maka akan ada yang berkata,"Saya harus beruang, karena kalau tidak maka istri saya tidak akan menghargai saya". Kenapa dia blang seperti itu ? Karena dia melihat contoh-contoh seperti itu juga.
Tapi tadi saya sudah singgung, kita memenangkan istri bukan lewat kuasa, baik itu kekerasan maupun kuasa uang tapi lewat kasih.
GS : Berarti masih ada alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Ada, Pak Gunawan, yaitu yang berikut berkaitan dengan pemahaman konsep kuasa dewasa ini. Di dalam zaman ini, konsep kuasa tunggal makin sulit diterima sebab yang dianggap lebih baik adalahberbagi kuasa mulai dari sistem kenegaraan sampai perusahaan, konsep saling mengawasi dan saling mempertanggung jawabkan dianggap kunci organisasi yang sehat.
Itu sebabnya makin banyak istri yang mengharapkan suami untuk berbagi kuasa, dengan kata lain semua hal mesti disepakati bersama 50-50 dan akhirnya sulit didapati kesepakatan karena dua-dua beranggapan bahwa 50-50 dan tidak ada yang 49 dan yang satunya 51.
GS : Padahal kalau kita menengok ke belakang, 50 atau 60 tahun yang lalu, itu lebih banyak istri yang tunduk kepada suami sekalipun bukan Kristen, dibandingkan yang sekarang di era kemajuan ini. Dan itu kenapa, Pak Paul ?
PG : Bisa jadi karena pada zaman dulu perempuan harus bergantung secara finansial kepada suaminya tapi sekarang tidak lagi. Dan kemandirian finansial adakalanya membuat sulit istri untuk mengikti suami, di masa lalu kalaupun tidak setuju pada akhirnya istri terpaksa mengikuti kehendak suami sebab tanpa dukungan suami secara finansial maka dia akan kesulitan memutar roda kehidupan.
Dan sekarang memang tidak demikian, apalagi kalau ada wanita yang berpenghasilan di atas suaminya.
GS : Tetapi kalau ketertundukan itu karena terpaksa, apakah hal itu bisa disebut sebagai ketundukan yang benar, Pak Paul ?
PG : Nanti kita akan menyoroti hal ini dengan lebih seksama, Pak Gunawan. Sudah tentu sejatinya kita tunduk secara sukarela namun adakalanya kita harus menahan diri dan tunduklah secara terpaks demi menjaga keharmonisan rumah tangga kita.
GS : Yang benar adalah kita melandaskan kehidupan suami istri ini berdasarkan firman Tuhan, Pak Paul, dan apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Pak Gunawan, berdasarkan hal-hal tersebut di atas saya harus akui menerapkan firman Tuhan untuk tunduk kepada suami memang menjadi tantangan tersendiri. Tidak jarang akhirnya ada istri yan mengambil alih biduk keluarga malah mengendalikan suami.
Biasanya tatkala terjadi orang langsung cenderung menilai bahwa istri adalah seorang yang dominan padahal penyebabnya acapkali tidaklah sesederhana itu. Sungguhpun demikian kita tetap harus mengikuti pola atau aturan yang ditetapkan Tuhan sebagaimana dicatat di dalam Efesus 5:22-23,"Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat". Dengan kata lain, kita atau wanita memasuki pernikahan dengan kesiapan untuk tunduk.
GS : Jadi sebenarnya Tuhan sudah mengatur posisi dan tugas dengan jelas, Pak Paul, hanya kita saja yang sebagai pelaksananya kurang benar, Pak Paul.
GS : Nanti akan kita perbincangkan dengan lebih lanjut pada perbincangan yang akan datang, beberapa masukan dari firman Tuhan bagaimana sebenarnya kita harus tunduk kepada suami. Tapi terimakasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Mengapa Istri Dominan?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.