Mengapa Sesuatu yang Indah Bisa Berubah Menjadi Begitu Buruk? ( II )

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T498B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Selain kekeliruan memahami makna pernikahan, kegagalan dalam memelihara pernikahan bisa membuat pasangan suami istri seperti hidup di neraka. Berikut nasihat-nasihat untuk memelihara pernikahan kita.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Sebelum bercocok tanam, terlebih dahulu kita mesti melihat kecocokan tanah untuk menerima benih sebab tidak semua tanah cocok untuk semua tanaman. Kalaupun cocok, sering kali harus menyiapkannya terlebih dahulu atau menggarapnya sebelum kita mulai menanaminya. Tidak jarang proses menyiapkannya memakan waktu yang panjang. Seorang petani yang langsung menanam benih tanpa mempertimbangkan kecocokan tanah akan menuai kegagalan. Kita harus memelihara pernikahan. Di dalam kalimat ini tersirat satu kebenaran yakni pernikahan tidak hidup sendiri; kita harus menghidupinya. Kita harus melakukan banyak hal yang tepat untuk membuat pernikahan hidup sebab bila tidak, pernikahan akan mati. Nah, langkah pertama memelihara atau menghidupi pernikahan adalah (a) melihat secara realistik kesanggupan dan keterbatasan pasangan dan (b) menyiapkannya untuk dapat menerima masukan dari kita dan memenuhi pengharapan dari kita. Ibarat tanah yang tidak selalu cocok untuk tanaman tertentu, demikian pulalah pasangan kita. Belum tentu ia cocok atau sanggup menjadi seperti yang kita dambakan. Tidak seharusnya kita berasumsi bahwa kalau saja ia mau, maka ia pasti bisa menjadi pasangan sesuai pengharapan saya. Bukankah kita sendiri harus mengakui bahwa kita tidak selalu dapat menjadi diri yang diharapkan orang—tidak soal seberapa kuatnya kemauan kita?

Jadi, terimalah hal-hal yang hakiki, yang telah menjadi ciri khas pasangan. Bila ia seorang ekstrovert, terimalah dan janganlah mengharuskannya lebih banyak diam dan tidak banyak bergerak. Sebaliknya, jika ia seorang yang introvert, jangan berusaha mengubahnya menjadi lebih banyak bicara dan beraktivitas. Atau, jika ia bukan seorang yang rapih, janganlah tuntut dia untuk menjadi serapih kita. Mintalah ia untuk rapih dalam satu atau dua hal saja. Selebihnya, biarkan dan relalah untuk mengambil alih tugas merapihkan. Jika kita tidak mau mengerti dan terus menuntutnya, pertengkaran pasti timbul dan pertengkaran yang timbul gara-gara hal yang hakiki seperti ini, bukan saja menguras tenaga, terlebih penting lagi, tidak membawa perubahan. Ingat, kita senantiasa harus menimbang-nimbang, mana yang lebih menguras tenaga: MENCOBA MENGUBAHNYA ATAU MENGKOMPENSASI KEKURANGANNYA?

Sudah tentu tidak semua hal pada diri pasangan tidak dapat berubah, sama seperti, tidak semua hal pada diri kita, tidak dapat berubah. Jadi, silakan sampaikan pengharapan kita pada pasangan. Namun sebelumnya kita harus menyiapkannya agar ia dapat menerima dan mengadakan perubahan itu. Singkat kata, bagian pasangan adalah berusaha berubah atau memenuhi pengharapan kita sedang bagian kita adalah menyiapkannya untuk berubah.

Kita menyiapkan pasangan untuk berubah dengan tiga cara. Pertama, kita mengkomunikasikan PENERIMAAN kita atas dirinya. Kita harus membuatnya yakin bahwa kita menerima dirinya apa adanya; kalaupun ia tidak menjadi seperti yang kita harapkan, kita akan tetap menerimanya. Berikut, kita menyiapkan pasangan untuk berubah dengan cara memberi tanggapan positif terhadap hal-hal yang dilakukannya SECARA UMUM. Kita tidak memfokuskan penghargaan kita hanya atas hal-hal yang kita harapkan. Jika itu yang kita lakukan, ia akan merasa bahwa kita tidak menerima dirinya seutuhnya dan hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus memberikannya tanggapan positif atas semua—bukan hanya sebagian—hal yang diperbuatnya. Terakhir, kita menyiapkan pasangan untuk berubah dengan cara memberi tanggapan positif atas USAHANYA untuk berubah. Perubahan adalah sebuah proses, yang kadang memakan waktu dan upaya yang jatuh-bangun. Jadi, hargailah usahanya. Setiap penghargaan yang diberikan akan memberinya kekuatan dan motivasi untuk terus mengusahakan perubahan. Nah, setelah kita melihat dengan jelas siapakah pasangan kita—apa yang dapat atau tidak dapat dilakukannya—serta menyiapkannya untuk mendengar pengharapan kita akan perubahan, barulah kita dapat mengkomunikasikan kepadanya hal-hal yang kita harapkan dari padanya. Inilah bagian awal dan penting dari memelihara pernikahan. Tidak ada salahnya memunyai dan menyampaikan pengharapan kepada pasangan. Kita bertumbuh—dan pernikahan pun bertumbuh—lewat pengharapan yang disampaikan dan dipenuhi. Satu hal yang mesti kita sadari dalam hal penyampaian pengharapan kita adalah kita harus MENGULANGNYA berkali-kali dan bertahun-tahun. Kadang kita putus asa karena merasa percuma memberitahu, tetapi pada akhirnya kita mesti menerima fakta bahwa kerap kali tujuan mengubah tidak tercapai.

Itu sebabnya sewaktu menyampaikan pengharapan kita kepadanya, pandanglah itu bukan sebagai penyampaian pengharapan, melainkan sebagai penyampaian PERINGATAN. Kita tidak dapat mengubah; kita hanya dapat MENGINGATKAN. Bagian berikut dan akhir dari memelihara pernikahan adalah MENJAGANYA. Sama seperti kita perlu melindungi tanaman dari hama, kita pun harus menjaga pernikahan dari faktor luar yang dapat merusak pernikahan. Ada sejumlah faktor yang dapat masuk dan merusak pernikahan; pada kesempatan ini saya akan menyebut tiga saja yaitu (a) keluarga luar, (b) aktivitas luar dan (c) orang luar.

Salah satu masalah yang cukup sering saya jumpai dalam konseling pernikahan adalah masalah yang berkaitan dengan KELUARGA LUAR, baik itu orangtua, adik dan kakak, atau sanak saudara. Secara teoretis kita menyadari bahwa kita harus mengutamakan keluarga sendiri dan membuat garis yang jelas antara kita dan keluarga asal kita. Tekanan yang ditimbulkan dari luar masuk ke dalam dan menimbulkan tekanan di dalam. Saya tidak memunyai formula untuk menghadapi kerikil-kerikil kehidupan ini. Kadang kami menghadapinya dengan baik, tetapi kadang kurang baik. Adakalanya kami dapat bicara baik-baik, tetapi kadang, tidak. Terpenting adalah kami kembali lagi dan lagi ke "meja perundingan" karena kami tahu kami tidak mau kehilangan satu sama lain. Hubungan ini terlalu berharga untuk dicampakkan gara-gara persoalan dari keluarga luar. Hal kedua yang dapat masuk dan merusak pernikahan adalah AKTIVITAS LUAR seperti pekerjaan, pelayanan, atau hobi. Sudah tentu idealnya kita dapat memasukkan dan mengintegrasikan semua kegiatan luar ke dalam pernikahan, tetapi kenyataan tidaklah semudah itu. Sesuatu yang dikerjakan bersama dapat terhenti karena kelahiran anak atau kondisi orangtua yang sakit. Atau, pekerjaan yang tadinya hanya menuntut travel ke luar kota sebulan sekali, sekarang menuntut seminggu sekali. Atau, pelayanan yang tadinya hanya mewajibkan pasangan pergi ke luar rumah di malam hari seminggu sekali, sekarang menjadi tiga kali seminggu. Sekali lagi, disini dibutuhkan pengertian dan kefleksibelan. Secara teoretis kita sepakat bahwa jalan terbaik adalah senantiasa memprioritaskan kebutuhan pasangan dan keluarga di atas aktivitas luar—dan memang, pada umumnya itulah yang mesti dilakukan. Namun, kadang perkecualian dibutuhkan. Terakhir, faktor lain yang dapat masuk dan merusak pernikahan adalah ORANG LUAR. Berkaitan dengan hal ini ada satu hal yang harus kita perhatikan yaitu bukan saja kita DAPAT tertarik pada orang lain, kita pun AKAN tertarik pada orang lain. Singkat kata, kita dapat menyukai orang lain dan pada titik tertentu dalam hidup, kita akan menyukai orang lain. Kita tidak bisa mencegah perasaan ini untuk muncul tetapi kita dapat mencegah perasaan ini untuk berkembang. Caranya simpel: Kita harus berdisiplin diri MENJAGA BATAS dalam berelasi. Kita mesti menjaga batas secara fisik—kita tidak menyentuhnya. Kita pun menjaga batas secara emosional—kita tidak menghabiskan banyak waktu berbicara hati ke hati dengannya. Dan, kita menjaga batas secara sosial—kita tidak mencari kesempatan untuk pergi bersamanya.

Dari ketiga faktor yang dapat masuk dan merusak pernikahan—keluarga luar, aktivitas luar, dan orang luar—faktor "orang luar" memberi dampak yang paling menghancurkan. Tema pembicaraan kita adalah, "Mengapa sesuatu yang begitu indah dapat berubah menjadi begitu buruk?" Jawabannya adalah, "Karena kita tidak berdisiplin menjaganya." Amsal 5:23 mengingatkan, "Ia mati karena tidak berdisiplin, disesatkan oleh kebodohannya sendiri." Disiplin membuat pernikahan indah; tanpa disiplin pernikahan berubah menjadi buruk.