Penyesuaian Di Awal Pernikahan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T455B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Pada umumnya “selamat berbahagia” adalah ucapan yang kita sampaikan kepada pasangan yang menikah.Sesungguhnya ucapan yang lebih tepat adalah “selamat bekerja.”Ya, untuk berbahagia, kita mesti bekerja.Kebahagiaan tidak datang begitu saja; kebahagiaan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan dan saling membahagiakan pasangan.Berikut ini akan dipaparkan beberapa tugas penyesuaian yang mesti diselesaikan pada awal pernikahan
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Pada umumnya "selamat berbahagia" adalah ucapan yang kita sampaikan kepada pasangan yang menikah. Sesungguhnya ucapan yang lebih tepat adalah "selamat bekerja." Ya, untuk berbahagia, kita mesti bekerja. Kebahagiaan tidak datang begitu saja; kebahagiaan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan dan saling membahagiakan pasangan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa tugas penyesuaian yang mesti diselesaikan pada awal pernikahan.

Pertama, kita mesti membiasakan diri untuk mendengar suara pasangan. Mungkin nasihat ini terdengar lucu sebab kita berpikir, bukankah kita sudah terbiasa mendengar suara pasangan? Pada kenyataannya sebelum pernikahan, kita hanya mendengar suara pasangan beberapa jam dalam seminggu. Selama itu kita lebih terbiasa mendengar suara anggota keluarga kita sendiri, seperti ayah dan ibu serta adik dan kakak. Nah, setelah pernikahan satu-satunya suara yang kita dengar adalah suara pasangan.

Kita mesti menyesuaikan diri sebab memang mendengar suara pasangan selama berjam-jam setiap hari menuntut penyesuaian. Ada yang tidak terlalu terganggu tetapi ada pula yang merasa terganggu. Bila terganggu, pada umumnya reaksi awal kita adalah menghindar. Mungkin kita menyibukkan diri dengan kegiatan tertentu atau kita berupaya memperpendek percakapan supaya tidak berlarut-larut.

Kedua, kita mesti membiasakan diri untuk mendengarkan perkataan pasangan. Bukan saja kita harus mendengar suara pasangan, kita pun seyogianya mendengarkan perkataannya. Ada beberapa hal yang berpotensi mengganggu dan menuntut penyesuaian. Pertama, mungkin kita mesti menyesuaikan diri dengan NADA bicaranya. Sudah tentu kita tidak mempunyai masalah sewaktu berbicara dengannya tentang hal-hal yang menyenangkan.

Biasanya masalah muncul pada saat kita membicarakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Mungkin kita tidak suka dengan nada bicara yang cenderung meninggi atau terdengar menyentak. Mungkin sebaliknya, kita tidak suka dengan nadanya yang langsung merendah dan tenggelam. Kedua, kita pun perlu menyesuaikan diri dengan pola bicaranya. Ada yang cenderung berputar-putar sehingga memakan waktu lama; ada yang terlalu to the point, sehingga tidak enak didengar; ada yang tidak jelas, membuat kita bertanya-tanya apakah maksudnya.

Ketiga, kita mesti membiasakan diri untuk mengubah gaya hidup yang selama ini kita jalani. Mungkin kita terbiasa tidur larut malam atau sebaliknya, kita terbiasa tidur tidak terlalu malam. Sudah tentu kita mesti bersedia menyesuaikan jadwal tidur sebab tidak bisa tidak, perbedaan ini dapat membuat pasangan dan kita terganggu. Mungkin kita terbiasa menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi, nah, sekarang kita harus mempersingkat waktu agar pasangan dapat memakainya pula. Atau kita terbiasa makan di luar sedang pasangan lebih suka makan di rumah. Ini pun menuntut penyesuaian.

Kesediaan kita untuk mengubah gaya hidup menunjukkan keseriusan kita menanggapi permintaan dan kepentingannya. Sebaliknya, ketidaksediaan kita memperlihatkan bukan saja kekakuan tetapi juga keegoisan kita. Sudah tentu tidak semua kebiasaan dapat diubah dan tidak semua dengan cepat berubah, tetapi usaha untuk mengubahnya sudah cukup untuk mengkomunikasikan kepada pasangan bahwa kita tidak egois dan bahwa dia adalah penting dan berharga bagi kita.

Keempat, kita mesti merendahkan diri untuk menerima nasihat pasangan. Dengan kata lain, kita mesti siap ditegur. Kebanyakan kita tidak siap ditegur; kita masuk ke dalam pernikahan mengharapkan pasangan mendukung, bukan menegur kita. Namun dalam kenyataannya kita tidak sempurna dan memerlukan teguran pasangan. Kesediaan kita untuk menerima tegurannya membuka pintu komunikasi yang mendalam di antara kita. Sebaliknya, keengganan kita menerima teguran, menutup pintu komunikasi yang mendalam. Pada akhirnya pasangan tidak mau menegur lagi karena merasa tidak disambut. Jadi, daripada menegur, lebih baik, diam. Sudah tentu jika ini terjadi, komunikasi akan tersendat. Hubungan pun akan berhenti bertumbuh.

Kelima, kita mesti memberanikan diri untuk memberi nasihat kepada pasangan. Relasi yang sehat adalah relasi timbal-balik, jadi, baik suami maupun istri mesti mempunyai kebebasan untuk menyatakan pendapat dan menegur atau menasihati pasangan. Jangan biasakan diri untuk diam sewaktu melihat pasangan melakukan perbuatan yang tidak benar. Jangan memulai pernikahan dengan pola yang tidak sehat.

Sudah tentu kita harus berupaya menyampaikan teguran atau nasihat dengan cara yang tepat. Acap kali nasihat atau teguran tidak sampai karena cara penyampaian kita yang kurang pas. Itu sebab penting bagi kita untuk menanyakan kepadanya cara seperti apakah yang paling pas buatnya. Kita ingin tahu cara yang pas sebab kita mau mempunyai kebebasan untuk menyampaikan teguran dan nasihat kepadanya.

Kesimpulan

Sama seperti semen yang basah, masa awal pernikahan adalah masa di mana kita membangun sebuah pola relasi. Sekali terbentuk, maka akan sukarlah untuk kita mengubahnya. Semua langkah penyesuaian yang telah dibahas memang tidak menjamin sebuah pernikahan yang bahagia, tetapi setidaknya, semua langkah itu akan mengantar kita masuk ke jalur yang sehat. Masa awal pernikahan adalah masa kita bekerja keras membangun sebuah fondasi hubungan yang sehat. Pada masa ini konflik tak terelakkan namun jangan cepat menyerah dan berhenti menyesuaikan diri. Sekali menyerah, benih tidak sehat tertanamkan. Suatu hari kelak benih akan bertumbuh kembang dan pada saat itu masalah pasti muncul. Firman Tuhan mengingatkan, "Siapa memelihara pohon ara akan memakan buahnya . . . ." (Amsal 27:18)