Pengambilan keputusan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dikerjakan, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar keputusan yang kita ambil nantinya benar-benar bisa bermanfaat. Karena itulah sangat diperlukannya hikmat di dalam kita mengambil suatu keputusan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Dan kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Hikmat dalam Pengambilan Keputusan". Kami percaya acara ini pasti akan sangat membantu kita sekalian dalam menjalani kehidupan ini. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya akan menggarisbawahi apa yang tadi Pak Gunawan katakan. Sungguh benar Pak Gunawan, bahwa kita ini belajar untuk menjadi seorang pilot. Kita ini bisa bersekolah untuk menjadi seorang asitek tapi tidak ada pelatihan atau sekolah yang mempersiapkan kita menjadi seorang pengambil keputusan.
Nah masalahnya adalah hidup ini penuh dengan keputusan yang harus kita ambil, namun kita tidak menerima persiapan untuk itu. Jadi sering kali yang terjadi adalah kita jatuh bangun agar sampai pada keputusan yang baik. Ada sebagian kita yang sering kali membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan, maka saya kira tepatlah saat ini kita gunakan untuk membahas sebetulnya apa itu prinsip-prinsip yang bisa kita gunakan dan kita timba dari firman Tuhan untuk menolong kita dalam mengambil keputusan. Yang mendasarinya adalah saya ambil cerita kisah Raja Rehabeam, Pak Gunawan, ini diambil dariPG : Yang penting adalah kita ini memfokuskan mata kita pada permasalahannya. Nah adakalanya mata kita bergeser dari permasalahan ke citra, bagaimana orang melihat saya. Nah saya kira dalam uruan prioritas, tetap yang nomor 1 kita harus fokuskan adalah permasalahannya, apapun citra kita di mata mereka tetap permasalahannya yang kita fokuskan.
Saya berikan contoh, di kehidupan Tuhan Yesus ada satu kali Dia mengobrak-abrik Bait Allah. Dia membalikkan meja orang-orang yang berdagang di dalam pelataran Bait Allah. Secara manusiawi tindakan Tuhan Yesus itu tindakan yang sangat mengagetkan orang dan dapat dinilai kasar. Kenapa seseorang yang dianggap guru agama saat itu bertindak sekasar itu, memecuti hewan-hewan yang sedang diperdagangkan di Bait Allah. Sudah tentu image atau citra yang dibentuk oleh tindakan Tuhan adalah citra yang tidak enak, sebagai seorang guru agama kenapa bertindak sekasar itu. Tapi sekali lagi Tuhan Yesus tetap mengambil keputusan untuk mengusir hewan-hewan dan para pedagang dari Bait Allah. Sebab bagi Dia, Bait Allah adalah rumah Allah dan tidak boleh dikotori dengan hal-hal seperti itu. Nah ini contoh yang baik sekali yang dapat kita terapkan. Adakalanya keputusan yang kita ambil membuat kita menjadi orang yang tidak populer, justru orang yang tidak lagi dianggap atau dianggap sangat aneh, namun justru itu keputusan yang benar yang kita harus ambil. Jadi tetap kita nomorduakan penampilan kita, yang kita fokuskan adalah permasalahannya.PG : Betul, saya berikan contoh yang riil Pak Gunawan, kadang-kadang ada orang yang memilih jurusan tertentu bukan karena kehendaknya, tapi kehendak orang tuanya. Misalkan dia diminta untuk menadi seorang dokter, dia tidak mau menjadi dokter meskipun dia mampu, dia maunya misalkan masuk ke sekolah yang lain.
Namun karena itulah yang dituntut oleh orang tuanya dan itulah yang diharapkan, akhirnya dia menempuh sekolah kedokteran. Setelah bersekolah 6, 7 tahun dia lulus tidak dipakai, dia akhirnya menjadi seseorang yang dia inginkan. Namun sekali lagi 6, 7 tahun sudah terlewati jadi keputusan yang salah telah diambil karena apa? Karena ingin mendapatkan image atau gambaran sebagaimana yang diproyeksikan.PG : Nah kalau memang itu keputusannya ya dia berani bayar harga, ya silakan berarti memang dia menyadari keputusan itu dia ambil untuk menyenangkan hati orang tuanya. Dan tidak harus salah kalu memang itu merupakan kerelaan hatinya sendiri.
Yang saya takuti adalah adakalanya kita tidak menyadari hal itu, karena kita ingin orang melihat kita seperti gambaran yang kita inginkan akhirnya permasalahan yang harus kita putuskan menjadi tidak jelas lagi.PG : Yang kedua adalah keputusan yang benar didasari atas masukan dari sumber yang memahami duduk masalahnya. Rehabeam pertama-tama bertanya kepada para konselornya ya, penasihatnya yang tua-tu, orang-orang yang mengerti kebijakan yang ditetapkan raja Salomo, ayah Rehabeam.
Mereka juga mengerti dampak keputusan Salomo terhadap rakyat, yaitu rakyat terlalu dibebani, mereka yang mengerti. Kesalahan Rehabeam adalah setelah mendengarkan nasihat dari para penasihat yang tua-tua itu, dia lari kepada teman-temannya yang sebaya, yang tidak begitu mengerti duduk masalahnya. Karena mereka masih muda, mereka belum bisa melihat ke belakang seperti para penasihat yang tua itu. Akhirnya Rehabeam mengambil keputusan yang salah karena mendapatkan masukan dari orang-orang yang tidak kompeten. Jadi kadang-kadang kita mempunyai pandangan, Pak Gunawan, dalam mengambil keputusan kumpulkan data sebanyak-banyaknya, saya kira itu tidak tepat. Bukan kumpulkan data sebanyaknya-banyaknya, melainkan kumpulkan data setepat-tepatnya, dua hal yang tidak sama. Nah, tepat dalam pengertian kita mencari sumber yang memang kompeten atau memahami duduk masalahnya, jangan sampai kita kumpulkan terlalu banyak pandangan dari orang-orang yang tidak kompeten. Akhirnya masukan menjadi simpang siur, kita ini makin tambah bingung begitu.PG : Itu mungkin juga arogansinya dia, tapi bisa jadi mereka atau teman-temannya itu yang mempengaruhi dia. Sebab awalnya dia telah melakukan hal yang benar yakni meminta nasihat para penasihatpenasihat tua itu namun setelah dia pikirkan, dia mungkin mencari masukan dari yang lebih muda.
Yang lebih muda ini seolah-olah mengompor-ngompori dia. Engkau harus katakan seperti ini kepada rakyat "Kelingkingku lebih besar daripada pinggang ayahku." Jadi mereka memberikan nasihat yang sangat jahat, sangat keliru, sangat fatal. Dan masalahnya Rehabeam itu tidak matang sehingga terpengaruh oleh nasihat teman-temannya itu.PG : Bisa jadi, mungkin sekali karena nasihatnya dituruti mereka menjadi penasihat-penasihat yang penting dan bisa menggeser para penasihat yang tua itu.
PG : Betul, dan jangan sampai kita keliru dengan berkata kita harus terbuka terhadap semua nasihat, saya kira itu tidak tepat. Kita harus mendengarkan nasihat dari orang yang tepat.
PG : Yang ketiga adalah keputusan yang benar berpijak pada konsep kebajikan yang universal. Misalnya apa, apakah itu adil, apakah itu kasih, apakah itu baik, nah di sini kita melihat Rehabeam mnindas rakyat dengan menambahkan beban, tuntutan, tanggung jawab kepada rakyatnya.
Dan hal itu tidak dapat dibenarkan oleh alasan apapun, penindasan tidak dibenarkan oleh alasan apapun. Jadi keputusan Rehabeam apapun alasannya, tidak benar, karena apa? Melanggar prinsip kebajikan yang memang kita percayai sebagai orang Kristen yaitu harus adil, harus ada kasihnya, dan juga harus baik. Nah penindasan tidak termasuk ketiga-tiganya itu. Jadi dalam pengambilan keputusan kita harus bertanya juga aspek etisnya, aspek moralnya, apakah keputusan kita itu baik, apakah juga adil. Kadang-kadang baik untuk kita, tidak baik untuk orang lain, otomatis kita mencoba untuk baik bagi semuanya. Adil, apakah adil untuk kita dan untuk orang lain dan apakah ada unsur kasihnya, karena kasih adalah isi hati Tuhan yang paling dalam yang juga harus kita miliki, jadi itu adalah aspek moral dalam keputusan yang harus kita pertimbangkan.PG : Tuhan pernah mengajarkan kepada kita suatu perintah yang disebut hukum emas yaitu perbuatlah kepada orang sebagaimana kita inginkan orang perbuat kepada kita. Jadi kita bisa gunakan prinsi itu juga dalam pengambilan keputusan.
Adil memang bisa direlatifkan berdasarkan standar siapa tapi kalau kita tempatkan pada diri orang lain, kira-kira apa itu yang kita harapkan, nah itu yang kita gunakan juga. Sebab perintah Tuhan adalah seperti itu perbuatlah kepada orang seperti yang kita inginkan orang perbuat kepada kita.PG : Sudah tentu sangat terpengaruh pula oleh berapa bersih dan kotornya hati kita ini. Kalau hati kita kotor, kita akan berkata saya digitukan orang juga tidak apa-apa akhirnya semuanya menjad sangat kotor.
Dari hati yang kotor akan muncul timbangan yang juga kotor, tidak bersih.PG : Itu masuk ke prinsip yang keempat dan memang itu yang juga gagal untuk dilihat oleh Rehabeam. Jika Rehabeam mengabulkan permintaan rakyatnya, dia akan dicintai dan ditaati, sebaliknya penoakannya memang membuat rakyat takut kepadanya namun lebih dari itu penolakannya membuat rakyat membencinya dan tidak menaatinya.
Jadi dalam pengambilan keputusan, prinsip keempat kita harus juga ingat yaitu keputusan yang benar harus mempertimbangkan dampak dari keputusan itu. Orang yang bijaksana akan selalu mengingat apa akibat keputusan saya ini pada saya, pada relasi saya dengan orang lain dan pada orang-orang lain juga. Nah Rehabeam gagal melihat hal ini.PG : Tepat, dia hanya melihat dirinya dan dia gagal melihat rakyatnya bahwa rakyatnya itu sudah menderita. Dengan menambah penderitaan itu, dia hanya akan menambah kemarahan rakyat kepada dirina.
PG : Yang kelima adalah keputusan yang benar muncul dari pergumulan dalam doa. Rehabeam tidak mencari Tuhan di sini, Pak Gunawan. Kita bisa ingat bahwa sebelum Salomo menunaikan atau mengemban ugasnya sebagai seorang raja, dia berdoa, dia meminta Tuhan memberikan dia hikmat dan itu yang Tuhan karuniakan kepada dia.
Dan kata Tuhan karena Salomo tidak meminta kekayaan dan sebagainya, maka Tuhan juga akan menambahkan kekayaan itu kepada Salomo. Di sini kita melihat Salomo mencari Tuhan pada awal pemerintahannya. Tidak demikian dengan Rehabeam putranya, begitu dia memerintah diajukan suatu kasus seperti itu dia tidak mencari Tuhan malah dia menggunakan nasihat teman-temannya yang salah itu. Artinya apa? Dia terlalu bersandar pada dirinya. Jadi dalam kita mengambil keputusan jangan lupa untuk bergumul dalam doa, meminta Tuhan memimpin kita dan kita harus yakin setelah kita berdoa meminta pimpinan Tuhan, mulai detik itu Tuhan akan memimpin kita. Hal yang kita alami, peristiwa yang kita saksikan, pembicaraan dengan orang, firman Tuhan yang kita baca, firman Tuhan yang kita dengar, itu semua akan Tuhan pakai untuk menggiring kita masuk ke dalam jalurNya atau ke dalam kehendakNya, itu adalah proses pimpinan Tuhan dalam mengambil keputusan. Tapi intinya perlu kita gumulkan.PG : Sangat keliru, saya berikan contoh yang juga mendukung yang Pak Gunawan katakan yaitu bukankah kita pernah mendengar kisah dua orang yang berkata: "Aduh ini pasti jalan Tuhan, kalau tdak kita tidak akan ketemu."
Karena kita bertemu maka sekarang kami berpacaran, tunggu waktu 3 bulan kemudian sudah bubar. Waktu ditanya kenapa? Bukan kehendak Tuhan. Di situ kita melihat bahwa mereka berdua memang kurang dewasa, Tuhan akan mempertemukan kita dengan banyak orang, dengan banyak situasi. Tugas kita jugalah untuk memilah, untuk juga melihat apakah memang orang itu cocok atau tidak dengan kita. Jadi dalam pengambilan keputusan kita perlu berdoa, meminta Tuhan memimpin kita tapi kita sudah diberikan hikmat oleh Tuhan untuk menimbang, melihat dampaknya pada orang dan sebagainya, jadi itu kita gunakan.PG : Betul sekali, Pak Gunawan, ini prinsip yang keenam ternyata keputusan yang benar tidak selalu tampak dengan jelas. Kita ini hidup dalam masyarakat yang instan, kita ingin segala sesuatu mucul dengan seketika.
Tapi keputusan yang baik sering kali menuntut waktu yang panjang, tidak selalu jelas apa itu keputusan yang baik yang kita bisa ambil. Nah untuk itu perlu waktu, waktu berguna untuk membuktikan motivasi kita, kadang kala karena terlalu berapi-api emosional dan sebagainya, kita gagal melihat masalah dengan lebih menyeluruh. Jadi perlu adanya waktu untuk mendinginkan kita dan membuktikan motivasi kita yang sebenarnya. Dan waktu itu berguna untuk menjernihkan perspektif kita agar kita bisa melihat dengan lebih jelas, intinya adalah jangan tergesa-gesa. Rehabeam langsung menuruti nasihat rekan-rekannya dan tidak menunggu lagi, begitu dia mendengar nasihat teman-temannya dia langsung jawab pada rakyat dan dia jatuhkan vonis yang begitu fatal. Dia tidak lagi menunggu waktu untuk berpikir dengan jernih.PG : Tidak selalu, Pak Gunawan, dan ini membawa kita kepada prinsip yang ketujuh yaitu keputusan yang benar tidak menutup kemungkinan muncul dari keputusan yang salah. Jadi adakalanya karena kia keliru mengambil keputusan yang salah, kita belajar kesalahannya apa dan belajar mengenal yang benar itu apa.
Justru keputusan yang salah menjadi batu pijakan atau batu loncatan membawa kita masuk ke dalam keputusan yang benar. Jadi intinya di sini adalah bersedialah untuk meminta maaf jika menyadari bahwa kita telah membuat keputusan yang salah. Dalam kasus Rehabeam dia telah membuat keputusan yang salah, rakyat berontak bukannya dia itu sadar malah dia tetap bersikukuh pada keputusan yang salah itu, memberikan beban kepada rakyatnya sehingga benar-benar terjadi pemberontakan dan pemisahan dari 12 suku Israel itu terpecah menjadi 2. Dia hanya mendapatkan dua suku, yang memberontak mendapatkan 10 suku, dia menjadi yang paling kecil bukan menjadi yang besar. Jadi sekali lagi dia gagal untuk meminta maaf, adakalanya itu juga yang kita alami, Pak Gunawan. Kita salah mengambil keputusan tapi kita sadari itu setelah faktanya, setelah kita membuat keputusan itu. Jangan gengsi untuk berkata wah setelah saya mengambil keputusan baru saya sadar saya salah, rubah, ubahlah keputusan yang salah itu, meminta maaflah dan benarkanlah. Kadang-kadang yang menghentikan kita justru adalah gengsi kita itu.PG : Kalau kita memang menyadari bahwa seseorang misalnya pasangan kita mempunyai ketajaman dalam melihat, dalam mempertimbangkan sesuatu, mungkin kita dengan hati terbuka lebih berani mempercaakan pengambilan keputusan itu kepada dia.
Dan tidak perlu merasa defensif karena semua orang tidak sama, mempunyai karunianya masing-masing. Dan ada orang yang karena cepat emosi cenderung mengambil keputusan dengan seketika tanpa berpikir panjang, nah dia juga harus menyadari keterbatasannya itu dan lebih mempercayakan kepada yang lebih berpikir panjang dan sabar.PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
PG : Dan kita harus menyadari bahwa meskipun Tuhan bisa menggunakan segalanya, bahkan yang keliru itu tetap untuk mendatangkan kebaikan (
GS : Kita bersyukur sekali kepada Tuhan bahwa peristiwa-peristiwa seperti itu direkam dengan baik sekali di dalam Kitab Suci sehingga kita bisa belajar, terima kasih Pak Paul untuk ini dan saudara-saudara pendengar demikianlah tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hikmat dalam Pengambilan Keputusan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, Anda dapat menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Prinsip-prinsip yang bisa kita gunakan dan kita timba dari Firman Tuhan untuk menolong kita mengambil keputusan. Yang mendasarinya diambil dari cerita kisah Raja Rehabeam. Yaitu di
Keputusan yang benar tidak mesti dikaitkan dengan bagaimana orang lain melihat diri kita. Di sini kita lihat Rehabeam ingin menunjukkan kekuasaannya dan keinginannya untuk dipandang berkuasa telah membuatnya mengambil keputusan yang salah. Dengan kata lain adakalanya keputusan kita itu menjadi sangat salah, karena yang memotivasi kita mengambil keputusan itu bukanlah kita mempertimbangkan keputusan yang benar, namun kita lebih mempedulikan bagaimanakah orang lain melihat kita. Kita ingin agar orang melihat kita sesuai dengan citra yang kita coba proyeksikan kepada orang lain. Yang penting adalah kita ini memfokuskan mata kita pada permasalahannya.
Keputusan yang benar didasari atas masukan dari sumber yang memahami duduk masalahnya. Kadang-kadang kita mempunyai pandangan dalam mengambil keputusan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, saya kira itu tidak tepat, bukan kumpulkan data sebanyak-banyaknya, melainkan kumpulkan data setepat-tepatnya. Tepat dalam pengertian kita mencari sumber yang memang kompeten atau memahami duduk masalahnya, jangan sampai kita kumpulkan terlalu banyak pandangan dari orang-orang yang tidak kompeten.
Keputusan yang benar berpijak pada konsep kebajikan yang universal, yaitu harus adil, harus ada kasihnya, dan juga harus baik. Jadi dalam pengambilan keputusan kita mesti tanya juga aspek etisnya, aspek moralnya, apakah keputusan kita itu baik, apakah juga adil. Kadang-kadang baik, baik untuk kita tidak baik untuk orang lain. Adil, apakah adil untuk kita dan untuk orang lain dan apakah ada unsur kasihnya, karena kasih adalah isi hati Tuhan yang paling dalam yang juga mesti harus kita miliki. Tuhan pernah mengajarkan kepada kita suatu perintah yang disebut hukum emas yaitu perbuatlah kepada orang sebagaimana kita inginkan orang perbuat kepada kita. Jadi kita bisa gunakan prinsip ini juga dalam pengambilan keputusan.
Keputusan yang benar mesti mempertimbangkan dampak dari keputusan itu. Orang yang bijaksana akan selalu mengingat apa akibat keputusan saya ini pada saya, pada relasi saya dengan orang lain dan pada orang-orang lain juga.
Keputusan yang benar muncul dari pergumulan dalam doa. Rehabeam tidak mencari Tuhan. Kita ingat sebelum Salomo menunaikan, mengemban tugasnya sebagai seorang raja, dia berdoa, dia meminta Tuhan memberikan dia hikmat dan itu yang Tuhan karuniakan kepada dia. Jadi dalam kita mengambil keputusan jangan lupa untuk bergumul dalam doa, meminta Tuhan memimpin kita dan kita harus yakin setelah kita berdoa meminta pimpinan Tuhan, mulai detik itu Tuhan akan memimpin kita.
Keputusan yang benar tidak selalu tampak dengan jelas. Kita hidup dalam masyarakat yang instan kita ingin segala sesuatu muncul dengan seketika. Tapi keputusan yang baik sering kali menuntut waktu yang panjang, tidak selalu jelas apa itu keputusan yang baik yang kita bisa ambil. Jadi perlu adanya waktu untuk mendinginkan kita dan membuktikan motivasi kita yang sebenarnya.
Keputusan yang benar tidak menutup kemugkinan muncul dari keputusan yang salah. Jadi adakalanya kita keliru mengambil keputusan yang salah kita belajar kesalahannya apa dan belajar mengenal yang benar itu apa. Nah justru keputusan yang salah menjadi batu pijakan atau batu loncatan membawa kita masuk ke dalam keputusan yang benar. Jadi intinya adalah bersedialah untuk meminta maaf jika menyadari bahwa kita telah membuat keputusan yang salah.