Remaja dan Iman

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T336A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu misteri dalam hidup adalah bagaimanakah seseorang dapat sampai pada iman kepercayaannya. Tiga hal yang bisa kita petik di sini mengenai iman kepercayaan kita
  1. Pada kenyataannya kita tidak mewariskan iman, kita hanya dapat mengajarkan tentang iman.
  2. Iman mengandung dua unsur yaitu percaya (pada apa yang diajarkan) dan berserah (kepada pemeliharaan dan kehendak Tuhan).
  3. Anak bukanlah tabung kosong yang pasif dan menunggu untuk diisi, anak memunyai kehendak dan pilihan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu misteri dalam hidup adalah bagaimanakah seseorang dapat sampai pada iman kepercayaannya. Sebagai pengikut Tuhan kita Yesus Kristus, kita berusaha menaati perintah yang telah Tuhan titipkan di Kitab Ulangan 6:6, "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu . . . ." Namun pada kenyataannya kita hanya dapat mengusahakannya. Apakah dan bagaimanakah anak memeluk iman kepercayaan kita tidaklah sepenuhnya berada dalam kendali kita !

Marilah kita melihat dengan lebih saksama anatomi sampainya kita pada iman.

·         HAL PERTAMA YANG MESTI DISADARI ADALAH PADA KENYATAANNYA KITA TIDAK MEWARISKAN IMAN. KITA HANYA DAPAT MENGAJARKAN TENTANG IMAN.
Itu sebabnya Firman Tuhan tidak berkata, "mewariskan" melainkan "mengajarkan." Kita tidak dapat mewariskan iman sebab iman keluar dari dalam diri bukan datang atau disuntikkan dari luar. Iman adalah respons terhadap apa yang dialami oleh seseorang—dalam hal ini, pengalaman yang berhubungan dengan Tuhan.

Jadi, anak tidak dapat mewarisi iman orang tuanya. Ia sendiri yang dapat dan harus memberi respons terhadap penyataan dan perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Tugas kita adalah mengajarkan tentang Tuhan lewat Firman-Nya dan pengalaman hidup agar anak mengenal Tuhan. Dengan kata lain, tugas kita adalah membawanya kepada Tuhan tetapi apakah pada akhirnya ia akan memberi respons iman kepada Tuhan, itu adalah keputusan pribadinya sendiri.

·         KEDUA, IMAN MENGANDUNG DUA UNSUR: PERCAYA (PADA APA YANG DIAJARKAN) DAN BERSERAH (KEPADA PEMELIHARAAN DAN KEHENDAK TUHAN).
Anak tidak mungkin percaya bila tidak tahu siapakah Tuhan. Itu sebabnya kita mesti mengajarkan kepadanya tentang Tuhan dan keselamatan-Nya dalam Yesus Kristus. Namun, apakah ia memercayai apa yang diajarkan itu di luar jangkauan kita. Setelah memercayai, anak juga harus naik ke tahapan berikut yaitu berserah. Anak mesti secara pribadi menyerahkan hidup dan kehendaknya kepada Tuhan. Dengan kata lain, satu hal kita memercayai apa yang diajarkan tentang Tuhan, hal yang lain kita mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Dia. Pada umumnya, untuk sampai pada penyerahan diperlukan proses yang kadang panjang. Adakalanya kita sedikit kurang sabar sebab buat kita anak telah cukup tahu tentang Tuhan, tetapi kenapakah ia tidak kunjung menyerahkan segenap hidupnya kepada Tuhan. Namun, kita harus bersabar sebab ternyata, penyerahan membutuhkan waktu dan situasi tertentu. Dengan kata lain, pengalaman pribadi memainkan peran besar dalam kesiapan dan keputusan kita menyerahkan hidup pada pemeliharaan dan kehendak Tuhan.

·         KETIGA, ANAK BUKANLAH TABUNG KOSONG YANG PASIF DAN MENUNGGU UNTUK DIISI; ANAK MEMUNYAI KEHENDAK DAN PILIHAN.
Adakalanya ia memilih untuk merumuskan dan akhirnya memilih iman kepercayaan yang berbeda. Bahkan adakalanya anak memilih untuk tidak memercayai apa pun. Semua ini memerlihatkan dan mengingatkan kita bahwa anak adalah pribadi yang terpisah dari kita. Keselamatan melalui Tuhan kita Yesus Kristus tidak diberikan per kelompok tetapi pribadi lepas pribadi. Pada akhirnya anak sebagai pribadi yang utuh dan terpisah harus mengambil keputusannya sendiri—menerima atau menolak. Kita tidak bisa membuat anak percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Kita hanya dapat membawanya kepada Tuhan kita Yesus Kristus.

Kesimpulan

Tugas kita adalah mengajarkan anak tentang Tuhan lewat Firman-Nya. Apa yang diajarkan kepada anak dapat diibaratkan seperti batu fondasi. Memang pada akhirnya anak dapat mengembangkan iman kepercayaan yang berbeda namun jika kita telah meletakkan batu fondasi dengan benar, besar kemungkinan anak akan membangun rumah iman di atas batu fondasi tersebut.