Pembentukan Jati Diri

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T076A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Ini adalah proses pembentukan diri remaja, suatu proses yang alamiah, yang seharusnya terjadi dan itu baik. Secara natural remaja mulai banyak mempertanyakan keputusan yang kita yakini dan itu adalah untuk membangun dirinya dengan melewati fase tertentu baik fase pembedaan maupun fase perbandingan.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Biasanya kita menggolongkan remaja pada usia sekitar 11-12 tahun hingga 20 tahun, ada yang menyebut usia 11-12 sebagai pra remaja, ada yang sudah memasukkan sebagai kategori remaja.

Ciri remaja:

  1. Berbeda dengan anak-anak, dalam pegertian kemampuan berpikirnya jauh lebih abstrak dibandingkan pada masa kanak-kanak yang sangat konkret.

  2. Berteman juga merupakan ciri yang khas pasa masa remaja, di mana sebelumnya remaja menggantungkan konsep dirinya pada anggapan yang diberikan orang tua sedangkan pada masa remaja sangat menggantungnya konsep dirinya pada penilaian yang diberikan oleh teman-temannya. Sehingga kita melihat pada masa remaja mereka lebih mementingkan teman daripada orangtua.

Dalam pembentukan jati dirinya, remaja harus melalui sekurang-kurangnya dua fase:

  • Yang pertama fase pembedaan.
    Artinya remaja mulai melihat dirinya berbeda dari orang tuanya, tidak mau dilihat terlalu sama dengan orang tua. Selain membedakan diri dengan orang tua, remaja juga mencoba membedakan diri dengan teman-temannya. Remaja melihat dirinya itu istimewa atau melihat dirinya itu unik. Pembentukan jati diri harus dilandasi dengan fondasi yang pertama ini yaitu keunikannya atau keistimewaannya.
  • Yang kedua adalah fase perbandingan.
    Perbandingan maksudnya, dia menyoroti dirinya dari segi persamaannya dengan orang lain, sebab dia akhirnya menyadari bahwa tidak terlalu banyak hal yang membedakan dirinya dari orang lain. Kalau fase pertama berhasil dilewati dan dia berhasil membedakan dirinya, mengakui keunikannya, dia akan bisa menemukan siapa dia berdasarkan keistimewaan atau keunikannya. Namun harus disertai dengan fase berikutnya yakni dia bisa mengakui keterbatasannya atau kekurangannya dan mampu menerima dirinya meskipun dia melihat kekurangan pada dirinya itu. Keduanya ini menjadi suatu keseimbangan, keseimbangan yang akan membuat dirinya sebagai diri yang utuh, dan inilah jati diri yang sehat.

Dalam menghadapi remaja melalui proses yang berat seperti itu, orang tua harus berperan dengan bijaksana.

  1. Kita harus memahami apa yang sedang dilewati oleh remaja. Misalkan remaja mulai memberontak, jangan lekas-lekas kita mau menggilasnya, melarangnya, makin mengencangkan genggaman kita pada dia, itu makin merusakkan si remaja. Makin membuat si remaja itu tertekan dan ciut. Jadi orang tua harus menerima fakta bahwa remaja akan mulai melawan mereka, mempertanyakan, memberontak dan kalau kita bisa sesuaikan justru merupakan hal yang sehat bagi si remaja, menjadikan dia sebagai seorang yang dewasa.

  2. Bimbingan rohani harus kita berikan pada mereka. Yang penting adalah anak-anak remaja perlu tahu bahwa dia bertanggung jawab langsung kepada Tuhan.

Lukas 12:31, "Tetapi carilah kerajaanNya maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu."

Masa remaja masa yang bisa berpotensi menimbulkan kecemasan karena remaja mulai memikirkan masa depan, mulai memikirkan hal-hal yang biasanya mereka yakini. Ditandai dengan banyak pergumulan, pergolakan, kecemasan, pertanyaan, dan kekhawatiran. Kita bisa menegaskan terus-menerus kepada anak remaja, bahwa tugas utamanya adalah mencari kerajaan Tuhan dan kebenarannya, maka semua yang mereka khawatirkan, pikirkan nanti akan Tuhan atur dan akan Tuhan jawab. Jadi penting sekali bagi orang tua membimbing anak remaja untuk mulai menyerahkan hidupnya kepada Tuhan di mana kecemasan dan kekhawatiran adalah bagian dari hidup ini.