Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Trauma karena Siksa." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Kita sering kali mendengar istilah trauma Pak Paul, entah karena bencana, entah karena kerusuhan dan sebagainya, orang berbicara tentang trauma. Sebenarnya apa trauma itu?
PG : Trauma memang mengacu pada sebuah peristiwa yang menakutkan dan mengerikan, yang mempunyai dampak yang benar-benar menggoncangkan jiwa seseorang. Jadi waktu kita berkata saya trauma denganini, saya trauma dengan itu, sebetulnya yang ingin kita sampaikan adalah kita sangat takut menghadapi atau mengingat atau mengalami peristiwa-peristiwa yang tadi kita sebut itu.
GS : Buat anak-anak kecil, anak balita atau masih di bawah 10 tahun itu kesannya lebih kuat daripada kita yang dewasa.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, pada masa anak-anak kecil, anak-anak memang belum mempunyai struktur kepribadian yang kuat karena kita tahu mereka dalam proses pembangunan jiwa. Pada masa anak-aak sudah dewasa, biasanya jiwa itu sudah terbangun dengan lumayan sempurna sehingga lebih tahan untuk menghadapi trauma yang menggoncang jiwanya.
Pada masa anak-anak kecil, anak-anak memang belum mempunyai sistem pertahanan yang kuat sehingga peristiwa-peristiwa yang dialami cenderung masuk tanpa hadangan. Misalkan dia mengalami peristiwa yang menakutkan, dia tidak mempunyai kemampuan untuk merasionalisasi dan berkata itu sebetulnya kebetulan saja, itu adalah gambar bukan benar-benar, ini hanya terjadi pada orang tertentu tidak terjadi pada semua orang, itulah hal-hal yang dapat kita katakan sebagai orang dewasa. Anak-anak tidak dapat mengatakan hal-hal itu, waktu sesuatu terjadi benar-benar peristiwa atau pengalaman itu masuk ke dalam jiwanya. Kalau peristiwa itu bagus, positif, menyenangkan, hangat, sudah tentu dampak untuk jiwanya pun akan seperti itu. Membangun, menguatkan, menghangatkan, membuat dia merasa dikasihi dan sebagainya. Kebalikannya kalau yang dialaminya adalah peristiwa yang menakutkan, menegangkan, mengerikan, mengancam keselamatan jiwanya, dia tidak mempunyai sistem pertahanan untuk bisa melindungi dirinya atau menyaring informasi atau pengalaman itu, dia tidak punya semua itu, sehingga pengalaman yang buruk itu benar-benar dengan telak menghantam jiwanya. Yang terjadi adalah, dalam proses pertumbuhannya membangun diri itu sudah tentu akan ada kerusakan-kerusakan, sehingga apapun yang dibangun di atasnya cenderung memang sudah terkena dampak dari kerusakan-kerusakan yang terjadi sebelumnya. Saya berikan contoh yang lebih konkret, misalkan peristiwa mengerikan yang mengancam jiwa itu dilakukan oleh salah seorang dari orangtua kita. Seharusnya kita membangun rasa percaya dan orang pertama yang akan kita percayai adalah orangtua. Waktu orangtua yang seharusnya kita percayai melakukan hal-hal yang buruk yang menghantam jiwa kita, langsung yang akan runtuh adalah rasa percaya, jadi bukan saja rasa aman yang terenggut tapi rasa percaya itu runtuh. Sedangkan di atas rasa percayalah kita membangun yang namanya relasi yang kuat, kita membangun kebergantungan sehingga kita bisa mendengarkan kebergantungan pada orang. Nah percaya itu menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan banyak hal lain. Kalau percaya itu langsung hilang, tidak ada lagi akibat perbuatan yang dilakukan kepada kita, kita akan kesulitan membangun hal-hal yang berikutnya. Misalnya membangun relasi saling bergantung, membangun relasi saling menguatkan, saling mengasihi, nah itu akhirnya menjadi sangat sulit karena adanya ketakutan bahwa orang yang mengasihi kita itu adalah orang yang nanti akan dapat melukai kita. Jadi di samping ingin dekat, ingin mengasihi dan dikasihi, ada rasa takut menerima ancaman dan perlakuan yang buruk dari orang tersebut.
GS : Dan sebaliknya, tindakan-tindakan sekecil apapun itu bisa ditafsirkan dapat melukai hatinya, Pak Paul.
PG : Mudah sekali, memang seseorang yang mengalami trauma-trauma itu yang tadi saya sudah singgung akan benar-benar terganggu, karena sistem pertahanan belum ada, dampaknya langsung mengena sehngga meruntuhkan fondasi atau tiang-tiang yang seharusnya berdiri dalam kepribadiannya itu.
Akibatnya karena dia mengalami (sebut saja) rumah yang berlubang-lubang akibat hantaman bom, dia memang akan cenderung nantinya melihat masalah bagian hidup dari kacamata yang berlubang itu. Atau kalau kita boleh menggunakan warna cat yang mengecat rumah kita itu, dengan cat yang sama atau dengan warna yang sama itulah dia akan meneropong hidup ini. Kalau orang yang seharusnya merawatnya, melindunginya malah melukainya, mengkhianatinya; rasa percaya sudah runtuh yang dia akan lakukan adalah dia cenderung curiga bahwa orang itu akan menyembunyikan niat jahatnya dan sedang menunggu kesempatan untuk mewujudkan niat jahatnya pada diri kita. Atau yang lainnya lagi yang sering menjadi dampak dari trauma adalah kita memang akhirnya mudah tersinggung, karena ada satu hal yang juga runtuh, pada masa-masa di mana kita mengalami hantaman-hantaman trauma yaitu pembentukan konsep diri yang positif akhirnya tidak ada lagi. Kita merasa diri kita buruk karena mungkin sekali orangtua dengan perlakuan yang buruk memberikan kepada kita suatu kesan yang kuat bahwa mereka tidak mengasihi kita. Mereka melihat kita ini sangat buruk sebab mungkin kata-kata yang buruk sering keluar dari mulut orangtua kita terhadap kita, sehingga akhirnya kita menelan bulat-bulat. Apalagi anak-anak belum memiliki sistem pertahanan atau sistem saringan, sehingga ditelan bulat-bulat bahwa saya seburuk apa yang dikatakan oleh orangtua saya. Akhirnya selalu merasa diri buruk, apapun pencapaian yang telah kita hasilkan kita tidak akan bisa berkata bahwa kita cukup baik. Selalu kita kurang baik, selalu kita kurang baik, maka kita menjadi sensitif. Kalau orang mengatakan sesuatu nah kita rasanya tidak suka dengan perkataan tersebut, meskipun kita tahu orang ini baik, tidak ada niat jahat namun dengan mudah perkataan itu kita tafsir sebagai sindiran, sebagai upaya untuk menolaknya, tidak menginginkannya lagi, bahwa dia tidak lagi berharga di mata orang tersebut. Jadi yang memang akhirnya kita lakukan adalah kita meneropong peristiwa-peristiwa itu dengan kacamata yang telah kita bangun.
GS : Berarti ada tanda-tanda yang cukup jelas yang dapat kita lihat kalau seseorang itu dihinggapi trauma karena siksa pada masa kecilnya.
PG : Ada Pak Gunawan, kalau boleh saya sarikan dulu atau ringkaskan dulu dalam kategori besar, orang yang masih dikuasai oleh masa lalunya adalah orang yang memang dikuasai oleh traumanya. Dengn kata lain seseorang yang masih dikuasai oleh trauma tersebut ditandai dengan dia masih dikuasai oleh masa lalunya, dia tidak lagi atau tidak dapat hidup di masa sekarang ini.
Apapun yang terjadi sekarang ini seolah-olah terus-menerus dikoyak-koyak atau diobok-obok oleh masa lampaunya. Apapun yang dialami sekarang seolah-olah tetap di bawah kemurahan hati masa lalunya. Jadi intinya adalah atau payung besarnya adalah masa lalu yang menjadi raja dan tuan dalam kehidupan kita. Nah ini pertanda memang kehidupan kita terganggu. Kita tidak hidup dengan optimal, kesehatan jiwa kita tidak lagi maksimal, ada yang memang terjadi dan terganggu. Secara konkretnya wujud dari masa lalu yang menguasai kita gejalanya bermacam-macam, tapi intinya adalah muncul dalam bentuk gejala. Misalnya ada orang-orang tertentu yang masih dihantui oleh mimpi buruk, dikejar-kejar, ketakutan, dipedaya, ada makhluk yang mengerikan, kematian. Itu adalah tema-tema umum yang sering dialami oleh orang-orang yang sering mengalami trauma pada masa kecilnya. Jadi secara berkala mimpi buruk itu akan muncul kembali, misalnya dia bertemu dengan salah seorang di masa lampaunya. Percakapannya normal, biasa-biasa saja, tidak ada apa-apa, tapi tiba-tiba malam itu dia tidur bisa terbangun dan ketakutan sekali, keluar keringat dingin, ternyata mimpi buruk tentang masa lampaunya. Tapi biasanya tidak dalam bentuk yang jelas, biasanya seperti tadi yang saya sebutkan; dikejar-kejar, diancam, atau bayangan yang gelap dan sebagainya. Kenapa ketemu teman lama, akhirnya mimpi buruk? Karena teman lama itu bagian dari masa lampaunya. Nah sewaktu bagian dari masa lampaunya itu terkoneksi lagi dengan dirinya, maka seolah-olah membangunkan macan tidur dalam jiwanya dan munculnya dalam bentuk mimpi-mimpi buruk. Itu gejala yang cukup umum. Yang lainnya adalah orang-orang ini sering kali dilanda kecemasan tanpa sebab, tanpa ada sebab tiba-tiba bisa rasanya cemas sekali, takut, tapi tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Tapi rasanya tidak enak sekali, mereka sering kali menggunakan kata-kata, 'rasanya tidak enak' tapi apa yang dirasakan tidak enak itu mereka juga kesulitan menjabarkannya. Namun itulah yang kita sebut kecemasan umum, sesuatu yang benar-benar menggenangi hati kita. Yang lainnya lagi misalnya, pada bagian hari tertentu misalkan sore atau malam, ada orang yang tiba-tiba anjlok emosinya, sepertinya merasa tertekan, terhimpit, dalam bahasa Inggrisnya merasa 'down' sekali. Tidak ada penyebabnya juga, tapi rasanya seperti mendung, gelap, tiba-tiba menutupi hidupnya. Yang lainnya gejala yang kadang-kadang dialami oleh penderita trauma adalah, tidak ada angin, tidak ada hujan dia merasa kesepian sekali, hidupnya kosong. Dan orang akan kebingungan, kenapa kamu merasa kosong, sepi, bukankah ada saya, ada anak, tapi itulah yang dialami, sepertinya ada kekosongan. Yang lainnya juga yang cukup sering adalah kesedihan yang tiba-tiba muncul, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba rasa sedih sekali. Nah itu gejala-gejala yang berkaitan dengan emosi yang juga berkaitan dengan relasi dengan sesama adalah kadang-kadang emosi tak terkontrol, marah, meledak, hal kecil bisa menjadi sangat besar sekali, peka, tersinggung nah itu kadang-kadang menjadi bagian reaksi-reaksi yang kita sebut irrasional dan berlebihan. Orang-orang memang akan kesulitan memahami reaksi-reaksi tersebut, sebab munculnya tak terduga, tidak ada penyebabnya hal kecil ini memicu kemarahannya atau ketersinggungannya, nah kira-kira itulah gejala-gejala yang muncul dan semua itu masuk ke dalam satu payung besar, yakni masa lampau yang tetap menjadi tuan atas hidup kita di masa sekarang.
GS : Tapi apakah orang-orang demikian ini memang tidak bisa melupakan masa lampaunya, misalnya dengan tidak melihat foto-foto anaknya, tidak pergi ke rumah lamanya, itu bisa atau tidak, Pak Paul?
PG : Nah yang menarik adalah ini Pak Gunawan, sesungguhnya keinginan utama mereka adalah melupakan semuanya ini, mereka sebetulnya orang pertama yang ingin merdeka, bebas lepas dari belenggu maa lampau yang mencengkeram mereka ini.
Tapi memang tidak bisa, sebab munculnya tidak diduga-duga, dan ini sudah menjadi bagian hidupnya. Yang mencengkeram, yang menjadi tuan di atas kehidupannya sekarang ini. Jadi kita orang yang dekat dengannya akan berkata, "Lupakan, jangan dingat-ingat lagi, kenapa harus dipikirkan lagi." Masalahnya mereka adalah orang yang pertama yang menginginkan bisa melupakan semua itu, namun tidak bisa, maka kalau mereka bisa melupakannya mereka akan lebih senang. Tapi persoalannya memang tidak bisa. Dan ini yang menjadi masalah munculnya sering kali tak terduga. Dengan kata lain mereka tidak merancang kapan mereka mau mengalami reaksi-reaksi yang tidak enak ini, sering kali mereka tidak merancangnya. Maka itulah yang tadi kita katakan bahwa benar-benar masa lalu itu menjadi tuan di atas kehidupannya sekarang ini.
GS : Kalau orang sering kali mengalami hal seperti itu Pak Paul, bukankah itu juga berdampak pada tubuhnya, bisa sakit dan sebagainya.
PG : Bisa Pak Gunawan, misalkan ada reaksi-reaksi seperti sakit maag, karena kecemasan itu memperburuk keluarnya asam dalam pencernaan kita, sehingga akhirnya kita diganggu oleh sakit maag. Adalagi yang lainnya adalah sakit kepala, aduh tidak tahu kenapa tiba-tiba sakit kepala yang memang muncul dari tekanan-tekanan di dalam dirinya yang sebetulnya sedang diusahakan olehnya untuk ditekan.
Jadi sakit kepala, ketegangan di leher, di pundak, itu sebetulnya wujud dari perkelahian di dalam dirinya, konflik batiniah. Dia sebetulnya berusaha mengatasi munculnya tekanan-tekanan itu, nah karena dia berusaha menekannya, menguasainya, bahkan desakan dari dalam itu seperti magma yang keluar dengan begitu derasnya, akhirnya tegang. Tegang seperti orang yang berkelahi, dia sendiri memang tidak menyadarinya secara langsung, tapi itulah yang terjadi yaitu ketegangan. Nah ketegangan itu yang akhirnya menegangkan saraf-saraf di kepala kita, di leher kita dan di pundak kita, akhirnya kita menderita sakit kepala. Gejala-gejala yang lain lagi adalah tubuh kita akhirnya rentan terhadap sakit penyakit, karena tegangan, tekanan-tekanan akhirnya melemahkan sistem imun kita, pertahanan diri kita, sehingga penyakit lebih mudah hinggap. Mudah sekali tubuh kita nanti ambruk, macam-macam penyakit seperti itu yang muncul akibat dari tekanan-tekanan batiniah itu.
GS : Biasanya tindakan-tindakan orangtua seperti apa yang bisa menyebabkan trauma kepada anak sampai dewasa seperti itu?
PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang paling parah adalah orangtua meledak tanpa ada pola, tanpa ada kesinambungannya, kekonsistenannya. Jadi anak-anak harus hidup senantiasa di dalam suasana tegng.
Karena tidak tahu kapan akan terjadi ledakan kemarahan, ledakan ini bisa terjadi antara orangtua, bisa terjadi antara orangtua terhadap anak juga. Pokoknya yang terjadi adalah ledakan kemarahan, emosi yang sangat kuat sekali. Anak yang harus hidup di dalam ketidakmenentuan ini, tidak bisa tidak akan mengembangkan ketegangan dalam hidupnya. Dia senantiasa harus berjaga-jaga, kapan waktu orangtuanya bisa bertengkar, berteriak-teriak, saling memukul dan sebagainya. Atau kapan waktu orangtua bisa marah kepada kita tanpa ada penyebabnya, hal-hal kecil yang kita tidak pikir bisa menjadi masalah, menjadi masalah besar dan kita akhirnya yang menjadi korban, objek pelampiasan kemarahannya. Jadi intinya adalah suasana tak menentu di mana kapan waktu ledakan emosi itu bisa terjadi dan kita dituntut senantiasa hidup dalam ketegangan, karena ketakutan jangan-jangan kita nanti yang terkena sasarannya. Ini yang biasanya menimbulkan trauma. Dalam bentuk-bentuk yang lebih konkret, macam-macam, misalkan sedang meledak amarahnya orangtua saling memukul, berteriak-teriak, menjambak, mengancam saling membunuh, nah hal itu adalah hal yang tidak bisa diterima, dicerna, dan dipahami oleh seorang anak. Dan karena anak belum mempunyai sistem pertahanan, peristiwa itu masuk benar-benar menancap di dalam sanubarinya. Yang lainnya lagi adalah orangtua marah terhadap anak, hal-hal kecil meledak, memukul anak tidak tanggung-tanggung seperti memukuli hewan. Ada anak yang diikat dengan rantai yang ditaruh di pohon, ada anak yang diikat di kamar mandi, ada anak yang ditaruh dalam kamar yang gelap berteriak-teriak ketakutan, macam-macam. Itu adalah bentuk-bentuk dari ledakan-ledakan emosi yang tidak menentu atau tak dapat diprediksi itu.
GS : Pak Paul, kalau anak itu menjadi besar dan dewasa kemudian dia mengenal Tuhan Yesus menjadi seorang yang beriman, apakah itu tidak ada pengaruhnya, Pak Paul?
PG : Sering kali Pak Gunawan, masa lampau itu memang tetap mengikuti kehidupan kita, meskipun kita sudah menjadi seorang anak Tuhan. Dan sering kali ini menjadi pertanyaan bagi orang-orang itu.Saya sudah menjadi orang Kristen, saya sudah menjadi ciptaan yang baru, mengapakah yang lama itu terus mengikuti diri saya.
Mengapakah saya tidak bisa lepas dari masalah-masalah ini, nah sudah tentu kita tahu bahwa Tuhan menebus dosa kita, Tuhan mengampuni kita dari hukuman dosa, Tuhan telah melepaskan kita dari ikatan-ikatan dosa, nah itu yang telah Tuhan lakukan. Peristiwa-peristiwa buruk yang telah menghantam kita sejak kita kecil, itu memang adalah bagian hidup yang tercetak dalam jiwa kita, yang tidak mungkin memang dengan sekejap disapu bersih dan dihilangkan, tidak, itu telah menjadi cetakan siapa kita, siapa jiwa kita ini. Jadi sebetulnya yang harus terjadi setelah kita menjadi seorang Kristen, nomor satu kita harus bisa membawa semua trauma, pengalaman buruk ini, hati yang hancur dan luka dan ketakutan kepada Tuhan Yesus. Kita meminta kepadaNya benar-benar untuk menolong kita agar bisa melewati masa-masa lampau kita, nah itu adalah tindakan pertama datang kepada Tuhan memohon pertolonganNya. Dan yang kedua adalah kita mesti mengisi sanubari kita dengan firman Tuhan, apa yang telah terisi di masa lampau kita tidak bisa kita cabuti satu persatu, terlalu banyak dan sudah terlalu menjadi satu dengan diri kita. Jadi yang bisa kita lakukan adalah menanam kembali sanubari kita, jiwa kita dengan benih-benih yang indah, yang positif, yang ilahi, yang rohani, yakni firman Tuhan. Jadi benar-benar orang yang menderita trauma ini harus datang kepada Tuhan, benar-benar menghirup nafas kehidupan dari Kristus sendiri. firman Tuhan memasuki hatinya, setiap hari dia harus menuntut begitu. Setiap hari harus menjadi hari dia bergantung kembali, mengulang komitmennya kembali hidup dalam Tuhan, terus-menerus harus begitu. Nah di dalam penguasaan firman Tuhan seperti itulah lama-kelamaan firman Tuhan makin berkuasa dalam hidupnya dan makin menguasai dia, sehingga masa lampau itu tidak lagi bisa menguasai atau menggenggamnya seperti dulu.
GS : Biasanya orang ini kalau ditanya apakah mereka dendam terhadap orangtua yang telah menyiksa dan sebagainya, sebagian juga mengatakan tidak ada dendam. Tapi mereka tetap tidak bisa lepas dari masa lampaunya.
PG : Sering kali memang mereka kesulitan untuk mengakui bahwa mereka menyimpan kemarahan, mereka tidak merasakan marah, itu betul tapi mereka menyimpan kemarahan. Mereka tidak mendendam, betul,dalam pengertian mereka sudah lahir baru, mereka dalam Kristus, mereka benar-benar dapat mengampuni, itu betul.
Tapi kemarahan akibat perlakuan-perlakuan tersebut yang kita alami dulu, itu tetap masih tersimpan di dalam ruang hati kita. Meskipun kita tidak mau marah lagi kepada mereka, kita sudah memutuskan mengampuni mereka, tapi kemarahan itu masih ada. Sebetulnya inilah yang harus keluar dari dalam dirinya, kemarahan ini. Ketakutan yang pernah dialami dulu sekarang dia mungkin sekali tidak memikirkannya dan tak mau memikirkannya tapi ketakutan itu sering kali juga masih menempati relung hatinya. Nah dua tema ketakutan dan kemarahan sering kali menjadi tema utama dari orang-orang yang menderita trauma di masa lampau. Kalau dia tidak takut, dia marah; kalau dia tidak marah dia takut, selalu emosi itu bersandingan yaitu kemarahan dan ketakutan. Ini yang memang harus dia sadari, karena inilah emosi yang sering kali menjebaknya dan mengikatnya.
GS : Tetapi sekecil apapun, sebenarnya masih ada harapan orang ini bisa terbebas dari masa lampaunya?
PG : Masih, selalu ada harapan, memang ini sebuah perjalanan yang panjang namun tetap bisa. Sebab firman Tuhan dengan jelas berkata di Yeremia 17:14, "Sembuhkanlah aku ya Tuhan, maa aku akan sembuh.
Selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku." Sembuhkanlah aku ya Tuhan, maka aku akan sembuh, inilah doa orang yang menderita trauma. Setiap hari dia harus datang kepada Tuhan dengan doa ini, sembuhkanlah aku ya Tuhan, maka aku akan sembuh.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul, ini suatu berita pengharapan tentunya bagi banyak orang karena saat ini cukup banyak orang yang mengalami trauma seperti itu. Terima kasih sekali dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Trauma karena Siksa". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Rab, 10/06/2009 - 6:11pm
Link permanen
apa-sebab seseorang
TELAGA
Jum, 12/06/2009 - 9:57am
Link permanen
Trauma adalah kondisi atau
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sel, 30/03/2010 - 4:21pm
Link permanen
mengatasi trauma