Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Memahami dan Merawat Penderita Dementia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kesehatan memang menjadi suatu topik yang menarik karena menyangkut semua orang. Walaupun ilmu kedokteran begitu maju, tapi rupanya penyakit juga bertambah banyak macamnya. Ada yang disebut dementia. Sebenarnya itu apa ?
PG : Sesungguhnya dementia atau kepikunan bukanlah suatu nama penyakit, Pak Gunawan. Dementia adalah suatu gejala atau kondisi yang terjadi di dalam otak yang ditandai dengan menurunnya fungsi mental. Nah, gejala ini dapat dan sering ditemukan pada penyakit-penyakit lainnya seperti alzheimer dan parkinson. Jadi, seperti gejala pilek dan batuk ditemukan dalam sakit flu, demikianlah dementia ditemukan dalam penyakit alzheimer dan parkinson.
GS : Berarti itu tidak berdiri sendiri ya? Orang tidak hanya terkena dementia saja ya ?
PG : Bisa, Pak Gunawan. Ada orang-orang yang hanya terkena dementia saja. Memang itu tidak dimasukkan dalam alzheimer atau parkinson. Kalau orang terkena dementia saja, ini tidak disebut sebagai suatu penyakit tapi sebuah kondisi penurunan fungsi mental akibat usia yang bertambah.
GS : Biasanya pikun diderita oleh orang-orang yang sudah berumur atau tua. Apakah orang muda juga bisa terkena, Pak Paul ?
PG : Tidak. Kalau orang muda terkena, dia terkena penyakitnya. Misalnya, anak muda yang terkena "parkinson desease" yang terkenal adalah aktor Michael J. Fox. Seingat saya dia terkena penyakit itu di usia 20-an akhir sebelum 30 tahun. Sekarang sudah lebih dari 20 tahun dia mengidap penyakit tersebut. Nah, bisa jadi nantinya di usia tuanya dia juga mengalami dementia, tapi saat ini memang belum, dia hanya mengalami gejala Parkinson lainnya. Tapi apakah orang yang berusia muda bisa menjadi pikun atau dementia secara alamiah tanpa ada kecelakaan atau benturan kepala dan sebagainya ? Saya rasa tidak.
GS : Nah, Pak Paul tadi katakan ada benturan kepala atau kecelakaan, itu membuat orang kadang-kadang lupa sebagian atau bahkan lupa seluruh masa lalunya. Apakah itu tergolong dementia ini ?
PG : Bisa. Memang ada gejala-gejala seperti dementia yang dapat dialami orang orang yang mengalami kecelakaan. Sebetulnya kecelakaan yang melibatkan benturan kepala bukan saja bisa memengaruhi ingatan atau memori tapi juga bisa memengaruhi emosi, Pak Gunawan. Ada orang-orang yang memang mengalami gangguan atau cedera di kepalanya bisa mempunyai depresi, bisa mau bunuh diri. Nah, maka ini yang terjadi. Misalkan seperti para pemain football di Amerika Serikat. Ada beberapa yang berusia relatif muda membunuh diri. Akhirnya mereka diketahui menderita cedera otak karena sewaktu bermain football terbentur terlalu keras sehingga mengakibatkan gangguan-gangguan itu. Jadi, bukan saja memengaruhi ingatan tapi juga bisa memengaruhi emosi mereka.
GS : Jadi, ada beberapa cabang olahraga yang bisa menimbulkan dementia pada seseorang ya ? Misalnya tinju, yang memengaruhi otaknya.
PG: Itu yang dialami oleh Muhammad Ali, dia terkena parkinson. Parkinsonnya bisa kita lihat dengan gemetar-gemetar pada tangan dan kepalanya. Namun juga bisa di dalamnya itu ada dementianya pula.
GS : Sebenarnya dementia ini bisa kita kenali sejak dini atau tiba-tiba saja seseorang terkena dementia ?
PG : Dementia dapat memunculkan berbagai gejala yang pada awalnya tidak selalu terlihat jelas sebagai masalah, Pak Gunawan. Misalnya, lupa. Bukankah biasa kita lupa. Lupa ini, lupa itu. Ada orang yang memunculkan gejala yang kita anggap biasa-biasa saja. Namun perlahan tapi pasti, gejala mulai melebar sehingga bukan saja lupa tetapi juga mengulang-ulang sesuatu. Si penderita akan menanyakan sesuatu yang telah ditanyakannya beberapa menit yang lalu dan sama sekali tidak dapat mengingat bahwa ia telah menanyakannya. Dan yang kadang membuat frustrasi adalah ia mudah lupa dengan apa yang telah kita sampaikan kepadanya, misalnya janji pertemuan. Namun karena tidak dapat mengingatnya sama sekali, ia malah menyalahkan kita bahwa kita lalai memberitahukannya. Jadi, ini adalah gejala-gelaja dementia yang dapat kita amati. Pada waktu sudah mulai mengulang-ulang, waktu mulai melupakan janji-janji pertemuan, biasanya kita baru menyadari bahwa ini bukan sekadar lupa, bahwa ini sudah masuk ke dementia atau kepikunan. Memang ini bisa menyusahkan orang, Pak Gunawan. Karena misalkan kita membawa orang tua yang terkena dementia ke sebuah perkumpulan atau apa, misalkan dia senang dengan Pemahaman Alkitab atau persekutuan, mungkin dia bisa memberikan kesaksian yang sama setiap minggu, Pak Gunawan. Tapi waktu kita ingatkan dia, "Papa minggu lalu sudah membicarakan ini", dia katakan, "Oh, belum. Saya baru katakan ini hari ini." Dia akan ulang lagi, ulang lagi. Setiap minggu ulang, ulang, ulang. Nah, biasanya istri atau suami atau anak yang membawanya lama-lama malu. Malu karena ayahnya, misalnya, kalau datang ke persekutuan, memberikan kesaksian yang sama terus-menerus. Akhirnya karena malu tidak dibawa ke persekutuan lagi. Menurut saya ini keliru. Seharusnya tetap dibawa saja tidak apa-apa. Atau yang lain yang sudah saya sebut adalah misalkan sudah membuat janji, "Besok jam 10 kita akan ke dokter." Dia mengiyakan. Besoknya jam 9 kita katakan, "Sudah siap ? Kita mau ke dokter." Dia akan berkata, "Siap kemana ?" "Bukankah kemarin sudah saya ingatkan hari ini kita akan ke dokter ?" "Tidak. Kamu tidak bilang apa-apa kemarin." "Iya, sudah saya ingatkan…" "Tidak!" Nah, dia benar-benar tidak ingat bahwa kemarin sudah janjian ke dokter hari ini. Jadi, kalau sampai orang mulai memerlihatkan gejala-gejala seperti itu, dapat dipastikan bahwa sudah mulai mengalami dementia atau kepikunan.
GS : Apa bedanya dengan lupa ? Sejak muda sekalipun, banyak orang yang melupakan sesuatu. Tapi apa bedanya dengan dementia ini, Pak Paul ?
PG : Secara singkatnya adalah kalau kita ini lupa yang wajar, waktu diingatkan kita tahu kita lupa. Kalau dementia, kita lupa dan diingatkan, kita tidak tahu kita lupa. Misalnya kalau kita lupa bahwa kita sudah bersaksi yang sama, lalu diingatkan, "Minggu lalu kamu sudah bicara yang sama." "Oh, iya ya! Baru ingat!" Nah, itu lupa yang wajar. Atau, "Kamu lupa ya ? Kita sudah janji mau ke dokter." "Oh, iya ya. Saya lupa !" Padahalnya ya memang saat itu kita ingat, sekarang tidak ingat lagi. Itu yang terjadi. Tapi kalau orang terkena dementia, benar-benar kosong. Dia tidak bisa mengingat sama sekali bahwa kemarin sudah diingatkan hari ini akan ke dokter. Sama sekali dia tidak ada ingatan itu. Sama sekali dia tidak ada ingatan minggu lalu dia telah memberikan kesaksian yang sama di dalam persekutuan. Waktu kita ingatkan, tetap tidak ada ingatan itu sama sekali. Jadi itu bedanya lupa yang wajar dan lupa karena dementia.
GS : Tapi pada awalnya orang kalau diingatkan pasti mengatakan "Oh iya, saya lupa." Tapi lama-lama dia menyangkali hal itu. Ini perkembangan dari lupa atau bagaimana ?
PG : Tidak. Kalau kita memang lupa wajar, kita tidak terkena dementia, ya pada waktu diingatkan ya kita, "Oh iya ya." Atau ada yang memang kita lupa, tapi kebanyakan waktu diingatkan, "Oh iya. Sekarang saya ingat. Sudah janji tapi saya lupa. Maaf." Tapi kalau dementia, selalu tidak ingat, selalu lupa.
GS : Apakah itu ada bagian otak yang rusak ?
PG : Secara organik, secara fisik, secara otak memang terjadi perubahan-perubahan yang membuat kepikunan itu menjadi bagian dari orang tersebut. Sudah tentu tidak semua orang tua akan pikun, Pak Gunawan. Kita mesti menjelaskan hal ini karena kadang orang berpikir kalau tua pasti pikun. Tidak. Ada orang yang sudah berumur 90 tahun tetap memunyai pikiran yang sangat tajam, tapi ada orang yang berumur 70 tahun pikirannya sudah pikun. Jadi, memang tidak sama.
GS : Yang dilupakan itu hampir semua bagian hidup ini atau hanya tertentu saja, Pak Paul ? Artinya ada orang yang bisa menghafal atau mengingat-ingat nama seseorang tetapi untuk meletakkan barang selalu lupa, selalu tidak bisa ingat lagi.
PG : Selama memang hanya terbatas pada itu tapi dia ingat nama orang, semuanya ingat, hanya lupa dimana taruh barangnya saja, itu adalah suatu proses penuaan yang wajar, Pak Gunawan. Kita punya ingatan memang tidak akan sama lagi seperti dulu. Jadi, itu bukan dementia.
GS : Gejala yang lainnya apa ?
PG : Satu hal lain yang kadang dialami oleh penderita dementia adalah halusinasi. Sebagai contoh ya, dia melihat kita mengambil uangnya padahal tidak. Masalahnya karena itu adalah halusinasi, baginya jelas bahwa kita telah mengambil uangnya dan ia melihatnya dengan mata kepala sendiri. Penjelasan apa pun yang kita berikan tidak akan mempan untuk mengubah pemikirannya. Sudah tentu perilaku seperti ini bukan saja melelahkan tapi juga menyusahkan. Siapa pun yang kita minta untuk menjaganya akhirnya tidak tahan menghadapinya atau ia sendiri yang meminta kita memecat orang tersebut dan yang lebih buruk lagi adalah dia sendiri yang mengusirnya. Kenapa ? Ya karena itu, dia akan berkata perawat tersebut mengambil uangnya. Kita katakan, "Kapan ?" Dia sebut, "Tadi. Saya lihat dia mengambil uang saya." Padahal uangnya tidak ada yang diambil. Tapi bagi dia sungguh-sungguh dia melihat perawat itu mengambil uangnya. Ini bagian dari halusinasi. Halusinasi artinya melihat sesuatu yang memang tidak ada dasar realitasnya, tapi dalam bayangannya sendiri, namun bagi dia itu adalah suatu hal yang nyata.
GS : Ada yang saya temui itu dia tidak menyebutkan bahwa ada seseorang yang mengambil, tapi dia yakin barangnya hilang diambil orang. Walaupun setelah dicari, dicari, dicari akhirnya ketemu. Tapi itu bukan halusinasi, dia tidak melihat sesuatu kalau mengatakan bahwa ada seseorang yang melakukan.
PG : Betul. Itu belum ke arah halusinasi tapi itu sudah masuk kategori yang berbeda yang lebih sedikit ringan yaitu delusi, yaitu mengembangkan pemikiran bahwa sesuatu terjadi meskipun tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tapi efeknya memang sama, Pak Gunawan. Akhirnya orang tidak tahan karena dia akan menuduh seseorang mengambil uangnya meskipun dia sendiri tidak melihatnya. Nah, pemikiran-pemikiran baik itu delusional maupun yang bersifat halusinasi biasanya memang akan menyusahkan orang.
GS : Iya. Karena memang mesti ada orang yang dijadikan obyek pelakunya dan dia memertahankan itu.
PG : Betul. Dia akan menuduh kuncinya hilang karena ada yang mencuri, apanya hilang ada yang mengambil, padahal sama sekali tidak ada yang mengambil. Nah, waktu kita mulai melihat orang tua kita begitu, kita perhatikan saja. Kalau jarang-jarang begitu ya berarti tidak menjadi dementia. Tapi kalau makin sering dia bicara barang saya tidak ada, ini saya tidak ada, itu saya tidak ada, berarti memang sudah masuk dementia.
GS : Orang yang dicurigai itu memang pada dasarnya sudah tidak disukainya dari dulu atau tiba-tiba saja ?
PG : Bisa dua-duanya, Pak Gunawan. Tentu kalau memang dia sudah tidak senang dengan orang tersebut, menjadi-jadi. Misalnya ada satu kasus yang saya ketahui, si menantu yang sudah tua juga sebetulnya, tidak disukai oleh mertuanya yang sudah sangat tua. Dari dulu tidak terlalu disukai. Sekarang si mertua itu terkena dementia di usia yang sudah sangat lanjut. Si menantu tambah dituduh habis-habisan, melakukan ini itu, padahal si menantu tidak melakukan apa-apa.
GS : Tapi juga bisa tanpa ada perasaan dendam, orang itu dijadikan obyeknya.
PG : Bisa juga. Misalnya ada perawat yang merawat dia. Tak ada angin tak ada hujan, dia akan menuduh perawat itu. Ada orang datang, dia menyangka orang ini datang untuk mengambil barangnya.
GS : Iya. Pada mulanya memang sulit, kita tidak percaya pada orang ini. Pada mulanya kita percaya pada orang tua sendiri, kita percaya pada omongannya. Setelah berulang kali barulah kita tahu bahwa dia sudah menderita dementia.
PG : Betul. Dulu memang kita jarang mendengar hal ini karena memang pada umumnya dementia mulai bermunculan di usia yang benar-benar tua. Dengan membaiknya pengobatan dan perawatan medis, usia orang bertambah, makanya kita lebih sering melihat masalah dementia ini.
GS : Iya. Adakah gejala lainnya yang bisa dikenali ?
PG : Ada. Hal lain yang seringkali dialami penderita dementia adalah naik turunnya emosi. Kadang tanpa sebab ia dapat menangis atau sebaliknya marah-marah. Singkat kata, kita tidak pernah tahu dengan pasti apakah hari ini akan menjadi hari baik atau hari buruk baginya dan bagi kita pula. Sebab emosinya dapat meluap ke mana-mana tanpa ada pemicunya sama sekali. Tidak bisa tidak kita yang hidup bersamanya mesti siap menjadi tempat penampung luapan emosinya. Meskipun kita tidak mengerti tapi ya bagaimana lagi, kita bisa dimarahi habis-habisan atau tiba-tiba dia bisa menangis sedih sekali. Jadi emosi turun naik itu juga bisa mengganggu kita.
GS : Bisa senang sekali atau tidak ?
PG : Bisa, tapi jarang, Pak Gunawan. Sudah tentu kita senang bila lebih banyak senangnya. Tapi justru lebih banyak sebaliknya.
GS : Marah dan menangis ya.
PG : Betul.
GS : Lalu adakah gejala yang lain ?
PG : Ada. Satu lain adalah, dan ini agak berat untuk kita lihat, dia tidak lagi mengenali orang di sekitarnya. Dia melihat kita adalah suaminya atau istrinya atau dia mengira kita adalah ayah atau ibunya padahal kita adalah anaknya. Nah, sewaktu ia mengira kita adalah ayah atau ibunya, dai akan berperilaku sebagai seorang anak kecil dan memerlakukan kita seakan-akan kita adalah ayah atau ibunya. Sudah tentu hal seperti ini tidak mudah untuk kita hadapi sebab di mata kita dia tetap ayah atau ibu kita yang kita hormati. Namun sekarang dia berubah menjadi seorang anak kecil yang ketakutan atau yang merengek-rengek meminta sesuatu. Ini tidak gampang untuk kita hadapi secara emosional. Tapi kadang-kadang ini yang harus kita hadapi dan kalau memang terkena dementia, di hari-hari dia makin parah keadaannya biasanya yang terjadi adalah dia tidak bisa lagi mengenali siapa-siapa.
GS : Tapi kalau orang yang tidak terlalu kenal lalu melihat reaksi seperti ini bisa menganggap sebagai orang gila.
PG : Bisa. Karena dianggap sudah tidak ada ingatan sama sekali, padahal bukan, ini adalah dementia, apalagi kalau memang usianya sudah tua.
GS : Lalu bagaimana kalau penderitanya tidak bisa mengurus diri sendiri ?
PG : Biasanya di tahap akhir, penderita dementia sudah tidak bisa lagi berjalan atau mengurus diri dan kebersihannya. Tidak bisa lagi. Dia akan buang air di ranjang, tidak bisa berjalan sehingga harus diangkat dan didudukkan di kursi roda. Singkat kata, dia memerlukan perawatan penuh. Makan mesti disuapkan dan kalau sudah tidak bisa makan lewat mulut lagi maka terpaksa dia harus diberi makan lewat selang. Ini bisa berlangsung lama bahkan bertahun-tahun.
GS : Menjadi beban tersendiri bagi keluarga bila ada anggota keluarganya yang terkena dementia ya.
PG : Betul. Pada akhirnya orang tersebut akan diam saja atau pasif sekali di tempat tidur. Ada yang membuka matanya, ada juga yang tidak lagi membuka mata. Terus begitu. Akhirnya makan harus disuapi atau memakai selang.
GS : Lalu bagaimana kita sebagai anggota keluarga yang selalu tinggal dengan orang seperti itu ?
PG : Memang kita harus melakukan dua hal yang akan saya bagikan. Yang pertama, ikuti iramanya. Yang kedua, lakukanlah sedapatnya, bukan seidealnya. Coba kita lihat yang pertama. Ikuti iramanya berarti jangan beradu pendapat dengannya. Jangan berharap apalagi memaksanya untuk mengerti. Dengan kata lain jangan berusaha untuk meluruskan apapun. Upaya untuk meluruskannya hanya akan memperburuk keadaan. Kita harus mengerti bahwa bukannya dia tidak mau mengingat, memang dia tidak bisa mengingat. Bukannya dia tidak mau tahu, memang dia tidak tahu. Bukannya dia tidak mau mengendalikan emosi, memang dia tidak dapat mengendalikan emosi. Dan satu lagi, bukannya dia tidak mau percaya, memang dia tidak dapat percaya. Jadi, jangan berupaya untuk membuatnya sadar. Saya tidak mengatakan mengikuti irama itu hal yang mudah. Berat. Saya kenal satu kasus dimana si mertua yang sudah tua sekali terkena dementia dan terus menuduh menantunya memunyai hubungan dengan perempuan lain. Jadi, pulang pergi pulang pergi dia marahi, dia tuduh. Menantunya ini baik sekali, sabar, tidak pernah menyahut, dia diam saja. Ada tamu berkunjung, tamunya langsung dimarahi karena disangka menggoda menantunya. Macam-macamlah. Tidak ada orang lewat pun dia katakan ada orang lewat mau menggoda menantunya, mau berhubungan dengan menantunya. Luar biasa merepotkan ya. Tapi memang tidak bisa menjelaskannya. Tidak bisa kita sadarkan dia. Jadi, kita dengarkan saja. Memang tidak enaknya adalah membuat malu sebab kalau misalnya dibawa ke gereja, dia bicara ke orang-orang di gereja bahwa menantunya ada hubungan dengan perempuan lain. Kalau orang mengerti orang ini terkena dementia, tidak apa-apa. Tapi kalau orang tidak mengerti orang ini terkena dementia akan berpikir si menantu yang mereka kenal itu ada hubungan dengan orang lain. Jadi, secara sosial saya bisa mengerti. Akhirnya kebanyakan kalau ada orang yang terkena dementia dalam rumah, dipisahkan, didiamkan saja di rumah. Karena kalau di luar bisa membuat kekacauan. Tapi kalau diam di rumah terus tidak ada kontak dengan orang, itu makin memperburuk juga sebetulnya.
GS : Iya. Karena secara fisik dia tidak ada kelainan apa-apa ya, kecuali otaknya.
PG : Betul. Sebetulnya dia masih bisa, misalkan ke gereja. Bisa. Mendengarkan khotbah masih bisa, baca Alkitab masih bisa, bicara masih nyambung, tidak ada masalah. Tapi ada poin tertentu yang memang tidak bisa nyambung lagi. Lain dengan alzheimer. Kalau orang terkena alzheimer, pada akhirnya memang secara total tidak bisa lagi nyambung sama sekali.
GS : Apakah ada upaya pemberian obat tertentu untuk mencegah atau menguranginya, Pak Paul ?
PG : Sebetulnya tidak ada obatnya, Pak Gunawan. Obat-obat yang diberikan hanya mungkin memperlambat saja. Tapi kalau orang sudah terkena dementia, akhirnya dia harus menjalani sampai ke titik akhir.
GS : Selain itu, apalagi yang bisa kita kerjakan ?
PG : Saran kedua adalah lakukanlah sedapatnya, bukan seidealnya. Idealnya kita merawat orang tua kita sendiri, tapi bila itu tidak mungkin, relakanlah dia untuk dirawat oleh orang lain. Walau dia menuntut kita untuk merawatnya, keraskanlah hati untuk menolak bila itu memang tidak dapat kita lakukan. Saya mengerti kadang-kadang berat hati, "Kok kasihan orang tua minta tidak mau dirawat oleh orang lain kecuali kamu saja. Tapi kalau memang tidak memungkinkan, tidak apa keraskan hati. Karena memang dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama lagi, dia pun tidak akan tahu lagi bahwa dia dirawat oleh siapa." Jadi, memang tidak mudah karena merawat penderita dementia tidak beda dengan merawat bayi. Semua jadwal aktifitas harus disesuaikan dengan jadwal aktifitas dan kebutuhannya. Itu sebab penting bagi kita untuk mengatur tenaga dan tugas, jangan sampai kita melalaikan tugas tanggung jawab kita sendiri. Kita harus mengatur kekuatan dan sumber daya sebab ini tidak berakhir dengan cepat, tidak ada obat yang dapat mengendalikannya ke kondisi semula.
GS : Pasti orang masih lebih senang merawat bayi daripada merawat penderita dementia. Kalau bayi masih ada lucu-lucunya. Kalau ini sangat menjadi beban. Tapi bagaimana kalau betul-betul tidak bisa dan diserahkan kepada perawat ? Apakah kita sebagai anggota keluarga itu tidak memberikan perhatian yang lainnya secara khusus kepada anggota keluarga yang terkena dementia ini ?
PG : Sudah tentu kalaupun kita meminta bantuan perawatan dan sebagainya, sedapatnya kita juga terus memberikan perhatian kepada si penderita dementia. Kita tetap mengajaknya bicara, kita tetap berdoa baginya, atau bernyanyi untuknya. Jadi, kita tetap menjaga adanya interaksi dengan dia.
GS : Apa tujuannya, Pak Paul ?
PG : Nomor satu, dengan kita terus menjaga interaksi dengan dia, mudah-mudahan dia masih terus memertahankan ingatan-ingatannya itu. Tapi yang nomor dua juga adalah bukankah meskipun dia tidak bisa mengerti perkataan kita tapi dia bisa menangkap kasih sayang kita. Pada akhirnya yang dia mengerti adalah dia dikasihi atau tidak. Dia mungkin tak lagi mengerti apa yang kita bicarakan tapi dia tetap tahu dia dikasihi atau tidak dikasihi.
GS : Iya. Biasanya kalau penderita dementia ini juga punya penyakit lain yang kompleks, itu makin memperparah keadaannya ya. Makin mempersulit kita untuk merawatnya.
PG : Betul sekali.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Salah satu janji terindah yang pernah dibuat manusia adalah janji yang diikrarkan seorang menantu kepada mertuanya, yaitu janji Rut kepada Naomi. Mari kita simak, "…Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan." (Rut 1:16-17) Jadikan ini komitmen kita juga untuk memberi yang terbaik untuk orang yang kita kasihi dan mengasihi kita, dalam hal ini adalah orang tua kita, Pak Gunawan. Jadi, berilah yang terbaik kepada mereka.
GS : Ya. Pada waktu itu memang si Naomi ini tidak dementia ya. Tetapi ada komitmen yang diberikan oleh Rut kepada ibu mertuanya sedangkan menantu yang satu meninggalkan Naomi. Ini suatu teladan yang baik antara menantu dan mertua.
PG : Betul.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini, Pak Paul.
GS : Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami dan Merawat Penderita Dementia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.