Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Pergolakan Rohani Remaja". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pada kesempatan yang lalu, kita membicarakan tentang pergolakan rohani remaja. Jadi rupanya di dalam diri remaja itu terjadi pergolakan yang sangat kompleks baik tubuhnya, jiwanya maupun rohaninya. Dan pada waktu itu Pak Paul sudah memaparkan penyebabnya dan bagaimana orang tua harus menyikapinya. Namun karena tidak semua pendengar kita kali ini mendengarkan, mungkin Pak Paul bisa memberikan ulasan singkat tentang apa yang kita telah perbincangkan pada kesempatan yang lalu.
PG : Memang ada beberapa sumbernya dan yang pertama pada masa remaja memang seorang anak mulai berpikir secara abstrak dan mulai dapat mengaitkan apa yang dilihatnya dan apa yang didengarnya dai firman Tuhan.
Misalkan dia sekarang melihat orang miskin, orang itu mengemis-ngemis, dia mulai bertanya, "Kenapa Tuhan tidak memberikan kecukupan kepada orang ini." Hal-hal seperti inilah yang makin sering ditanyakan oleh remaja dan sewaktu dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskannya, maka mungkin sekali dia akhirnya bergolak, dia akhirnya mulai menolak untuk melakukan atau terlibat dalam hal-hal rohani yang biasanya dia lakukan. Atau sumber yang lain adalah karena pada masa remaja anak itu cenderung mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, dia lebih impulsif. Kadang akhirnya anak itu jatuh ke dalam dosa, waktu jatuh ke dalam dosa akhirnya memutuskan bahwa saya tidak mau menjadi orang munafik. Dari pada saya tetap pimpin PA, ikut Paduan Suara tapi hidup saya jatuh ke dalam dosa maka lebih baik tidak perlu lagi melayani. Jadi akhirnya orang tua bingung, "Kenapa tiba-tiba anak saya tidak mau lagi pimpin PA atau terlibat dalam Paduan Suara." Mungkin memang karena dia sedang jauh dari Tuhan, dia sedang berdosa, dari pada dia mencemarkan nama Tuhan dan hidup munafik maka lebih baik tidak perlu terlibat dalam pelayanan lagi. Jadi itu adalah sumber kedua yang kadang-kadang membuat anak-anak remaja kita bergolak secara rohani. Dan yang ketiga adalah pada masa remaja anak itu mulai mengembangkan kemampuannya untuk berpikir sendiri secara mandiri, ekstremnya adalah anak-anak ini kadang membabi buta, tidak mau mendengar sama sekali pendapat kita dan yang penting apa yang dia anggap sebagai hal yang benar maka dia akan pertahankan, itu sebabnya adakalanya dia mulai menyimpang mulai memunyai ide-ide atau gagasan-gagasan yang tidak kita ketahui sumbernya, tapi itu adalah bagian dari pertumbuhannya. Dari pada kita langsung menyerangnya, menudingnya maka lebih baik kita tetap mengajak dia bicara, tapi kalau dia memang sudah benar-benar keluar jalur maka kita juga harus tekankan bahwa kamu sepertinya sudah terlalu jauh, pikiran kamu sudah tidak lagi tepat, coba kamu kembali kepada firman Tuhan. Dengan cara itu kita bisa memastikan remaja itu tidak sampai melompat pagar, akhirnya tidak sampai menyangkal Tuhan dalam hidupnya.
GS : Tetapi selain hal-hal yang kita sudah bicarakan pada kesempatan yang lalu yang Pak Paul sudah ungkapkan secara ringkas, apakah ada hal-hal lain yang menjadi penyebab timbulnya gejolak rohani remaja ini ?
PG : Ada. Yaitu pada masa remaja, anak memasuki sebuah dunia yang jauh lebih kompleks dan terekspos pada berbagai keyakinan rohani dan moral yang lain. Misalnya teman-temannya tidak lagi homoge, banyak teman yang berkeyakinan berbeda.
Atau kalau pun seiman ada yang memiliki nilai-nilai moral yang berbeda. Misalnya ada yang berkata, "Kenapa tidak boleh berbohong ? Boleh saja berbohong yang penting kita tidak merugikan orang." Bisa saja yang mengatakan hal itu adalah orang yang seiman juga. Tidak bisa tidak semua ini akan memberi pengaruh pada pertumbuhan imannya, misalnya ia mulai memertanyakan kebenaran iman kristiani yang tadinya dipeluk tanpa ragu. Itu sebabnya pada masa ini remaja kerap bertanya tentang keyakinan rohani lainnya karena memang dia ingin tahu kebenaran. Makanya dia mulai bertanya, "Mana yang benar ? Karena banyak sekali orang yang percaya tapi berbeda dan sebagainya." Jadi secara tulus memang dia ingin tahu apa yang benar.
GS : Kalau orang tua sendiri tidak jelas tentang kebenaran ini maka akan susah untuk menjawabnya.
PG : Betul sekali. Maka sebagai orang tua kita sendiri harus tahu apa yang kita percaya, kalau kita sendiri tidak tahu apa yang kita percaya, maka bagaimanakah mungkin kita mengajarkannya kepada anak-anak kita ?
GS : Bagaimana sikap orang tua, katakan kita tahu nilai-nilai moral Kristiani yang benar. Dan bagaimana sikap orang tua, Pak Paul ?
PG : Sebagai orang tua kita mesti menyikapi pertanyaannya ini dengan bijak dan penuh pengertian. Misalnya yang saya selalu tekankan adalah terus paparkan apa yang dikatakan oleh firman Tuhan tapa harus menyerang dan menjelek-jelekkan keyakinan lainnya.
Misalkan kita paparkan bahwa tidak ada yang bisa membayar upah dosa sebab hanya oleh kematian Anak Allah, Tuhan sendiri yang akhirnya dapat membayar hukuman dosa itu. Maka sekarang Alkitab mengatakan kita tidak lagi berada di bawah hukuman dosa, tapi kita telah dibebaskan. Maka kita sekarang bisa berkata, "Kita telah menerima hidup yang kekal dari Tuhan." Jadi kita hanya paparkan apa yang firman Tuhan katakan tanpa harus menyerang atau menjelek-jelekkan keyakinan yang lainnya, sebab sikap keras terhadap keyakinan lain saya kira akan berdampak buruk. Pertama misalnya, anak kita akan merendahkan orang lain yang memunyai kepercayaan yang berbeda karena dia menganggap, "Semua kepercayaan ini adalah salah dan saya yang paling benar," akhirnya merendahkan orang lain dan itu juga tidak baik. Sebab waktu dia melakukan itu maka dia akhirnya gagal untuk mengasihi orang, sedangkan kita tahu kalau Tuhan adalah kasih, yang Tuhan juga minta untuk kita lakukan adalah mengasihi-Nya dan mengasihi sesama. Kalau kita mulai melecehkan orang dan sebagainya, maka kita gagal melakukan perintah Tuhan yang sangat hakiki itu. Atau misalkan yang kedua ia justru berbalik dan marah kepada kita orang tuanya oleh karena dia merasa kita terlalu menghakimi orang lain. Ingatlah bahwa pada dasarnya sewaktu dia bertanya tentang, "Kenapa ini tidak benar ? Kenapa hanya kita yang benar ? dan sebagainya," dia itu sesungguhnya tengah membicarakan teman-temannya yang dinilai baik. Itu sebabnya komentar kita yang mendiskreditkan teman-temannya tanpa mengenalnya terlebih dahulu hanya atas dasar perbedaan keyakinan, akan mencap kita sebagai orang yang kurang baik padahal teman-temannya tidak seperti itu terhadap dia, namun kita seperti itu terhadap mereka. Jadi mereka akan berkata bahwa, "Kita ini jahat, kita ini begitu keras, begitu tajam menyerang orang lain sedangkan teman-teman saya tidak seperti itu," justru itu adalah hal yang kurang baik sebagai kesaksian kita juga. Sekali lagi kita sebagai orang tua mesti bijak dalam menyikapi dan menjawab hal-hal yang mereka tanyakan tentang imannya dan iman teman-temannya yang lain.
GS : Apakah itu terkait bahwa pada masa remaja anak kita itu lebih dekat dengan teman-temannya dari pada dengan kita sebagai orang tuanya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Karena mereka itu berada bersama-sama dengan teman dari pagi sampai sore sekitar jam 3 atau jam 4, belum lagi nanti setelah pulang ke rumah masih ada sambunganny dengan chatting, telepon, SMS.
Jadi benar-benar teman-teman itu menempati porsi besar dalam hidup mereka. Jadi kalau mereka itu harus mendengar kata-kata kita yang menusuk, menyerang teman-temannya atas dasar iman kepercayaan, saya kira dia akan berontak dan waktu dia berontak dia akhirnya menolak iman kepercayaan yang kita tanamkan pada dirinya.
GS : Lalu bagaimana caranya kita sebagai orang tua menyatakan bahwa kita sebenarnya juga mengasihi mereka yang tidak seiman dengan kita ?
PG : Yang pertama misalnya kita juga menyuruhnya mengasihi teman-teman yang tidak seiman, kita jangan sampai lupa mengajak anak untuk mendoakan teman-temannya supaya mereka pun akhirnya berkesepatan mengenal Kristus Tuhan kita.
Lewat siapa ? Lewat anak-anak kita, lewat kehidupannya, lewat kasih sayangnya. Misalnya saya bisa langsung ingat firman Tuhan di Yohanes 13:14, "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu." Lewat firman Tuhan ini kita bisa belajar bahwa Ia adalah Tuhan. Jadi ini yang mengatakan adalah Tuhan sendiri, "Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu," namun dari firman Tuhan yang sama kita bisa belajar bahwa kita diperintahkan untuk saling membasuh kaki sesama yang berarti bahwa kita harus saling merendahkan diri dan melayani satu sama lain. Jadi dari satu firman, dari satu ayat ini saja kita mendapatkan kebenaran yang sangat hakiki, kita mesti percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan kita tidak akan malu mengakui itu, kita tidak akan mengkompromikannya bahwa Yesus adalah Tuhan, Dia adalah Allah yang menjadi manusia, tapi Dia juga adalah seorang pelayan, Dia rela membasuh kaki murid-murid-Nya. Meskipun kita tahu kebenaran ini namun kita mesti menjadi pelayan bagi orang lain, kita mesti mengasihi, merendahkan diri, kita mesti menunjukkan kasih yang tulus kepada orang lain, sebab itulah yang Tuhan telah contohkan kepada kita pula.
GS : Jadi ajaran-ajaran iman yang lain yang kita tolak, tapi orangnya tetap kita terima dengan penuh kasih, Pak Paul ?
PG : Tepat sekali. Jadi kita tidak mesti menerima, memeluk apa yang diyakini oleh orang lain, tapi kita mesti menerima dan memeluk mereka sebagai seorang manusia yang Tuhan juga kasihi. Mereka dalah ciptaan Tuhan, jadi kita perlu menunjukkan kasih sayang itu, sebab itulah yang Tuhan inginkan dari kita.
GS : Mungkin ada penyebab yang lain timbulnya gejolak remaja dalam bidang kerohanian, Pak Paul ?
PG : Pada masa remaja anak juga harus berhadapan dengan godaan dosa pada volume yang tinggi, sekaligus dituntut untuk bertahan dalam kehendak Tuhan. Tidak bisa tidak kedua hal ini akan menimbulan ketegangan yang kuat dalam dirinya dan ditengah tarik menarik ini remaja akan bergerak ke ekstrem kanan atau ke ekstrem kiri, kadang teguh dan kadang lemah.
Sekurang-kurangnya ada tiga reaksi terhadap dosa, Pak Gunawan, yang pertama menyerah namun mengakui keberdosaan kita, yang kedua kita melawannya dan yang ketiga adalah kita melabelkan dosa sebagai bukan dosa. Adakalanya anak remaja kita berhasil melawan dosa namun kadang dia gagal dan dia menyerah namun kadang dari pada dia mengakui kekalahannya, ia justru mendistorsi realitas dan perintah Tuhan, menjadikan perbuatannya malah tidak berdosa. Pada waktu dia mulai mendistorsi firman Tuhan, biasanya remaja bersitegang dengan kita, ia melawan dan menuduh kita mau menang sendiri dan memertanyakan dasar kesimpulan kita apakah sesuatu itu dosa atau tidak. Pada dasarnya dia tengah berupaya membenarkan tindakannya, supaya dia bisa terus berkubang di dalam dosa. Jadi jangan sampai kita melupakan bahwa anak kita itu adalah anak yang berdosa dan sebagai manusia berdosa sama seperti kita maka ada kecenderungan, ada keterpikatan terhadap dosa. Maka kalau kita tidak menjaga diri dan tidak mau taat kepada Tuhan, arah jalan kita itu adalah maunya masuk ke dalam kubangan dosa. Dan begitu pula anak kita, maka ada kecenderungan karena anak kita ingin tetap melakukan dosa itu maka ia mulai membantah-bantah kita, membenarkan perbuatan-perbuatannya, "Mana dosanya ? Kenapa ? Orang lain pun juga berdosa, ini dosanya kecil," barulah dia mulai berbicara tentang dosa. Saya kira salah satu alasan utamanya adalah karena bisa jadi dia sudah jatuh ke dalam dosa pula.
GS : Tapi sebenarnya di dalam diri remaja ini ada suatu pergulatan batin, pergulatan iman antara kebenaran yang dia ketahui mulai mereka anak-anak dan kenyataan yang dia hadapi, sehingga dia ada gejolak itu tadi.
PG : Betul, Pak Gunawan. Itu sebabnya dia merasa perlu untuk membenarkan tindakannya karena dia mulai tertuduh. Karena dia adalah anak Tuhan dan Roh Tuhan hidup dalamnya maka Roh Tuhan akan mengurnya dan dia tidak nyaman dengan teguran-teguran itu.
Waktu dia mendengar teguran kita, waktu kita bicara tentang kekudusan dan sebagainya maka dia merasa makin tertuduh, makin tertegur, itu sebabnya kecenderungannya adalah makin melawan. Sekali lagi yang saya sudah simpulkan adalah kita harus mengakui dosa bahwa kita lemah, tapi sebagai manusia karena kita memiliki kemampuan untuk berpikir maka kita tidak mudah dengan cepat takluk pada firman Tuhan dan berkata, "Saya telah berbuat dosa dan telah bersalah," kita mulai mencoba membenarkan, akhirnya kitalah yang dipilih olehnya untuk menjadi sasaran perdebatan untuk membenarkan dirinya itu.
GS : Jadi kita sebagai orang tua perlu memberikan bimbingan apa, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu kita mesti membimbing lewat firman Tuhan, jadi tidak menuruti pikirannya, jikalau dia keliru. Tapi kita mesti sabar juga, lembut dalam menyikapi pemberontakannya, kita harus meyampaikan bahwa kita mengerti pergumulannya dan akan terus mendoakannya.
Dan kita mesti terus mengatakan bahwa kenyataannya kita tidak bisa hidup sesuai firman Tuhan, tapi bukannya kita tidak boleh menurunkan standar Tuhan. Jadi doronglah dia untuk mengakui keterbatasannya, memohon pengampunan Tuhan, jangan turunkan standart Tuhan. Kita mesti mengajak dia untuk terus berusaha kendati sulit, namun dia jangan menyerah. Selain dari itu kita juga harus mencoba mengalihkan perhatiannya agar tidak terus tertuju pada satu hal saja yakni pergumulannya dengan dosa. Ajaklah dia untuk mengembangkan minat pada hal konstruktif lainnya. Makin dia terserap dalam pergumulannya maka makin lemah dia. Sebaliknya makin beragam fokus perhatiannya maka masih terbuka kemungkinan bahwa pada akhirnya ia akan dapat melepaskan diri dari belenggu dosa itu.
GS : Yang mengalihkan perhatian ini misalnya saja dia terjerumus dalam dosa seksual, pornografi dan sebagainya. Bagaimana kita mengalihkannya ?
PG : Dengan kata lain saat kita bicara pada dia, kita tidak menfokuskan pada dosa itu saja, kita tidak selalu tanyakan kepada dia, "Bagaimana pergumulan kamu dengan dosa seksual, apakah kamu maih melihat gambar-gambar porno itu ?" Sudah tentu kita ingin mengeceknya tapi ceklah secara berkala dan kita tidak harus fokuskan pada hal itu.
Namun sebaliknya dorong dia untuk keluar, untuk pergi terlibat dengan kegiatan-kegiatan olahraga atau pergi dengan teman-temannya yang lain yang juga sehat atau kita juga bisa pergi bersamanya atau membicarakan hal-hal yang lain. Jadi dengan kata lain, kita tidak terserap di dalam satu dosa itu, makin dia terserap maka makin dia susah untuk keluar. Justru kalau dia mengembangkan hal-hal lain dalam hidupnya yang konstruktif maka waktu untuk berbuat dosa juga makin mengecil dan berkurang, sehingga akhirnya dia makin terselamatkan oleh hal-hal yang dia lakukan di luar. Atau dengan dia banyak melakukan hal-hal yang lain maka penghargaan dirinya bertambah, dia merasa hidup lebih bermakna karena banyak hal yang bisa dia kerjakan sekarang. Dan itu pun juga bisa menolongnya dalam bergumul karena lebih memunyai kekuatan bergumul dengan godaan-godaan dosa itu sendiri. Atau yang lainnya lagi kita bisa mengajaknya untuk berdoa, memuji Tuhan, dengan kata lain memfokuskan pada Tuhan, bukan saja sebagai Tuhan dimana kepada-Nya kita harus bertanggung jawab atas kehidupan kita atau kekudusan kita, tapi Tuhan juga tertarik tentang hal-hal lain dari diri kita. Kita bisa memuji Tuhan atas kebaikan-Nya, memberikan kepada kita suatu keluarga yang saling mengasihi atau memunyai kebisaan-kebisaan tertentu yang lain dan kita bisa mengajaknya memuji Tuhan. Dengan kata lain, kita mesti melebarkan dan meluaskan dirinya.
GS : Apakah cara itu tidak hanya mengalihkan atau bersifat sementara karena sebenarnya akar permasalahannya tidak terselesaikan ?
PG : Sudah tentu akar permasalahannya memang masih ada dan itu akan terus menjadi pergumulannya dan itu adalah pergumulan yang akan selalu hidup dengannya. Memang ini perlu waktu untuk dia bisamengatasinya, tapi bukankah memang ada pergumulan dalam hidup kita yang cepat selesai, tapi ada yang lama selesai dan yang penting adalah dia tidak menyerah dan yang penting adalah dia tidak mendistorsi firman Tuhan itu.
Dia tidak mengatakan bahwa, "Tidak apa-apa berdosa seperti itu, Tuhan akan mengerti," dan itu yang akan kita jaga jangan sampai dia total menyerah atau mendistorsi firman Tuhan. Kita mau mengajaknya agar dia tidak menyerah dan mengakui bahwa memang belum selesai dengan tetap berkata, "Ini adalah sebuah dosa dan kita akan coba lewati dan kalahkan."
GS : Apakah masih ada penyebab yang lain Pak Paul, yang menyebabkan gejolak rohani dalam diri remaja ?
PG : Ada satu lagi, Pak Gunawan, dan ini yang penting yaitu pada masa remaja anak-anak berpapasan dengan ketidaksempurnaan dan ketidakkonsistenan. Mungkin misalnya remaja melihat tindakan orangtua yang tidak sesuai dengan perkataannya.
Atau mungkin remaja mendengar atau mengetahui kasus kejatuhan pembina rohaninya dan semua itu berpotensi melemahkan iman percayanya. Misalnya seorang remaja yang tadinya rajin atau aktif dalam pelayanan kemudian mendengar kabar bahwa ayahnya berselingkuh, itu biasanya menjadikan pukulan yang sangat berat bagi dia apalagi kalau si ayah adalah orang yang terlibat dalam pelayanan. "Mana mungkin ayah yang begitu rohani yang sering berdoa di rumah, sering memimpin persekutuan di rumah, yang kita banggakan sebagai panutan di rumah, akhirnya bisa jatuh ke dalam dosa" dan itu akhirnya menggoncangkan si anak. Atau si anak melihat pembina rohaninya yang juga jatuh ke dalam dosa atau jatuh ke dalam dosa keuangan misalkan dia memakai uang dan tidak bisa mempertanggungjawabkannya. Atau dia melihat sendiri dengan mata kepalanya pembina rohaninya berbohong, bicara dengan dia seperti apa dan kemudian berbicara dengan orang lain juga apa. Hal-hal seperti ini yang langsung mengena dalam dirinya dan biasanya akan menimbulkan gejolak rohani di dalam dirinya sebab ini akan melemahkan iman percayanya. Sebab bagi remaja kegagalan panutan rohaninya merupakan kegagalan iman kristiani, jadi dia langsung kaitkan keduanya itu. Dia sulit untuk berkata, "Ini kegagalan pribadi, ini bukanlah kegagalan suatu iman tapi kegagalan manusianya," jadi biasanya dia langsung mengaitkannya dengan kegagalan iman Kristiani itu sendiri. Tidak heran, Pak Gunawan, ada sejumlah remaja meninggalkan iman kristiani dan hanya melandaskan kehidupan rohaninya kepada doktrin "Terpenting adalah berbuat baik, jangan bicarakan tentang Tuhan yang penting adalah bukti berbuat baik dalam hidupmu." Dan akhirnya banyak remaja mengembangkan hal-hal seperti itu dan akan meneruskannya sampai mereka kuliah dan lulus kuliah dan berumah tangga akhirnya berubahlah arah hidupnya karena adanya panutan rohani yang gagal dan jatuh ke dalam dosa ini.
GS : Padahal sebagai manusia berdosa baik orang tua atau pembina rohani yang ada di sekitar remaja ini mempunyai potensi yang besar untuk jatuh ke dalam dosa-dosa seperti itu.
PG : Betul, dan sudah tentu siapa pun sebenarnya waktu mendengar kisah kejatuhan seperti ini akan membuat kerohanian kita sedikit bergolak tapi khusus bagi remaja, pukulan ini lebih berat lagi arena kecenderungan remaja sewaktu dia mengagumi seseorang maka dia akan mengaguminya itu benar-benar maksimal, dia akan beranggapan bahwa orang ini tidak memiliki kesalahan sama sekali, susah untuk dia membayangkan orang yang dikaguminya ini sanggup dan bisa jatuh ke dalam dosa karena sekali lagi ini adalah kecenderungan mengidolakan orang.
Maka kalau dia mengidolakan orang tuanya atau dia mengidolakan pembina rohaninya, kemudian jatuh ke dalam dosa, ini akan menimbulkan pergolakan dan dia susah sekali menerimanya.
GS : Tentunya kita sebagai orang tua bisa membentengi sedini mungkin supaya remaja kita tidak ikut larut di dalam dosa seperti itu. Dan apa yang bisa kita lakukan ?
PG : Sebagai orang tua jangan sampai kita membela diri tatkala kita tidak hidup konsisten dengan ajaran Kristus. Waktu anak melihat, waktu anak mulai berontak karena melihat kegagalan kita makaakuilah kegagalan kita dan jangan merasa perlu untuk membela diri, defensif dan terpenting adalah kita bertobat dan tidak mengulang masalah yang sama itu.
Jikalau itu menyangkut ketidakkonsistenan pembina rohaninya atau kejatuhan pembina rohaninya, maka sekali lagi akuilah dan jangan mencoba menutupinya karena dia sudah tahu dan itulah faktanya. Kalau kita ingin menutup-nutupi maka hal itu akan malah memerparah ketidakpuasannya.
GS : Memang pada masa remaja banyak sekali gejolak yang ada di dalam diri remaja khususnya di dalam hal rohani tetapi sebenarnya pada masa inilah masa yang paling tepat untuk memenangkannya menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh.
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Sebab memang pada masa remajalah paling banyak orang menyerahkan hidupnya untuk menjadi hamba Tuhan, dan itu prosentase yang paling banyak dari orang-orang yang enyerahkan hidupnya sebagai hamba Tuhan yang dilakukan pada usia remaja bukan pada usia yang sudah dewasa atau pada masa yang terlalu kecil.
Karena kepolosannya waktu mendengar panggilan Tuhan dan benar-benar ingin melayani Tuhan. Jadi kepolosan-kepolosan itulah yang merupakan aset dan kepolosan itulah yang membuat dia lebih peka dengan suara Tuhan, waktu Tuhan memanggilnya, menegur dosanya maka dia dengan cepat bisa merasakan. Maka akhirnya lebih banyak terjadi pertobatan di antara mereka, tapi di pihak lain juga karena dia cenderung mengidolakan seseorang, tidak bisa menerima bahwa di dalam diri seseorang yang penuh dengan kebaikan bisa juga ada kebobrokan. Akhirnya saat itu terjadi entah itu orang tua atau pembina rohaninya jatuh ke dalam dosa maka susah sekali untuk dia bisa menoleransi.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang berkaitan dengan hal ini, Pak Paul ?
PG : Di Lukas 14:34 Tuhan Yesus berkata, "Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?" Memang sewaktu pembina rohani jatuh atau orang tua jatuh ke dalamdosa, itu sama dengan garam yang telah menjadi tawar dan membuat hati kita tawar, tidak ada lagi keinginan untuk hidup kudus dan berkenan kepada Tuhan.
Malah sewaktu ada orang-orang yang berkata-kata tentang Tuhan maka reaksi awal adalah tidak mau menghiraukannya. Dan kita mengalami dilusi-dilusi, kecewa dan sungguh pun demikian kita mesti mengingat bahwa kita hidup untuk Kristus dan kita harus memandang-Nya dan bukan memandang orang lain. Dan itulah yang akan kita tekankan kepada anak-anak terutama anak-anak remaja kita, terus memandang kepada Kristus sebab tidak ada manusia yang tidak berdosa. Jadi dorong mereka untuk tetap menghormati kebaikan-kebaikan, kesalahan-kesalahan anak-anak Tuhan, tapi juga menerima keterbatasan anak-anak Tuhan bahwa dalam hidup mereka suatu hari kelak juga bisa jatuh ke dalam dosa pula.
GS : Jadi kalau menyangkut pihak lain seperti pembina rohani, sebaiknya orang tua tidak harus ikut menyelek-jelekkan pembina rohani itu, Pak Paul.
PG : Tepat sekali. Jadi memang tugas kita adalah menempatkan masalah ini dalam perspektif yang benar bahwa seorang yang melayani Tuhan dan mencintai Tuhan, tapi kadang bisa lemah dan jatuh ke dlam dosa.
GS : Ini adalah perbincangan yang sangat menarik sekali, Pak Paul. Terima kasih Pak Paul telah mengangkat suatu perbincangan yang menjadi masalah bagi banyak orang tua. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang kelanjutan dari "Pergolakan Rohani Remaja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.