Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Ditipu Orang, Dililit Utang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Di dalam kehidupan kita sehari-hari kita tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan akan uang, Pak Paul. Kadang-kadang ada sebagian orang yang betul-betul membutuhkan dana untuk kebutuhan sehari-hari sehingga dia harus mengajukan pinjaman atau utang kepada orang lain, Pak Paul. Namun di sisi yang lain kita juga sering menemukan ada orang-orang yang seringkali menyalahgunakan keadaan itu lalu dia membuat orang lain susah. Bagaimana ini, Pak Paul ?
PG : Betul, Pak Gunawan. Salah satu persoalan hidup yang sering terjadi adalah masalah yang berkaitan dengan uang ya. Karena percaya maka kita bekerja sama dengan orang atau meminjamkan uang kepada orang. Sayangnya orang tersebut menyalahgunakan kepercayaan yang kita berikan. Uang tidak kembali dan kita kesulitan menagihnya. Atau sebaliknya, karena terdesak kita meminjam uang namun kita tidak dapat melunasi utang sehingga kita terlibat masalah hukum. Inilah yang kadang terjadi dan menimpa kita, maka kita perlu melihat beberapa prinsip Alkitab yang berhubungan dengan uang.
GS : Iya. Jadi sebenarnya secara prinsip apakah firman Tuhan mengijinkan seseorang berutang atau meminjamkan uang kepada orang lain ?
PG : Sebetulnya Alkitab tidak melarang kita untuk meminjam atau meminjamkan uang. Tidak sama sekali. Memang Alkitab tidak berkata tidak boleh. Jadi saya ini tidak berkata bahwa orang Kristen tidak boleh sama sekali ke bank atau meminjam uang. Tidak apa-apa, Pak Gunawan. Namun ada beberapa prinsip yang harus kita ketahui supaya kita jangan terlilit utang dan akhirnya justru mencemarkan nama baik Tuhan kita.
GS : Prinsip-prinsip itu apa saja, Pak Paul ?
PG : Yang pertama, Tuhan menghendaki kita memperoleh uang dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Di Amsal 10:2, mengatakan "Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut." Ada orang yang terlilit utang karena ketidaksengajaan ya. Tapi ada orang yang menjadikan utang sebagai profesinya, Pak Gunawan. Dia meminjam uang atau menjanjikan sesuatu yang dia tahu dia tidak akan dapat melunasinya. Dengan kata lain, dia dengan sengaja menipu. Nah, inilah kefasikan, ini akan berakhir dengan maut – janji firman Tuhan.
GS : Yang Pak Paul katakan kita memperoleh uang dengan cara yang berkenan ini berlaku baik bagi peminjam maupun yang meminjamkan ya ? Artinya uang yang mau dia pinjamkan harus dari uang hasil kerjanya sendiri bukan dari hasil memeras orang lain ?
PG : Betul. Ini memang persyaratan yang Tuhan tetapkan bagi umatnya. Kita mesti memperoleh uang dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Kalau tidak, maka cara yang tidak berkenan itu tidak mendatangkan perkenanan Tuhan dan nantinya akan mendatangkan masalah besar.
GS : Iya. Karena ada sebagian orang termasuk orang Kristen yang meminjamkan uang tetapi dengan bunga yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari bunga bank. Sehingga ini bukannya menolong tapi mencekik orang itu.
PG : Betul. Dalam kita bekerja kita juga harus memikirkan kepentingan orang, kita tidak bisa bekerja mementingkan kepentingan diri sendiri. sebaliknya juga ada orang yang benar-benar menjadikan utang sebagai profesinya. Akhirnya mereka ini sama sekali tidak memunyai rasa bersalah. Bahkan seolah-olah kalau orang itu menolak untuk memberikan pinjaman. Dia akan jera, misalnya "orang Kristen kok seperti itu ?" atau misalnya dia utang kiri kanan, lalu ditagih, dia malah berkata, "Orang Kristen kok tidak percaya ?" Jadi, ada orang-orang yang memang jahat, Pak Gunawan. Mereka ini memang menjadikan utang sebagai profesi hidup mereka. Jadi bagaimana tidak usah bekerja tapi ya dengan cara utang, utang, utang, utang, sehingga dia bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan.
GS : Kadang-kadang memang uang yang diperoleh dari utang bukan untuk kebutuhan mendesak sehari-hari tapi untuk gaya hidup, Pak Paul.
PG : Memang ada orang yang sudah mencapai taraf hidup tertentu tapi kemudian sudah tidak mampu lagi mendukung taraf hidup tersebut tapi dia masih mau, ya sudah dia akan utang kanan kiri. Masalahnya adalah kalau kita mulai utang kanan kiri, kemungkinan kita bisa melunasi hampir tidak ada, Pak Gunawan. Kenapa ? Karena waktu kita harus bayar utang yang satu kita harus utang kepada orang yang kedua dan untuk bayar utang ke kedua orang ini kita harus utang pada orang yang ketiga. Terus berentet begitu dan beranak pinak sehingga kita ditimbun oleh utang. Nah, apa yang kita lakukan setelah itu ? Biasanya orang itu lari ! Atau mengelak dari tanggung jawab atau pakai cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan.
GS : Gaya hidup tutup lobang gali lobang ini cukup banyak dialami orang-orang yang kita kenal.
PG : Betul. Jadi memang mereka menjadikan ini sebagai profesi mereka. Atau ada orang yang memang mengatakan, "Saya utang bukan untuk main-main tapi untuk investasi, untuk kerja dan sebagainya." Tapi masalahnya adalah sejarahnya itu tidak mendukung. Artinya dia kalau berutang untuk usaha selalu gagal, selalu gagal. Karena memang pertimbangannya kurang matang, cara kerjanya kurang baik, sehingga akhirnya selalu tidak pernah bisa melunasi utangnya itu. Namun selalu beralasan untuk usaha saya jadi perlu utang lagi. Kita mesti bijaksana. Kita mesti berkata, "Kalau tidak ya tidak." Memang tidak harus kita meminjamkan uang kepada orang-orang seperti ini.
GS : Apa prinsip yang kedua, Pak Paul ?
PG : Tuhan tidak melarang kita untuk meminjamkan tetapi Ia lebih mendorong kita untuk memberikan. Ini prinsip yang kedua. Sekali lagi saya ulang, Tuhan tidak melarang kita untuk meminjamkan tetapi Ia lebih mendorong kita untuk memberikan. Sudah tentu konteks meminjamkan disini adalah meminjamkan secara pribadi, bukan meminjamkan secara professional institusi simpan pinjam yang resmi ya. Amsal 11:25 mengingatkan, "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan. Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Nah, daripada kita terlibat utang piutang, lebih baik kita memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Namun, kita mesti membedakan antara membutuhkan dari memanfaatkan dan menipu. Ada orang yang terus membutuhkan karena hidupnya tidak bertanggung jawab sehingga terus memanfaatkan dan menipu orang. Kepada orang seperti ini kita tidak perlu memberikan apa-apa, Pak Gunawan. Memang kadang kita bingung menjawab orang yang meminta bantuan kita sebab kita tidak ingin melanggar firman Tuhan. Matius 5:42 berkata, "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu." Seringkali kita berpikir bahwa Tuhan menghendaki kita untuk memberi dan meminjamkan tanpa batas sama sekali. Sesungguhnya tidaklah demikian, Pak Gunawan. Coba kita lihat di Matius 6:3, "Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." Memberi sedekah disini bermakna memberi kepada yang membutuhkan. Jadi jelas-jelas memberi kepada yang membutuhkan. Jadi kriteria memberi adalah membutuhkan. Jadi kalau kita tahu orang ini sekadar memanfaatkan, mau mendukung kehidupannya yang tidak bertanggung jawab, kita tidak berkewajiban memberi kepada mereka.
GS : Tapi biasanya untuk pertama kali kita tidak tahu dia memang betul-betul membutuhkan atau pinjaman itu dipakai untuk yang lain-lain. Pertama kali kita tidak tahu, baru setelah kita meminjaminya uang ternyata uangnya tidak kembali dan kita melihat ternyata dia pakai untuk hal-hal lain. Barulah kita pikir-pikir kalau mau memberikan pinjaman untuk kedua kalinya.
PG : Maka kalau orang itu pertama-tama sudah meminjam dalam jumlah yang sangat besar, itu sama saja dengan dia tidak akan bayar. Itu sudah 99% orang yang begitu meminjam sudah meminjam dalam jumlah yang besar, itu sama dengan dia tidak akan bisa membayar kembali. Jadi, kita tidak bisa memercayai orang yang belum apa-apa sudah mau meminjam uang untuk jumlah yang besar. Kalau kita tahu orang itu memang memerlukan uang, beri sajalah. Sedapatnya kita beri, kita tolong dia supaya misalnya dia bisa melanjutkan hidupnya atau memenuhi kebutuhannya. Kita tidak usah pikirkan memberi utang kepadanya. Tapi kalau kita memang melihat orang ini hidupnya tidak bertanggung jawab, lebih baik kita dengan tegas berkata tidak. Jangan sampai kita merasa bersalah. Sebab sekali lagi firman Tuhan memang meminta kita memberi, betul, tapi kepada orang yang membutuhkan. Tuhan juga mau kita hidup bijaksana ya. Tidak sampai kita terus-menerus menjadi korban penipuan orang.
GS : Iya. Biasanya kalau kita memberi tidak sebesar yang dia ingin pinjam, Pak Paul. Misalnya kita katakan, "kamu tidak usah utang pada saya, ini saya berikan saja." Tapi dia berkata, "Jumlahnya terlalu kecil, saya tidak cukup kalau sebesar itu. Saya butuh dana yang lebih banyak." Nah, bagaimana ini, Pak Paul ?
PG : Memang dalam hal ini kalau kita sudah merasa tidak bisa percaya dan kita memang tahu uang ini tidak akan kembali, misalkan kita tetap mau menolong mereka, ya berikan tapi memang dalam jumlah yang kecil. Kita katakan, "Ini buat kamu tapi tidak usah kembalikan lagi." Namun kita anggap saja uang itu tidak akan bisa kembali. Jadi, kalau kita mau memberi, beri saja. Daripada nanti kita makan hati atau kita nanti misalnya masuk proses hukum karena dia tidak mau membayar kita dan sebagainya. Memang sekali lagi saya tekankan kita mesti berhati-hati. Jangan sampai kita terjebak oleh orang-orang yang berniat jahat.
GS : Tapi itu tidak menyelesaikan masalah, Pak Paul. Karena kebutuhan dia itu jauh lebih besar daripada apa yang kita berikan kepadanya. Sehingga dia tetap mendesak, "Saya tidak mau diberi. Saya mau pinjam."
PG : Kalau kita tidak bisa, kita tahu uang ini tidak akan kembali lagi, dan kita tidak bisa mempercayainya, saya sarankan ya kita tolak. Memang dia akan mencap kita ini itu, tapi saya pikir tidak apa-apa. Saya memang juga menerapkan ini dalam kehidupan saya pribadi. Misalkan ada orang yang pernah butuh uang dan saya berikan pinjaman kepadanya. Dia mau meminjam, memang jumlahnya tidak begitu besar, maka saya setuju. Tidak sampai seminggu kemudian orang itu meminta uang kepada istri saya. Nah, istri saya memberitahu saya. Istri saya tidak tahu bahwa orang ini baru minggu lalu meminjam uang dari saya. Begitu saya tahu bahwa dia meminjam kepada istri saya, saya memang langsung menduga ini akan jadi hal yang tidak baik. Dia tahu minggu lalu meminjam kepada saya, maka minggu ini meminjam kepada istri saya. Jadi saya bilang kepada istri saya biar saya bicara dengan orang tersebut. Kemudian saya bicara dengan dia dan saya katakan, "Yang minggu lalu kamu belum bayar saya. Jadi saya tidak bisa meminjami kamu sekarang ini. Sebab ini aturan yang saya buat. Kalau kamu mau pinjam uang kepada saya, utangmu yang dulu bayarlah dulu, baru saya berikan utang yang baru." Nah, inilah yang saya terapkan. Sebab kalau tidak, kita akan terus-menerus menjadi korban kejahatan orang.
GS : Prinsip berikutnya apa, Pak Paul ?
PG : Prinsip yang ketiga adalah Tuhan meminta kita berhati-hati dalam memercayai orang. Amsal 12:26 berkata, "Orang benar mendapati tempat penggembalaannya. Tetapi jalan orang fasik menyesatkan mereka sendiri." ayat ini sebetulnya dapat juga diterjemahkan, "Orang benar berhati-hati dalam persahabatan." Dalam bahasa Inggrisnya (NIV), "A righteous man is cautious in friendship, …" Dengan kata lain kita hanya tiba di tempat penggembalaan bila kita berhati-hati dan hidup benar. Jika kita hidup dalam dosa, tidak berhati-hati memilih teman, maka kita akan tersesat. Tidak semua orang bisa dipercaya. Itu sebab kita mesti berhati-hati. Ada orang yang berteman khusus untuk memerah kita. Jadi, pilihlah teman dengan bijak. Amsal 14:15 mengingatkan, "Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan. Tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya." Kata ‘tak berpengalaman’ dapat pula diterjemahkan ‘simple’ alias sederhana atau mudah percaya. Tuhan menghendaki kita bijak, dalam pengertian berhati-hati, tidak begitu saja percaya pada bujukan atau rayuan orang. Mulut yang manis dan rohani belum tentu mencerminkan hati yang tulus dan takut akan Tuhan.
GS : Iya, Pak Paul, dalam hal memercayai ini kadang-kadang si peminjam cukup pintar untuk meyakinkan kita bahwa dia pasti membayar. Pada awal-awalnya dia lancar membayar. Pinjam, dibayar tepat waktu. Kemudian dia pinjam lagi. Seperti kata Pak Paul tadi bahwa dia bisa pinjam lagi apabila utang yang lama sudah dilunasi. Nah, dia melakukannya, Pak Paul. Sampai dua atau tiga kali bahkan kadang-kadang dia mau memberikan tambahan dan bilang, "Ini bukan bunga tapi ucapan terima kasih." Sehingga kita tergoda atau diarahkan bahwa orang ini bisa dipercaya. Tapi sampai pada tahap tertentu ketika jumlah itu sudah besar, dia sulit sekali membayarnya. Kita juga repot menentukan orang ini bisa dipercaya atau tidak, Pak Paul.
PG : Saya setuju dengan Pak Gunawan. Seringkali pertama kali memang kita susah memastikan. Maka pertama kali kita memang harus mengambil resiko. Bisakah kita tertipu ? Bisa. Tapi kalau memang pertama kali kita belum kenal, belum pasti, kalaupun kita berpikir untuk meminjamkan janganlah dalam jumlah besar, dalam jumlah kecil saja. Atau saya sarankan langsung beri saja. Saya masih ingat dulu seseorang pernah datang ke Seminari tempat saya mengajar. Kemudian orang ini bercerita kepada saya dia baru lepas dari penjara, dia perlu pertolongan, perlu pekerjaan dan sebagainya. Dia menceritakan kebutuhannya dan memohon pertolongan. Saya tahu, saya bisa ditipu oleh dia. Sebab saya tidak kenal dia. Tiba-tiba muncul dan bercerita semua itu. Dia bilang dia perlu untuk uang bus, untuk mengunjungi anaknya yang sekarang tidak tinggal dengan dia karena baru lepas dari penjara dan sebagainya. Karena saya tidak tahu dia sedang berbohong atau tidak berbohong, tapi ya mungkin saja dia juga butuh, saya bisa bantu dia, saya berikan uang itu kepada dia. Sudah. Beberapa waktu kemudian waktu saya melayani di sebuah gereja, saya berbincang dengan pendeta gereja tersebut. Tiba-tiba pendeta itu bercerita bahwa belum lama ini ada seseorang datang menceritakan cerita yang sama ! Saya tanya ciri-ciri orang itu. Persis sama ! Wah, ternyata saya ditipu. Saya masih ingat tidak lama setelah itu saya mengajar salah seorang mahasiswa yang adalah seorang hamba Tuhan di sebuah gereja. Dia berkata kepada saya, "Belum lama ini saya kedatangan seseorang." Ceritanya persis sama ! Saya tanya ciri-cirinya. Persis sama juga ! Wah, ternyata dia sudah menghubungi kami bertiga dan kami semuanya ditipu oleh dia. Tapi apakah saya menyesal ? Tidak. Sebab kenapa ? Sebab saya juga mau berusaha menjaga jangan sampai saya memunyai hati yang sama sekali tidak bisa percaya sama manusia, karena itu juga tidak benar. Jadi lebih baik saya ambil resiko, tidak apa-apa ditipu, tapi saya mau bijaksana, saya tidak mau memberikan jumlah yang besar sekali. Saya memberikan jumlah yang cukup – seperti dia bilang dia perlu naik bus, dan sebagainya – maka saya berikan sejumlah itu saja. Jadi langkah pertama, kepercayaan pertama kita bisa saja ditipu. Namun asal kita bijaksana, tidak memberikan terlalu besar, ya tidak apa-apa.
GS : Itu perlu hikmat dari Tuhan juga ya, Pak Paul. Selain kita harus hati-hati, kita juga harus minta bimbingan Tuhan, Pak Paul.
PG : Betul. Betul.
GS : Apakah ada prinsip yang lain, Pak Paul ?
PG : Prinsip yang keempat, Tuhan menghendaki kita untuk membayar utang sampai lunas. Matius 5:25-26 mengingatkan, "Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana sebelum kamu membayar utangmu sampai lunas." Tuhan Allah adalah Tuhan yang penuh kasih karunia. Ia pengampun, Ia pemurah. Itu semua betul. Namun Tuhan juga adalah Allah yang adil, yang menuntut dan menegakkan keadilan. Itu sebab Ia menghendaki kita anak-anak-Nya untuk hidup dalam keadilan. Dalam hal ini keadilan adalah membayar utang. Tuhan juga tidak mau melihat anak-anak-Nya hidup tidak bertanggung jawab. Cepat mengutang, lambat melunasi. Itu sebab dia mengingatkan bahwa hukum akan menimpa orang yang ingkar janji dan menolak melunasi utang. Roma 13:8 menegaskan, "Janganlah kamu berutang apa-apa kepada siapapun juga tetapi hendaklah kamu saling mengasihi." Jadi, bila kita berutang, tunjukkanlah niat baik untuk melunasi utang dengan cara membayar sedapatnya secara teratur. Tuhan melihat dan menuntut pertanggungjawaban.
GS : Memang seyogyanya seperti itu, Pak Paul. Tapi ada sebagian orang yang memang begitu dililit orang sehingga dia kesulitan untuk membayar atau menyelesaikan utangnya. Sehingga janjinya molor-molor terus, Pak Paul.
PG : Memang ada orang yang dalam kondisi susah, Pak Gunawan. Misalkan dia itu kehilangan pekerjaan. Dia sudah berusaha mencari pekerjaan tapi tidak ada pekerjaan. Dan dia punya tanggungan – ada istri dan anak-anaknya. Kalau kita memang tahu dia itu sungguh-sungguh berusaha mau bekerja tapi belum ada pekerjaan, memang kalau kita bisa menolongnya ya kita tolong. Jadi ada orang-orang yang memang kondisinya sangat terpuruk sekali. Nah, kasihan kalau kita menumpukkan utang kepada dia. Sebaiknya kita tolong saja orang seperti itu. Tapi sekali lagi kita mesti berhati-hati dengan orang yang memanfaatkan kita, karena saya tahu ada orang yang luar biasa, utang sini utang sana utang sini utang sana, sudah begitu hidupnya cukup mewah. Beli mobil yang bagus. Tidak benar-benar memikirkan bagaimana secepatnya saya bisa bayar utang. Seolah-olah semua orang di dunia berkewajiban memberi utang kepada mereka supaya mereka bisa hidup seperti itu. Jadi kita mesti hati-hati dengan orang-orang seperti itu.
GS : Kalau seperti itu bagaimana sikap kita , Pak Paul ?
PG : Misalnya kalau dia tidak lekas membayar untuk utangnya yang besar kepada kita, saya tidak melarang untuk memprosesnya secara hukum. Kita laporkan kepada polisi supaya orang itu juga mendapatkan ganjarannya. Sebab sekali lagi, Tuhan juga menegakkan keadilan. Tuhan tidak hanya menutup mata terhadap ketidakadilan. Tidak ya. Jadi, kita sebagai anak-anak Tuhan sedapatnya berperan dalam menegakkan keadilan. Orang yang jahat seperti itu seharusnya diganjar.
GS : Tapi memang harta yang dimiliki adalah hasil dari utang. Jadi dia kesulitan. Mau membayar sulit. Mau dibayarkan bagaimana, itu ‘kan hasil utang, walaupun hidupnya kelihatannya mewah.
PG : Memang dia utang semuanya. Memang ada orang-orang yang tidak lagi punya hati nurani, Pak Gunawan. Dia benar-benar bisa tidur nyenyak setiap malam, dia tidak akan pikirkan bahwa dia merugikan orang, tidak ada sama sekali pikiran seperti itu.
GS : Padahal kita yang di luar ini bisa melihat bahwa kalau dia mau hidup lebih sederhana, dia bisa membayar utang-utang itu walaupun tidak seluruhnya. Begitu, Pak Paul.
PG : Iya. Saya kira hal-hal seperti ini mesti kita hadapi tapi tidak ada salahnya kita memprosesnya secara hukum. Saya masih ingat seseorang yang bekerja di sebuah perusahaan yang berkaitan dengan mobil, menjual mobil dengan cicilan, orang tersebut akhirnya tidak mau bayar cicilannya. Alasan ini dan itu. Dia tidak bisa tidak memang harus memproses secara hukum. Akhirnya dia datang, mengambil mobil itu. Memang harus seperti itu. Kalau kita tidak seperti itu, tidak ada penegakan hukum, kita menimbulkan kekacauan. Nah, ini bukan dalam rencana Tuhan. Tuhan mau ada ketertiban di dalam kita bermasyarakat.
GS : Prinsip yang terakhir, Pak Paul ?
PG : Tuhan menghendaki kita hidup sesuai dengan kondisi dan Ia berjanji akan memberkati jerih payah yang kita keluarkan. Amsal 12:9 berkata, "Lebih baik menjadi orang kecil tapi bekerja untuk diri sendiri daripada berlagak orang besar tetapi kekurangan makan." Dan Amsal 14:23 mengingatkan, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan. Tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja." Kita mesti berdisiplin untuk hidup sesuai dengan kondisi. Jangan sampai kita tergoda untuk hidup di luar kemampuan. Jadi, kerjakan bagian kita. Tuhan berjanji memberkati jerih payah kita dan mencukupkan kebutuhan kita. Jadi, hiduplah apa adanya. Nikmati berkati berkat Tuhan dan bersyukurlah atas pemeliharaan-Nya.
Gs : Memang kita harus berusaha semaksimal mungkin supaya tidak terlilit oleh utang, Pak Paul. Termasuk juga kadang-kadang penggunaan kartu kredit bisa membuat seseorang tercekik dalam utang dengan sistem tutup lobang gali lobang.
PG : Betul. Memang ada orang-orang yang berutang lewat kartu kredit itu sebagai profesi mereka, Pak Gunawan. Memakai satu kartu, menghabiskannya secara maksimal. Kemudian pakai yang satu, hampir maksimal lagi. Kemudian melarikan diri. Orang-orang ini memang jahat ya di mata Tuhan. Tuhan nanti akan menghukum orang-orang seperti ini.
GS : Jadi pada prinsipnya Tuhan menghendaki kita untuk hidup berdisiplin dalam hal keuangan ini ya, Pak Paul. Dan bertanggung jawab.
PG : Betul, Pak Gunawan. Sebab Tuhan tidak suka kita merugikan orang. Kita tidak bisa hanya memikirkan diri kita saja. Kita juga mesti pikir kita tidak boleh merugikan orang. Kita sudah pinjam, ya kita bayar kembali.
GS : Seringkali orang memanfaatkan agama, misalnya kekristenan. Dibilangnya, "Masa tidak percaya ? Saya ini orang Kristen, terlibat pelayanan."
PG : Maka katakan, "Saya tidak percaya pada orang berdosa dan orang Kristen adalah juga orang berdosa. Jadi sama saja. Saya tidak bisa percaya karena semua manusia berdosa."
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini. Kami percaya perbincangan ini akan bermanfaat. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ditipu Orang, Dililit Utang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.