[memilih_karier_2] =>
Lengkap
Hidup Tanpa Penyesalan -"Memilih Karier" (II)
oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Memilih Karier" dalam seri Hidup Tanpa Penyesalan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah memperbincangkan tentang hal-hal apa saja yang membuat seseorang menyesal pada masa tuanya karena keliru memilih karier. Kita akan melanjutkan perbincangan itu pada kesempatan ini dengan memerhatikan hal-hal apa yang perlu kita jalani supaya kita tidak menyesal di hari tua kita. Namun sebelum kita melanjutkan perbincangan ini, mungkin ada baiknya Pak Paul mengulas secara singkat apa yang telah kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau.
PG : Salah satu hal yang disesalkan setelah kita berusia adalah pemilihan karier kita, waktu kita menengok ke belakang dan kita bertanya,"Kenapa saya bisa memilih karier ini dan melakukan itu shingga akhirnya saya sekarang seperti ini".
Kenapa bisa timbul kesalahan dalam pemilihan karier meskipun ada beberapa, namun salah satu penyebabnya adalah karena kita terlalu cepat ingin meningkatkan atau memerbaiki kehidupan kita. Karena terlalu cepat ingin memerbaiki kehidupan akhirnya kita bergegas memilih karier yang ternyata kurang pas bagi kita. Tapi disamping itu ada alasan-alasan lain yang kadang-kadang menjebloskan kita ke dalam karier yang keliru. Misalnya ada orang yang terlalu cepat ingin kaya sehingga menggebu-gebu ingin meningkatkan karer memilih ini dan itu akhirnya malah terjeblos. Atau cepat-cepat ingin memberikan sumbangsih sehingga ingin membina orang dan melakukan ini dan itu untuk orang lain, padahal orang tidak membutuhkan dan akhirnya orang tidak menghargai. Atau ada orang yang ingin mengaktualisasi diri mengembangkan kemampuannya sehingga akhirnya mau melakukan ini dan itu padahalnya tidak bijaksana, uang habis keluarga akhirnya juga berantakan. Ada juga yang ingin lari dari kenyataan dan tidak mau menerima fakta kalau dia gagal jadi buru-buru lompat dan memulai karier yang baru tapi karier yang baru juga tidak dipikirkan dengan masak-masak akhirnya juga berantakan. Dan terakhir kita juga bahas ada orang yang terlalu ingin melayani Tuhan tapi tidak bijaksana belum siap, misalnya ada yang sudah meninggalkan semuanya termasuk pekerjaannya dan masuk ke dalam ladang tapi karena kurang persiapan akhirnya juga mengalami kesulitan. Jadi kadang-kadang kita terlalu cepat mengambil keputusan memulai sebuah karier yang baru, akhirnya malah terjeblos dan akhirnya bukan hanya kita yang menderita tapi keluarga kita pun juga turut menderita.
GS : Tapi ada juga orang yang menyesal di hari tuanya karena pernah menolak tawaran sebuah karier yang diberikan kepadanya, sebenarnya itu sebuah peluang tapi karena dia tidak berani mengambil sikap atau keputusan atau mengambil resiko, maka dia kehilangan kesempatan dan dia menyesalinya di hari tua.
PG : Ada juga, Pak Gunawan. Namun sekali lagi kita harus jelas dengan alasan kenapa dulu kita menolaknya. Kadang-kadang ini yang terjadi, di saat itu sebetulnya penolakan adalah keputusan yang enar karena ada faktor yang diperhitungkannya, dan ia tidak mau mengambil resiko daripada ambil resiko nanti semua berantakan.
Maka dia menolak tawaran karier tersebut. Bisa jadi bertahun-tahun kemudian waktu dia melihat ke belakang, dengan melihat banyaknya data yang dia peroleh dan dia mengetahui kenyataan seperti apa kemudian dia menyesali, tapi masalahnya adalah kondisi dulu dan sekarang tidak sama. Jadi tidak selalu kita bisa berkata bahwa,"Kalau kita menolaknya dulu maka dulu salah", belum tentu. Dulu mungkin itu adalah keputusan yang paling tepat, namun karena sekarang kita tahu lebih jelas makanya sekarang kita bisa mengambil keputusan yang lebih baik lagi.
GS : Tentunya para pendengar kita juga ingin tahu kalau memang ada banyak hal yang membuat seseorang itu menyesal di hari tuanya karena keliru memilih kariernya. Maka sebaiknya apa yang harus kita perhatikan supaya kita tidak keliru di dalam memilih suatu karier atau pekerjaan, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa yang mesti kita pertimbangkan, yang pertama adalah kita harus melihat faktor kesukaan dan kesanggupan. Ada hal-hal yang kita sukai namun belum tentu kita sanggup lakukan. Sebaiknya ada hal yang sanggup kita lakukan, namun tidak kita sukai.
Idealnya dalam pemilihan karier kita memilih yang kita sukai dan sanggup lakukan. Jadi seyogianyalah kita memilih karier yang kita sukai sebab karier menempati porsi yang besar dalam hidup, jika kita tidak menyukai apa yang kita lakukan maka akan sukarlah bagi kita untuk mengeluarkan usaha terbaik hari lepas hari. Namun saya juga harus tekankan karier harus didirikan bukan saja dia atas landasan suka, tapi juga sanggup. Sudah tentu kesanggupan masing-masing orang relatif. Ada yang sanggup melakukan yang lebih baik dari yang lainnya, tapi kita pasti dapat melakukan tugas kita dengan baik sehingga bisa dihargai orang dan layak dipasarkan atau ditawarkan.
GS : Kalau berdasarkan suka, maka banyak orang yang suka akan jabatan yang tinggi. Tapi masalahnya dia belum tentu sanggup untuk mengerjakan itu. Hanya dia merasa sanggup, padahal ketika dicoba dia tidak mampu melakukan itu, Pak Paul.
PG : Orang merasa suka karena orang hanya melihat sisi baiknya atau keuntungannya dari pekerjaan itu. Orang tidak menyadari bahwa di setiap pekerjaan sebetulnya ada harga yang harus dibayar. Jai yang kelihatan enak sebetulnya di balik itu ada yang tidak enak.
Contoh yang klasik mungkin orang berpikir menjadi Presiden Amerika Serikat adalah pekerjaan yang paling enak di dunia, tapi masalahnya adalah banyak presiden yang selama menjabat mengalami tekanan hidup yang sangat berat. Misalkan sekarang yang menjadi sorotan di Amerika Serikat, waktu Presiden Obama dilantik rambutnya hampir semua hitam, tapi dalam waktu tidak sampai 2 tahun rambut putihnya sudah begitu banyak menutupi kepalanya. Padahal itu bukanlah sesuatu yang umum untuk orang berkulit hitam seperti Presiden Obama, sebab biasanya rambut mereka itu terus hitam dan baru memutih pada usia yang sungguh-sungguh lanjut. Kenapa bisa mengalami perubahan warna rambut seperti itu ? Karena memang pekerjaannya penuh dengan tekanan. Apapun yang dilakukannya bisa disalahkan oleh segala pihak. Jadi benar-benar suatu pekerjaan yang berat, tapi bagi orang yang tidak mengerti akan melihat,"Enak sekali bisa naik pesawat, disambut, dihormati dan terkenal" tidak sadar sebenarnya ada harga yang mahal yang harus dibayar untuk pekerjaan itu.
GS : Di beberapa karier memang kesanggupan bisa dilatihkan, asal dia mau belajar dia pasti sanggup, tapi apakah kesukaan bisa dilatihkan. Orang yang tadinya tidak suka kemudian menjadi suka.
PG : Misalnya kita tidak suka karena kita sebetulnya tidak sanggup, namun setelah kita makin menyanggupi dan memunyai keahlian, kita bisa juga makin menyukainya, kadang-kadang itu yang terjadi.Tapi ada beda dengan kesukaan yang benar-benar atau yang sejati.
Kalau kita sebetulnya tidak terlalu suka dan terdongkrak karena kita sanggup umumnya sampai titik tertentu kita akan tidak terlalu lagi menyukainya dan kita akan stagnan dan tidak lagi menanjak. Tapi kalau kita menyukainya maka benar-benar kita tidak bosan dan hampir dapat dikatakan tidak pernah kita merasa bosan dan selalu merasa bersemangat melakukannya dan justru memikirkan bagaimana bisa melakukannya lebih atau mengambangkannya lagi. Saya kira itu beda antara suka karena benar-benar suka atau suka karena kebetulan sanggup.
GS : Kalau begitu apakah kesukaan dan kesanggupan ini terkait dengan bakat yang dimiliki oleh seseorang ?
PG : Saya kira ya, jadi kesanggupan memang mencakup bakatnya, kalau memang tidak ada bakat di situ maka dia tidak akan bisa menyukainya. Misalnya saya dengar beberapa komentar orang yang senangmelakukan apa yang mereka lakukan, kadang-kadang mereka berkata,"Saya merasa bersalah dan saya melakukan sesuatu yang saya sukai dan malah dibayar" artinya dia tidak dibayar pun dengan senang hati dia akan melakukan hal yang sama, apalagi kalau dia diberikan imbalan bayaran dan sebagainya, jadi benar-benar dia akan menyukainya.
Saya kira kita di sini memunyai pengalaman yang sama. Saya percaya kita semua menyukai apa yang kita lakukan, berbicara di radio dan orang-orang mendengarkannya dan siapa tahu ada yang akan memeroleh berkat dari apa yang kita lakukan dan kita tidak akan pernah merasa bosan dan kita akan merasa sukacita melakukannya, karena kita menyukai dan Tuhan telah memberikan kepada kita kesempatan ini maka kita mau memanfaatkannya sebaik mungkin.
GS : Mungkin ada hal yang lain selain kesukaan dan kesanggupan, Pak Paul ?
PG : Hal lain yang harus kita pertimbangkan adalah kesiapan dan keberhasilan. Jadi apa pun itu yang kita ingin kerjakan maka kita harus memersiapkan diri sebaik-baiknya, mungkin kita harus menepuh pendidikan tertentu atau belajar dari orang lain terlebih dahulu dan setelah itu kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya.
Kita harus memersiapkan diri sebab apa pun yang kita harus kerjakan maka kita harus kerjakan dengan sebaik-baiknya dan kita tidak mau asal-asalan. Jadi persiapkan diri dan jangan menggampangkan,"Pasti bisa", apalagi merohanikan,"Pasti Tuhan tolong", jangan seperti itu! Sebab segala sesuatu perlu dipersiapkan. Kita ingin menjadi seorang dokter maka mesti belajar ilmu medis sebaik mungkin. Kita ingin menjadi seorang musisi maka kita harus belajar instrumen sebaik mungkin. Jadi kita harus persiapkan diri sebaik mungkin, agar kita siap untuk melakukannya. Tapi kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya dan jangan sampai kita gegabah padahal prospeknya tidaklah bagus.
GS : Tentang kesiapan Pak Paul, orang banyak merasa enggan untuk dipersiapkan karena persiapan jauh lebih panjang daripada pelaksanaannya sendiri, Pak Paul, seperti Musa dipersiapkan Tuhan puluhan tahun hanya untuk melakukan pekerjaan yang tidak selama itu.
PG : Jadi kita seringkali tidak sabar karena kita anggap nantinya kita bisa belajar, sudah tentu nanti akan kita peroleh lebih banyak hikmat lewat pengalaman, tapi untuk persiapannya itu memangkita harus menuntut diri atau mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Kadang saya lihat kita terlalu menggampangkan karena di dalam diri kita ada kemalasan, tapi daripada saya mengakui kalau saya malas memersiapkan diri maka lebih mudah berdalih,"Nanti bisa dengan sendirinya" tidak seperti itu ! Tapi segala sesuatu harus kita persiapkan sebaik-baiknya, sehingga kita bisa memberikan sesuatu yang bermakna kepada orang.
GS : Mengukur keberhasilan ini yang sulit. Apa yang kita anggap berhasil, ada orang lain yang lebih berhasil dari kita sehingga kita merasa,"Saya belum berhasil" padahal sebenarnya sudah berhasil, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi sudah tentu ukuran keberhasilan adalah relatif, tapi kita juga harus realistik dan jangan sampai kita menetapkan target yang terlalu tinggi atau yang terlalu rendah juga. Jadi ang penting kita harus realistik.
Berkaitan dengan realistik, saya juga mau mengangkat kadang-kadang kalau kita mau memulai sesuatu yang kita sudah sangat mau, akhirnya kita berpikir terlalu positif, seolah-olah pastilah berhasil dan kita jadinya menolak untuk melihat kemungkinan gagal, tapi sebaliknya jika kita tidak bersemangat melakukan sesuatu maka kita akan terus melihat faktor negatifnya. Jadi penting bagi kita untuk melihat keduanya, yaitu kemungkinan berhasil dan gagal, karena dua kemungkinan itu ada dan kita harus selalu siap dalam mengambil keputusan.
GS : Jadi kesiapan kita yang perlu kita persiapkan di dalam diri kita adalah kalau pun gagal, maka saya akan siap menerima kegagalan sebagai pelajaran untuk maju lagi.
PG : Betul. Dan juga kalau pun kita nantinya gagal maka kita tahu ada rencana B atau dengan kata lain ada bantalnya, sehingga kita tidak jatuh terjun bebas dan masih ada hal-hal yang bisa kita akukan untuk menyelamatkan hidup kita atau tanggungan kita.
Jadi penting sekali kita tidak habis-habisan dalam memersiapkan sesuatu atau melakukan sesuatu, karena kita harus siap dengan kemungkinan kalau kita gagal.
GS : Faktor yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Faktor lain yang perlu kita pertimbangkan adalah kesehatan dan keluarga. Dua hal yang penting, kita harus memertimbangkan dampak karier pada kesehatan dan keluarga. Jangan sampai gara-garakarier kita malah merusak kesehatan, mungkin kesehatan jasmaniah atau mungkin juga kesehatan rohaniah atau kesehatan jiwani.
Ada orang yang begitu bernafsu mau kerja pagi, siang dan malam dan tidak lagi memertimbangkan faktor kesehatannya, ada juga orang yang terlalu bergebu-gebu hidupnya penuh dengan stres akhirnya jiwanya tertekan, relasinya dengan orang memburuk karena sering memarahi orang dan tidak sabar dengan orang, akhirnya mungkin saja secara karier berhasil tapi relasinya dengan orang lain malahan berantakan. Jadi kita harus ingat kalau misalnya kesehatan terganggu bukankah kerugian yang ditanggung baik secara finansial atau secara jasmaniah tidaklah sebanding dengan pendapatan itu sendiri.
GS : Kita bicara tentang keseimbangan di dalam hidup agar di dalam kita berkarier kita tetap sehat dan keluarga kita juga tetap terpelihara dengan baik dan memiliki hubungan yang harmonis, tapi masalahnya adalah bagaimana kita menjaga keseimbangan hidup antara karier, kesehatan dan keluarga kita, Pak Paul ?
PG : Kadang kita tidak menyadari batasnya, meskipun kita berkata,"Saya tahu batasnya, saya mengerti kalau saya sudah melewati batas" padahalnya kita tidak pernah selalu tahu batas. Maka dengarlh masukan dari orang di sekitar kita.
Misalkan pasangan kita mulai berkata,"Waktu saya sepertinya terlalu sedikit denganmu, saya merasa kamu tidak memerhatikanku, di rumah pun engkau tidak lagi mau bicara banyak dengan kami, anak-anak kehilanganmu". Waktu kita mendengar hal-hal seperti itu maka kita harus perhatikan hal itu, ada juga misalkan ada orang yang mendapatkan posisi yang baik dan di posisi yang baik itu mereka harus sering bepergian. Sekali lagi ini menyangkut yang tadi kita bicarakan. Kadang kita hanya melihat keindahan pekerjaan tersebut dan kita lupa bahwa orang harus membayar mahal untuk melakukan yang mereka lakukan itu. Ada orang yang saya kenal, setiap minggu harus pergi 4-5 hari dan baru pulang akhir pekan. Ada orang yang juga saya kenal, begitu pulang akhir pekan 1-2 hari jatuh sakit. Nanti baik, hari Minggu atau Seninnya pergi lagi, jadi terus seperti itu. Jadi benar-benar dampaknya sudah tidak baik bagi kesehatan. Atau dampaknya pada keluarga benar-benar juga tidak baik. Itu faktor-faktor yang mesti kita pertimbangkan.
GS : Seringkali sakit dianggap sebagai resiko orang bekerja, dia bilang"Kalau sakit nanti diobati", tapi dia tidak memikirkan jangka panjangnya, kalau nanti di usia lanjut malah dia menyesal,"Kenapa dia dulu kerja terlalu keras sehingga badannya sekarang sakit semua".
PG : Betul sekali. Seringkali penyesalan selalu datang belakangan dan tidak pernah lebih dulu. Jadi mesti kita pikirkan dampak karier, baik pada kesehatan atau pada keluarga, sekali lagi untuk pa memeroleh keuntungan besar tapi kehilangan keluarga.
Jadi jangan mengorbankan keluarga demi karier sebab ingat-ingat prinsip ini, karier tidak selalu bersama kita tapi keluarga akan selalu bersama kita. Pekerjaan di suatu titik harus kita lepaskan, tapi keluarga tidak akan kita lepaskan dan pekerjaan di suatu titik akan melepaskan kita, namun keluarga tidak akan melepaskan kita. Jadi perhatikanlah dampak karier pada keluarga dan jangan sampai mereka menjadi korban.
GS : Tapi dengan pandangan yang sama seperti yang Pak Paul katakan bahwa karier itu tidak selalu ada tapi keluarga ada, maka orang ini beranggapan bahwa kesempatan bekerja atau berkarier singkat, padahal keluarga itu masih panjang, artinya nanti dia masih bisa memerbaiki perilakunya setelah dia misalnya pensiun.
PG : Masalahnya adalah setelah itu waktu dia sudah pensiun dia baru mau memerbaiki relasi dengan keluarganya, itu sudah terlambat sebab keluarganya akan berkata,"Sudah terlambat, saya tidak menenal siapa papa dan siapa mama, saya tidak merasa dekat" sehingga apa pun yang kita lakukan supaya mereka dekat dengan kita, anak-anak tidak mau terlalu dekat.
Kita mau mereka peduli dengan kita, mereka tidak peduli dengan kita. Akhirnya di masa tua kita justru merana sendirian. Mungkin kita malah menyalahkan anak,"Kenapa anak-anak sudah dewasa, sekarang sombong dan tidak mau memedulikan saya yang sudah tua". Mungkin sekali penyebabnya adalah tatkala mereka masih kecil dan membutuhkan kita, kita tidak ada di sana bersama mereka. Jadi akhirnya mereka tidak lagi merasakan kedekatan itu dengan kita. Selama misalnya mereka bertemu dengan kita seminggu sekali, dua minggu sekali atau sebulan sekali, bagi mereka itu sudah cukup dan tidak perlu lagi lebih dekat dari itu.
GS : Jadi memang banyak orang mengalami kesulitan antara mendahulukan karier atau keluarganya, Pak Paul ?
PG : Bagi saya jelas pilihannya, kita harus mengutamakan keluarga kita. Kita bereskan tanggung jawab kita dengan keluarga dan nanti baru datang karier. Jadi prioritas itu bagi saya sangat jelasdan kita tidak bisa membalikkannya.
GS : Dan kita tidak bisa meraih kedua-duanya sekaligus, Pak Paul ?
PG : Menurut saya tidak bisa. Jadi orang yang ingin sukses dalam kariernya melakukan semua untuk kariernya sehingga waktu diberikan sepenuhnya untuk kariernya, sudah tentu tidak ada waktu tersia baik untuk dirinya atau keluarganya.
Akhirnya dia mengorbankan diri atau keluarganya. Dalam satu hari hanya ada 24 jam dan tidak akan karena kita sibuk Tuhan memberikan tambahan jam. Kalau 24 jam habis maka akan habis.
GS : Apakah ada faktor lain yang kita harus perhatikan, Pak Paul ?
PG : Terakhir dalam pertimbangan memilih karier kita selalu harus pertimbangkan keadaan dan kebutuhan. Maksudnya kita pertimbangkan keadaan adalah misalnya kita memiliki rencana yang baik dan sdah memersiapkan segalanya untuk karier kita, namun kita tetap harus melihat keadaan di luar sana dan tidak selalu ide yang baik dapat berjalan mulus, karena keadaan di luar tidak senantiasa mendukung atau siap menerima ide yang baik itu.
Kita harus sadari hal ini. Jadi sekali lagi lihat keadaan di luar, kita siap atau tidak menerima apa yang hendak kita lakukan. Dan juga kita harus bersikap realistik dalam memilih karier karena kita pun bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan, kita tetap harus bekerja kendati kita belum mendapatkan apa yang kita dambakan. Kita tidak boleh duduk berpangku tangan menantikan pekerjaan yang diharapkan, sebab semakin lama waktu menganggur maka makin kecil peluang kita untuk menerima tawaran kerja, sebab besar kemungkinan orang akan menilai kita malas. Dan satu hal lagi makin lama waktu pengangguran maka makin tidak sehat dampaknya pada diri kita dan keluarga. Banyak kebiasaan buruk terbentuk pada masa kita menganggur. Jadi bekerjalah dan lakukan apa yang bisa dilakukan, karena itu adalah kebutuhan yang harus kita penuhi.
GS : Yang Pak Paul katakan melihat keadaan di luar, maksudnya keadaan di luar di mana ?
PG : Maksudnya apakah yang kita ingin lakukan itu bisa diterima oleh masyarakat atau orang-orang yang memang pasarkan produk kita, untuk apa kita mau melakukan sesuatu yang orang sama sekali tiak bisa menerimanya.
Atau kadang-kadang ekonomi lagi buruk dan kita buru-buru membangun ini dan itu kemudian kita tawarkan,"siapa yang mau beli"? Kadang ada orang yang tidak berpikir panjang, yang penting beli dulu dan nanti gampang, padahalnya nanti barangnya tidak bisa dijual karena tidak ada yang bisa beli. Jadi selalu harus melihat kondisi lapangan apakah memang bisa untuk membeli apa yang kita tawarkan.
GS : Ada sebagian orang yang selalu menunggu kesempatan yang akan datang, artinya setelah dia melihat-lihat dan berpikir,"Sebentar lagi keadaan pasti lebih baik dari yang sekarang", jadi dia tidak mau bekerja dulu dan dia menunggu tapi kesempatan itu tidak datang akhirnya.
PG : Betul sekali. Jadi yang sudah saya singgung kita perlu pertimbangan faktor kebutuhan bahwa kita memang butuh kerja dan bukan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, tapi kita sendiri un butuh bekerja.
Banyak kebiasaan buruk muncul gara-gara kita tidak lagi bekerja.
GS : Misalnya apa, Pak Paul ?
PG : Misalnya ada orang yang mulai berjudi waktu tidak ada pekerjaan dan misalnya lagi ada orang yang masuk ke internet dan melihat gambar-gambar porno, atau ada orang yang mulai ‘chatting’ denan teman-teman lawan jenisnya menjalin hubungan di luar nikah.
Jadi banyak kebiasaan buruk yang bisa muncul gara-gara waktu terlalu banyak di tangan.
GS : Padahal awalnya hanya iseng saja, Pak Paul, yaitu hanya mengisi waktu luang.
GS : Sehubungan dengan perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Amsal 15:16,17 mengingatkan,"Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lmbu tambun dengan kebencian".
Kendati faktor uang adalah salah satu faktor penting dalam pemilihan karier namun itu bukanlah faktor utama, ada banyak hal lain yang harus kita pertimbangkan. Namun terpenting di antaranya adalah takut akan Tuhan, apapun yang dilakukan kita harus selalu takut akan Tuhan dan jangan sampai kita memilih karier yang berisikan dosa atau yang membuat kita jatuh ke dalam dosa dan kita pun harus memerhatikan dampak karier pada orang di sekitar kita. Untuk apa melimpah ruah dengan harta namun hidup sengsara tanpa kasih, untuk apa memiliki rumah besar namun hampa kehangatan dan gelak tawa.
GS : Pak Paul terima kasih untuk petunjuk-petunjuk dari firman Tuhan yang telah Pak Paul sampaikan. Para pendengar sekalian ini merupakan bagian terakhir dari seri Hidup Tanpa Penyesalan, kami baru saja membicarakan tentang"Memilih Karier" dan pada kesempatan yang terdahulu kami sudah membicarakan tentang Memilih Pasangan Hidup, Hidup Dengan Pasangan dan Membesarkan Anak. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Memilih Karier" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.