T 209 A
Lengkap
"Masalah Anak Belajar di Sekolah" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Masalah Anak Belajar Di Sekolah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, anak memang perlu belajar di sekolah, tetapi sering kali itu juga menimbulkan tantangan dan menimbulkan masalah-masalah dalam diri anak dan juga dalam diri orangtua itu. Masalah-masalah apa yang biasanya muncul?
PG : Ada banyak masalah yang dihadapi oleh anak-anak kita jadi kalau kita sekarang ini mengadakan survey di kalangan orangtua dan bertanya apa itu masalah yang dihadapi dalam keluargamu, akan bnyak yang menjawab masalah anak-anak belajar di sekolah.
Ada beberapa yang ingin kita bahas pada saat ini, yang pertama adalah adakalanya anak-anak tidak bisa mengikuti pelajaran karena kecerdasannya tidak memadai. Orangtua mesti menilai kemampuan anak dengan tepat dan menyekolahkannya di sekolah yang sesuai dengan kesanggupannya. Jika kita melihat anak sudah berusaha dan dengan tekun belajar namun hasilnya tetap tidak memadai, itu berarti tuntutan sekolah melampaui kesanggupannya. Bila kita memaksakannya, dikhawatirkan anak akan tertekan dan sebagai akibatnya aspek lain dari perkembangan dirinya akan terganggu. Jadi sekali lagi anak belum tentu yang mengalami masalah belajar di sekolah adalah anak yang malas, bisa jadi inilah salah satu penyebabnya.
GS : Kadang-kadang dengan gampangnya orangtua itu menganggap anaknya malas, anaknya bodoh, kemudian dicarikan guru les; menambah jam pelajaran. Nah ini menjadi masalah baru bagi anak karena jam bermainnya menjadi berkurang Pak Paul?
PG : Betul, dan les itu saya kira suatu kepanjangan sekolah. Jadi di sekolah sudah tujuh jam belajar kemudian pulang ke rumah dari jam 04.00, jam 05.00 terus sampai jam 09.00 malam, jadi bolehdikatakan anak ini sejak melek mata sampai tutup mata yang dia lakukan adalah belajar.
Itu akhirnya menjadi beban yang terlalu berat untuk ditanggungnya, jadi langkah pertama periksalah, apakah anak kita memang memiliki kecerdasan yang memadai untuk disekolahkan di sekolah itu. Jangan kita ini terlalu beranggapan anak kita pasti bisa kalau saja dia rajin; belum tentu, karena tidak semua sekolah sama. Ada sekolah yang sangat menekankan prestasi akademik dan akan memberikan tuntutan yang sangat tinggi, jadi kita mesti menyadari kemampuan anak kita.
GS : Biasanya justru orangtua terobsesi untuk anak-anaknya sekolah di sekolah favorit yang notabene justru sangat menekankan prestasi akademik.
PG : Sudah tentu saya tidak mengecilkan sumbangsih sekolah yang baik, pasti akan banyak sumbangsih dalam kehidupan seorang anak, tapi akan jauh lebih baik jika anak bersekolah di mana dia bisa erprestasi sehingga dia bisa bangga dengan dirinya.
Kalau disekolahkan di sekolah yang terlalu susah meskipun dia bisa melewatinya, tapi kalau nilainya terus di bawah dan anjlok dan mungkin dia menjadi anak yang paling lemah di kelasnya itu justru akan berdampak buruk pada penghargaan dirinya.
GS : Mungkin ada yang lain, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah kadangkala anak tidak bisa mengikuti pelajaran karena pelajaran disampaikan dengan cara yang tidak sesuai dengan cara belajarnya. Anak belajar dengan cara yang berbeda, da anak yang berpikir abstrak namun ada anak yang berpikir konkrit.
Sudah tentu yang harus kita lakukan adalah menyesuaikannya; kalau anak itu belajar dengan abstrak berarti apa yang kita sampaikan lewat perkataan bisa dia bayangkan dan dia cerna. Tapi kalau berpikirnya konkrit, sang guru menjelaskan lewat perkataan si anak tidak bisa membayangkan, si anak tidak bisa menerbitkan konsep itu di dalam pikirannya, akibatnya dia tidak bisa mengikutinya. Berikutnya ada anak yang belajar berurut, mesti dijelaskan satu persatu baru dia bisa mengikuti. Tapi ada anak yang belajarnya acak, justru kalau dijelaskan satu persatu materi yang sama diajarkan kemarin, diajarkan hari ini, diajarkan besok ditambah sedikit demi sedikit wah dia bosan sekali karena bukan begitu cara belajarnya. Akibatnya yang terjadi adalah dia tidak belajar dengan efektif. Tapi saya memahami guru tidak bisa menyampaikan dan menjelaskan materi pelajaran yang cocok untuk setiap anak; itu sebabnya penting bagi kita orangtua mengenali cara belajar anak dan pola pikirnya. Bila setelah menjelaskannya dengan cara berbeda dan anak mengerti, itu berarti pola pembelajaran di sekolah tidak pas untuknya dan kita yang harus berperan membantunya di rumah.
GS : Itu mungkin bedanya antara pengajar dan pendidik; seorang pendidik itu lebih tahu dan menyesuaikan dirinya terhadap bagaimana daya serap anak itu; yang mengajar hanya mengajar begitu saja.
PG : Idealnya demikian Pak Gunawan, dan saya mengerti bahwa para pengajar di sekolah pun berusaha untuk menerapkan konsep itu dalam proses belajar mengajar. Tapi dengan adanya 30, 40 anak dala satu kelas si pengajar akan mengalami kesulitan menyesuaikan metode mengajarnya yang pas bagi setiap anak, jadi di sini orangtua mesti berperan.
Kalau kebetulan anaknya berpikir abstrak dan belajarnya berurut, hampir dapat dipastikan si anak akan mudah mengikuti pelajaran di sekolah. Tapi kebalikannya kalau cara berpikirnya sangat konkrit, dia mesti melihat contoh-contoh yang langsung dan cara belajarnya juga sangat acak, tidak bisa yang sama; variatif akan lebih baik buat dia. Di rumahlah orangtua mengilustrasikannya, memberikan ilustrasi, memberikan contoh-contoh yang konkrit sehingga si anak bisa mencernanya. Kalau orangtua tidak berperan seperti itu, sudah tentu si anak akan mengalami kesukaran. Dan saya kira tidak adil kalau orangtua langsung menuduh bahwa si anak malas dan sebagainya, sebab duduk masalahnya bukan pada kemalasan itu.
GS : Orangtua perlu mendampingi anak di dalam belajar, sebaiknya ayah atau ibu yang mendampingi anak?
PG : Sebisanya memang yang mempunyai waktu, sebab kita tahu kalau kita tidak mempunyai waktu kita akan mudah marah, kita tidak sabar dengan anak. Yang kedua adalah yang memang bisa mengajarkandengan cara yang dimengerti oleh anak.
Karena kadang-kadang anak yang satu cocok dengan si ayah, anak kedua cocok dengan si ibu; tidak mesti sama sebab kadang-kadang cara belajar dan cara berpikir orangtua pun berbeda, dan cocoknya dengan anak tertentu. Jadi saya menyerahkan hal ini kepada orangtua, yang penting ialah lihatlah yang paling cocok untuk melakukannya.
GS : Orangtua kadang-kadang mencoba menerapkan pola belajar waktu dia dulu masih sekolah setingkat dengan anaknya ini.
PG : Nah kadang-kadang itu yang kita lakukan, apalagi kalau kita dulu tidak mengalami masalah dalam belajar kita akan susah mengerti kenapa anak kita begitu. Misalkan, kita ini berpikir abstra sehingga kita mudah mengerti perkataan-perkataan karena sudah bisa langsung membuahkan konsep itu dalam benak kita.
Tapi misalkan kita menikah dengan seseorang yang cara berpikirnya sangat konkrit, sudah tentu salah satu anak kita akan mungkin seperti pasangan kita atau mungkin semua anak kita seperti pasangan kita. Jadi kita mungkin akan mengalami kesukaran menerima fakta itu, haruslah kita terima bahwa inilah cara belajar anak kita dan memang berbeda dari kita.
GS : Ada beberapa anak yang menyukai pelajaran di sekolah hanya satu atau dua bidang mata pelajaran, ini bagaimana?
PG : Biasanya kalau anak itu sangat berminat pada satu atau dua pelajaran atau sangat baik pada satu atau dua mata pelajaran, ada kecenderungan dalam mata pelajaran yang lainnya dia akan lemah. Jadi jarang anak itu bisa baik dalam semua mata pelajaran, kebanyakan hanya beberapa.
Tapi ada anak-anak yang ekstrim, dia sangat kuat dalam matematika, luar biasa kuatnya dalam matematika, tapi dalam bidang-bidang yang lain luar biasa lemahnya. Namun kalau dia rata-rata di bidang satu dan dua, kebanyakan di bidang-bidang yang lainnya pun lebih rata-rata. Kita memang harus peka melihat anak kita, kita mesti menyadari satu fakta ini. Di sekolah misalkan rata-rata ditawarkan 10 mata pelajaran. Sepuluh mata pelajaran ini mewakili 10 bidang keahlian; bukankah sedikit manusia yang bisa menguasai 10 bidang keahlian. Makin rata keahlian seseorang mengikuti mata pelajaran itu semua, tapi bila kemampuannya terfokus pada satu atau dua bidang saja, biasanya dia mengalami masalah dalam bidang lainnya. Tugas kita orangtua menolong anak agar anak dapat melewati pelajaran-pelajaran lainnya. Kita tekankan pada anak, "engkau tak usah mendapatkan nilai 10, nilai 6 pun memadai," sebab pada akhirnya dia yang akan mengembangkan bidang keahliannya di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
GS : Pak Paul, kadang-kadang memang sulit untuk mencapai nilai 6 pun kadang-kadang buat anak itu menjadi masalah tertentu, sehingga kalau pun ada angka di bawah 6 sebenarnya masih ditolerir selama dia masih normal-normal saja.
PG : Betul, kalau misalkan angka 5 diizinkan untuk lulus dan sebagainya ya tidak apa-apa. Nah ini kita sedang membicarakan anak yang sangat kuat dalam satu bidang tertentu dan lemah dalam bidag-bidang yang lainnya.
Ya sudah kita terima saja, kalau misalkan dia sudah kuliah dia masuk ke bidangnya, di situlah kita melihat dia berkembang dengan sangat cepat. Dalam bidang-bidang yang lainnya ya kita harus tahan, minta kita dia harus tahan dan sabar. Kita jelaskan, bahwa ini sesuatu yang wajar, tidak apa-apa, dia bukanlah bodoh tapi memang kekuatannya terkonsentrasi pada satu bidang saja sehingga bidang-bidang yang lainnya dia lemah. Ini perlu kita sampaikan jangan sampai si anak akhirnya merasa minder, "kok saya tidak bisa Sejarah, tidak bisa Bahasa, tidak bisa mengarang, tidak bisa bidang sosial," tapi misalkan di Fisika dia sangat baik. Kita katakan, "Ini adalah karunia Tuhan, dan Tuhan tidak mengaruniakan persis sama kepada semua anak."
GS : Kalau yang diminati oleh anak itu sesuai dengan apa yang diminati oleh orangtua itu tidak terlalu menjadi masalah, yang menjadi masalah itu kalau apa yang diminati anak ini tidak sesuai dengan yang diminati orangtua.
PG : Saya memahami Pak Gunawan, bahwa kita sebagai orangtua mempunyai idealisme, kita menginginkan anak kita menjadi apa tapi kita mesti mengingat bahwa hidupnya adalah tanggung jawabnya dan di yang harus menghidupi kehidupannya itu; kita tidak boleh mendudukinya dan memasukkan kehidupan kita ini kepada dirinya.
Tuhan tidak menganugerahkan karunia yang sama kepada anak kita, mungkin berbeda tapi kita perlu menerimanya. Misalnya meskipun kita kurang begitu menghargai bidang tersebut tapi kalau bidang itulah yang dikuasainya dan dia tidak menguasai bidang yang lain ya terimalah, ucapkan syukur kepada Tuhan, percayalah Tuhan yang telah memberikan bidang keahlian ini kepada anak kita; Tuhan pulalah yang akan memakainya, Tuhan tidak akan menyia-nyiakan anak kita.
GS : Apakah hubungan antara anak dan pengajar dalam hal ini gurunya itu berpengaruh pada masalah yang muncul?
PG : Biasanya berpengaruh Pak Gunawan, ini salah satu masalah yang kita mesti juga cermati. Adakalanya anak-anak tiba-tiba malas belajar, biasanya OK-OK saja, tapi ini mulai anjlok, kita mestiselidiki kenapa.
Kadang-kadang yang terjadi adalah si anak tidak suka dengan pengajarnya. Misalnya dia tidak menyukai kepribadian pengajarnya atau bisa pula dia tidak menyukai pengajarnya karena pernah diejek atau dipermalukan; sebagai akibatnya dia tidak memberikan perhatian apalagi menumbuhkan minat pada bidang tersebut. Nilainya pun akhirnya merosot, nah kita sebagai orangtua harus membantu anak untuk memisahkan pengajar dan ajarannya. Melalui contoh konkrit kita menjelaskan materi pelajarannya dan menumbuhkan minatnya, sebab sayang sekali kalau gara-gara faktor pribadi, dia kehilangan kesempatan mengembangkan minat pada bidang yang dikuasainya itu.
GS : Ini muncul ketika anak dibimbing oleh banyak guru, ketika masih kecil kelas 1 atau 2 masih tidak terlalu masalah karena gurunya hanya satu atau dua atau tiga orang. Tapi menginjak kelas 4, kelas 5, masing-masing guru pada bidangnya. Anak cenderung membanding-bandingkan sehingga muncul dia suka guru ini dan tidak suka guru yang itu. Nah terhadap guru yang tidak dia sukai, biasanya angkanya akan merosot.
PG : Betul dan sebagai pengajar saya kira perlu sensitif terhadap apa yang diucapkan atau yang dilakukannya. Saya kira adakalanya guru pun tidak berniat secara sengaja menjatuhkan anak, tapi krena kurang menyadari dampaknya, misalkan meledek si anak; mungkin dengan harapan bercanda atau humor tetapi rupanya si anak itu sangat terpukul, malu, merasa anak-anak lain menertawakan dia.
Akhirnya dia malas sekali mengikuti pelajaran tersebut. Kita tidak bisa menyalahkannya 100%, karena memang berpengaruh kalau kita tidak menyukai pribadi pengajar tersebut, kita akan sukar menikmati pelajarannya. Itu sebabnya tadi saya usulkan orangtualah yang mesti menambalnya, karena pada saat ini atau pada tahun ini si anak dididik oleh guru tersebut ya sudah harus diterima. Namun di rumah, orangtua kalau bisa mengajarkannya atau memanggil guru les yang juga baik yang bisa mengajarkannya sehingga si anak akhirnya mengembangkan kesukaan pada pelajarannya itu, dan tidak terpengaruh oleh si guru tersebut.
GS : Ada orangtua yang langsung datang ke sekolah dan menemui guru yang anaknya tidak senang, kemudian orangtua mengungkapkan ketidaksenangan anaknya. Akibatnya guru semakin tidak senang terhadap si anak itu.
PG : Dan si anak makin menderita dan menjadi korban. Idealnya guru pun bersifat profesional tatkala menerima tanggapan dari orangtua murid. Si guru hendaknya berhati besar menerima masukan it dan tidak membedakan si anak, tapi tidak semua pengajar seperti itu; ada yang mudah tersinggung, ada yang kurang berhati besar sehingga akhirnya justru malah bersikap lebih negatif terhadap si anak itu.
Di lain pihak saya pun mengerti menjadi guru tidaklah mudah sebab saya juga paham kanan-kiri mendapatkan kritikan, kalau ada masalah dengan anak kecenderungan orangtua menuding guru sebagai penyebabnya. Sedangkan ini yang coba kita lakukan menjelaskan kepada para pendengar bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orangtua untuk menolong anak belajar dengan baik di sekolah, orangtua tidak bisa lepas tangan begitu saja. Jadi partisipasi orangtua memang dibutuhkan, jangan kita juga terlalu cepat menuding guru, sebab guru pun terbatas dan tugasnya pun terbatas di situ, selebihnya adalah tanggung jawab kita.
GS : Kalau hubungan dengan teman-teman di sekolah khususnya di kelas dia, apakah itu juga bisa mempengaruhi prestasi seorang anak?
PG : Bisa sekali Pak Gunawan, ini salah satu faktor yang orangtua mesti peka juga. Ada anak yang mengalami sulit belajar akibat perlakuan teman yang tidak bersahabat. Memusuhinya, mengejeknya menjadikan dia bulan-bulanan, akhirnya dia tidak suka ke sekolah dan sukar berkonsentrasi belajar, sebab dia kerap merasa takut ke sekolah.
Bahkan membayangkan sekolah saja sudah membuatnya tertekan, apalagi pergi ke sekolah. Kalau ini yang terjadi maka kita perlu melindungi anak kita, kita dapat menawarkan bantuan kepadanya, namun kalau dia menolak berikan kesempatan kepadanya untuk menyelesaikan masalah itu dengan temannya. Sudah tentu kita menawarkan masukan tentang apa yang dapat dilakukannya untuk mengatasi masalah dengan temannya itu.
GS : Biasanya masalah dengan teman bisa mereka selesaikan sendiri tetapi kalau sudah terlalu parah, apakah peran guru BP (bimbingan & penyuluhan/semacam konselor) bisa membantu?
PG : Seharusnya bisa, jadi guru BP bisa memanggil anak kita dan juga bisa memanggil anak yang mengejeknya. Mungkin di luar, dia akan tetap misalnya mengejek anak kita, tapi karena telah dilaprkan ke pihak sekolah dia akan takut.
Karena dia tahu kalau dia tetap melakukannya maka akan ada sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Jadi meskipun dia tidak suka setidak-tidaknya ejekan-ejekannya atau sikap bermusuhannya itu akan berkurang. Jadi orangtua bisa menolong anak, tapi tadi juga saya tekankan tanyakan kepada si anak apakah perlu bantuan kami orangtua. Jangan sampai orangtua itu terlalu cepat membantu anak karena ini justru bisa menjatuhkan si anak. Kalau dia tidak bisa mengatasi masalah tapi malah mengundang orangtuanya, seolah-olah dia anak kecil tidak bisa mengatasi masalah dengan temannya. Jadi kita perlu bertanya anak kita sendiri, kalau dia bisa silakan kalau tidak bisa baru kita tawarkan bantuan.
GS : Apakah ada faktor lain yang membuat anak bermasalah di sekolah?
PG : Ada, yaitu kadang anak mengalami sulit belajar akibat masalah rumah tangga. Problem orangtua pada akhirnya menjadi problem anak, sebab anak akan terpengaruh dengan problem orangtua. Biasnya anak menjadi tegang dan sulit berkonsentrasi akibat pertengkaran yang didengarnya semalam.
Kadang anak khawatir bahwa orangtua akan bertengkar lagi atau ayah akan memukul ibu kalau dia berada di sekolah. Hal-hal seperti ini akhirnya masuk ke dalam benak anak hari lepas hari, akan mengganggu perasaannya, dan kalau perasaan si anak sudah terganggu, takut, khawatir, dia tidak akan bisa berkonsentrasi dengan baik. Justru kalau inilah masalahnya, orangtua juga mesti introspeksi diri. Mungkin sekali kamilah penyebabnya, kalau kami penyebabnya sebaiknya orangtua menyelesaikan masalah; carilah bantuan pihak ketiga untuk bisa menolong masalah mereka.
GS : Di samping itu kadang-kadang hubungan dengan kakak atau adik sering kali juga berpengaruh pada diri anak itu Pak Paul?
PG : Bisa, sebab saya juga tahu ada kasus di mana si adik kecil itu justru ditekan dan dianiaya bukan oleh orangtua tapi oleh kakaknya. Yang memang misalkan pemarah, suka semena-mena sehingga i anak tertekan sekali.
Dan bisa jadi orangtua tidak menyadari; orangtua pergi pagi sampai malam, pulang sudah letih, tidak tahu bahwa di rumah si adik sangat tertekan oleh tindakan kakaknya. Hal-hal seperti itu sudah tentu akan berpengaruh pada minat dan kemampuan anak belajar, jadi orangtua perlu peka melihat apakah mungkin justru faktor-faktor di rumahlah yang telah menyulitkan anak untuk belajar.
GS : Jadi kadang-kadang waktu anak itu belajar, kakaknya atau adiknya itu ramai sekali membuat kegaduhan, sehingga anak ini tidak bisa konsentrasi di rumah.
PG : Atau seperti itu adanya gangguan-gangguan, keributan, atau tetangga terlalu ribut sehingga akhirnya tidak bisa belajar dengan baik.
GS : Kadang-kadang anak harus tinggal di suatu lingkungan yang tetangga-tetangganya tidak mendukung. Misalnya menyalakan TV keras-keras, radio, dan sebagainya itu juga akan berpengaruh.
PG : Betul, kita pun di rumah mesti sensitif jangan sampai menyalakan televisi terlalu keras sehingga anak kita tidak bisa belajar juga.
GS : Faktor yang lain apa, Pak Paul?
PG : Anak mengalami sulit belajar, sebab baginya bermain jauh lebih menyenangkan daripada belajar. Apalagi sekarang begitu banyak mainan yang telah tersedia, nah semuanya ini menjadi cobaan yag sulit dilawan oleh anak.
Akhirnya dia lupa waktu, lupa tanggung jawab. Tugas orangtua di sini adalah membatasi waktu bermain anak, namun orangtua jangan melarang anak bermain sama sekali. Anak perlu bermain setiap hari untuk menyeimbangkan hidupnya kembali. Dia sudah belajar, dia tertekan juga di sekolah, lelah dan dia perlu main untuk menyegarkan dirinya. Jadi dengan pengawasan dari orangtua anak seharusnya diijinkan waktu bermain agar dia dapat kembali memulihkan jiwanya.
GS : Memang sekarang juga sulit mencari jenis permainan yang bisa menumbuhkan kreatifitas anak yang mendukung prestasinya di sekolah.
PG : Betul, kita mesti jeli juga sebetulnya mainan-mainan yang bisa dipakai untuk anak agar bisa menambah kemampuannya belajar. Tapi sudah tentu dalam bermain si anak tidak suka yang bersifat erlalu 'educational', berpendidikan, mereka justru lebih suka yang benar-benar menyenangkan.
Jadi kita mesti juga memberikan ijin itu asal yang penting ada batasnya.
GS : Ada pula anak yang terganggu pelajarannya di sekolah, karena penglihatannya kabur, Pak Paul.
PG : Itu betul, itu banyak terjadi Pak Gunawan, ada anak yang matanya tidak lagi jelas melihat papan tulis tapi duduk di belakang; dia sendiri pun tidak tahu bahwa itu masalahnya. Atau pendengrannya kurang, nah orangtua bisa perhatikan; kalau ini masalahnya coba periksa ke dokter, telinga dan mata diperiksa kalau itu bukan masalahnya, berarti masalahnya lain.
Tapi itu poin yang betul dan baik karena memang adakalanya itulah penyebabnya.
GS : Memang cukup banyak masalah yang dihadapi anak di sekolah dan peran orangtua sebenarnya sangat penting bukan hanya menuntut tetapi menuntun, membimbing anak ini, agar bisa berprestasi atau setidak-tidaknya bisa menunjukkan hasil yang baik di sekolahnya.
GS : Dalam hal ini Pak Paul apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin disampaikan?
PG : Amsal 29:17 berkata, "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenangan, ketenteraman kepadamu. Dan mendatangkan sukacita kepadamu." Tugas kita mendidik anak, kalau kita mau ketenteramn dan sukacita kita harus mengeluarkan tenaga dan waktu mendidik anak.
Mengawasinya, membimbingnya, mengetahui penyebab-penyebab kenapa dia tidak bisa belajar dengan baik. Jangan menggampangkan dan langsung menuding dia malas tetapi kita hanya menuntut hasil, kita harus turun tangan dan mendidik anak.
GS : Jadi sebenarnya firman Tuhan yang Pak Paul sampaikan tadi selain memberikan petunjuk agar kita mendidik anak, tapi juga ada suatu janji bahwa itu akan memberikan ketenteraman dan akan mendatangkan sukacita pada orangtua. Jadi sebenarnya tidak sia-sia kita mendidik anak ini. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini pasti akan sangat bermanfaat bagi para pendengar kita. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Masalah Anak Belajar Di Sekolah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.