Bertahan dalam Kebangkrutan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T501A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Bukan saja kita dapat susah dan tidak makmur di dalam mengikut Tuhan, kita pun dapat mengalami kebangkrutan. Penghiburan kita bahwa pemeliharaan Tuhan tetap ada dalam kebangkrutan sekalipun. Untuk bertahan dalam kebangkrutan kita harus bersedia berkorban, terbuka kepada anggota keluarga dan saling mendukung, serta terus bergantung kepada Tuhan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ada orang berkata bahwa mengikut Tuhan itu berarti bebas dari kemelut finansial selamanya. Kita tidak akan susah dan Tuhan akan mencukupi kebutuhan kita secara berlimpah. Dengan kata lain, percaya pada Yesus diidentikkan dengan membuka pintu lumbung kemakmuran. Sudah tentu kita berharap bahwa kepercayaan ini benar dan sesuai dengan janji Tuhan; masalahnya adalah, keyakinan ini tidak didukung oleh Firman Tuhan. Bukan saja kita dapat susah dan tidak makmur di dalam mengikut Tuhan, kita pun dapat mengalami kebangkrutan. Namun, inilah penghiburan kita: Tuhan akan tetap memelihara kita. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan bagaimana bertahan dalam kebangkrutan.

  1. Untuk bertahan dalam kebangkrutan kita harus bersedia berkorban. Ada pelbagai penyebab mengapa kita mengalami kebangkrutan namun semua memunyai akibat yang sama: hilangnya sumber penghasilan. Alhasil kita tidak lagi dapat membiayai kehidupan keluarga seperti sediakala. Ada yang masih dapat membiayai kebutuhan mendasar seperti makan dan minum serta sekolah, tetapi ada pula yang sama sekali tidak dapat.

    Di dalam situasi seperti ini tidak bisa tidak kita mesti melakukan bukan saja pengetatan tetapi juga pengurangan. Mungkin kita harus menjual kendaraan bermotor, mungkin kita harus menjual rumah dan pindah ke rumah kontrakan yang lebih kecil atau malah menumpang di rumah kerabat. Mungkin kita harus pindah kota untuk bekerja dan untuk sementara berpisah dengan keluarga. Singkat kata kita harus bersedia mengorbankan gaya hidup kita yang semula dan tidak jarang, kita pun harus berkorban menanggung malu. Tidaklah realistik untuk mempertahankan gaya hidup semula di dalam kebangkrutan dan tidaklah benar mempertahankannya demi penampilan atau nama baik. Kita harus hidup sesuai realitas.

  2. Untuk dapat bertahan dalam kebangkrutan kita harus mengkomunikasikan situasi yang dihadapi dan pengorbanan yang dituntut kepada anggota keluarga lainnya, dalam hal ini kepada pasangan dan anak-anak, sudah tentu anak yang sudah dapat mengerti. Kita mesti menceritakan duduk masalah sebenarnya dan tidak menutup-nutupinya sebab mulai dari saat ini, mereka akan harus turut menanggung akibatnya. Jika kita berandil dalam kebangkrutan, akuilah. Jika ada kesalahan yang kita perbuat, mintalah pengampunan kepada mereka. Setelah itu kita harus mengatakan sebenarnya hal-hal yang mesti dilakukan untuk dapat bertahan hidup. Jangan memberi janji kosong atau kesan bahwa semua itu akan berubah dengan segera. Mungkin akan ada yang harus putus sekolah dan bekerja, mungkin ada yang mesti pindah sekolah. Kita harus mengkomunikasikan semua itu secara baik-baik, bukan dengan nada paksaan, tetapi sebaliknya dengan pengertian dan penghargaan. Ya, sering-seringlah mengkomunikasikan penghargaan kepada anggota keluarga atas pengorbanan mereka. Setiap penghargaan akan mengobati penderitaan yang harus ditanggung.

  3. Untuk dapat bertahan dalam kebangkrutan kita harus bersedia menerapkan sistem pertanggungjawaban dalam keluarga. Salah satu penyebab kebangkrutan adalah kurangnya pertanggungjawaban kita kepada keluarga. Mungkin pasangan sudah memperingati, tetapi kita tidak menggubrisnya. Atau, kita malah sama sekali tidak memberitahukan kepada pasangan apa yang kita kerjakan. Kita beranggapan kita lebih tahu daripada pasangan.

    Nah, kebangkrutan menelanjangi semua yang telah kita kerjakan; kita tidak lagi dapat menutupinya. Itu sebab penting bagi kita untuk mengakuinya dan juga meminta maaf kepada keluarga atas kesalahan yang kita perbuat. Dan, berjanji untuk memulai hidup yang baru yaitu hidup dengan pertanggungjawaban yang terbuka. Orang akan lebih siap memaafkan bila mereka melihat pertobatan. Jadi, tunjukkanlah bukan saja penyesalan tetapi juga pertobatan—bahwa kebangkrutan telah memberi pelajaran yang berharga kepada kita.

  4. Untuk dapat bertahan dalam kebangkrutan kita harus saling mengerti dan mendukung. Kebangkrutan menimbulkan bukan saja ketidaknyamanan, tetapi juga penderitaan. Di dalam penderitaan kecenderungan kita adalah marah dan menyalahkan orang yang kita anggap bertanggungjawab atas kesusahan yang kita tanggung. Sudah tentu ada tempat dan waktu bagi kita untuk mengekspresikan kekesalan kita tetapi setelah itu penting bagi kita untuk kembali mendukung satu sama lain.

    Berdoalah bersama dan saling mendoakanlah. Berilah dorongan kepada satu sama lain dan lakukanlah hal-hal yang biasa dilakukan sebagai keluarga tanpa harus mengeluarkan uang yang besar. Kebersamaan dan kepedulian terhadap satu sama lain adalah obat untuk hati yang luka dan bersedih. Kebangkrutan memang menghabiskan uang tetapi kebangkrutan tidak mesti menghabiskan kasih dalam keluarga.

  5. Untuk dapat bertahan dalam kebangkrutan kita harus terus bergantung pada pemeliharaan Tuhan, percaya pada kebaikan Tuhan, dan hidup takut akan Tuhan. Kadang kita dapat mengerti dan menerima mengapa kebangkrutan terjadi, tetapi kadang tidak. Mungkin kita telah berdoa dan meminta pimpinan serta berkat Tuhan atas usaha yang kita mulai. Namun semua berakhir dengan kebangkrutan.

    Mungkin kita kecewa dan mengalami kepahitan terhadap Tuhan. Bawalah semua dalam doa secara pribadi kepada Tuhan. Utarakanlah semua kekecewaan dan kepahitan kita kepada-Nya; Ia bersedia mendengarkan dan Ia mengerti. Setelah itu dengan iman, percayakanlah hidup pada kebaikan-Nya. Satu kebangkrutan tidak dapat—dan tidak seharusnya—menghapus pemeliharaan dan kebaikan Tuhan yang telah diperlihatkan-Nya kepada kita seumur hidup.

    Firman Tuhan di Amsal 10:29-30 mengingatkan, "Jalan Tuhan adalah perlindungan bagi orang yang tulus, tetapi kebinasaan bagi orang-orang yang berbuat jahat. Orang benar tidak terombang-ambing untuk selama-lamanya, tetapi orang fasik tidak akan mendiami negeri."